• Tidak ada hasil yang ditemukan

Berbagai Upaya PBB Mendorong Penghapusan Hukuman Mat

PERANAN PBB DALAM PERKEMBANGAN PENERAPAN DAN PENGHAPUSAN HUKUMAN MAT

C. Berbagai Upaya PBB Mendorong Penghapusan Hukuman Mat

62

Bersamaan dengan perancangan norma hukum internasional dalam UDHR dan ICCPR, badan-badan dalam PBB yang berbeda mulai terlibat dalam berbagai inisiatif yang bertujuan untuk membatasi, atau pada tujuan akhirnya, menghapus hukuman mati. Secara umum, ide ini dicetuskan oleh Commission on Human Rights beserta Sub-Commission-nya, dan saat ada kesepakatan bulat, dihasilkanlah resolusi oleh Economic and Social Council (Dewan Ekonomi dan Sosial) dan

61

Ibid, hal. 487.

62

General Assembly (Majelis Umum).63

Resolusi awal yang dibawakan dalam sesi tahun 1968 oleh Commission on Human Rights, menunjukkan hasil observasi berupa, “the major trend among experts and practitioners in the field is towards the abolition of capital punishment”, bahwa kecenderungan mayoritas dari para ahli dan praktisi dalam bidang ini adalah menuju penghapusan hukuman mati. Resolusi tersebut mencantumkan serangkaian safeguards atau upaya perlindungan yang menghargai hak banding (appeal), grasi (pardon), penundaan hukuman mati (reprieve) dan penundaan eksekusi oleh hukum sampai tidak berlakunya prosedur-prosedur tersebut (mandated delay of execution until the exhaustion of such procedures), juga mengundang pemerintah nasional untuk memberikan penangguhan 6 bulan sebelum pelaksanaan hukuman mati. Dalam Majelis Umum, banyak negara retensionis menyambut resolusi ini dengan senang hati, mengatakan bahwa resolusi ini akan menjaga aspek “humanitarian” dalam isu hukuman mati. Di lain sisi, negara-negara abolisionis justru mengkritik resolusi tersebut, menyatakan bahwa isi resolusi tersebut tidak akan menarik negara-negara untuk menghapus hukuman mati. Walaupun demikian, dengan hanya sedikit amandemen, resolusi ini disahkan oleh Majelis Umum.64

United Nations Congress on Crime Prevention and Control, yang diadakan setiap 5 tahun, juga menyediakan forum debat mengenai hukuman mati. Pada United Nations Congress on Crime Prevention and Control yang keenam

63

William A. Schabas, 2, op. cit.

64

yang diadakan pada tahun 1980 di Caracas, kebanyakan waktu sidang dialokasikan ke pembahasan mengenai hukuman mati. Rancangan resolusi yang menghimbau pembatasan yang pada akhirnya akan menuju ke penghapusan hukuman mati menambahkan bahwa penghapusan akan menjadi suatu kontribusi yang signifikan untuk memperkuat hak asasi manusia, terutama hak untuk hidup. Selain itu, dimuat juga isi resolusi yang menghimbau negara-negara yang belum menghapus hukuman mati untuk mempertimbangkan diadakannya penangguhan hukuman mati. Tetapi karena berhadapan dengan oposisi yang keras dan kurangnya waktu untuk menyelesaikan pembahasan, rancangan resolusi yang telah direvisi ini ditarik kembali oleh pihak pengusul.65

Pada tahun 1990, Congress diadakan di Havana, suatu resolusi mengenai hukuman mati kembali diusulkan. Isinya tetap pada ide penangguhan hukuman mati dengan waktu paling sedikit 3 tahun. Resolusi ini disahkan oleh Committee

dengan suara 40 lawan 21, dengan 16 lainnya abstain, tetapi kemudian ditolak dalam plenary session karena gagal memperoleh suara mayoritas dua per tiga.66

Pada tahun 1994, dalam sesi ke-49, suatu rancangan resolusi dari Majelis Umum menjadi pusat perhatian dengan menghimbau penangguhan hukuman mati. Resolusi ini berasal dari dari suatu Lembaga Swadaya Masyarakat yang baru terbentuk di saat itu, yakni “Hands Off Cain the International League for Abolition of the Death Penalty Before the Year 2000”, yang memperoleh dukungan dari Parlemen Italia. Paragraf pendahuluan dari resolusi tersebut

65

Ibid.

66

merangkum semangat Resolusi Majelis Umum di tahun-tahun sebelumnya mengenai hukuman mati, Safeguards tahun 1984, isi UDHR, ICCPR, Convention on the Rights of the Child (CRC), statuta dari ad hoc criminal tribunals for the former Yugoslavia and Rwanda, dan rancangan statuta dari International Criminal Court yang baru diusulkan pada saat itu. Isi dari tiga paragraf intinya antara lain:

• Paragraf pertama mengundang negara-negara yang masih

mempertahankan hukuman mati untuk melaksanakan kewajiban mereka di bawah ICCPR dan CRC.

• Paragraf kedua mengundang negara-negara yang masih

mempertahankan hukuman mati untuk mempertimbangkan pembatasan lebih lanjut pada jumlah kejahatan yang dapat dijatuhi hukuman mati.

• Paragraf ketiga mendukung semua negara yang belum menghapus hukuman mati untuk mempertimbangkan kemungkinan untuk meangadakan penangguhan terhadap eksekusi yang belum dilaksanakan.

