• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makrofita laut (lamun dan makroalgae) merupakan produsen primer penting yang mempunyai banyak peranan pada ekosistem pantai. penelitian untuk mengkaji interaksi dan asosiasi makrofita pada lokasi yang memiliki tekanan antropogenik berbeda, telah dilaksanakan di Pulau Barranglompo dan Pulau Bonebatang, Kepulauan Spermonde dari Januari hingga Juli 2011. Beberapa aspek yang diteliti antara lain: kategori lifeform, kelimpahan, biomassa, asosiasi lamun dan makroalgae, indeks evaluasi ekologi dan indeks similaritas. Transek kuadrat digunakan untuk sampling makroalgae pada tiga stasiun yang memiliki jarak berbeda dari garis pantai. Sebanyak 22 spesies makroalgae dijumpai di Pulau Barranglompo, sedangkan di Pulau Bonebatang, ditemukan 20 spesies. Kebanyakan makroalgae yang ditemukan di kedua pulau hidup sebagai epilithik (litofitik) dan epipelik (rhizofitik). Berdasarkan asosiasinya, di Pulau Barranglompo dijumpai asosiasi positif antara pasangan Cymodocea rotundata- Thalassia hemprichii, Acanthophora spicifera-Laurencia papillosa, dan Dictyota bartayresiana-Laurencia papillosa, sedangkan asosiasi negatif didapatkan pada dua pasangan yaitu Enhalus acoroides-Halodule uninervis dan Thalassia hemprichii-Halodule uninervis. Di Pulau Bonebatang, asosiasi positif dijumpai pada pasangan C. rotundata-H. uninervis saja, sedangkan asosiasi negatif dijumpai pada beberapa pasangan yaitu. C. rotundata-A.spicifera, C. rotundata- Actinoritchia fragilis, E. acoroides-H. uninervis, T. hemprichii-Gracilaria coronopifolia, dan T. hemprichii-Sargassum crassifolium. Sementara itu, untuk menguji fungsi makrofita sebagai bioindikator perubahan ekosistem akibat tekanan antropogenik, didapatkan bahwa Pulau Barranglompo memiliki status ekologi sedang dan Pulau Bonebatang memiliki status ekologi sangat bagus. Indeks similaritas tertinggi dijumpai antar stasiun pada pulau yang sama, sehingga disimpulkan bahwa pulau yang berbeda memiliki konfigurasi makroalgae yang berbeda dan sangat dipengaruhi oleh aktivitas antropogenik yang berlangsung di pulau-pulau tersebut.

Kata kunci: antropogenik, Barranglompo, Bonebatang, lamun, makroalgae, makrofita

Abstract

Marine macrophytes (seagrass and macroalgae) are important primary producers, which have many functions in coastal ecosystems. In order to analyze interaction between seagrass and macroalgae in areas with different anthropogenic pressure, a study has been done in two small islands within Spermonde Archipelago, South Sulawesi i.e. Barranglompo and Bonebatang Islands. Quadrat transects were deployed in three stations based on their different distances from the shoreline. There were 22 and 20 species of macroalgae found in Barranglompo and Bonebatang Islands, respectively. Most of macroalgae

found in both islands live as epilithic (litophytic) and epipelic (rhizophytic). Based on their association, there was positive association occurred between pairs of Cymodocea rotundata-Thalassia hemprichii, Acanthophora spicifera- Laurencia papillosa, and Dictyota bartayresiana-Laurencia papillosa in Barranglompo, while negative association was observed in two seagrass pairs i.e. Enhalus acoroides-Halodule uninervis and Thalassia hemprichii-Halodule uninervis. In Bonebatang Island, positive association was found in pair of C. rotundata-H. uninervis, while negative association was found in several pairs of macroalgae i.e. C. rotundata-A.spicifera, C. rotundata-Actinoritchia fragilis, E. acoroides-H. uninervis, T. hemprichii-Gracilaria coronopifolia, and T. hemprichii-Sargassum crassifolium. In order to examine the function of macrophytes as bioindicator of ecosystem shift due to anthropogenic pressure, analysis of macrophyte structure in both islands classified Barranglompo in moderate ecological status, whereas Bonebatang had high ecological status. The highest similarity index was found among stations in the same island. It was concluded that different islands have different macrophyte assemblages and it was strongly affected by anthropogenic activities occurred in the islands.

