• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Partisipasi Masyarakat terhadap Pencegahan Demam Berdarah Dengue di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kota Binjai Tahun 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Partisipasi Masyarakat terhadap Pencegahan Demam Berdarah Dengue di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kota Binjai Tahun 2013"

Copied!
113
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP PENCEGAHAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI WILAYAH KERJA

DINAS KESEHATAN KOTA BINJAI TAHUN 2013

TESIS

Oleh

ARLIS 117032017/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

THE INFLUENCE OF COMUNITY PARTICIPATION ON PREVENTING HEMORRHAGIC FEVER IN THE WORKING AREA OF THE

REGIONAL HEALTH AT BINJAI, IN 2013

THESIS

Oleh ARLIS 117032017/IKM

MAGISTER OF PUBLIC HEALTH PROGRAM FACULITY OF PUBLIC HEALTH UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA

(3)

PENGARUH PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP PENCEGAHAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI WILAYAH KERJA

DINAS KESEHATAN KOTA BINJAI TAHUN 2013

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

A R L I S 117032017/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(4)

PERNYATAAN

PENGARUH PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP PENCEGAHAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI WILAYAH KERJA

DINAS KESEHATAN KOTA BINJAI TAHUN 2013

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Medan, Oktober 2013

(5)

Judul Tesis : PENGARUH PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP PENCEGAHAN DEMAM

BERDARAH DENGUE DI WILAYAH KERJA DINAS KESEHATAN KOTA BINJAI TAHUN 2013 Nama Mahasiswa : Arlis

Nomor Induk Mahasiswa : 117032017

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M) (Drs. Amru Nasution, M.Kes

Ketua Anggota

)

Dekan,

(Dr. Drs. Surya Utama, MS)

(6)

Telah diuji

Pada Tanggal : 28 Agustus 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M Anggota : 1. Drs. Amru Nasution, M.Kes

(7)

ABSTRAK

Pencegahan Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu upaya yang terintegrasi dalam program penanggulangan DBD. Tercapainya program pencegahan DBD sangat tergantung pada partisipasi masyarakat dalam pencegahan DBD baik pencegahan secara fisik maupun secara kimiawi. Permasalahan pencegahan DBD masih menjadi masalah kesehatan secara Nasional termasuk di Kota Binjai, dan berkaitan dengan rendahnya partisipasi masyarakat dalam pencegahan DBD.

Penelitian ini merupakan penelitian survai dengan pendekatan eksplanatori research yang dimaksudkan untuk menganalisis pengaruh partisipasi masyarakat terhadap pencegahan DBD di Kota Binjai. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kepala keluarga yang ada di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Binjai dengan sampel terpilih sebanyak 187 kepala keluarga. Pengambilan sampel dilakukan secara proporsional dan simple random sampling. Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji chi square dan regresi logistik berganda pada taraf kepercayaan 95%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat di Kota Binjai termasuk kurang dalam upaya pencegahan DBD. Mayoritas masyarakat juga mempunyai tingkat partisipasi yang kurang yang didasarkan pada rendahnya kemauan, kemampuan dan kesempatan untuk berpartisipasi dalam pencegahan DBD. Hasil uji statistik menunjukkan terdapat pengaruh signifikan partisipasi masyarakat terhadap pencegahan DBD di Kota Binjai.

Disarankan, agar perlu peningkatan upaya-upaya menggerakkan masyarakat untuk melakukan kegiatan-kegiatan pencegahan DBD seperti kegiatan memantau jentik,kegiatan posyandu yang rutin, perlombaan-perlombaan bidang kesehatan khususnya berkaitan dengan lomba rumah bersih dan sehat, guna menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat dalam pencegahan DBD, serta pemberdayaan masyarakat dan kelompok-kelompok organisasi kemasyarakatan dalam peningkatan pencegahan DBD.

(8)

ABSTRACT

Prevention of Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is one effort that is integrated in the dengue control program. Achievement of dengue prevention program depends on community participation in dengue prevention of both prevention physically and chemically. Prevention of dengue fever problems remains a health concern nationally, including in the city of Binjai, and are associated with low community participation in dengue prevention.

This research is a survey with explanatory research approach intended to analyze the effect of public participation in the prevention of dengue in the city of Binjai. The population in this study were all heads of families in the working area of the City Health Office Binjai with as many as 187 selected sample households. Sampling was done in proportion and simple random sampling. The data collected is primary data and secondary data. Data analysis was performed using chi square test and multiple logistic regression at 95% confidence level.

The results showed that the majority of people in the city of Binjai including lacking in efforts to prevent dengue. The majority of people also have less participation rates are based on the low willingness, ability and opportunity to participate in the prevention of dengue. Statistical test results showed there is a significant effect of public participation in the prevention of dengue in the city of Binjai.

It is recommended, that need enhancement efforts to move people to do DHF prevention activities, as well as community development and community organization groups in the increase in dengue prevention program.

(9)

RIWAYAT HIDUP

Arlis, lahir di Aceh Tengah tanggal 17 September 1986, anak kedua dari tiga

bersaudara dari pasangan Ayahanda Aslamuddin dan Ibunda Ismiyati.

Pendidikan formal Sekolah Dasar (SD) Negeri Bertingkat Lampahan tamat

tahun 1998, Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 2 Timang Gajah tamat tahun

2001, Sekolah Menengah Umum (SMU) Negeri 1 Bebesen tamat tahun 2004,

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sumatera Utara (STIKes SU) jurusan PSIK (Program

Studi Ilmu Keperawatan) tamat tahun 2008, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan

Sumatera Utara (STIKes SU) Program Profesi Ners tamat tahun 2009.

Penulis menjadi mahasiswa Universitas Sumatera Utara Program Studi S2

(10)

KATA PENGANTAR

Segala puji kepada Allah S.W.T dan bersyukur atas segala rahmat, taufik dan

hidayah-Nya kepada penulis hingga dapat menyelesaikan penyusunan tesis dengan

judul “Pengaruh Partisipasi Masyarakat terhadap Pencegahan Demam Berdarah

Dengue di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kota Binjai Tahun 2013”.Dalam

menyusun tesis ini, penulis mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai

pihak.

Peneliti menyadari bahwa penulisan ini tidak dapat terlaksana dengan baik

tanpa bantuan dan kerjasama dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan

ini peneliti banyak menyampaikan rasa terima kasih yang tidak terhingga kepada:

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc, (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor

Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

3. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu

Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M dan Drs. Amru Nasution, M.Kes selaku

Komisi Pembimbing yang dengan penuh perhatian, kesabaran dan ketelitian

(11)

5. dr. Heldy BZ, M.P.H dan Dra. Syarifah, M.S, selaku Tim Pembanding yang telah

bersedia menguji dan memberikan masukan guna penyempurnaan tesis ini.

Terimakasih kepada Kepala Dinas Kesehatan Kota Binjai, dan seluruh staf

Dinas Kesehatan Kota Binjai yang telah memberikan masukan, dukungan materil dan

moril serta bantuan lainnya selama penulis dalam proses pendidikan.

Terima kasih tak terhingga, kepada yang teramat disayang dan dihormati

kedua orang tua penulis yang senantiasa menjadi sumber inspirasi, memberi doa, dan

dukungan;

Semua pihak yang telah membantu kegiatan penelitian dan penyusunan tesis ;

atas perhatian, bantuan dan dukungan yang telah diberikan hingga tersusunnya tesis

ini dengan sempurna.

Penulis menyadari bahwa tesis ini ini masih banyak terdapat kekurangan dan

kelemahan, untuk itu kiritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis

harapkan demi kesempurnaan tesis ini.

Medan, Oktober 2013 Penulis,

(12)

DAFTAR ISI

3.4. Variabel dan Definisi Operasional ... 33

3.5. Metode Pengumpulan Data ... 34

3.6. Metode Pengukuran ... 38

3.7. Metode Analisis Data ... 38

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 40

4.1. Gambaran Lokasi Penelitian ... 40

4.2. Karakteristik Responden ... 41

4.3. Analisis Univariat ... 42

4.4. Analisis Bivariat ... 50

(13)

BAB 5. PEMBAHASAN ... 54

5.1. Pencegahan DBD di Kota Binjai ... 54

5.2. Pengaruh Partisipasi Masyarakat terhadap Pencegahan DBD di Kota Binjai... 56

5.3. Keterbatasan Penelitian ... 63

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 65

3.1. Kesimpulan ... 65

6.2. Saran ... 65

(14)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

3.1. Pengambilan Sampel Penelitian Menurut Kecamatan di Kota Binjai ... 32

3.2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Pertanyaan Kemauan ... 36

3.3. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Pertanyaan Kemampuan ... 36

3.4. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Pertanyaan Kesempatan ... 37

3.5. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Pertanyaan Pencegahan DBD ... 37

4.1. Deskripsi Batas Wilayah Lokasi Penelitian... 40

4.2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Karakteristik Responden 41 4.3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Indikator Variabel Kemauan... 43

4.4. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Variabel Kemauan ... 44

4.5. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Indikator Variabel Kemampuan... 45

4.6. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Variabel Kemampuan .... 46

4.7. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Indikator Variabel Kesempatan... 47

4.8. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Variabel Kesempatan ... 47

4.9. Distribusi Frekuensi Indikator Variabel Pencegahan DBD...48

4.10. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Variabel Pencegahan DBD ... 49

4.11. Analisis Uji Hubungan Variabel Kemauan dengan Pencegahan DBD ... 50

(15)

4.13. Analisis Uji HubunganVariabel Kesempatan dengan Pencegahan DBD ... 51

(16)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... di isi

2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ...

