PENGARUH PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP PENCEGAHAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI WILAYAH KERJA
DINAS KESEHATAN KOTA BINJAI TAHUN 2013
TESIS
Oleh
ARLIS 117032017/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
THE INFLUENCE OF COMUNITY PARTICIPATION ON PREVENTING HEMORRHAGIC FEVER IN THE WORKING AREA OF THE
REGIONAL HEALTH AT BINJAI, IN 2013
THESIS
Oleh ARLIS 117032017/IKM
MAGISTER OF PUBLIC HEALTH PROGRAM FACULITY OF PUBLIC HEALTH UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA
PENGARUH PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP PENCEGAHAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI WILAYAH KERJA
DINAS KESEHATAN KOTA BINJAI TAHUN 2013
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Administrasi dan Kebijakan Kesehatan pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
Oleh
A R L I S 117032017/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
PERNYATAAN
PENGARUH PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP PENCEGAHAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI WILAYAH KERJA
DINAS KESEHATAN KOTA BINJAI TAHUN 2013
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.
Medan, Oktober 2013
Judul Tesis : PENGARUH PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP PENCEGAHAN DEMAM
BERDARAH DENGUE DI WILAYAH KERJA DINAS KESEHATAN KOTA BINJAI TAHUN 2013 Nama Mahasiswa : Arlis
Nomor Induk Mahasiswa : 117032017
Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M) (Drs. Amru Nasution, M.Kes
Ketua Anggota
)
Dekan,
(Dr. Drs. Surya Utama, MS)
Telah diuji
Pada Tanggal : 28 Agustus 2013
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M Anggota : 1. Drs. Amru Nasution, M.Kes
ABSTRAK
Pencegahan Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu upaya yang terintegrasi dalam program penanggulangan DBD. Tercapainya program pencegahan DBD sangat tergantung pada partisipasi masyarakat dalam pencegahan DBD baik pencegahan secara fisik maupun secara kimiawi. Permasalahan pencegahan DBD masih menjadi masalah kesehatan secara Nasional termasuk di Kota Binjai, dan berkaitan dengan rendahnya partisipasi masyarakat dalam pencegahan DBD.
Penelitian ini merupakan penelitian survai dengan pendekatan eksplanatori research yang dimaksudkan untuk menganalisis pengaruh partisipasi masyarakat terhadap pencegahan DBD di Kota Binjai. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kepala keluarga yang ada di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Binjai dengan sampel terpilih sebanyak 187 kepala keluarga. Pengambilan sampel dilakukan secara proporsional dan simple random sampling. Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji chi square dan regresi logistik berganda pada taraf kepercayaan 95%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat di Kota Binjai termasuk kurang dalam upaya pencegahan DBD. Mayoritas masyarakat juga mempunyai tingkat partisipasi yang kurang yang didasarkan pada rendahnya kemauan, kemampuan dan kesempatan untuk berpartisipasi dalam pencegahan DBD. Hasil uji statistik menunjukkan terdapat pengaruh signifikan partisipasi masyarakat terhadap pencegahan DBD di Kota Binjai.
Disarankan, agar perlu peningkatan upaya-upaya menggerakkan masyarakat untuk melakukan kegiatan-kegiatan pencegahan DBD seperti kegiatan memantau jentik,kegiatan posyandu yang rutin, perlombaan-perlombaan bidang kesehatan khususnya berkaitan dengan lomba rumah bersih dan sehat, guna menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat dalam pencegahan DBD, serta pemberdayaan masyarakat dan kelompok-kelompok organisasi kemasyarakatan dalam peningkatan pencegahan DBD.
ABSTRACT
Prevention of Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is one effort that is integrated in the dengue control program. Achievement of dengue prevention program depends on community participation in dengue prevention of both prevention physically and chemically. Prevention of dengue fever problems remains a health concern nationally, including in the city of Binjai, and are associated with low community participation in dengue prevention.
This research is a survey with explanatory research approach intended to analyze the effect of public participation in the prevention of dengue in the city of Binjai. The population in this study were all heads of families in the working area of the City Health Office Binjai with as many as 187 selected sample households. Sampling was done in proportion and simple random sampling. The data collected is primary data and secondary data. Data analysis was performed using chi square test and multiple logistic regression at 95% confidence level.
The results showed that the majority of people in the city of Binjai including lacking in efforts to prevent dengue. The majority of people also have less participation rates are based on the low willingness, ability and opportunity to participate in the prevention of dengue. Statistical test results showed there is a significant effect of public participation in the prevention of dengue in the city of Binjai.
It is recommended, that need enhancement efforts to move people to do DHF prevention activities, as well as community development and community organization groups in the increase in dengue prevention program.
RIWAYAT HIDUP
Arlis, lahir di Aceh Tengah tanggal 17 September 1986, anak kedua dari tiga
bersaudara dari pasangan Ayahanda Aslamuddin dan Ibunda Ismiyati.