Keywords: anthropogenic, Barranglompo, Bonebatang, macroalgae, macrophyte, seagrass

Pendahuluan

Makroalgae atau lebih dikenal sebagai rumput laut (seaweeds) adalah tumbuhan tingkat rendah yang secara taksonomi termasuk ke dalam Divisi Thallophyta. Tubuh makroalgae disebut thallus yang bisa berbentuk sederhana dan belum terdiferensiasi. Pada bentuk yang lebih berkembang, thallusnya sudah memiliki bagian yang secara morfologi menyerupai tumbuhan tingkat tinggi seperti daun (blade), batang (stipe) dan holdfast yang menyerupai akar (Trono 1997; Graham & Wilcox 2000; Hinde 2000).

Makroalgae terdiri atas tiga divisio yakni algae hijau (Chlorophyta), algae coklat (Phaeophyta) dan algae merah (Rhodophyta) (Alongi 1998). Makroalgae memiliki berbagai jenis pigmen seperti klorofil, karoten, fikobilin dan pigmen asesori lainnya yang memungkinkan makroalgae mensintesis sendiri bahan organik dari bahan sederhana seperti air dan CO2 (Trono 1997). Perbedaan

komposisi dan persentase pigmen penyusun makroalgae ini merupakan salah satu dasar pengklasifikasian makroalgae.

Kehadiran atau ketidakhadiran spesies makroalgae tertentu pada suatu habitat dipengaruhi oleh efek kombinasi dan sinergitas berbagai faktor fisika-

kimia seperti salinitas, cahaya, suhu, substrat, kadar nutrien, pergerakan air, kedalaman maupun oleh faktor biotik (Trono & Ganzon-Fortes 1988; Prathep 2005).

Lamun dan makroalgae merupakan makrofita utama di perairan pantai yang hidup bersama dimana kontrol grazing (top-down) dan nutrien (bottom-up) secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi kelimpahannya (Heck et al. 2000: Hughes et al. 2004; Irlandi et al. 2004). Eutrofikasi pada perairan pantai dapat menyebabkan proliferasi makroalgae yang pada akhirnya akan membahayakan padang lamun (McGlathery 2001).

Pada ekosistem lamun, algae epifit berkontribusi penting terhadap produksi primer dan sekunder, mereka juga berperan terhadap proses biogeokimia dan siklus nutrien termasuk produksi CaCO3 dan fiksasi nitrogen. Namun, algae

epifit dapat juga memberikan efek merugikan terhadap fungsi ekologis ekosistem lamun (Jernakoff et al. 1996; Vanderklift & Lavery 2000). Samper-Villareal et al. (2008) menginventarisir sebanyak 26 spesies makroalgae (18 genera) yang merupakan algae epifit pada daun lamun Thalassia testudinum di Punta Cahuita, pantai Karibia Costa Rica.

Secara eksperimental, peningkatan tinggi kanopi makroalgae mengurangi kepadatan, rekruitmen, laju pertumbuhan, dan laju produksi lamun Zostera marina (Hauxwell et al. 2001). Eksperimen lain oleh Irlandi et al. (2004) menggunakan tutupan alga terapung (drift algae) yang tinggi selama 2-3 bulan menghasilkan pengurangan sekitar 25 % biomassa di atas permukaan substrat (aboveground biomass) dibanding plot-plot yang bebas algae. Biomassa di bawah substrat (belowground biomass) dan kerapatan tegakan tidak dipengaruhi oleh keberadaan drift algae ini.

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji interaksi dan asosiasi antara lamun dan makroalgae pada lokasi yang memiliki tekanan antropogenik berbeda.

Bahan dan Metode

Pengambilan Data dan Analisis Interaksi Makroalgae pada Ekosistem Padang Lamun

Penelitian ini berlangsung dari bulan Januari – Juli 2011 di Pulau Barranglompo (5o 02’ 44.28‖- 5o03’ 05.65‖ S, 119o19’ 38.56‖- 119o 19’ 52.27‖

E) dan Pulau Bonebatang (5o 00’ 47.46‖- 5o 00’ 51.82 S, 119o 19’ 35.55‖- 119o

19’ 36.71‖ E) yang termasuk dalam Kepulauan Spermonde Provinsi Sulawesi Selatan. Peta kedua pulau ini dapat dilihat pada Gambar 6 (Bab 4).