(18)

ABSTRAK

Pencegahan Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu upaya yang terintegrasi dalam program penanggulangan DBD. Tercapainya program pencegahan DBD sangat tergantung pada partisipasi masyarakat dalam pencegahan DBD baik pencegahan secara fisik maupun secara kimiawi. Permasalahan pencegahan DBD masih menjadi masalah kesehatan secara Nasional termasuk di Kota Binjai, dan berkaitan dengan rendahnya partisipasi masyarakat dalam pencegahan DBD.

Penelitian ini merupakan penelitian survai dengan pendekatan eksplanatori research yang dimaksudkan untuk menganalisis pengaruh partisipasi masyarakat terhadap pencegahan DBD di Kota Binjai. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kepala keluarga yang ada di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Binjai dengan sampel terpilih sebanyak 187 kepala keluarga. Pengambilan sampel dilakukan secara proporsional dan simple random sampling. Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji chi square dan regresi logistik berganda pada taraf kepercayaan 95%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat di Kota Binjai termasuk kurang dalam upaya pencegahan DBD. Mayoritas masyarakat juga mempunyai tingkat partisipasi yang kurang yang didasarkan pada rendahnya kemauan, kemampuan dan kesempatan untuk berpartisipasi dalam pencegahan DBD. Hasil uji statistik menunjukkan terdapat pengaruh signifikan partisipasi masyarakat terhadap pencegahan DBD di Kota Binjai.

Disarankan, agar perlu peningkatan upaya-upaya menggerakkan masyarakat untuk melakukan kegiatan-kegiatan pencegahan DBD seperti kegiatan memantau jentik,kegiatan posyandu yang rutin, perlombaan-perlombaan bidang kesehatan khususnya berkaitan dengan lomba rumah bersih dan sehat, guna menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat dalam pencegahan DBD, serta pemberdayaan masyarakat dan kelompok-kelompok organisasi kemasyarakatan dalam peningkatan pencegahan DBD.

(19)

ABSTRACT

Prevention of Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is one effort that is integrated in the dengue control program. Achievement of dengue prevention program depends on community participation in dengue prevention of both prevention physically and chemically. Prevention of dengue fever problems remains a health concern nationally, including in the city of Binjai, and are associated with low community participation in dengue prevention.

This research is a survey with explanatory research approach intended to analyze the effect of public participation in the prevention of dengue in the city of Binjai. The population in this study were all heads of families in the working area of the City Health Office Binjai with as many as 187 selected sample households. Sampling was done in proportion and simple random sampling. The data collected is primary data and secondary data. Data analysis was performed using chi square test and multiple logistic regression at 95% confidence level.

The results showed that the majority of people in the city of Binjai including lacking in efforts to prevent dengue. The majority of people also have less participation rates are based on the low willingness, ability and opportunity to participate in the prevention of dengue. Statistical test results showed there is a significant effect of public participation in the prevention of dengue in the city of Binjai.

It is recommended, that need enhancement efforts to move people to do DHF prevention activities, as well as community development and community organization groups in the increase in dengue prevention program.

(20)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan jenis penyakit menular

yang masih menjadi masalah kesehatan secara nasional, hampir diseluruh daerah di

Indonesia memiliki angka morbiditas dan mortalitas penyakit DBD. DBD adalah

jenis penyakit menular yang disebabkan oleh virus yang ditularkan melalui gigitan

nyamukAedes agypti yang ditandai dengan penurunan trombosit darah, dan

penurunan kondisi biologis lainnya.

Menurut Kementerian Kesehatan RI (2009), penyakit DBD juga sering di

diagnosis dengan dengan penyakit lain seperti tifoid. Hal ini disebabkan karena

infeksi virus dengue yang menyebabkan DBD bisa bersifat tanpa atau tidak jelas

gejalanya. Pasien DBD juga sering menunjukkan gejala batuk, pilek, muntah, mual,

maupun diare, mirip dengan gejala penyakit infeksi lain.

World Health Organization (2009), melaporkan bahwa seluruh wilayah tropis

di dunia saat ini telah menjadi hiperendemis dengan keempat serotipe virus secara

bersama-sama di wilayah Amerika, Asia Pasifik dan Afrika. Indonesia, Myanmar,

Thailand masuk kategori A yaitu KLB atau wabah siklis terulang pada jangka waktu

antara 3 sampai 5 tahun. Menyebar sampai daerah pedesaan, sirkulasi serotipe virus

beragam. Asia menempati urutan pertama dalam jumlah penderita DBD di tiap

(21)

sebagai negara dengan kasus demam berdarah tertinggi diAsia Tenggaradengan

kejadian 95% terjadi pada anak di bawah 15 tahun.

Menurut Kementerian Kesehatan RI (2010), program pencegahan dan

pemberantasan DBD telah berlangsung lebih kurang 43 tahun dan berhasil

menurunkan angka kematian dari 41,3% pada tahun 1968 menjadi 0,87 % pada tahun

2010, tetapi belum berhasil menurunkan angka kesakitan. Jumlah penderita

cenderung meningkat, penyebarannya semakin luas, menyerang tidak hanya

anak-anak tetapi juga golongan umur yang lebih tua, dan tahun 2011 sampai bulan Agustus

tercatat 24.362 kasus dengan 196 kematian (Case Fatality Rate sebesar 0,80%).

Berdasarkan Laporan Kementerian Kesehatan RI (2012), di ketahui angka kematian

akibat DBD di beberapa wilayah masih cukup tinggi yaitu di atas 1% antara lain

Provinsi Gorontalo, Riau, Sulawesi Utara Bengkulu, Lampung, NTT, Jambi, Jawa

Timur, Sumatra Utara dan Sulawesi Tengah.

Kota Binjai merupakan daerah endemis DBD,berdasarkan Profil Kesehatan

Kota Binjai (2012), terdapat fluktuasi kasus DBD dari tahun 2007-2011. Tahun 2007

angka kesakitan DBD di Kota Binjai adalah sebesar 132,12 per 100.000 penduduk,

kemudian tahun 2008 menurun menjadi 101.72 per 100.000 penduduk, dan tahun

2009 menurun menjadi 61,4 per-100.000 penduduk, namun pada tahun 2010

meningkat secara tajam menjadi 243,7 per-100.000 penduduk, dan tahun 2011

mengalami penurunan menjadi 60,4 per-100.000 penduduk.

Peningkatan kasus DBD pada beberapa kurun waktu tersebut disebabkan oleh

(22)

di Propinsi Sumatera Utara.Penurunan kasus pada tahun 2011 disebabkan karena

sebagian besar juga diasumsikan juga karena jumlah kasus DBD di Kota Medan

sebagai Kota terdekat dengan Kota Binjai juga mengalami penurunan kasus,

demikian juga di Kabupaten Langkat yang juga sebagai wilayah yang termasuk dekat

dengan Kota Binjai juga mengalami penurunan angka insidensi DBD. Sedangkan

secara internal, di Kota Binjai upaya penanggulangan DBD tetap masih seperti tahun

sebelumnya dengan aktivitas melakukan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN),

pengobatan penderita dan penemuan kasus DBD, dengan komposisi SDM yang sama

pada tahun-tahun sebelumnya. Hal ini ditunjukkan oleh adanya penurunan kasus

DBD pada tahun 2011, namun angka tersebut masih menjadi potensi masalah

kesehatan masyarakat dan masih menjadi prioritas program penanggulangan DBD

karena angka insidensi DBD masih di atas 1% (Dinas Kesehatan Kota Binjai, 2012).

Menurut Kementerian Kesehatan RI (2009), peningkatan jumlah penderita

DBD dipengaruhi oleh adanya mobilitas penduduk dan arus urbanisasi yang tidak

terkendali, kurangnya jumlah dan kualitas SDM pengelola program DBD di setiap

jenjang administrasi, kurangnya kerjasama serta komitmen lintas program dan lintas

sektor dalam pengendalian DBD, sistim pelaporan dan penanggulangan DBD yang

terlambat dan tidak sesuai dengan standar, perubahan iklim yang cenderung

menambah jumlah habitat vektor DBD, infrastruktur penyediaan air bersih yang tidak

memadai, serta letak geografis Indonesia di daerah tropik mendukung

perkembang-biakan vektor dan pertumbuhan virus serta kurangnya partisipasi masyarakat dalam

(23)

Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah Indonesia melalui Kementerian

Kesehatan RI yang terintegrasi dengan lintas sektoral untuk menanggulangi masalah

penyakit DBD, bahkan kementerian kesehatan RI telah menetapkan lima kegiatan

pokok sebagai kebijakan dalam pengendalian penyakit DBD, yaitu menemukan kasus

secepatnya dan mengobati sesuai prosedur tetap, memutuskan mata rantai penularan

dengan pemberantasan vektor (nyamuk dewasa dan jentik-jentiknya), pemberdayaan

masyarakat dalam gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dan peningkatan

profesionalisme pelaksana program (Kementerian Kesehatan RI, 2010).