Pendidikan formal Sekolah Dasar (SD) Negeri Bertingkat Lampahan tamat
tahun 1998, Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 2 Timang Gajah tamat tahun
2001, Sekolah Menengah Umum (SMU) Negeri 1 Bebesen tamat tahun 2004,
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sumatera Utara (STIKes SU) jurusan PSIK (Program
Studi Ilmu Keperawatan) tamat tahun 2008, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Sumatera Utara (STIKes SU) Program Profesi Ners tamat tahun 2009.
Penulis menjadi mahasiswa Universitas Sumatera Utara Program Studi S2
KATA PENGANTAR
Segala puji kepada Allah S.W.T dan bersyukur atas segala rahmat, taufik dan
hidayah-Nya kepada penulis hingga dapat menyelesaikan penyusunan tesis dengan
judul “Pengaruh Partisipasi Masyarakat terhadap Pencegahan Demam Berdarah
Dengue di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kota Binjai Tahun 2013”.Dalam
menyusun tesis ini, penulis mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai
pihak.
Peneliti menyadari bahwa penulisan ini tidak dapat terlaksana dengan baik
tanpa bantuan dan kerjasama dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan
ini peneliti banyak menyampaikan rasa terima kasih yang tidak terhingga kepada:
1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc, (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor
Universitas Sumatera Utara.
2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
3. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu
Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
4. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M dan Drs. Amru Nasution, M.Kes selaku
Komisi Pembimbing yang dengan penuh perhatian, kesabaran dan ketelitian
5. dr. Heldy BZ, M.P.H dan Dra. Syarifah, M.S, selaku Tim Pembanding yang telah
bersedia menguji dan memberikan masukan guna penyempurnaan tesis ini.
Terimakasih kepada Kepala Dinas Kesehatan Kota Binjai, dan seluruh staf
Dinas Kesehatan Kota Binjai yang telah memberikan masukan, dukungan materil dan
moril serta bantuan lainnya selama penulis dalam proses pendidikan.
Terima kasih tak terhingga, kepada yang teramat disayang dan dihormati
kedua orang tua penulis yang senantiasa menjadi sumber inspirasi, memberi doa, dan
dukungan;
Semua pihak yang telah membantu kegiatan penelitian dan penyusunan tesis ;
atas perhatian, bantuan dan dukungan yang telah diberikan hingga tersusunnya tesis
ini dengan sempurna.
Penulis menyadari bahwa tesis ini ini masih banyak terdapat kekurangan dan
kelemahan, untuk itu kiritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis
harapkan demi kesempurnaan tesis ini.
Medan, Oktober 2013 Penulis,
DAFTAR ISI
3.4. Variabel dan Definisi Operasional ... 33
3.5. Metode Pengumpulan Data ... 34
3.6. Metode Pengukuran ... 38
3.7. Metode Analisis Data ... 38
BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 40
4.1. Gambaran Lokasi Penelitian ... 40
4.2. Karakteristik Responden ... 41
4.3. Analisis Univariat ... 42
4.4. Analisis Bivariat ... 50
BAB 5. PEMBAHASAN ... 54
5.1. Pencegahan DBD di Kota Binjai ... 54
5.2. Pengaruh Partisipasi Masyarakat terhadap Pencegahan DBD di Kota Binjai... 56
5.3. Keterbatasan Penelitian ... 63
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 65
3.1. Kesimpulan ... 65
6.2. Saran ... 65
DAFTAR TABEL
No. Judul Halaman
3.1. Pengambilan Sampel Penelitian Menurut Kecamatan di Kota Binjai ... 32
3.2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Pertanyaan Kemauan ... 36
3.3. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Pertanyaan Kemampuan ... 36
3.4. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Pertanyaan Kesempatan ... 37
3.5. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Pertanyaan Pencegahan DBD ... 37
4.1. Deskripsi Batas Wilayah Lokasi Penelitian... 40
4.2. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Karakteristik Responden 41 4.3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Indikator Variabel Kemauan... 43
4.4. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Variabel Kemauan ... 44
4.5. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Indikator Variabel Kemampuan... 45
4.6. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Variabel Kemampuan .... 46
4.7. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Indikator Variabel Kesempatan... 47
4.8. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Variabel Kesempatan ... 47
4.9. Distribusi Frekuensi Indikator Variabel Pencegahan DBD...48
4.10. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Variabel Pencegahan DBD ... 49
4.11. Analisis Uji Hubungan Variabel Kemauan dengan Pencegahan DBD ... 50
4.13. Analisis Uji HubunganVariabel Kesempatan dengan Pencegahan DBD ... 51
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul Halaman
1. Kuesioner Penelitian ... di isi
2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ...
ABSTRAK
Pencegahan Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu upaya yang terintegrasi dalam program penanggulangan DBD. Tercapainya program pencegahan DBD sangat tergantung pada partisipasi masyarakat dalam pencegahan DBD baik pencegahan secara fisik maupun secara kimiawi. Permasalahan pencegahan DBD masih menjadi masalah kesehatan secara Nasional termasuk di Kota Binjai, dan berkaitan dengan rendahnya partisipasi masyarakat dalam pencegahan DBD.