Kedua pulau ini memiliki tekanan antropogenik yang berbeda. Pulau Barranglompo yang memiliki luas sekitar 20 ha, saat ini dihuni oleh sekitar 5000 jiwa, sedangkan Pulau Bonebatang tidak berpenduduk.

Kategori Lifeform Makroalgae

Pengamatan makroalgae yang berasosiasi dengan padang lamun juga dilakukan pada saat survei kondisi bioekologi lamun (Bab 7). Pengamatan dilakukan pada 3 stasiun dan 27 sub-stasiun pada masing-masing pulau. Jenis- jenis makroalgae diidentikasi jenisnya menggunakan pustaka seperti Trono & Ganzon-Fortez (1988), Atmadja (1996a; 1996b), Kadi (1996), Trono (1997), Carpenter & Niem (1998), Dhargalkar & Kavlekar (2004), Jha et al. (2009). Spesies yang dijumpai dikelompokkan berdasarkan kategori lifeformnya (Bold & Wynne 1985: Sidik et al. 2001) sebagai berikut :

 Rhizofitik/epipelik (melekat pada lumpur dan pasir)

 Lithofitik/epilithik (hidup pada batu atau karang mati)

 Efifit (melekat pada daun, batang dan rhizoma lamun atau makroalgae lain)

 Epizoik (melekat pada cangkang molluska atau tabung polichaeta)

Drift macroalgae (lepas atau mengapung). Kelimpahan dan Biomassa Makroalgae

Kelimpahan makroalgae diukur dengan membuat kuadrat berukuran 50 cm x 50 cm). Persentase penutupan makroalgae ditentukan dengan menggunakan nilai skala Braun-Blanquet (B-B) sebagaimana disajikan pada Tabel 22.

Tabel 22 Nilai skala Braun-Blanquet untuk berbagai persentase penutupan makroalgae (Braun-Blanquet 1965 diacu Gab-Alla 2007).

Nilai skala Braun-Blanquet Penutupan Quadrat 5 > 75 % 4 50 – 75 % 3 25 – 50 % 2 5 – 25 %

1 Banyak, tapi penutupannya kurang dari 5 % atau terpencar sampai 5 % penutupan

0,5 Beberapa dengan penutupan kecil 0,1 Soliter, dengan penutupan kecil

Pengukuran biomassa makroalgae dilakukan dengan memanen makroalgae dari dalam kuadrat ukuran 10 cm x 10 cm. Semua sampel disimpan dalam cool box untuk dianalisis di laboratorium. Di laboratorium, sampel dipisahkan dan disortir berdasarkan spesies kemudian dimasukkan ke dalam baki aluminium foil untuk dikeringkan dalam oven bersirkulasi udara pada 50 oC (Littler 1980 diacu oleh Sidik et al. 2001) sampai beratnya konstan, lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang berat keringnya. Biomassa dikonversi ke satuan gram berat kering per m2.

Analisis Data Makroalgae

Frekuensi, kelimpahan, dan kerapatan makroalgae dihitung dengan menggunakan persamaan dari Sidik et al (2001) sebagai berikut :

Asosiasi Lamun dan makroalgae

Analisis asosiasi dilakukan pada jenis-jenis penyusun utama komunitas lamun dan makroalgae dengan menggunakan Tabel Kontingensi 2x2 (Gambar 57).

