BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Demam Berdarah Dengue
Penyakit Demam Berdarah Dengue adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang ditandai dengan demam mendadak 2 sampai 7 hari tanpa penyebab yang jelas, lemah atau lesu, gelisah, nyeri ulu hati, disertai tanda perdarahan di kulit berupa bintik perdarahan (petechie), lebam (echymosis), atau ruam (purpura), kadang- kadang mimisan, berak darah, muntah darah, kesadaran menurun atau renjatan (shock).
2.1.2. Penularan DBD
Menurut Kementerian Kesehatan RI (2010), ada tiga faktor yang memegang peranan penting pada penularan penyakit DBD, yaitu manusia, virus dan vektor perantara. Virus dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti yang infeksius dan nyamuk Aedes aegypti dapat mengandung virus dengue pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami viraemia.
Biasanya nyamuk Aedes aegypti mencari mangsanya pada siang hari. Aktivitas mengigit biasanya mulai pagi sampai petang hari, dengan dua puncak aktivitas antara pukul 09.00-10.00 dan 16.00-17.00. Tidak seperti nyamuk lain, nyamuk Aedes aegypti mempunyai kebiasaan menghisap darah berulang kali untuk
memenuhi lambungnya dengan darah sehingga nyamuk ini sangat efektif sebagai penular penyakit. Setelah menghisap darah, nyamuk ini hinggap (beristirahat) di dalam atau kadang-kadang di luar rumah berdekatan dengan tempat perkembangbiakannya. Biasanya di tempat yang agak gelap dan lembab. Di tempat- tempat ini nyamuk menunggu proses pematangan telurnya (Hadinegoro, 2005).
Setelah beristirahat dan proses pematangan telur selesai, nyamuk betina Aedes aegypti akan meletakkan telurnya di dinding tempat perkembangbiakannya, sedikit di atas permukaan air. Pada umumnya telur akan menetes menjadi jentik dalam waktu 2 hari setelah telur terendam air. Stadium jentik biasanya berlangsung 6-8 hari, dan pertumbuhan dari telur menjadi nyamuk dewasa selama 9-10 hari. Umumnya nyamuk betina dapat mencapai 2-3 bulan. Setiap bertelur nyamuk betina dapat mengeluarkan telur sebanyak 100 butir. Telur itu di tempat yang kering (tanpa air) dapat bertahan berbulan-bulan pada suhu -2oC -42oC, dan bila tempat-tempat tersebut kemudian tergenang air atau kelembabannya maka telur dapat menetes lebih cepat (Depkes RI, 2005).
Penularan DBD dapat terjadi di semua tempat yang terdapat nyamuk penularnya, antara lain: (1) wilayah yang banyak kasus (endemis), (2) tempat-tempat umum yang merupakan tempat berkumpulnya orang-orang yang datang dari berbagai wilayah, sehingga kemungkinan terjadinya pertukaran beberapa tipe virus dengue cukup besar. Tempat-tempat tersebut antara lain sekolah, rumah sakit, pertokoan dan lain nya, (3) pemukiman baru di pinggir kota. Karena di lokasi ini penduduknya berasal dari berbagai wilayah, maka kemungkinan diantaranya terdapat penderita atau
carier yang membawa virus dengue yang berlainan dari masing-masing lokasi asal (Depkes RI, 2005).
Kemampuan terbang nyamuk betina rata-rata 40 meter, maksimal 100 meter namun secara pasif misalnya karena angin atau terbawa kendaraan dapat berpindah lebih jauh. Aedes aegypti tersebar luas di daerah tropis dan sub tropis. Di Indonesia nyamuk ini tersebar luas baik di rumah-rumah maupun di tempat-tempat umum.Nyamuk ini dapat hidup dan berkembangbiak sampai ketinggian ± 1000 meter dari permukaan air laut. Di atas ketinggian 1000 meter tidak dapat berkembangbiak, karena pada ketinggian tersebut suhu udara terlalu rendah, sehingga tidak memungkinkan bagi kehidupan nyamuk tersebut (Depkes RI, 2005).
2.1.3. Pencegahan DBD
Menurut Kementerian Kesehatan RI (2010), bahwa pencegahan dan pemberantasan DBD yang dapat dilakukan saat ini adalah memberantas vektor yaitu nyamuk penular Aedes aegypti dan pemberantasan terhadap jentik-jentiknya, karena vaksin untuk mencegah dan obat untuk membasmi virusnya belum tersedia. Cara yang dianggap paling tepat adalah Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN-DBD) yang harus didukung oleh peran serta masyarakat.