Penelitian ini merupakan penelitian survai dengan pendekatan eksplanatori research yang dimaksudkan untuk menganalisis pengaruh partisipasi masyarakat terhadap pencegahan DBD di Kota Binjai. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kepala keluarga yang ada di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Binjai dengan sampel terpilih sebanyak 187 kepala keluarga. Pengambilan sampel dilakukan secara proporsional dan simple random sampling. Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji chi square dan regresi logistik berganda pada taraf kepercayaan 95%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat di Kota Binjai termasuk kurang dalam upaya pencegahan DBD. Mayoritas masyarakat juga mempunyai tingkat partisipasi yang kurang yang didasarkan pada rendahnya kemauan, kemampuan dan kesempatan untuk berpartisipasi dalam pencegahan DBD. Hasil uji statistik menunjukkan terdapat pengaruh signifikan partisipasi masyarakat terhadap pencegahan DBD di Kota Binjai.
Disarankan, agar perlu peningkatan upaya-upaya menggerakkan masyarakat untuk melakukan kegiatan-kegiatan pencegahan DBD seperti kegiatan memantau jentik,kegiatan posyandu yang rutin, perlombaan-perlombaan bidang kesehatan khususnya berkaitan dengan lomba rumah bersih dan sehat, guna menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat dalam pencegahan DBD, serta pemberdayaan masyarakat dan kelompok-kelompok organisasi kemasyarakatan dalam peningkatan pencegahan DBD.
ABSTRACT
Prevention of Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) is one effort that is integrated in the dengue control program. Achievement of dengue prevention program depends on community participation in dengue prevention of both prevention physically and chemically. Prevention of dengue fever problems remains a health concern nationally, including in the city of Binjai, and are associated with low community participation in dengue prevention.
This research is a survey with explanatory research approach intended to analyze the effect of public participation in the prevention of dengue in the city of Binjai. The population in this study were all heads of families in the working area of the City Health Office Binjai with as many as 187 selected sample households. Sampling was done in proportion and simple random sampling. The data collected is primary data and secondary data. Data analysis was performed using chi square test and multiple logistic regression at 95% confidence level.
The results showed that the majority of people in the city of Binjai including lacking in efforts to prevent dengue. The majority of people also have less participation rates are based on the low willingness, ability and opportunity to participate in the prevention of dengue. Statistical test results showed there is a significant effect of public participation in the prevention of dengue in the city of Binjai.
It is recommended, that need enhancement efforts to move people to do DHF prevention activities, as well as community development and community organization groups in the increase in dengue prevention program.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan jenis penyakit menular
yang masih menjadi masalah kesehatan secara nasional, hampir diseluruh daerah di
Indonesia memiliki angka morbiditas dan mortalitas penyakit DBD. DBD adalah
jenis penyakit menular yang disebabkan oleh virus yang ditularkan melalui gigitan
nyamukAedes agypti yang ditandai dengan penurunan trombosit darah, dan
penurunan kondisi biologis lainnya.
Menurut Kementerian Kesehatan RI (2009), penyakit DBD juga sering di
diagnosis dengan dengan penyakit lain seperti tifoid. Hal ini disebabkan karena
infeksi virus dengue yang menyebabkan DBD bisa bersifat tanpa atau tidak jelas
gejalanya. Pasien DBD juga sering menunjukkan gejala batuk, pilek, muntah, mual,
maupun diare, mirip dengan gejala penyakit infeksi lain.
World Health Organization (2009), melaporkan bahwa seluruh wilayah tropis
di dunia saat ini telah menjadi hiperendemis dengan keempat serotipe virus secara
bersama-sama di wilayah Amerika, Asia Pasifik dan Afrika. Indonesia, Myanmar,
Thailand masuk kategori A yaitu KLB atau wabah siklis terulang pada jangka waktu
antara 3 sampai 5 tahun. Menyebar sampai daerah pedesaan, sirkulasi serotipe virus
beragam. Asia menempati urutan pertama dalam jumlah penderita DBD di tiap
sebagai negara dengan kasus demam berdarah tertinggi diAsia Tenggaradengan
kejadian 95% terjadi pada anak di bawah 15 tahun.
Menurut Kementerian Kesehatan RI (2010), program pencegahan dan
pemberantasan DBD telah berlangsung lebih kurang 43 tahun dan berhasil
menurunkan angka kematian dari 41,3% pada tahun 1968 menjadi 0,87 % pada tahun
2010, tetapi belum berhasil menurunkan angka kesakitan. Jumlah penderita
cenderung meningkat, penyebarannya semakin luas, menyerang tidak hanya
anak-anak tetapi juga golongan umur yang lebih tua, dan tahun 2011 sampai bulan Agustus
tercatat 24.362 kasus dengan 196 kematian (Case Fatality Rate sebesar 0,80%).
Berdasarkan Laporan Kementerian Kesehatan RI (2012), di ketahui angka kematian
akibat DBD di beberapa wilayah masih cukup tinggi yaitu di atas 1% antara lain
Provinsi Gorontalo, Riau, Sulawesi Utara Bengkulu, Lampung, NTT, Jambi, Jawa
Timur, Sumatra Utara dan Sulawesi Tengah.