Gambar 57 Tabel kontingensi 2 x 2 atau tabel asosiasi spesies (Ludwig & Reynolds 1988)

Pengujian asosiasi didasarkan pada hadir atau tidaknya suatu spesies dalam suatu penarikan contoh (unit sampling). Untuk setiap pasangan spesies A dan B, kemungkinan yang muncul adalah :

a = jumlah unit sampling dimana kedua spesies muncul bersama b = jumlah unit sampling dimana hanya terdapat spesies A c = jumlah unit sampling dimana hanya terdapat spesies B d = jumlah unit sampling dimana kedua spesies tidak muncul

Untuk menguji hipotesis nol bahwa spesies bersifat independen (tidak ada asosiasi), maka digunakan uji Chi-square menggunakan notasi pada tabel kontingensi di atas dengan persamaan sebagai berikut:

Dimana nilai harapan untuk sel a adalah:

E (a) =

Begitu pula dengan nilai-nilai harapan untuk sel b, c, dan d dapat dihitung dengan formula:

, ,

Maka persamaan Chi-square menjadi:

=

Bila ada sel pada Tabel Kontingensi 2 x 2 yang mempunyai frekuensi harapan < 1 atau jika lebih dari dua sel mempunyai frekuensi harapan < 5, maka hasil uji Chi- square menjadi bias. Untuk itu perlu dilakukan koreksi dengan menggunakan formula koreksi dari Yate sebagai berikut:

Nilai Chi-square hitung dibandingkan dengan nilai Chi-square tabel pada derajat bebas = 1, pada taraf uji p = 0.01 (6.64) dan p = 0.05 (3.84). Jika nilai Chi-square hitung lebih besar dari 3.84, maka hipotesis nol bahwa kemunculan bersama spesies A dan B bersifat independen ditolak, dan disimpulkan bahwa kedua spesies berasosiasi.

Nilai harapan pada sel a dapat digunakan untuk mengetahui jenis asosiasi, yaitu

1. Positif – bila a > E (a), yakni bila pasangan spesies muncul bersama lebih sering daripada yang diharapkan jika independen.

2. Negatif – bila a < E (a), yakni bila pasangan spesies muncul bersama kurang dari yang diharapkan bila independen.

Selanjutnya Indeks Asosiasi Ochiai (Ludwig & Reynolds 1988) digunakan untuk mengetahui nilai asosiasi antar pasangan spesies..

√ √

Dimana :

Io = Indeks Ochiai

a = Spesies A dan B hadir

b = Spesies A hadir, spesies B tidak hadir c = Spesies A tidak hadir, spesies B hadir

Indeks Evaluasi Ekologis (IEE)

Indeks Evaluasi Ekologis (IEE) dirancang untuk mengestimasi status ekologis perairan transisi dan perairan pantai dimana makrofita bentik (makroalgae dan lamun) digunakan sebagai bioindikator perubahan ekosistem (ecosystem shift) akibat tekanan antropogenik, dari keadaan alami dengan spesies suksesi akhir ke keadaan terdegradasi dengan spesies oportunistis (Orfanidis et al. 2003).

Perubahan pada struktur dan fungsi ekosistem laut dievaluasi dengan menggolongkan makrofita laut bentik ke dalam dua kelompok status ekologis/ecological status group (ESG) yang mewakili kelompok status ekologi yang berbeda, misalnya pada daerah yang alami ataupun yang tercemar (terdegradasi). Kelompok I terdiri atas semua spesies lamun dan makroalgae dengan thallus yang tebal atau calcareous, laju pertumbuhan lambat, dan terdiri atas spesies perennial dengan siklus hidup yang panjang (late successional), sedangkan kelompok II termasuk spesies makroalgae dengan thallus berbentuk lembaran dan filamentous dengan laju pertumbuhan yang cepat dan terdiri atas spesies annual dengan daur hidup yang pendek (oportunistik) serta bersifat ruderal (Orfanidis et al. 2001; 2003).

Kelimpahan rata-rata makrofita kelompok I dan II diplotkan pada matriks (Gambar 58) untuk menentukan status ekologi dari lokasi yang ditempati oleh makrofita tersebut. Kategori-kategori status ekologis di atas diberi skor numerik seperti ditampilkan pada Tabel 23.