Upaya tersebut secara aktual terus dilakukan Dinas Kesehatan Kota Binjai

melalui puskesmas se-Kota Binjai, namun kejadian DBD masih menjadi persoalan

kesehatan. Hal ini diasumsikan dipengaruhi oleh multi faktor seperti alokasi anggaran

yang terbatas untuk program Penanggulangan DBD, lemahnya koordinasi Dinas

Kesehatan Kota Binjai dengan lintas sektoral, dan belum terbentuknya partisipasi

masyarakat secara optimal seperti dalam bentuk kegiatan pemberantasan sarang

nyamuk. Peran serta masyarakat sangat berperan besar dalam penanggulangan

penyakit DBD, namun masyarakat masih sering dijadikan objek yang akan

diintervensi, bukan sebagai subjek yang mampu untuk melakukan intervensi untuk

dirinya sendiri.

Mengingat bahwa pengendalian DBD merupakan upaya yang saling berkaitan

antara satu faktor dengan faktor lain khususnya unsur masyarakat sebagai objek dari

sasaran program, dan petugas kesehatan sebagai pelaksana program sangat

(24)

yang berkaitan dengan pencapaian program penanggulangan DBD adalah partisipasi

dalam mencegah dan menanggulangi DBD.Menurut Sarwono (2007), tingkat

partisipasi yang dapat diterjemahkan sebagai kemauan dan kemampuan belum

sepenuhnya dioptimalkan. Hal ini disebabkan kurangnya kesempatan yang diberikan

kepada masyarakat, adanya perbedaan status, dan kesibukan dalam pekerjaan.

Partisipasi masyarakat merupakan sesuatu yang harus ditumbuh kembangkan

dalam proses pembangunan, namun di dalam prakteknya tidak selalu diupayakan

sungguh-sungguh. Conyers dalam Soetomo (2006), mengemukakan bahwa partisipasi

masyarakat adalah keikutsertaan masyarakat secara sukarela yang didasari oleh

determinan dan kesadaran diri masyarakat itu sendiri dalam program pembangunan.

Menurut Slamet (2003), bahwa tumbuh dan berkembangnya partisipasi masyarakat

dalam pembangunan, sangat ditentukan oleh tiga unsur pokok, yaitu: (1) adanya

kesempatan yang diberikan kepada masyarakat untuk berpartisipasi, (2) adanya

kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi, dan (3) adanya kemauan masyarakat untuk

berpartisipasi.

Menurut Hanifah (2011), selama ini partisipasi dalam upaya pencegahan DBD

baru dilakukan oleh ibu rumah tangga saja di tingkat keluarga. Pernyataan ini diperkuat

oleh sumber yang menyebutkan bahwa subjek penelitian dalam kegiatan pemberantasan

sarang nyamuk adalah ibu rumah tangga sedangkan anggota keluarga yang lain belum

banyak terlibat. Hal itu terlihat dari masih kurangnya partisipasi atau keikutsertaan dalam

(25)

membersihkan lingkungan, melakukan 3M (Menguras, Menyikat dan Mengubur) dan

Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN).

Menurut Paul dalam Hikmat (2004) dalam Zairina (2009) menerangkan,

ditinjau dari beberapa aspek upayapemberantasan penyakit DBD, faktor yang

berperan tidak hanya dilakukan olehsektor kesehatan saja, tetapi perlu dilakukan

secara terintegrasi dengan memberdayakan berbagai komponen masyarakat.

Beberapa fenomena yang ada di Kota Binjai berkaitan dengan

penanggulangan DBD, diketahui bahwa cakupan penemuan kasus DBD masih rendah

yang ditandai dari tidak adanya laporan mingguan dari setiap puskesmas. Data

kesakitan DBD hanya diperoleh dari rumah sakit-rumah sakit yang ada di Kota

Binjai, dan itupun jika ada informasi kasus DBD dari media, sehingga berdampak

terhadap cakupan keberhasilan program DBD.

Rendahnya pencapaian program DBD diindikasikan dari masih ada

kecenderungan fluktuasinya kasus DBD pada bulan-bulan tertentu, tanpa ada upaya

antisipasi. Hal ini diasumsikan juga dipengaruhi oleh rendahnya partisipasi

masyarakat dalam pencegahan DBD, misalnya keterlibatan masyarakat dalam gotong

royong rutin, atau pemberantasan sarang nyamuk di tingkat keluarga. Selain itu

petugas DBD juga cenderung kurang melakukan sosialisasi ke masyarakat tentang

yang diindikasikan dari tidak ada jadwal-jadwal yang telah disepakati untuk

penyuluhan-penyuluhan kesehatan ke masyarakat.Selain itu masih ada kelurga yang

menolak petugas kesehatan untuk penyemprotan di lingkungan perumahannya, dan

(26)

melihat tempat-tempat penampungan jentik di rumah, sehingga upaya pengendalian

vektor penular DBD tidak terlaksana secara optimal.

Penelitian Rahayu (2012) di Wilayah Kerja Puskesmas Ketapang Kabupaten

KotawaringinTimur Propinsi Kalimantan Selatan, bahwa pencapaian program

penanggulangan DBD masih rendah yang ditunjukkan oleh angka bebas jentik masih

<955%, hal ini dapat disebabkan karena kurangnya peran serta masyarakat dalam

kegiatan PSN, kurangnya kepatuhan keluarga untuk menjaga kebersihan tempat

penampungan air maupun membersihkan tempat tinggal mereka dari barang-barang

bekas yang dapat digenangi air serta, penyuluhan kepada masyarakat masih kurang

disebabkan tenaga dan dana yang terbatas.

Bentuk peranserta masyarakat lain yang diharapkan dapat meningkatkan ABJ

(Angka Bebas Jentik) adalah dengan mengikutsertakan perangkat desa. Perangkat

Desa diharapkan mampu memotivasi warganya untuk mengamati keberadaan jentik

di rumah masing-masing, kemudian menuliskan hasilnya ke form jentik dan

menyerahkan form tersebut kepada pihak keluarahan. Peranserta aktif dari pemilik

rumah, diharapkan mampu meningkatkan ABJ di lingkungan masing-masing. Pada

penelitian ini, sebelum dan sesudah jumantik melakukan kegiatan pemberantasan

sarang nyamuk, akan dilakukan pengamatan jentik untuk mengetahui ABJ di

masing-masing kelurahan (Hamiluddin, Rosmini dan Chadijah, 2011).

Berdasarkan hasil survai awal yang dilakukan peneliti pada Januari 2013,

pada kecamatan Binjai Utara, wawancara singkat dengan 12 kepala keluarga didapati

(27)

pencegahannya 66,6% hanya terbatas pada fogging, dan membersihkan saluran air

dan kamar mandi, namun program secara utuh tentang penanggulangan DBD belum

dipahami, selain itu, mayoritas juga mengemukakan bahwa kegiatan pemberantasan

sarang nyamuk, hanya dilakukan oleh ibu rumah tangga, dan jika mempunyai

pembantu atau anak perempuan saja yang membersihkan lingkungan rumah. Selain

itu masih rendahnya kesadaran dari keluarga terhadap upaya pencegahan DBD,

apalagi ketika pada saat tidak adanya kasus-kasu DBD yang ditemukan di

wilayahnya, sehingga dapat disimpulkan masyarakat sadar ketika ada kasus DBD,

sementara konsep partisipasi masyarakat adalah tumbuhnya kesadaran masyarakat

disetiap waktu untuk berperilaku hidup sehat baik menjaga kesehatan keluarganya

maupun menjaga kesehatan lingkungan rumahnya.

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka dipandang perlu dilakukan penelitian

tentang pengaruh partisipasi masyarakat terhadap pencegahan Demam Berdarah

Dengue di Kota Binjai, sehingga dapat diperoleh informasi yang akurat untuk

rekomendasi kebijakan dalam kewaspadaan dini kejadian DBD dan upaya

penanggulangan DBD di Kota Binjai.

1.2. Permasalahan

Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh

partisipasi masyarakat terhadap pencegahan penanggulangan Demam Berdarah

(28)

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh partisipasi

masyarakat terhadap pencegahan Demam Berdarah Dengue di Wilayah Kerja Dinas

Kesehatan Kota Binjai Tahun 2013.

1.4. Hipotesis Penelitian

Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah:

1. Ada pengaruh kemauan masyarakat terhadap pencegahan Demam Berdarah

Dengue di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kota Binjai Tahun 2013

2. Ada pengaruh kemampuan terhadap pencegahan Demam Berdarah Dengue

di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kota Binjai Tahun 2013

3. Ada pengaruh kesempatan masyarakat terhadap pencegahan Demam

Berdarah Dengue di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kota Binjai Tahun

2013

1.5. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dalam penelitian ini adalah:

1. Memberikan masukan bagi Dinas Kesehatan Kota Binjai dalam upaya

peningkatan partisipasi masyarakat dalam upaya penanggulangan DBD dan

kewaspadaan dini DBD di Kota Binjai.