Italia memperoleh 49 pendukung untuk pengesahan resolusi ini, tetapi aksi ini digagalkan oleh Singapura dengan bantuan dari beberapa negara pro-hukuman mati.67

Melihat sejarah perdebatan yang terjadi dalam PBB, tampak bahwa upaya PBB untuk menghimbau penghapusan hukuman mati tidak berjalan mulus dan banyak mengalami tantangan dari negara retensionis. Namun demikian, usaha

67

PBB tidak pernah berhenti, telah ada beberapa resolusi penting yang berhasil dikeluarkan dengan tujuan untuk membatasi penerapan hukuman mati yang pada akhirnya akan mewujudkan penghapusan total, antara lain sebagai berikut:

1. Annex dari Resolusi 1984/50 pada tanggal 25 Mei 1984 oleh Dewan Ekonomi dan Sosial mengenai Safeguards Guaranteeing Protection of the Rights of Those Facing the Death Penalty, yang menjadi standar minimum dalam penerapan hukuman mati.68

2. Serangkaian Resolusi yang ditetapkan oleh The Commission on Human Rights, yang terakhir adalah Human Rights Resolution 2005/59 pada tangga 20 April 2005 dengan judul “The Question of Death Penalty”, yang menghimbau negara-negara yang masih memberlakukan hukuman mati untuk segera melakukan penghapusan total, dan dalam kurun waktu tersebut, memberlakukan penangguhan eksekusi, beserta himbauan- himbauan lainnya.69

3. Resolusi 62/149, Moratorium on the use of the death penalty yang ditetapkan pada tanggal 18 Desember 2007 oleh Majelis Umum.70

Dalam Resolusi 2005/59 oleh Commission on Human Rights, dicantumkan permintaan kepada Sekjen PBB untuk memberikan laporan kepada Commission

68

Annex to Economic and Social Council Resolution 1984/50 of 25 May 1984, Safeguards Guaranteeing Protection of the Rights of Those Facing the Death Penalty, E.S.C. res. 1984/50, annex, 1984 U.N. ESCOR Supp. (No. 1) at 33, U.N. Doc. E/1984/84 (1984).

69

UN Commission on Human Rights, Human Rights Resolution 2005/59: The Question of the Death Penalty, 20 April 2005, E/CN.4/RES/2005/59, http://www.unhcr.org/refworld/docid/45377c730.html, (diakses pada tanggal 14 October 2010).

70

General Assembly Resolution 62/149 of 18 December 2007, Moratorium on the use of the death penalty, A/62/439/Add.2.

setiap tahun, dimana permintaan ini telah diteruskan sejak dikeluarkan Resolusi 1997/12. Laporan dari Sekjen PBB berisi perubahan dalam hukum dan praktik huukman mati serta implementasi safeguards di seluruh dunia dengan mengadakan konsultasi dengan pemerintah-pemerintah, specialized agencies dan organisasi antarpemerintah maupun non-pemerintah (lembaga swadaya masyarakat). Dengan meminta negara-negara untuk memberikan laporan setiap tahun dan menerima hasil analisis mengenai perilaku mereka, diharapkan dapat meningkatkan tekanan bagi negara untuk bersedia menghapus hukuman mati.71

Di samping itu, Resolusi Majelis Umum yang menghendaki penangguhan pada hukuman mati berlandaskan pada Piagam PBB dan sejumlah perjanjian hak asasi manusia universal seperti UDHR, ICCPR serta CRC. Selain itu, resolusi ini juga menegaskan kembali dua resolusi organ lainnya yang disebut di atas.72

Beberapa aspek penting dari resolusi ini adalah sebagai berikut:73

1. Expresses its deep concern about the continued application of the death penalty;

2. Calls upon all States that still maintain the death penalty:

a. To respect international standards that provide safeguards guaranteeing protection of the rights of those facing the death penalty, in particular the minimum standards, as set out in the annex to Economic and Social Council resolution 1984/50 of 25 May 1984; b. To provide the Secretary-General with information relating to the use

of capital punishment and the observance of the safeguards guaranteeing protection of the rights of those facing the death penalty; c. To progressively restrict the use of the death penalty and reduce the

number of offences for which it may be imposed; 71

Michelle Mckee, “Tinkering with the Machinery of Death: Understanding Why the United State's Use of the Death Penalty Violates Customary International Law”, 6 Buff. Hum. Rts. L. Rev. 153, (2000).

72

General Assembly Resolution 62/149 of 18 December 2007, Moratorium on the use of the death penalty, A/62/439/Add.2.

73

d. To establish a moratorium on executions with a view to abolishing the death penalty;

3. Calls upon States which have abolished the death penalty not to reintroduce it;

Terjemahan kutipan di atas dalam Bahasa Indonesia:

1. Menyatakan kekhawatiran yang dalam tentang masih adanya

pemberlakuan hukuman mati;

2. Mengajak semua negara yang masih memberlakukan hukuman mati untuk: a. Menghormati standar internasional yang memberikan tindakan

pengamanan yang menjamin proteksi hak-hak mereka yang menghadapi hukuman mati, khususnya standar minimum yang dikemukakan dalam lampiran Resolusi Dewan Ekonomi dan Sosial No. 1984/50 pada tanggal 25 Mei 1984;

b. Memberikan informasi kepada Sekretaris Jenderal PBB sehubungan dengan pemberlakuan huku man mati dan ketaatan terhadap pengamanan yang menjamin proteksi hak-hak mereka yang menghadapi hukuman mati;

c. Secara progresif melarang pemberlakuan hukuman mati dan mengurangi jumlah pelanggaran yang dapat dijatuhi hukuman mati. d. Menetapkan penangguhan pelaksanannya dengan tujuan untuk

menghapuskan hukuman mati.

3. Mengajak negara-negara yang telah menghapus hukuman mati untuk tidak memberlakukannya kembali.