Gambar 58 Matriks berdasarkan kelimpahan rata-rata ESG untuk menentukan status ekologis perairan transisi dan perairan pantai (Orfanidis et al. 2001)

Tabel 23 Sistem skoring numerik untuk evaluasi status ekologis perairan transisi dan perairan pantai (Orfanidis et al. 2001)

Kategori ekologis Nilai numerik Indeks Evaluasi Ekologis (IEE)

Sangat Baik 10 [≤ 10 -  8] = Sangat Baik

Baik 8 [≤ 8 -  6] = Baik

Sedang 6 [≤ 6 -  4] = Sedang

Jelek 4 [≤ 4 -  2] = Jelek

Sangat Jelek 2 [2] = Sangat Jelek

Indeks Similaritas (IS)

Indeks Similaritas Sorensen atau dikenal pula sebagai indeks Czekanowski digunakan untuk mengetahui tingkat kesamaan vegetasi pada seluruh unit sampel. (Ludwig & Reynolds 1988; Clarke & Warwick 1994; Krebs 1999; Krebs 2002; Bakus 2007).

S = Indeks Similaritas Sorensen

a = Jumlah spesies yang sama terdapat pada unit sampling I dan II b = Jumlah spesies yang hanya ditemukan pada unit sampling I c = Jumlah spesies yang hanya ditemukan pada unit sampling II Indeks similaritas Sorensen menggunakan data biner (kehadiran dan ketidakhadiran) suatu spesies pada suatu unit sampling dan nilainya berkisar dari 0 (tidak ada kemiripan) sampai 1 (kemiripan tertinggi) (Clarke & Warwick 1994; Krebs 1999; Bakus 2007).

Hasil perhitungan IS untuk seluruh stasiun pengambilan sampel disusun dalam bentuk matriks Indeks Similaritas (IS) dan Indeks Disimilaritas (ID), dimana ID = 100-IS (Clarke & Warwick 1994). Tingkat kemiripan antar stasiun pengamatan dapat ditentukan berdasarkan kriteria pada Tabel 24 berikut :

Tabel 24 Penentuan tingkat kemiripan vegetasi antar stasiun pengamatan

Nilai Indeks Similaritas (%) Tingkat Kesamaan Vegetasi

 75 Sangat tinggi

50 - 75 Tinggi

25 -50 Rendah

 25 Sangat rendah

Sumber: Krebs (2002)

Hasil dan Pembahasan

Sebanyak 28 jenis makroalgae yang ditemukan berasosiasi dengan padang lamun di Pulau Barranglompo dan Bonebatang (Tabel 25). Jenis-jenis makroalgae tersebut terdiri atas 5 jenis dari Divisio Chlorophyta (17.86%), 10 jenis dari Divisio Phaeophyta (35.71%) dan 13 jenis dari Divisio Rhodophyta (46.43%). Beberapa penelitian sebelumnya juga mendapatkan bahwa makroalgae dari Divisio Rhodophyta memiliki komposisi terbesar dibandingkan kedua divisio lainnya. Handayani dan Kadi (2007) mendapatkan juga 13 jenis Rhodophyta (43.33%) di perairan Minahasa Utara, Sulawesi Utara. Sementara itu, di Taman Nasional Similajau di Sarawak, Malaysia dijumpai makroalgae dari Divisio Rhodophyta sebesar 54.30% dari semua jenis makroalgae yang ditemukan di lokasi tersebut (Harah et al. 2006). Gambar 59-64 memperlihatkan foto dari jenis-jenis makroalgae yang ditemukan di kedua pulau.

Tabel 25 Klasifikasi makroalgae yang ditemukan di lokasi penelitian

Divisio Kelas Ordo Familia Genus dan

spesies

Chlorophyta Chlorophyceae Siphonocladales Boodleaceae Boodlea composita Bryopsidophyceae Bryopsidales Udoteaceae Chlorodesmis

fastigiata Bryopsidophyceae Bryopsidales Halimedaceae Halimeda

macroloba Bryopsidophyceae Bryopsidales Halimedaceae Halimeda opuntia Dasycladophyceae Dasycladales Dasycladaceae Neomeris annulata Phaeophyta Phaeophyceae Dictyotales Dictyotaceae Dictyota