Kota Binjai merupakan daerah endemis DBD,berdasarkan Profil Kesehatan
Kota Binjai (2012), terdapat fluktuasi kasus DBD dari tahun 2007-2011. Tahun 2007
angka kesakitan DBD di Kota Binjai adalah sebesar 132,12 per 100.000 penduduk,
kemudian tahun 2008 menurun menjadi 101.72 per 100.000 penduduk, dan tahun
2009 menurun menjadi 61,4 per-100.000 penduduk, namun pada tahun 2010
meningkat secara tajam menjadi 243,7 per-100.000 penduduk, dan tahun 2011
mengalami penurunan menjadi 60,4 per-100.000 penduduk.
Peningkatan kasus DBD pada beberapa kurun waktu tersebut disebabkan oleh
di Propinsi Sumatera Utara.Penurunan kasus pada tahun 2011 disebabkan karena
sebagian besar juga diasumsikan juga karena jumlah kasus DBD di Kota Medan
sebagai Kota terdekat dengan Kota Binjai juga mengalami penurunan kasus,
demikian juga di Kabupaten Langkat yang juga sebagai wilayah yang termasuk dekat
dengan Kota Binjai juga mengalami penurunan angka insidensi DBD. Sedangkan
secara internal, di Kota Binjai upaya penanggulangan DBD tetap masih seperti tahun
sebelumnya dengan aktivitas melakukan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN),
pengobatan penderita dan penemuan kasus DBD, dengan komposisi SDM yang sama
pada tahun-tahun sebelumnya. Hal ini ditunjukkan oleh adanya penurunan kasus
DBD pada tahun 2011, namun angka tersebut masih menjadi potensi masalah
kesehatan masyarakat dan masih menjadi prioritas program penanggulangan DBD
karena angka insidensi DBD masih di atas 1% (Dinas Kesehatan Kota Binjai, 2012).
Menurut Kementerian Kesehatan RI (2009), peningkatan jumlah penderita
DBD dipengaruhi oleh adanya mobilitas penduduk dan arus urbanisasi yang tidak
terkendali, kurangnya jumlah dan kualitas SDM pengelola program DBD di setiap
jenjang administrasi, kurangnya kerjasama serta komitmen lintas program dan lintas
sektor dalam pengendalian DBD, sistim pelaporan dan penanggulangan DBD yang
terlambat dan tidak sesuai dengan standar, perubahan iklim yang cenderung
menambah jumlah habitat vektor DBD, infrastruktur penyediaan air bersih yang tidak
memadai, serta letak geografis Indonesia di daerah tropik mendukung
perkembang-biakan vektor dan pertumbuhan virus serta kurangnya partisipasi masyarakat dalam
Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah Indonesia melalui Kementerian
Kesehatan RI yang terintegrasi dengan lintas sektoral untuk menanggulangi masalah
penyakit DBD, bahkan kementerian kesehatan RI telah menetapkan lima kegiatan
pokok sebagai kebijakan dalam pengendalian penyakit DBD, yaitu menemukan kasus
secepatnya dan mengobati sesuai prosedur tetap, memutuskan mata rantai penularan
dengan pemberantasan vektor (nyamuk dewasa dan jentik-jentiknya), pemberdayaan
masyarakat dalam gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dan peningkatan
profesionalisme pelaksana program (Kementerian Kesehatan RI, 2010).
Upaya tersebut secara aktual terus dilakukan Dinas Kesehatan Kota Binjai
melalui puskesmas se-Kota Binjai, namun kejadian DBD masih menjadi persoalan
kesehatan. Hal ini diasumsikan dipengaruhi oleh multi faktor seperti alokasi anggaran
yang terbatas untuk program Penanggulangan DBD, lemahnya koordinasi Dinas
Kesehatan Kota Binjai dengan lintas sektoral, dan belum terbentuknya partisipasi
masyarakat secara optimal seperti dalam bentuk kegiatan pemberantasan sarang
nyamuk. Peran serta masyarakat sangat berperan besar dalam penanggulangan
penyakit DBD, namun masyarakat masih sering dijadikan objek yang akan
diintervensi, bukan sebagai subjek yang mampu untuk melakukan intervensi untuk
dirinya sendiri.
Mengingat bahwa pengendalian DBD merupakan upaya yang saling berkaitan
antara satu faktor dengan faktor lain khususnya unsur masyarakat sebagai objek dari
sasaran program, dan petugas kesehatan sebagai pelaksana program sangat
yang berkaitan dengan pencapaian program penanggulangan DBD adalah partisipasi
dalam mencegah dan menanggulangi DBD.Menurut Sarwono (2007), tingkat
partisipasi yang dapat diterjemahkan sebagai kemauan dan kemampuan belum
sepenuhnya dioptimalkan. Hal ini disebabkan kurangnya kesempatan yang diberikan
kepada masyarakat, adanya perbedaan status, dan kesibukan dalam pekerjaan.