2. Memberikan masukan bagi pihak kecamatan dan kelurahan untuk meningkatkan

(29)

gotong royong bersama, pertemuan-pertemuan tentang program-program

pedesaan yang berkaitan dengan kesehatan dan meningkatkan upaya

menggerakkan masyarakat untuk menanggulangi penyakit DBD di tingkat

keluarga.

(30)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Demam Berdarah Dengue 2.1.1. Etiologi DBD

Penyakit Demam Berdarah Dengue adalah penyakit menular yang disebabkan

oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus

yang ditandai dengan demam mendadak 2 sampai 7 hari tanpa penyebab yang jelas,

lemah atau lesu, gelisah, nyeri ulu hati, disertai tanda perdarahan di kulit berupa

bintik perdarahan (petechie), lebam (echymosis), atau ruam (purpura),

kadang-kadang mimisan, berak darah, muntah darah, kesadaran menurun atau renjatan

(shock).

2.1.2. Penularan DBD

Menurut Kementerian Kesehatan RI (2010), ada tiga faktor yang memegang

peranan penting pada penularan penyakit DBD, yaitu manusia, virus dan vektor

perantara. Virus dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes

aegypti yang infeksius dan nyamuk Aedes aegypti dapat mengandung virus dengue

pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami viraemia.

Biasanya nyamuk Aedes aegypti mencari mangsanya pada siang hari.

Aktivitas mengigit biasanya mulai pagi sampai petang hari, dengan dua puncak

aktivitas antara pukul 09.00-10.00 dan 16.00-17.00. Tidak seperti nyamuk lain,

(31)

memenuhi lambungnya dengan darah sehingga nyamuk ini sangat efektif sebagai

penular penyakit. Setelah menghisap darah, nyamuk ini hinggap (beristirahat) di

dalam atau kadang-kadang di luar rumah berdekatan dengan tempat

perkembangbiakannya. Biasanya di tempat yang agak gelap dan lembab. Di

tempat-tempat ini nyamuk menunggu proses pematangan telurnya (Hadinegoro, 2005).

Setelah beristirahat dan proses pematangan telur selesai, nyamuk betina Aedes

aegypti akan meletakkan telurnya di dinding tempat perkembangbiakannya, sedikit di

atas permukaan air. Pada umumnya telur akan menetes menjadi jentik dalam waktu 2

hari setelah telur terendam air. Stadium jentik biasanya berlangsung 6-8 hari, dan

pertumbuhan dari telur menjadi nyamuk dewasa selama 9-10 hari. Umumnya nyamuk

betina dapat mencapai 2-3 bulan. Setiap bertelur nyamuk betina dapat mengeluarkan

telur sebanyak 100 butir. Telur itu di tempat yang kering (tanpa air) dapat bertahan

berbulan-bulan pada suhu -2oC -42oC, dan bila tempat-tempat tersebut kemudian

tergenang air atau kelembabannya maka telur dapat menetes lebih cepat (Depkes RI,

2005).

Penularan DBD dapat terjadi di semua tempat yang terdapat nyamuk

penularnya, antara lain: (1) wilayah yang banyak kasus (endemis), (2) tempat-tempat

umum yang merupakan tempat berkumpulnya orang-orang yang datang dari berbagai

wilayah, sehingga kemungkinan terjadinya pertukaran beberapa tipe virus dengue

cukup besar. Tempat-tempat tersebut antara lain sekolah, rumah sakit, pertokoan dan

lain nya, (3) pemukiman baru di pinggir kota. Karena di lokasi ini penduduknya

(32)

carier yang membawa virus dengue yang berlainan dari masing-masing lokasi asal

(Depkes RI, 2005).

Kemampuan terbang nyamuk betina rata-rata 40 meter, maksimal 100 meter

namun secara pasif misalnya karena angin atau terbawa kendaraan dapat berpindah

lebih jauh. Aedes aegypti tersebar luas di daerah tropis dan sub tropis. Di Indonesia

nyamuk ini tersebar luas baik di rumah-rumah maupun di tempat-tempat

umum.Nyamuk ini dapat hidup dan berkembangbiak sampai ketinggian ± 1000 meter

dari permukaan air laut. Di atas ketinggian 1000 meter tidak dapat berkembangbiak,

karena pada ketinggian tersebut suhu udara terlalu rendah, sehingga tidak

memungkinkan bagi kehidupan nyamuk tersebut (Depkes RI, 2005).

2.1.3. Pencegahan DBD

Menurut Kementerian Kesehatan RI (2010), bahwa pencegahan dan

pemberantasan DBD yang dapat dilakukan saat ini adalah memberantas vektor yaitu

nyamuk penular Aedes aegypti dan pemberantasan terhadap jentik-jentiknya, karena

vaksin untuk mencegah dan obat untuk membasmi virusnya belum tersedia. Cara

yang dianggap paling tepat adalah Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah

Dengue (PSN-DBD) yang harus didukung oleh peran serta masyarakat.

Apabila PSN-DBD dilaksanakan oleh seluruh masyarakat maka populasi

nyamuk Aedes aegypti akan dapat ditekan serendah-rendahnya, sehingga penularan

DBD tidak terjadi lagi. Upaya penyuluhan dan motivasi kepada masyarakat harus

(33)

nyamuk berkaitan erat dengan perilaku masyarakat (Depkes RI, 2005). Menurut

Hadinegoro (2005), menyatakan bahwa strategi dalam pencegahan DBD, meliputi:

1. Fogging, Fogging dilakukan terhadap nyamuk dewasa dengan insektisida,

mengingat kebiasaan nyamuk senang hinggap pada benda-benda bergantungan, maka

penyemprotan tidak dilakukan pada dinding rumah. Kegiatan fogging hanya

dilakukan jika ditemukan penderita/tersangka penderita DBD lain, atau

sekurang-kurangnya ada 3 orang penderita tanpa sebab yang jelas dan ditemukannya jentik

nyamuk Aedes aegypti di lokasi.

2. Penyuluhan kepada masyarakat. Penyuluhan tentang demam berdarah dan

pencegahannya dilakukan melalui media massa, tempat ibadah, kader/PKK dan

kelompok masyarakat lainnya. Kegiatan ini dilakukan setiap saat pada beberapa

kesempatan. Selain penyuluhan kepada masyarakat luas, penyuluhan juga dilakukan

secara individu melalui kegiatan Pemantauan Jentik Nyamuk (PJB).

3. Pemantuan jentik berkala, Pemantauan jentik berkala dilakukan setiap 3 (tiga)

bulan di rumah dan tempat-tempat umum. Diharapkan Angka Bebas Jentik (ABJ)

setiap kelurahan/desa dapat mencapai lebih dari 95% akan dapat menekan

penyebaran DBD.

4. Penggerakan masyarakat dalam PSN-DBD, cara yang tepat dalam pencegahan

DBD adalah dengan melaksanakan PSN-DBD, dapat dilakukan dengan cara antara

(34)

1) Fisik, cara ini dikenal dengan ”3M” yaitu: menguras dan menyikat bak

mandi secara teratur seminggu sekali, menutup rapat tempat

penampungan air rumah tangga (tempayan, drum dan lain-lain),

mengubur, menyingkirkan atau memusnahkan barang-barang bekas

(kaleng, ban dan lain-lain). Berdasarkan fakta ini, Depkes RI telah

menetapkan program PSN DBD sebagai program prioritas dalam

pencegahan dan penanggulangan DBD di Indonesia.

2) Kimia, cara memberantas jentik Aedes aegypti dengan menggunakan

insektisida pembasmi jentik yang dikenal dengan istilah larvasida.

Larvasida yang biasa digunakan adalah temephos fomulasi yang

digunakan adalah dalam bentuk granule (sand granules), dengan dosis

1 ppm atau 100 gram (± 1 sendok makan rata) untuk setiap 100 liter

air. Larvasida dengan temophos ini mempunyai efek residu 3 bulan.

Larvasida yang lain yang dapat digunakan adalah golongan insect

growth regulato.

3) Biologi, pemberantasan jentik Aedes aegypti dengan cara biologi

adalah dengan memelihara ikan pemakan jentik (ikan kepala timah,

ikan gupi, ikan cupang dan lain-lain).

Sampai saat ini pemberantasan vektor masih merupakan pilihan yang terbaik

untukmengurangi jumlah penderita DBD. Strategi pemberantasan vektor ini pada

prinsipnya samadengan strategi umum yang telah dianjurkan oleh WHO dengan

(35)

tersebut terdiri atas perlindunganperseorangan, pemberantasan vektor dalam wabah

dan pemberantasan vektor untuk pencegahanwabah, dan pencegahan penyebaran

penyakit DBD.