Phaeophyceae Fucales Sargassaceae Hormophysa triquetra Phaeophyceae Ectocarpales Scytosiphonaceae Hydroclathrus

clathratus Phaeophyceae Dictyotales Dictyotaceae Padina australis Phaeophyceae Ectocarpales Scytosiphonaceae Rosenvingea

intricata

Phaeophyceae Fucales Sargassaceae Sargassum binderi Phaeophyceae Fucales Sargassaceae Sargassum

crassifolium Phaeophyceae Fucales Sargassaceae Sargassum

polycistum Phaeophyceae Fucales Sargassaceae Turbinaria ornata Phaeophyceae Fucales Sargassaceae Turbinaria

conoides Rhodophyta Rhodophyceae Ceramiales Rhodomelaceae Acanthophora

muscoides Rhodophyceae Ceramiales Rhodomelaceae Acanthophora

spicifera Florideophyceae Nemaliales Galaxauraceae Actinoritchia

fragilis Florideophyceae Corallinales Corallinaceae Amphiroa

fragilissima Florideophyceae Gigartinales Solieriaceae Euchema

denticulatum Florideophyceae Gigartinales Solieriaceae Euchema serra Florideophyceae Gelidiales Gelidiellaceae Gelidiella acerosa Rhodophyceae Gracilariales Gracilariaceae Gracilaria

coronopifolia Rhodophyceae Gracilariales Gracilariaceae Gracilaria

salicornia Florideophyceae Gigartinales Cystocloniaceae Hypnea esperi Florideophyceae Gigartinales Cystocloniaceae Hypnea cervicornis Florideophyceae Gigartinales Solieriaceae Kappaphycus

alvarezii Florideophyceae Ceramiales Rhodomelaceae Laurencia

papillosa

Deskripsi Makroalgae pada Daerah Padang Lamun

Boodlea composita (Harvey) Brand

Algae ini berwarna hijau muda atau hijau kekuningan (Gambar 59a), rimbun, berfilamen, bercabang tidak beraturan, rapuh dan berspons (Jha et al. 2009). Thallus tersusun atas sel-sel terete persegi yang membentuk percabangan anastomose antara satu dengan lainnya dengan menggunakan sel-sel pelekat khusus, sel-sel terminal berkurang. Spesies ini umumnya menempati daerah intertidal dimana akan terpapar saat surut (Trono & Ganzon-Fortes 1988).

Jenis makroalgae ini melekat pada substrat keras seperti potongan karang (Gambar 59b). Thallusnya berwarna hijau, rimbun dengan percabangan teratur secara dichotomous (Lobban & Harrison 1997; Trono 1997), mengerut pada dasar cabang (Lobban & Harrison 1997).

Neomeris annulata Dickie

Tumbuhan ini silindris dan tidak bercabang dengan apeks berwarna hijau terang dan bagian basal yang berkapur keputihan (Gambar 59c), soliter, sering membentuk kelompok yang padat, aksis ditutupi oleh alur pendek, biasanya dijumpai pada batuan atau karang mati yang ditutupi oleh pasir kasar pada daerah pasang surut (Jha et al. 2009).

Halimeda macroloba Decaisne

Thallus berwarna hijau, soliter, kaku, percabangan pada satu arah sehingga berbentuk rata (Gambar 59d), melekat dengan holdfast silindris, segmen bagian atas discoid, reniform (Jha et al. 2009). Thallus dengan kalsifikasi ringan hingga sedang (Kadi 1996).

Halimeda opuntia (Linnaeus) Lamouroux

Pertumbuhan thallus kompak, percabangan segmen bertumpuk menjalar dan membentuk pertumbuhan baru. Segmen relatif kecil berbentuk gepeng bulat- lonjong, reniform dan bergelombang (Gambar 59e). Kandungan karbonat tinggi, warna segmen hijau. Holdfast tidak berubi terdiri dari kumpulan massa akar serabut lembek yang berfungsi untuk penempelan pada substrat keras atau lembek (Kadi 1996).

Gambar 59 Makroalgae hijau (Chlorophyta) yang dijumpai di daerah padang lamun. (a) Boodlea composita, (b) Chlorodesmis fastigiata, (c) Neomeris annulata, (d) Halimeda macroloba, (e) Halimeda opuntia Dictyota bartayresiana Lamouroux

Thallus kaku, pipih seperti pita berwarna coklat tua, bagian pinggir rata (Gambar 60a). Percabangan dichotomous dengan ujung meruncing, membentuk rumpun yang rimbun sehingga sering merupakan gumpalan. Percabangan beraturan membentuk sudut 70-80o (Atmadja 1996a; Prud’homme & Trono 2001).