Partisipasi masyarakat merupakan sesuatu yang harus ditumbuh kembangkan
dalam proses pembangunan, namun di dalam prakteknya tidak selalu diupayakan
sungguh-sungguh. Conyers dalam Soetomo (2006), mengemukakan bahwa partisipasi
masyarakat adalah keikutsertaan masyarakat secara sukarela yang didasari oleh
determinan dan kesadaran diri masyarakat itu sendiri dalam program pembangunan.
Menurut Slamet (2003), bahwa tumbuh dan berkembangnya partisipasi masyarakat
dalam pembangunan, sangat ditentukan oleh tiga unsur pokok, yaitu: (1) adanya
kesempatan yang diberikan kepada masyarakat untuk berpartisipasi, (2) adanya
kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi, dan (3) adanya kemauan masyarakat untuk
berpartisipasi.
Menurut Hanifah (2011), selama ini partisipasi dalam upaya pencegahan DBD
baru dilakukan oleh ibu rumah tangga saja di tingkat keluarga. Pernyataan ini diperkuat
oleh sumber yang menyebutkan bahwa subjek penelitian dalam kegiatan pemberantasan
sarang nyamuk adalah ibu rumah tangga sedangkan anggota keluarga yang lain belum
banyak terlibat. Hal itu terlihat dari masih kurangnya partisipasi atau keikutsertaan dalam
membersihkan lingkungan, melakukan 3M (Menguras, Menyikat dan Mengubur) dan
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN).
Menurut Paul dalam Hikmat (2004) dalam Zairina (2009) menerangkan,
ditinjau dari beberapa aspek upayapemberantasan penyakit DBD, faktor yang
berperan tidak hanya dilakukan olehsektor kesehatan saja, tetapi perlu dilakukan
secara terintegrasi dengan memberdayakan berbagai komponen masyarakat.
Beberapa fenomena yang ada di Kota Binjai berkaitan dengan
penanggulangan DBD, diketahui bahwa cakupan penemuan kasus DBD masih rendah
yang ditandai dari tidak adanya laporan mingguan dari setiap puskesmas. Data
kesakitan DBD hanya diperoleh dari rumah sakit-rumah sakit yang ada di Kota
Binjai, dan itupun jika ada informasi kasus DBD dari media, sehingga berdampak
terhadap cakupan keberhasilan program DBD.
Rendahnya pencapaian program DBD diindikasikan dari masih ada
kecenderungan fluktuasinya kasus DBD pada bulan-bulan tertentu, tanpa ada upaya
antisipasi. Hal ini diasumsikan juga dipengaruhi oleh rendahnya partisipasi
masyarakat dalam pencegahan DBD, misalnya keterlibatan masyarakat dalam gotong
royong rutin, atau pemberantasan sarang nyamuk di tingkat keluarga. Selain itu
petugas DBD juga cenderung kurang melakukan sosialisasi ke masyarakat tentang
yang diindikasikan dari tidak ada jadwal-jadwal yang telah disepakati untuk
penyuluhan-penyuluhan kesehatan ke masyarakat.Selain itu masih ada kelurga yang
menolak petugas kesehatan untuk penyemprotan di lingkungan perumahannya, dan
melihat tempat-tempat penampungan jentik di rumah, sehingga upaya pengendalian
vektor penular DBD tidak terlaksana secara optimal.
Penelitian Rahayu (2012) di Wilayah Kerja Puskesmas Ketapang Kabupaten
KotawaringinTimur Propinsi Kalimantan Selatan, bahwa pencapaian program
penanggulangan DBD masih rendah yang ditunjukkan oleh angka bebas jentik masih
<955%, hal ini dapat disebabkan karena kurangnya peran serta masyarakat dalam
kegiatan PSN, kurangnya kepatuhan keluarga untuk menjaga kebersihan tempat
penampungan air maupun membersihkan tempat tinggal mereka dari barang-barang
bekas yang dapat digenangi air serta, penyuluhan kepada masyarakat masih kurang
disebabkan tenaga dan dana yang terbatas.
Bentuk peranserta masyarakat lain yang diharapkan dapat meningkatkan ABJ
(Angka Bebas Jentik) adalah dengan mengikutsertakan perangkat desa. Perangkat
Desa diharapkan mampu memotivasi warganya untuk mengamati keberadaan jentik
di rumah masing-masing, kemudian menuliskan hasilnya ke form jentik dan
menyerahkan form tersebut kepada pihak keluarahan. Peranserta aktif dari pemilik
rumah, diharapkan mampu meningkatkan ABJ di lingkungan masing-masing. Pada
penelitian ini, sebelum dan sesudah jumantik melakukan kegiatan pemberantasan
sarang nyamuk, akan dilakukan pengamatan jentik untuk mengetahui ABJ di
masing-masing kelurahan (Hamiluddin, Rosmini dan Chadijah, 2011).