Apabila PSN-DBD dilaksanakan oleh seluruh masyarakat maka populasi nyamuk Aedes aegypti akan dapat ditekan serendah-rendahnya, sehingga penularan DBD tidak terjadi lagi. Upaya penyuluhan dan motivasi kepada masyarakat harus dilakukan secara berkesinambungan dan terus-menerus, karena keberadaan jentik
nyamuk berkaitan erat dengan perilaku masyarakat (Depkes RI, 2005). Menurut Hadinegoro (2005), menyatakan bahwa strategi dalam pencegahan DBD, meliputi: 1. Fogging, Fogging dilakukan terhadap nyamuk dewasa dengan insektisida, mengingat kebiasaan nyamuk senang hinggap pada benda-benda bergantungan, maka penyemprotan tidak dilakukan pada dinding rumah. Kegiatan fogging hanya dilakukan jika ditemukan penderita/tersangka penderita DBD lain, atau sekurang- kurangnya ada 3 orang penderita tanpa sebab yang jelas dan ditemukannya jentik nyamuk Aedes aegypti di lokasi.
2. Penyuluhan kepada masyarakat. Penyuluhan tentang demam berdarah dan pencegahannya dilakukan melalui media massa, tempat ibadah, kader/PKK dan kelompok masyarakat lainnya. Kegiatan ini dilakukan setiap saat pada beberapa kesempatan. Selain penyuluhan kepada masyarakat luas, penyuluhan juga dilakukan secara individu melalui kegiatan Pemantauan Jentik Nyamuk (PJB).
3. Pemantuan jentik berkala, Pemantauan jentik berkala dilakukan setiap 3 (tiga) bulan di rumah dan tempat-tempat umum. Diharapkan Angka Bebas Jentik (ABJ) setiap kelurahan/desa dapat mencapai lebih dari 95% akan dapat menekan penyebaran DBD.
4. Penggerakan masyarakat dalam PSN-DBD, cara yang tepat dalam pencegahan DBD adalah dengan melaksanakan PSN-DBD, dapat dilakukan dengan cara antara lain:
1) Fisik, cara ini dikenal dengan ”3M” yaitu: menguras dan menyikat bak mandi secara teratur seminggu sekali, menutup rapat tempat penampungan air rumah tangga (tempayan, drum dan lain-lain), mengubur, menyingkirkan atau memusnahkan barang-barang bekas (kaleng, ban dan lain-lain). Berdasarkan fakta ini, Depkes RI telah menetapkan program PSN DBD sebagai program prioritas dalam pencegahan dan penanggulangan DBD di Indonesia.
2) Kimia, cara memberantas jentik Aedes aegypti dengan menggunakan insektisida pembasmi jentik yang dikenal dengan istilah larvasida. Larvasida yang biasa digunakan adalah temephos fomulasi yang digunakan adalah dalam bentuk granule (sand granules), dengan dosis 1 ppm atau 100 gram (± 1 sendok makan rata) untuk setiap 100 liter air. Larvasida dengan temophos ini mempunyai efek residu 3 bulan. Larvasida yang lain yang dapat digunakan adalah golongan insect growth regulato.
3) Biologi, pemberantasan jentik Aedes aegypti dengan cara biologi adalah dengan memelihara ikan pemakan jentik (ikan kepala timah, ikan gupi, ikan cupang dan lain-lain).
Sampai saat ini pemberantasan vektor masih merupakan pilihan yang terbaik untukmengurangi jumlah penderita DBD. Strategi pemberantasan vektor ini pada prinsipnya samadengan strategi umum yang telah dianjurkan oleh WHO dengan mengadakan penyesuaiantentang ekologi vektor penyakit di Indonesia. Strategi
tersebut terdiri atas perlindunganperseorangan, pemberantasan vektor dalam wabah dan pemberantasan vektor untuk pencegahanwabah, dan pencegahan penyebaran penyakit DBD.
Umumnya kebanyakan orang terparadigma dengan pemberantasan DBD melalui fogging atau penyemprotan. Padahal untuk melakukan fogging tersebut diperlukan beberapa ketentuan, mulai dari penemuan kasus dan kemudian pengajuan surat penyemprotan kepada Rumah Sakit terdekat. Hal ini karena fogging tidak baik apabila diterapkan terlalu sering. Upaya lain untuk memberantas nyamuk dan juga jentik, terdapat beberapa cara sederhana dan hanya diperlukan kepedulian, ketelitian dan keuletan setiap penghuni rumah akan keadaan lingkungan. Cara paling efektif untuk mencegah penularan DBD adalah dengan menghindari gigitan nyamuk penular, mengurangi populasi nyamuk penular, dan mengenali cara hidup nyamuknya. Hal ini karena seperti yang telah dijelaskan di atas, bahwa apabila penderita DBD digigit nyamuk penular, maka virus dalam darah akan ikut terhisap masuk ke dalam lambung nyamuk, selanjutnya virus akan memperbanyak diri dan tersebar di berbagai jaringan tubuh nyamuk termasuk di dalam kelenjar liurnya (Rahayu, 2012).
Satu minggu setelah mengisap darah penderita, nyamuk tersebut siap untuk menularkan kepada orang lain (masa inkubasi ekstrinsik). Penularan ini terjadi karena setiap kali nyamuk menusuk (menggigit), sebelum mengisap darah akan mengeluarkan air liur melalui saluran alat tusuknya (proboscis), agar darah yang dihisap tidak membeku. Bersama air liur inilah virus dengue dipindahkan dari nyamuk ke orang lain (Kementerian Kesehatan RI, 2010).