Hormophysa triquetra (C.Agardh) Kützing

Thallus tegak berbentuk penampang segitiga (triquetra), permukaan licin, thallus berwarna coklat kekuningan atau coklat kehijauan, membentuk rumpun yang rimbun (Gambar 60c). Percabangan tumbuh pada segmen-segmen thalli secara berselang-seling (alternate). Pinggir thallus bergerigi. Vesikel tidak jelas tampak dari luar, bersembunyi di dalam thallus pada setiap segmen (Atmadja 1996a).

Thallus silindris, licin, berwarna kekuningan sampai coklat tua, vesicular atau ovate tidak beraturan, tidak berlubang saat muda, berlubang dan berperforasi saat dewasa membentuk struktur seperti jaring (Gambar 60b). Perforasi bervariasi ukurannya (Atmadja 1996a; Jha et al. 2009).

Padina australis Hauck

Warna coklat kekuningan. Holdfast berbentuk cakram kecil berserabut. Bentuk thalli seperti kipas (Gambar 60d), membentuk segmen-segmen lembaran tipis (lobus) dengan garis-garis berambut radial dan perkapuran di bagian permukaan daun. Bagian atas lobus agak melebar dengan pinggir rata dan pada bagian puncak terdapat lekukan-lekukan yang pada ujungnya terdiri dari dua lapisan sel (Sze 1993; Atmadja 1996).

Rosenvingea intricata (J. Agardh) Børgesen

Thallus berwarna coklat kehijauan atau coklat keemasan, melekat pada substrat keras dengan holdfast discoid (Gambar 60e). Percabangan secara tidak teratur dichotomous, trichotomous atau alternate (selang-seling). Cabang- cabangnya cekung, agak tertekan dan secara tajam menurun diameter dan panjangnya dari aksis primer sampai ke ranting (branchlets). Percabangan terakhir biasanya trichotomous dengan branchlets apikal biasanya terbagi menjadi duri-duri pendek dan gemuk (Trono & Ganzon-Fortes 1988; Jha et al. 2009).

Gambar 60 Makroalgae coklat (Phaeophyta) yang dijumpai di daerah padang lamun. (a) Dictyota bartayresiana, (b) Hydroclathrus clathratus, (c) Hormophysa triquetra, (d) Padina australis, (e) Rosenvingea intricata

Sargassum binderi Sonder ex J.Agardh

Batang gepeng, halus dan licin. Percabangan berselang-seling teratur, cabang utama saling berdekatan. Daun lonjong, pinggir bergerigi, ujung runcing, urat tengah daun (midrib) tidak jelas (Gambar 61a). Bladder bulat, ujung bulat atau runcing (Atmadja 1996a).

Sargassum crassifolium J. Agardh

Thallus agak gepeng, licin, tetapi batang utama bulat, agak kasar, holdfast berbentuk cakram. Percabangan berselang-seling teratur (Gambar 61b). Daun oval atau memanjang, urat tengah daun jelas dari pangkal ke ujung. Pinggir daun bergerigi jarang, ujung melengkung atau runcing (Atmadja 1996a).

Sargassum polycistum C. Agardh

Thallusnya berbentuk silindris berduri kecil dan rapat (Gambar 61c). Holdfast berupa cakram kecil dengan stolon yang rimbun. Batang pendek dengan percabangan utama tumbuh rimbun di bagian ujungnya. Daun kecil, lonjong,

pinggir bergerigi atau seperti gergaji, ujung melengkung atau runcing, urat daun tidak begitu jelas. Vesikel atau gelembung udara (bladder) bulat telur (Sze 1993; Atmadja 1996a).

Turbinaria conoides (J. Agardh) Kützing

Thallus berwarna coklat muda atau coklat tua. Batang silindris, tegak, kasar, terdapat bekas-bekas percabangan (Gambar 61d). Holdfast berupa cakram kecil. Percabangan berputar sekeliling batang utama. Daun merupakan kesatuan yang terdiri dari tangkai dan lembaran daun yang umumnya berukuran kecil, membentuk setengah bulatan melengkung seperti ginjal (reniformis), pinggir daun bergerigi. Gelembung udara agak menonjol di pertengahan daun (Atmadja 1996a).