Umumnya kebanyakan orang terparadigma dengan pemberantasan DBD

melalui fogging atau penyemprotan. Padahal untuk melakukan fogging tersebut

diperlukan beberapa ketentuan, mulai dari penemuan kasus dan kemudian pengajuan

surat penyemprotan kepada Rumah Sakit terdekat. Hal ini karena fogging tidak baik

apabila diterapkan terlalu sering. Upaya lain untuk memberantas nyamuk dan juga

jentik, terdapat beberapa cara sederhana dan hanya diperlukan kepedulian, ketelitian

dan keuletan setiap penghuni rumah akan keadaan lingkungan. Cara paling efektif

untuk mencegah penularan DBD adalah dengan menghindari gigitan nyamuk penular,

mengurangi populasi nyamuk penular, dan mengenali cara hidup nyamuknya. Hal ini

karena seperti yang telah dijelaskan di atas, bahwa apabila penderita DBD digigit

nyamuk penular, maka virus dalam darah akan ikut terhisap masuk ke dalam lambung

nyamuk, selanjutnya virus akan memperbanyak diri dan tersebar di berbagai jaringan

tubuh nyamuk termasuk di dalam kelenjar liurnya (Rahayu, 2012).

Satu minggu setelah mengisap darah penderita, nyamuk tersebut siap untuk

menularkan kepada orang lain (masa inkubasi ekstrinsik). Penularan ini terjadi karena

setiap kali nyamuk menusuk (menggigit), sebelum mengisap darah akan

mengeluarkan air liur melalui saluran alat tusuknya (proboscis), agar darah yang

dihisap tidak membeku. Bersama air liur inilah virus dengue dipindahkan dari

(36)

2.2. Partisipasi Masyarakat

2.2.1. Pengertian Partisipasi Masyarakat

Partisipasi masyarakat adalah wujud nyata dari peranserta masyarakat.

Partisipasi masyarakatadalah suatu proses dimana individu, keluarga dan masyarakat

dilibatkan dalamperencanaan dan pelaksanaan pemberantasan vektor di wilayahnya.

Kegiatanini dimaksudkan untuk menyakinkan masyarakat bahwa program ini

perludilaksanakan oleh masyarakat untuk mengatasi masalah yang ada

dilingkungannya. Melalui kegiatan ini dapat meningkatkan rasa percaya

dirimasnyarakat untuk ikut melaksanakan pembangunan.

Peningkatan partisipasi masyarakat menumbuhkan berbagai peluang

yangmemungkinkan seluruh anggota masyarakat untuk secara aktif

berkontribusidalam pembangunan sehingga dapat menghasilkan manfaat yang merata

bagiseluruh warganya.Untuk hal tersebut maka perlu adanya pembinaan yang intensif

dariberbagai fihak terkait sehingga masyarakat mempunyai kemampuan

danketrampilan memberantas vektor serta dapat membuat pilihan-pilihan

terbaikdalam segala hal yang berkaitan dengan masalah kesehatan sehingga

bisabertindak secara individual maupun kolektif (Zairina, 2009).

Tjondronegoro (1996) dalam Haqiqiansyah (1999) menyatakan bahwa

partisipasi seseorang dipengaruhi oleh kebutuhan, motivasi, struktur, dan starifikasi

sosial dalam masyarakat. Seseorang akan berpartisipasi apabila dapat memenuhi

(37)

Pendidikan merupakan salah satu faktor penting bagi kehidupan manusia. Pendidikan

seseorang dapat memperoleh berbagai ilmu pengetahuan yang sangat berguna bagi

diri dan kehidupannya maupun bagi pelaksanaan tugas sehari-hari. Pendidikan dapat

mempengaruhi cara berpikir, cara merasa, dan cara bertindak seseorang.

Partisipasi masyarakat menurut Mikkelsen yang dikutip oleh Soetomo (2006)

menginventarisasi adanya enam tafsiran dan makna yang berbeda tentang partisipasi

antara lain:

1) partisipasi adalah kontribusi sukarela dari masyarakat kepada program tanpa

ikut serta dalam pengambilan keputusan;

2) partisipasi adalah usaha membuat masyarakat semakin peka dalam

meningkatkan kemauan menerima dan kemampuan menanggapi

program-program pemerintah;

3) partisipasi adalah proses yang aktif, yang mengandung arti bahwa orang atau

kelompok terkait mengambil inisiatif dan menggunakan kebebasannya untuk

melakukan hal itu;

4) partisipasi adalah pemantapan dialog antara masyarakat setempat dengan para

staf dalam melakukan persiapan, pelaksanaan dan monitoring proyek, agar

memperoleh informasi mengenai konteks lokal dan dampak-dampak sosial;

5) partisipasi adalah keterlibatan sukarela oleh masyarakat dalam perubahan

yang ditentukan sendiri;

6) partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam pembangunan diri,

(38)

Tjokroamidjojo (2000) menjelaskan bahwa partisipasi adalah keterlibatan

semua warga negara dalam pengambilan keputusan baik secara langsung maupun

tidak langsung melalui institusi yang mewakili kepentingannya. Conyers dalam

Suparjan dan Suyatno (2003) menyebutkan tiga alasan penting dibutuhkannya

partisipasi masyarakat yaitu;

(1) Partisipasi masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh informasi

mengenai kondisi, kebutuhan dan sikap masyarakat setempat, yang tanpa

kehadirannya program serta proyek-proyek pembangunan akan gagal,

(2) Masyarakat akan lebih mempercayai proyek atau program pembangunan jika

merasa dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaannya, dan

(3) Partisipasi menjadi urgen karena timbul anggapan bahwa partisipasi

merupakan suatu hal demokrasi jika masyarakat dilibatkan dalam

pembangunan masyarakat.

Cary dalam Notoatmodjo (2005) mengatakan, bahwa partisipasi dapat tumbuh

jika tiga kondisi berikut terpenuhi (1) Merdeka untuk berpartisipasi, berarti adanya

kondisi yang memungkinkan anggota-anggota masyarakat untuk berpartisipasi, (2)

Mampu untuk berpartisipasi, adanya kapasitas dan kompetensi anggota masyarakat

sehingga mampu untuk memberikan sumbang saran yang konstruktif untuk program,

(3) Mau berpartisipasi, kemauan atau kesediaan anggota masyarakat untuk

(39)

Terkait partisipasi masyarakat dalam bidang kesehatan Sasongko dalam

Notoadmodjo (2005) menyebutkan tujuan yang ingin dicapai dalam partisipasi

masyarakat adalah untuk meningkatkan kemampuan masyarakat untuk hidup sehat.

Tujuan ini mengandung konsekuensi bahwa partisipasi merupakan proses yang harus

dikembangkan dalam setiap upaya kesehatan dan ini terlihat dalam upaya

pengembangan peran serta masyarakat.

2.2.2. Unsur-unsur dalam Partisipasi Masyarakat

Menurut Notoatmodjo (2007), ada beberapa elemen partisipasi, antara lain:

1. Motivasi

Persyaratan utama masyarakat untuk berpartisipasi adalah motivasi. Tanpa

motivasi masyarakat sulit untuk berpartisipasi di segala program. Timbulnya

motivasi harus dari masyarakat itu sendiri, dan pihak luar hanya

merangsangnya saja.

2. Komunikasi

Suatu komunikasi yang baik adalah yang dapat menyampaikan pesan, ide dan

informasi masyarakat. Sebagian media masa merupakan alat yang sangat

efektif untuk menyampaikan pesan yang akhirnya dapat menimbulkan

partisipasi.

3. Kerjasama/kooperasi

Kerjasama dengan instansi-instansi di luar kesehatan masyarakat dan instansi

kesehatan sendiri adalah mutlak diperlukan. Terjelmanya team work antara

(40)

4. Mobilisasi

Partisipasi bukan hanya terbatas pada tahap pelaksanaan program saja, tetapi

partisipasi masyarakat dapat dimulai sejak awal sampai ke akhir, dari

identifikasi masalah, menentukan prioritas, perencanaan program,

pelaksanaan sampai dengan monitoring program.

Slamet (2003), menyatakan bahwa tumbuh dan berkembangnya partisipasi

masyarakat dalam pembangunan, sangat ditentukan oleh tiga unsur pokok, yaitu (1)

adanya kesempatan yang diberikan kepada masyarakat untuk berpartisipasi, (2)

adanya kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi, (3) adanya kemauan masyarakat

untuk berpartisipasi.

Menurut Kementerian Kesehatan RI (2007), secara aktual program

pemberantasan DBD kurang memperoleh partisipasi masyarakat khususnya keluarga

karena kurangnya kesempatan yang diberikan kepada masyarakat. Di lain pihak juga

dirasakan kurangnya informasi yang disampaikan kepada masyarakat mengenai

kapan, dan dalam bentuk apa mereka dapat untuk berpartisipasi dalam pemberantasan

DBD.

2.2.3. Bentuk Partisipasi Masyarakat dalam Pencegahan DBD

Bentuk partisipasi masyarakat terimplementasi dari kegiatan-kegiatan yang

(41)

1) Pada tingkat individu, mendorong/ menganjurkan setiap rumah tangga

untukmelakukan kegiatan rutin yang dapat membantu upaya pemberantasan

DBDseperti pengurangan sumber perkemabangbiakan nyamuk atau;

2) Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dan melakukan tindakan-tindakan

dirisecara memadai.