Berdasarkan hasil survai awal yang dilakukan peneliti pada Januari 2013,
pada kecamatan Binjai Utara, wawancara singkat dengan 12 kepala keluarga didapati
pencegahannya 66,6% hanya terbatas pada fogging, dan membersihkan saluran air
dan kamar mandi, namun program secara utuh tentang penanggulangan DBD belum
dipahami, selain itu, mayoritas juga mengemukakan bahwa kegiatan pemberantasan
sarang nyamuk, hanya dilakukan oleh ibu rumah tangga, dan jika mempunyai
pembantu atau anak perempuan saja yang membersihkan lingkungan rumah. Selain
itu masih rendahnya kesadaran dari keluarga terhadap upaya pencegahan DBD,
apalagi ketika pada saat tidak adanya kasus-kasu DBD yang ditemukan di
wilayahnya, sehingga dapat disimpulkan masyarakat sadar ketika ada kasus DBD,
sementara konsep partisipasi masyarakat adalah tumbuhnya kesadaran masyarakat
disetiap waktu untuk berperilaku hidup sehat baik menjaga kesehatan keluarganya
maupun menjaga kesehatan lingkungan rumahnya.
Berdasarkan hal tersebut di atas, maka dipandang perlu dilakukan penelitian
tentang pengaruh partisipasi masyarakat terhadap pencegahan Demam Berdarah
Dengue di Kota Binjai, sehingga dapat diperoleh informasi yang akurat untuk
rekomendasi kebijakan dalam kewaspadaan dini kejadian DBD dan upaya
penanggulangan DBD di Kota Binjai.
1.2. Permasalahan
Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh
partisipasi masyarakat terhadap pencegahan penanggulangan Demam Berdarah
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh partisipasi
masyarakat terhadap pencegahan Demam Berdarah Dengue di Wilayah Kerja Dinas
Kesehatan Kota Binjai Tahun 2013.
1.4. Hipotesis Penelitian
Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah:
1. Ada pengaruh kemauan masyarakat terhadap pencegahan Demam Berdarah
Dengue di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kota Binjai Tahun 2013
2. Ada pengaruh kemampuan terhadap pencegahan Demam Berdarah Dengue
di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kota Binjai Tahun 2013
3. Ada pengaruh kesempatan masyarakat terhadap pencegahan Demam
Berdarah Dengue di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kota Binjai Tahun
2013
1.5. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dalam penelitian ini adalah:
1. Memberikan masukan bagi Dinas Kesehatan Kota Binjai dalam upaya
peningkatan partisipasi masyarakat dalam upaya penanggulangan DBD dan
kewaspadaan dini DBD di Kota Binjai.
2. Memberikan masukan bagi pihak kecamatan dan kelurahan untuk meningkatkan
gotong royong bersama, pertemuan-pertemuan tentang program-program
pedesaan yang berkaitan dengan kesehatan dan meningkatkan upaya
menggerakkan masyarakat untuk menanggulangi penyakit DBD di tingkat
keluarga.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Demam Berdarah Dengue 2.1.1. Etiologi DBD
Penyakit Demam Berdarah Dengue adalah penyakit menular yang disebabkan
oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus
yang ditandai dengan demam mendadak 2 sampai 7 hari tanpa penyebab yang jelas,
lemah atau lesu, gelisah, nyeri ulu hati, disertai tanda perdarahan di kulit berupa
bintik perdarahan (petechie), lebam (echymosis), atau ruam (purpura),
kadang-kadang mimisan, berak darah, muntah darah, kesadaran menurun atau renjatan
(shock).
2.1.2. Penularan DBD
Menurut Kementerian Kesehatan RI (2010), ada tiga faktor yang memegang
peranan penting pada penularan penyakit DBD, yaitu manusia, virus dan vektor
perantara. Virus dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes
aegypti yang infeksius dan nyamuk Aedes aegypti dapat mengandung virus dengue
pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami viraemia.
Biasanya nyamuk Aedes aegypti mencari mangsanya pada siang hari.
Aktivitas mengigit biasanya mulai pagi sampai petang hari, dengan dua puncak
aktivitas antara pukul 09.00-10.00 dan 16.00-17.00. Tidak seperti nyamuk lain,
memenuhi lambungnya dengan darah sehingga nyamuk ini sangat efektif sebagai
penular penyakit. Setelah menghisap darah, nyamuk ini hinggap (beristirahat) di
dalam atau kadang-kadang di luar rumah berdekatan dengan tempat
perkembangbiakannya. Biasanya di tempat yang agak gelap dan lembab. Di
tempat-tempat ini nyamuk menunggu proses pematangan telurnya (Hadinegoro, 2005).
Setelah beristirahat dan proses pematangan telur selesai, nyamuk betina Aedes
aegypti akan meletakkan telurnya di dinding tempat perkembangbiakannya, sedikit di
atas permukaan air. Pada umumnya telur akan menetes menjadi jentik dalam waktu 2
hari setelah telur terendam air. Stadium jentik biasanya berlangsung 6-8 hari, dan
pertumbuhan dari telur menjadi nyamuk dewasa selama 9-10 hari. Umumnya nyamuk
betina dapat mencapai 2-3 bulan. Setiap bertelur nyamuk betina dapat mengeluarkan
telur sebanyak 100 butir. Telur itu di tempat yang kering (tanpa air) dapat bertahan
berbulan-bulan pada suhu -2oC -42oC, dan bila tempat-tempat tersebut kemudian
tergenang air atau kelembabannya maka telur dapat menetes lebih cepat (Depkes RI,
2005).