Turbinaria ornata (Turner) J. Agardh

Alga ini termasuk umum dijumpai di perairan Indonesia (Atmadja 1996a). Tumbuhan ini berwarna coklat tua, tingginya mencapai 50 cm, rimbung , percabangan berasal dari holdfast yang bercabang dichotomous, cabang utama keras dan silindris dan bercabang tidak beraturan, daun tersusun rapat berbentuk turbinate (Gambar 61e) (Jha et al. 2009).

Gambar 61 Makroalgae coklat (Phaeophyta) dari genera Sargassum dan Turbinaria yang dijumpai di daerah padang lamun. (a) Sargassum binderi, (b) S. crassifolium, (c) S. polycistum, (d) Turbinaria conoidess, (e) T. ornata

Acanthophora spicifera (Vahl) Børgesen

Thallus silindris, percabangan bebas, tegak, terdapat duri-duri pendek sekitar thallus yang merupakan karakteristik jenis ini. Warna coklat tua atau coklat kekuningan (Gambar 62a). Rumpun lebat dan melekat ke substrat menggunakan cakram lobus tidak beraturan (Atmadja 1996b; Jha et al. 2009). Percabangan tidak beraturan, jarang, terete, dengan proyeksi berduri

(Prud’homme van Reine & Trono 2001). Acanthophora muscoides (Linnaeus) Bory

Thallus berwarna kemerahan sampai ungu, kaku, cartilaginous (Gambar 62b). Melekat dengan holdfast discoid yang rata. Percabangan alternate, terete,

ditutupi oleh tonjolan yang berduri (Prud’homme van Reine & Trono 2001). Actinoritchia fragilis (Forsskål) Børgesen

Thallus bulat mengeras, permukaan kasar, membentuk rumpun rimbun dengan percabangan dichotomous (Gambar 62c). Melekat pada substrat dengan holdfast yang kecil berbentuk cakram. Warna merah muda, orange atau kadang- kadang pirang (Atmadja 1996b).

Amphiroa fragilissima (Linnaeus) Lamouroux

Tumbuhan berwarna merah ungu, pirang atau krem. Substansi calcareous, mudah patah (getas), kaku (Gambar 62d), percabangan beraturan baik dichotomous maupun trichotomous, kadang dengan percabangan adventitif (Atmadja 1996b; Jha et al. 2009)

Gambar 62 Makroalgae merah (Rhodophyta) yang dijumpai di daerah padang lamun. (a) Acanthophora spicifera (b) Acanthophora muscoides, (c) Actinoritchia fragilis, (d) Amphiroa fragilissima

Eucheuma denticulatum (N.L. Burman) Collins

Algae ini berwarna coklat tua, hijau kecoklatan atau bahkan merah keunguan. Thallusnya berbentuk silindris, bersifat kartilaginous dengan permukaan yang licin (Gambar 63a). Sepanjang thallus terdapat duri-duri yang

tumbuh berderet melingkari thallus dengan interval yang bervariasi (Sze 1993). Merupakan tumbuhan perennial dengan thallus yang membentuk rumpun caespitose yang keras. Cabang primer terete atau silindris (Prud’homme van Reine & Trono 2001).

Pada tahun 1920-an, rumput laut E. denticulatum yang berasal dari pantai Sulawesi Selatan dan pulau-pulau sekitarnya telah diekspor ke China (Prud’homme van Reine & Trono 2001).

Eucheuma serra J. Agardh

Thallus gepeng, prostrate, berwarna merah atau merah pucat, pinggir bergerigi, permukaan licin, cartilaginous (Gambar 63b). Aksis utama terete pada bagian basal. Percabangan berselang-seling tidak beraturan dan membentuk rumpun yang rimbun (Atmadja 1996b; Prud’homme & Trono 2001).

Kappaphycus alvarezii (Doty) Doty ex P. Silva

Thallus silindris, berwarna hijau, hijau kekuningan, abu-abu atau merah. Permukaan licin, cartilaginous (Gambar 63c). Penampakan thalli bervariasi mulai dari bentuk sederhana sampai kompleks. Percabangan ke berbagai arah dengan

Dokumen terkait