3) Pada tingkat masyarakat di selenggarakan kempanye kebersihan khususnyadi

tempat-tempat umum melalui media masa, poster dan leaflet.

4) Pada tingkat organisasi masyarakat dan kelompok sukarela (kader) melalui

bidang tugas masing-masing seperti dalam kegiatan keagamaan,

perkumpulan-perkumpulan umum, organisasi wanita (PKK) dan Usaha

Kesehatan Sekolah (UKS).

5) Memperkenalkan pentingnya program-program tersebut diatas di sekolah

kepada anak-anak dan orang tua agar memberantas tempatperkembangbiakan

nyamuk dirumah dan disekolah.

6) Mengajak dan mendorong sektor swasta untuk ikut berpartisipasi dalam

program kepedulian dan pengembangan sanitasi masyarakat, dengan

menekankan pentingnya upaya pemberantasan tempat-tempat

perkembangbiakan nyamuk/vektor.

7) Menggabungkan kegiatan partisipasi masyarakat dalam program pencegahan

dan pemberantasan DBD dengan prioritas pembangunan masyarakat lainnya

yang dapat mengurangi tempat-tempatperkembangbiakan nyamuk Aedes

(42)

8) Menyiapkan insentif bagi mereka yang berpartisipasi dalam pemberantasan

DBD dengan cara lomba lingkungan bersih dengan indeks jentik terendah

dalam suatu daerah.

Dalam rangka pembinaan peranserta masyarakat diperlukan penggerakan

masyarakatguna melaksanakan PSN-DBD dalam memberantas jentik/nyamuk.

Gerakan PSN-DBD juga merupakan bagian penting dari upaya perwujudan

kebersihan lingkungan dan perilaku hidup sehat, sehingga dapat dikaitkan dengan

berbagai program kebersihan lingkungan seperti program penyehatan /pemeliharaan

kesehatan lingkungan, gerakan Jum’at bersih, program Kebersihan Ketertiban

Keamanan (K3), serta didukung oleh program-program penyuluhan maupunberbagai

motivasi tentang kebersihan lingkungan seperti “Adipura”,dan Lomba Desa.

Pergerakan PSN DBD di Kecamatan yang edemis dan sporadis DBD, diintensifkan

dan di programkan dalam bentuk Gerakan PSN-DBD. Sedangkan di kelurahan

edemis DBD dilakukan penyemprotan insktisida dan abatisasi selektf, agar populasi

nyamuk dapat ditekan sehingga penyebaran penyakitdapat dibatasi.

PSN-DBD adalah kegiatan memberantas telur, jentik dan kepompongnyamuk

penular DBD (Aedes aegypti) di tempat-tempat perkembang biakannya oleh seluruh

lapisan masyarakat di rumah-rumah, tempat-tempat umum serta lingkungannya

secara terus menerus (teratur). Tujuan PSN-DBD adalah mengendalikan populasi

nyamuk Aedes aegypti, sehingga DBD dapat dicegah/dikurangi. Sasarannya semua

(43)

air(TPA) untuk keperluan sehati-hari, tempat penampungan air bukan

untukkeperluaran sehari-hari (non-TPA) dan tempat tempat penampungan air alami.

Ukuran keberhasilan PSN-DBD antara lain dapat diukur dengan angkabebas

jentik (ABJ), apabila ABJ lebih atau sama dengan 95 % diharapkanpenularan DBD

dapat dicegah atau dikurangi.Cara PSN-DBD dilakukan dengan cara ”3M- PLUS”“

3M” yaitu : (1) Menguras dan menyikat tempat-tempat penampungan air, seperti

bakmandi/WC, drum dan lain-lain seminggu sekali (MI), (2) Menutup rapat-rapat

tempat penampungan air, seperti gentong air/tempayan,dan lain-lain (M2), (3)

Mengubur atau menyingkirkan baeang-barang bekas yang dapat menampungair hujan

(M3).“ PLUS “ merupakan tambahan dari “3M “dengan cara lain yaitu:

1) Mengganti air vas bunga, tempat minum burung atau tempat-tempat

lainnyayang sejenis satu minggu satu kali

2) Mamperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar/rusak

3) Menutup lubang-lubang pada potongan bambu/pohon dan lain-lain

(Menaburkan bubuk larvasida, misalnya di tempat-tempat yang sulit

dikurasatau di daerah yang sulit air

4) Memeliharan ikan pemakan jentik di kolam/ bak-bak penampungan air

5) Memasang kawat kasa

6) Menghindari kebiasaan menggantung pakaian dalam kamar

7) Mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruang yang memadai

8) Menggunakan kelambu

(44)

Menurut Kusnanto, Dasuki dan Asniati (2008) Bahwa partisipasi warga

sangat penting dalam mensukseskan program-program pencegahan dan

pemberantasan DBD agar dapat berkesinambungan. Apabila partisipasi masyarakat

luas sulit diwujudkan karena alasan-alasan geografis, pekerjaan atau demografis,

Keterlibatanmasyarakat dapat tetap diwujudkanmelalui organisasimasyarakat dan

kelompok sukarela (kader). Para anggota dari organisasimasyarakat

tersebutmelakukan interaksi setiap harinya sesuai dengan bidang

tugasmasing-masing, seperti dalam kegiatan keagamaan, perkumpulan-perkumpulanumum,

organisasi wanita dan sekolah.

Hidajat (1998) dalam Emilya (2009) menyebutkan ketidakberhasilan Program

Pencegahan dan Pemberantasan DBD dalam mencegah dan menurunkan tingginya

angka kejadian penyakit DBD di daerah Kelurahan Mampang Prapatan, khususnya di

RW 04, RT 07, RT 013 dan RT 016 yang berhubungan erat dengan belum adanya

peran serta warga masyarakat dalam perencanaan dan pelaksanaan aktivitas-aktivitas

program. Terkait hasil penelitian tersebut dapat dikatakan bahwa partisipasi

masyarakat sangat berperan dalam pengendalian penyakit DBD, namun dalam

pelaksanaan program pengendalian DBD masyarakat masih sering dijadikan objek

yang akan diintervensi, bukan sebagai subjek yang mampu melakukan intervensi

untuk dirinya sendiri.

2.2.4. Determinan Partisipasi Masyarakat

Menurut Pangestu (1995) dalam Febriana (2008), menjelaskan bahwa ada dua

(45)

1. Faktor Internal

Faktor-faktor internal yang mempengaruhi keterlibatan masyarakat dalam

suatu program adalah segala sesuatu yang mencakup karakteristik individu yang

dapat mempengaruhi individu tersebut untuk berpartisipasi dalam suatu kegiatan.

Karakteristik individu mencakup umur, tingkat pendidikan, jumlah beban keluarga,

dan jumlah serta pengalaman berkelompok.

Silaen (1998) dalam Wicaksono (2010) menyatakan bahwa semakin tua umur

seseorang maka penerimaannya terhadap hal-hal baru semakin rendah. Hal ini karena

orang yang masuk dalam golongan tua cenderung selalu bertahan dengan nilai-nilai

lama sehingga diperkirakan sulit menerima hal-hal yang sifatnya baru.

Tamarli (1994) dalamFebriana (2008) juga menyatakan bahwa umur

merupakan faktor yang mempengaruhi partisipasi. Semakin tua seseorang, relatif

berkurang kemampuan fisiknya dan keadaan tersebut mempengaruhi partisipasi

sosialnya. Oleh karena itu, semakin muda umur seseorang, semakin tinggi tingkat

partisipasinya dalam suatu kegiatan atau program tertentu.

Ajiswarman (1996) dalam Wicaksono (2010) menyatakan bahwa tingkat

pendidikan mempengaruhi penerimaan seseorang terhadap sesuatu hal yang baru.

Semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin mudah baginya untuk menerima

hal-hal baru yang ada di sekitarnya. Jumlah beban tanggungan juga dinyatakan

sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi partisipasi. Seperti yang diungkapkan

Ajiswarman (1996) dalamFebriana (2008), semakin besar jumlah beban keluarga

(46)

sebagian besar waktunya digunakan untuk mencari nafkah demi memenuhi

kebutuhan keluarga. Nurlela (2004) dalamWicaksono (2010) mengungkapkan bahwa

tingkat pendapatan seseorang tidak mempengaruhi partisipasi seseorang dalam suatu

kegiatan.

Menurut Slamet (2003), faktor-faktor internal berasal dari dalam kelompok

masyarakat sendiri, yaitu individu-individu dan kesatuan kelompok di dalamnya.

Tingkah laku individu berhubungan erat atau ditentukan oleh ciri-ciri sosiologis

seperti umur, jenis kelamin, pengetahuan, pekerjaan, dan penghasilan. Secara teoritis,

terdapat hubungan antara ciri-ciri individu dengan tingkat partisipasi, seperti usia,

tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, lamanya menjadi anggota masyarakat, besarnya

pendapatan, dan keterlibatan dalam kegiatan pembangunan akan sangat berpengaruh

pada partisipasi. Menurut Plumer (1995) dalamSuryawan (2004), beberapa faktor

yang mempengaruhi masyarakat untuk mengikuti proses partisipasi adalah

pengetahuan dan keahlian, pekerjaan masyarakat, tingkat pendidikan dan buta huruf,

jenis kelamin, dan kepercayaan terhadap budaya tertentu.