Penularan DBD dapat terjadi di semua tempat yang terdapat nyamuk
penularnya, antara lain: (1) wilayah yang banyak kasus (endemis), (2) tempat-tempat
umum yang merupakan tempat berkumpulnya orang-orang yang datang dari berbagai
wilayah, sehingga kemungkinan terjadinya pertukaran beberapa tipe virus dengue
cukup besar. Tempat-tempat tersebut antara lain sekolah, rumah sakit, pertokoan dan
lain nya, (3) pemukiman baru di pinggir kota. Karena di lokasi ini penduduknya
carier yang membawa virus dengue yang berlainan dari masing-masing lokasi asal
(Depkes RI, 2005).
Kemampuan terbang nyamuk betina rata-rata 40 meter, maksimal 100 meter
namun secara pasif misalnya karena angin atau terbawa kendaraan dapat berpindah
lebih jauh. Aedes aegypti tersebar luas di daerah tropis dan sub tropis. Di Indonesia
nyamuk ini tersebar luas baik di rumah-rumah maupun di tempat-tempat
umum.Nyamuk ini dapat hidup dan berkembangbiak sampai ketinggian ± 1000 meter
dari permukaan air laut. Di atas ketinggian 1000 meter tidak dapat berkembangbiak,
karena pada ketinggian tersebut suhu udara terlalu rendah, sehingga tidak
memungkinkan bagi kehidupan nyamuk tersebut (Depkes RI, 2005).
2.1.3. Pencegahan DBD
Menurut Kementerian Kesehatan RI (2010), bahwa pencegahan dan
pemberantasan DBD yang dapat dilakukan saat ini adalah memberantas vektor yaitu
nyamuk penular Aedes aegypti dan pemberantasan terhadap jentik-jentiknya, karena
vaksin untuk mencegah dan obat untuk membasmi virusnya belum tersedia. Cara
yang dianggap paling tepat adalah Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah
Dengue (PSN-DBD) yang harus didukung oleh peran serta masyarakat.
Apabila PSN-DBD dilaksanakan oleh seluruh masyarakat maka populasi
nyamuk Aedes aegypti akan dapat ditekan serendah-rendahnya, sehingga penularan
DBD tidak terjadi lagi. Upaya penyuluhan dan motivasi kepada masyarakat harus
nyamuk berkaitan erat dengan perilaku masyarakat (Depkes RI, 2005). Menurut
Hadinegoro (2005), menyatakan bahwa strategi dalam pencegahan DBD, meliputi:
1. Fogging, Fogging dilakukan terhadap nyamuk dewasa dengan insektisida,
mengingat kebiasaan nyamuk senang hinggap pada benda-benda bergantungan, maka
penyemprotan tidak dilakukan pada dinding rumah. Kegiatan fogging hanya
dilakukan jika ditemukan penderita/tersangka penderita DBD lain, atau
sekurang-kurangnya ada 3 orang penderita tanpa sebab yang jelas dan ditemukannya jentik
nyamuk Aedes aegypti di lokasi.
2. Penyuluhan kepada masyarakat. Penyuluhan tentang demam berdarah dan
pencegahannya dilakukan melalui media massa, tempat ibadah, kader/PKK dan
kelompok masyarakat lainnya. Kegiatan ini dilakukan setiap saat pada beberapa
kesempatan. Selain penyuluhan kepada masyarakat luas, penyuluhan juga dilakukan
secara individu melalui kegiatan Pemantauan Jentik Nyamuk (PJB).
3. Pemantuan jentik berkala, Pemantauan jentik berkala dilakukan setiap 3 (tiga)
bulan di rumah dan tempat-tempat umum. Diharapkan Angka Bebas Jentik (ABJ)
setiap kelurahan/desa dapat mencapai lebih dari 95% akan dapat menekan
penyebaran DBD.
4. Penggerakan masyarakat dalam PSN-DBD, cara yang tepat dalam pencegahan
DBD adalah dengan melaksanakan PSN-DBD, dapat dilakukan dengan cara antara
1) Fisik, cara ini dikenal dengan ”3M” yaitu: menguras dan menyikat bak
mandi secara teratur seminggu sekali, menutup rapat tempat
penampungan air rumah tangga (tempayan, drum dan lain-lain),
mengubur, menyingkirkan atau memusnahkan barang-barang bekas
(kaleng, ban dan lain-lain). Berdasarkan fakta ini, Depkes RI telah
menetapkan program PSN DBD sebagai program prioritas dalam
pencegahan dan penanggulangan DBD di Indonesia.
2) Kimia, cara memberantas jentik Aedes aegypti dengan menggunakan
insektisida pembasmi jentik yang dikenal dengan istilah larvasida.
Larvasida yang biasa digunakan adalah temephos fomulasi yang
digunakan adalah dalam bentuk granule (sand granules), dengan dosis
1 ppm atau 100 gram (± 1 sendok makan rata) untuk setiap 100 liter
air. Larvasida dengan temophos ini mempunyai efek residu 3 bulan.