2. Faktor Eksternal

Pangestu (1995) dalamFebriana (2008) memaparkan faktor-faktor eksternal

yang dapat mempengaruhi partisipasi masyarakat meliputi hubungan yang terjalin

antara pihak pengelola proyek dengan sasaran. Hal tersebut terjadi karena sasaran

akan dengan sukarela terlibat dalam suatu proyek jika sambutan pihak pengelola

positif dan menguntungkan mereka. Selain itu, bila didukung dengan pelayanan

(47)

tidak akan ragu-ragu untuk berpartisipasi. Selain itu, Tjokroamidjojo (1996)

mengungkapkan faktor-faktor yang perlu mendapatkan perhatian dalam partisipasi

masyarakat adalah:

a. faktor kepemimpinan, dalam menggerakkan partisipasi sangat diperlukan

adanya pimpinan dan kualitas; dan

b. faktor komunikasi, gagasan-gagasan, ide, kebijaksanaan, dan rencana-rencana

baru akan mendapat dukungan bila diketahui dan dimengerti oleh masyarakat.

Faktor-faktor eksternal ini dapat dikatakan petaruh (stakeholder), yaitu semua

pihak yang berkepentingan dan mempunyai pengaruh terhadap program dan

kebijakan pemerintah (Sunarti 2003).

2.4. Landasan Teori

Keberhasilan program penanggulangan DBD tidak terlepas dari partisipasi

masyarakat. Kesadaran dan kepedulian masyarakat merupakan kunci awal dari

menurunnya angka DBD di suatu wilayah. Sehingga DBD dapat terjadi di wilayah

mana pun, termasuk di wilayah elit. Cara yang paling efektif adalah menghindari

gigitan nyamuk dengan cara menuurunkan populasi. Melalui kesadaran akan

pentingnya kebersihan lingkungan, secara otomatis akan menghambat perkembangan

jentik, dengan adanya kepedulian maka aplikasi dari upaya-upaya memberantas DBD

akan terealisasi, dengan begitu tidak akan memberi kesempatan bagi nyamuk untuk

(48)

Pencegahan penularan DBD pada prinsipnya adalah bagian integral dari

pencegahan terhadap terjadinya suatu penyakit, dan merupakan bagian dari perilaku

kesehatan. Mengutip teori Lawrence Green (2005) bahwa perilajku kesehatan

dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain;

1. Factor Predisposing adalah faktor-faktor yang mempermudah terjadinya perilaku

seseorang antara lain pengetahuan, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tradisi,

dan sebagainya.

2. Enabling factors (faktor pemungkin) yang merupakan faktor-faktor yang

memungkinkan atau memfasilitasi perilaku atau tindakan. Yang dimaksud faktor

pemungkin adalah sarana dan prasarana atau fasilitas untuk terjadinya.

3. Reinforcing factor (faktor penguat) adalah faktor yang mendorong atau

memperkuat terjadinya perilaku. Meskipun seseorang tahu dan mampu untuk

berperilaku sehat, tetapi tidak melakukannya karena berbagai alasan.

Partisipasi masyarakat merupakan salah satu faktor yang termasuk dalam

faktor penguat yaitu dorongan yang bersumber dari dalam diri individu untuk ikut

serta dalam perilaku kesehatan, dalam hal ini perilaku pencegahan penularan DBD.

Menurut Natoatmodjo (2007), partisipasi masyarakat merupakan unsur

penting dalam keberhasilan pelaksanaan program kesehatan, dengan tujuan yang

ingin dicapai dalam partisipasi masyarakat adalah untuk meningkatkan kemampuan

(49)

masyarakat dilihat dari aspek yaitu (1) adanya kesempatan yang diberikan kepada

masyarakat untuk berpartisipasi, (2) adanya kemampuan masyarakat untuk

berpartisipasi, (3) adanya kemauan masyarakat untuk berpartisipasi.

Notoatmodjo (2005) mengatakan, bahwa partisipasi dapat tumbuh jika tiga

kondisi berikut terpenuhi (1) Merdeka atau kesempatan untuk berpartisipasi, berarti

adanya kondisi yang memungkinkan anggota-anggota masyarakat untuk

berpartisipasi, (2) Mampu untuk berpartisipasi, adanya kapasitas dan kompetensi

anggota masyarakat sehingga mampu untuk memberikan sumbang saran yang

konstruktif untuk program, (3) Mau berpartisipasi, kemauan atau kesediaan anggota

masyarakat untuk berpartisipasi dalam program.

2.5. Kerangka Konsep

Adapun kerangka konsep dalam penelitian ini adalah:

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian Partisipasi Masyarakat

1. Kemauan 2. Kemampuan 3. Kesempataan

Pencegahan Demam Berdarah Dengue

(50)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian survai analitik dengan pendekatan explanatory

research yang dimaksudkan untuk menganalisis pengaruh partisipasi masyarakat

terhadap pencegahan Demam Berdarah Dengue di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan

Kota Binjai

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Binjai dengan

pertimbangan merupakan salah satu daerah di Propinsi Sumatera Utara yang

tergolong endemis DBD, yangdilihat dari angka morbiditas kasus DBD, kemudian

dilihat dari rendahnya minat masyarakat terhadap pemberantasan sarang nyamuk,

serta masih belum optimalnya kerja kelompok kerja DBD kecamatan di Kota Binjai.

Penelitian ini mulaipengesahan judul penelitian, survai awal, konsultasi,

seminar kolokium, penelitian lapangan, seminar hasil dan komprehensif

membutuhkan waktu 8 (delapan) bulan terhitung Januari sampai Agustus 2013.

3.3. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kepala keluarga yang ada di Kota

(51)

Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian dari kepala keluarga yang ada di

Kota Binjai, dengan besar sampel diambil menggunakan rumus (Lameshow,1990):

�= �

21

2.�(1− �).� �2(� −1) +21

2.�(1− �)

Keterangan:

N = Jumlah Populasi (Kepala Keluarga) = 57.521 KK n = Besar Sampel

α = Derajat Kepercayaan (95%)

p = proporsi Kasus DBD Kota Binjai (2011) (60,4 per 100.000 penduduk=0,64 % = Kesalahan Tipe I=20% (1,64)

maka besar sampel dalam penelitian ini adalah:

� = 1,96�0,64�(1−0,64)�57.521 0,052(57.521−1) + 1,96�0,64�(1−0,64)

� = 26996 144,27

n=186,91  n = 187KK

Sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 187 Kepala Keluarga, yang

tersebar pada 5 Kecamatan di Kota Binjai. Teknik pengambilan sampel dilakukan

secara proporsional sampling, dengan terlebih dahulu menghitung sample fraction.

Sample fraction dalam penelitian ini adalah perbandingan jumlah sampel terpilih

dengan jumlah populasi keseluruhan dikalikan 100%, maka nilai sampel fraction

(52)

Tabel 3.1. Pengambilan Sampel Penelitian Menurut Kecamatan di Kota Binjai

No Kecamatan Jumlah

Populasi Perhitungan

Sampel Terpilih

1 Binjai Selatan 11.220 0,32% x 11.220 36 KK 2 Binjai Kota 7.133 0,32% x 7.133 23 KK 3 Binjai Timur 12.667 0,32% x 12.667 41 KK 4 Binjai Utara 16.580 0,32% x 16.580 54 KK 5 Binjai Barat 9.921 0,32% x 9.921 33 KK

Total 57.521 187 KK

Pengambilan sampel terpilih pada tiap-tiap kecamatan didasarkan pada simple

random sampling, yaitu pengambilan sampel secara acak sampai memenuhi jumlah

sampel yang diharapkan.

3.4. Variabel dan Definisi Operasional 3.4.1. Variabel Penelitian

Variabel independen dalam penelitian ini adalah partisipasi masyarakat

(kemauan, kemampuan dan kesempatan), sedangkan variabel dependen dalam

penelitian ini adalah pencegahan DBD.

3.4.2. Definisi Operasional

1. Pencegahan DBD adalah upaya yang dilakukan keluarga dalam mencegah

penularan DBD di tingkat keluarga antara lain melalui kegiatan Pemberantasan

Sarang Nyamuk dengan cara 3 M Plus, menggunakan insektisida dan

pencegahan secara biologi seperti memelihara ikan pemakan jentik Aedes

aegypti.

2. Partisipasi adalah keseluruhan upaya aktif dari masyarakat dalam

(53)

a. Kemampuan masyarakat adalah masyarakat mampu melakukan upaya

pencegahan DBD baik pencegahan secara fisik seperti 3 M Plus, secara

kimiawi dan pencegahan secara biologis.

b. Kemauan adalah adanya kesadaran dari masyarakat untuk melakukan

upaya pencegahan DBD di lingkungan rumahnya.

c. Kesempatan adalah adanya luang waktu untuk melakukan upaya

pencegahan DBD di lingkungan rumahnya.

3.5. Metode Pengumpulan Data 3.5.1. Jenis dan Sumber Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini adalah meliputi:

1. Data Primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari responden melalui

wawancara langsung dan observasi terhadap kegiatan-kegiatan yang berkaitan

dengan penanggulangan DBD yang berpedoman pada kuesioner dan daftar

tilik observasi.

2. Data sekunder adalah seluruh data yang diambil dari catatan, dan rekam

medik puskesmas serta Dinas Kesehatan Kota Binjai tentang kasus-kasus

DBD dan keberhasilan pencapaian kegiatan-kegiatan penanggulangan DBD di

Kota Binjai.

3.5.2. Uji Validitas dan Reliabilitas

Uji validitas akan dilakukan secara statistik melalui uji korelasi pearson yaitu

(54)

mengkorelasikan tiap-tiap skor total pada tiap butir pernyataan, untuk mengetahui

apakah referensi terhadap sistem pengukuran merupakan sebuah konsep tunggal

(single construct). Uji validitas ini menggunakan bantuan programyang dilakukan

secara acak terhadap 30 orang responden diluar dari sampel penelitian.

Menurut Ridwan (2005), suatu pertanyaan dikatakan valid atau bermakna

sebagai alat pengumpul data bila korelasi hasil hitung (r–hitung) lebih besar dari

angka kritik nilai korelasi (r-tabel), pada taraf signifikansi 95%, dengan ketentuan

nilai r-Hitung dalam penelitian ini untuk sampel pengujian 30 karyawan adalah

sebesar 0,361, maka dikatakan valid, jika: (1) Nilai r-Hitung variabel ≥

0,361dikatakan valid, (2) Nilai r-Hitung variabel < 0,361 dikatakan tidak valid.

Uji reliabilitas dilakukan untuk mendapatkan instrumen dengan keterandalan

yang tinggi dalam pengukuran variabel penelitian. Uji reliabilitas akan digunakan

dengan menghitung nilai alfa atau dengan Cronbach’s Alpha. Penghitungan

Cronbach’s Alpha dilakukan dengan menghitung rata-rata interkorelasi di antara

butir-butir pernyataan dalam kuesioner. Secara umum reliabilitas yang ditentukan

oleh nilai Cronbach’s Alpha – kurang dari 0,60 dinyatakan kurang baik. Cronbach’s

Alpha dengan nilai range 0,70 dinyatakan dapat diterima dan nilai lebih dari 0,80

adalah baik.

Uji validitas dan reliabilitas yang dilakukan dalam penelitian ini adalah

berkaitan dengan variabel komunikasi, sumber daya dan keberhasilan program

(55)

kuesioner penelitian Emylia (2009), dan kuesioner penelitian Zairina (2008) yang

telah diuji validitas dan reliabilitas.

Hasil uji validitas dan reliabilitas menunjukkan, bahwa secara keseluruhan

pertanyaan dalam kuesioner penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Pertanyaan kemauan

Hasil uji validitas dan reliabilitas pertanyaan kemauan dapat dilihat pada Tabel 3.2

berikut:

Tabel 3.2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Kemauan

No Pertanyaan Nilai r-Hitung Keterangan

1 Pertanyaan 1 0,945 Valid

2 Pertanyaan 2 0,858 Valid

3 Pertanyaan 3 0,805 Valid

4 Pertanyaan 4 0,805 Valid

5 Pertanyaan 5 0,858 Valid

6 Pertanyaan 6 0,945 Valid

7 Pertanyaan 7 0,651 Valid

8 Pertanyaan 8 0,858 Valid

9 Pertanyaan 9 0,725 Valid

10 Pertanyaan 10 0,530 Valid

Nilai Alpha Cronbac'h 0,952 Relialibel

2. Pertanyaan kemampuan

Hasil uji validitas dan reliabilitas pertanyaan kemampuan dapat dilihat pada Tabel 3.3

(56)

Tabel 3.3. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Kemampuan

No Pertanyaan Nilai r-Hitung Keterangan

1 Pertanyaan 1 0,967 Valid

3. Pertanyaan kesempatan

Hasil uji validitas dan reliabilitas pertanyaan kesempatan dapat dilihat pada

Tabel 3.4 berikut:

Tabel 3.4. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Kesempatan

No Pertanyaan Nilai r-Hitung Keterangan

1 Pertanyaan 1 0,654 Valid

4. Pertanyaan pencegahan DBD

Hasil uji validitas dan reliabilitas pertanyaan pencegahan DBD dapat dilihat

(57)

Tabel 3.5. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Pencegahan DBD

No Pertanyaan Nilai r-Hitung Keterangan

1 Pertanyaan 1 0,806 Valid

2 Pertanyaan 2 0,956 Valid

3 Pertanyaan 3 0,676 Valid

4 Pertanyaan 4 0,806 Valid

5 Pertanyaan 5 0,806 Valid

6 Pertanyaan 6 0,956 Valid

7 Pertanyaan 7 0,956 Valid

8 Pertanyaan 8 0,806 Valid

9 Pertanyaan 9 0,956 Valid

10 Pertanyaan 10 0,623 Valid

11 Pertanyaan 11 0,956 Valid

Nilai Alpha Cronbac'h 0,974 Relialibel

3.6. Metode Pengukuran

Pengukuran variabel penelitian meliputi variabel dependen dan variabel independen.

1. Pengukuran variabel pencegahan DBD didasarkan pada skala ordinal dari 3

(tiga) indikator dengan jumlah pertanyaan sebanyak 11 pertanyaan dengan

alternatif jawaban ya (skor 3), kadang-kadang (skor 2) dan tidak pernah (skor

1), dengan skor tertinggi 22 (2x11), kemudian dikategorikan menjadi:

a. Baik, jika responden memperoleh nilai 15-22

b. Kurang, jika responden memperoleh nilai 11-15

2. Pengukuran variabel partisipasi didasarkan pada skala setuju dari 26

pertanyaan dari 3 (tiga) indikator partisipasi, dengan alternatif jawaban pilihan

berganda a, b, c, dan d, masing-masing dikategorikan sesua (skor 2) dan tidak

sesuai (skor 1), dengan skor tertinggi 52 (2x2), kemudian dikategorikan

(58)

a. Baik, jika responden memperoleh nilai ≥36-52

b. Kurang, jika responden memperoleh nilai 26-35

3.7. Metode Analisis Data

Analisis dalam penelitian ini meliputi beberapa analisa: 1. Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan dengan menjabarkan seluruh variabel penelitian

dalam bentuk distribusi frekuensi dan disajikan dalam tabel, sesuai dengan

variabel independen dan dependen.

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan dengan menggunakan uji statistik terhadap

normalitas data dengan menggunakan uji kolmogorof smirnov, dan uji chi

square guna melihat hubungan variabel independen dengan variabel dependen

jika nilai expected countnya kurang dari 5%, dan atau menggunakan uji exact

fisher’s jika nilai expected caountnya lebih dari 5%. Seterusnya diidentifikasi

variabel-variabel yang layak untuk dilanjutkan dalam analisis multivariat,

dengan standar nilai probabilitas ≤0,25 pada taraf kepercayaan 95%

(α≤0,025).

3. Analisis Multivariat

Analisis multvariat dalam penelitian ini uji regresi logistik berganda untuk

melihat pengaruh partisipasi masyarakat terhadap pencegahan DBD di Kota

Gambar

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian
Tabel 3.1. Pengambilan Sampel Penelitian Menurut Kecamatan di Kota Binjai
Tabel 3.2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Kemauan
Tabel 3.3. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Kemampuan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada penulisan ilmiah ini Penulis mencoba mengangkat masalah ini yaitu membuat suatu permainan sederhana yang dapat dimainkan oleh siapa saja Program aplikasi ini dibuat

75 Adiwarman Karim, Bank Islam Analisis Fiqh dan Kauangan ( Jakarta: PT.. 6.200.000,- nasabah dapat melanjutkan dengan pembiayaan haji yang menggunakan akad ra&gt;hn,

Kemudian dari hasil uji swelling menunjukkan bahwa derajat pengembangan poloakrilamida yang dicuci menggunakan air lebih besar dibandingkan dengan poliakrilamida yang

takmir masjid se-Brajan untuk mensosialisasikan dan mengundang seluruh TPA untuk berpartisipasi dalam lomba tersebut. Tiga mahasiswa KKN dari kelompok 2304 dan 2304

[r]

Utara terkhusus untuk sahabat tercinta penulis yang selalu mendukung dan banyak.. memberikan masukan Arnike Doya, Mia Rhamayani dan Ari

N=100 dengan taraf signifikansi 5%. Jadi instrument tersebut layak dan dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpulan data dalam penelitian. Dengan mengacu

Selain itu, Investor masih akan terus mencermati pertumbuhan ekonomi global, pasar Asia diperkirakan akan terus melanjutkan penguatannya didorong oleh optimisme akan