Larvasida yang lain yang dapat digunakan adalah golongan insect
growth regulato.
3) Biologi, pemberantasan jentik Aedes aegypti dengan cara biologi
adalah dengan memelihara ikan pemakan jentik (ikan kepala timah,
ikan gupi, ikan cupang dan lain-lain).
Sampai saat ini pemberantasan vektor masih merupakan pilihan yang terbaik
untukmengurangi jumlah penderita DBD. Strategi pemberantasan vektor ini pada
prinsipnya samadengan strategi umum yang telah dianjurkan oleh WHO dengan
tersebut terdiri atas perlindunganperseorangan, pemberantasan vektor dalam wabah
dan pemberantasan vektor untuk pencegahanwabah, dan pencegahan penyebaran
penyakit DBD.
Umumnya kebanyakan orang terparadigma dengan pemberantasan DBD
melalui fogging atau penyemprotan. Padahal untuk melakukan fogging tersebut
diperlukan beberapa ketentuan, mulai dari penemuan kasus dan kemudian pengajuan
surat penyemprotan kepada Rumah Sakit terdekat. Hal ini karena fogging tidak baik
apabila diterapkan terlalu sering. Upaya lain untuk memberantas nyamuk dan juga
jentik, terdapat beberapa cara sederhana dan hanya diperlukan kepedulian, ketelitian
dan keuletan setiap penghuni rumah akan keadaan lingkungan. Cara paling efektif
untuk mencegah penularan DBD adalah dengan menghindari gigitan nyamuk penular,
mengurangi populasi nyamuk penular, dan mengenali cara hidup nyamuknya. Hal ini
karena seperti yang telah dijelaskan di atas, bahwa apabila penderita DBD digigit
nyamuk penular, maka virus dalam darah akan ikut terhisap masuk ke dalam lambung
nyamuk, selanjutnya virus akan memperbanyak diri dan tersebar di berbagai jaringan
tubuh nyamuk termasuk di dalam kelenjar liurnya (Rahayu, 2012).
Satu minggu setelah mengisap darah penderita, nyamuk tersebut siap untuk
menularkan kepada orang lain (masa inkubasi ekstrinsik). Penularan ini terjadi karena
setiap kali nyamuk menusuk (menggigit), sebelum mengisap darah akan
mengeluarkan air liur melalui saluran alat tusuknya (proboscis), agar darah yang
dihisap tidak membeku. Bersama air liur inilah virus dengue dipindahkan dari
2.2. Partisipasi Masyarakat
2.2.1. Pengertian Partisipasi Masyarakat
Partisipasi masyarakat adalah wujud nyata dari peranserta masyarakat.
Partisipasi masyarakatadalah suatu proses dimana individu, keluarga dan masyarakat
dilibatkan dalamperencanaan dan pelaksanaan pemberantasan vektor di wilayahnya.
Kegiatanini dimaksudkan untuk menyakinkan masyarakat bahwa program ini
perludilaksanakan oleh masyarakat untuk mengatasi masalah yang ada
dilingkungannya. Melalui kegiatan ini dapat meningkatkan rasa percaya
dirimasnyarakat untuk ikut melaksanakan pembangunan.
Peningkatan partisipasi masyarakat menumbuhkan berbagai peluang
yangmemungkinkan seluruh anggota masyarakat untuk secara aktif
berkontribusidalam pembangunan sehingga dapat menghasilkan manfaat yang merata
bagiseluruh warganya.Untuk hal tersebut maka perlu adanya pembinaan yang intensif
dariberbagai fihak terkait sehingga masyarakat mempunyai kemampuan
danketrampilan memberantas vektor serta dapat membuat pilihan-pilihan
terbaikdalam segala hal yang berkaitan dengan masalah kesehatan sehingga
bisabertindak secara individual maupun kolektif (Zairina, 2009).
Tjondronegoro (1996) dalam Haqiqiansyah (1999) menyatakan bahwa
partisipasi seseorang dipengaruhi oleh kebutuhan, motivasi, struktur, dan starifikasi
sosial dalam masyarakat. Seseorang akan berpartisipasi apabila dapat memenuhi
Pendidikan merupakan salah satu faktor penting bagi kehidupan manusia. Pendidikan
seseorang dapat memperoleh berbagai ilmu pengetahuan yang sangat berguna bagi
diri dan kehidupannya maupun bagi pelaksanaan tugas sehari-hari. Pendidikan dapat
mempengaruhi cara berpikir, cara merasa, dan cara bertindak seseorang.
Partisipasi masyarakat menurut Mikkelsen yang dikutip oleh Soetomo (2006)
menginventarisasi adanya enam tafsiran dan makna yang berbeda tentang partisipasi
antara lain:
1) partisipasi adalah kontribusi sukarela dari masyarakat kepada program tanpa
ikut serta dalam pengambilan keputusan;
2) partisipasi adalah usaha membuat masyarakat semakin peka dalam
meningkatkan kemauan menerima dan kemampuan menanggapi
program-program pemerintah;
3) partisipasi adalah proses yang aktif, yang mengandung arti bahwa orang atau
kelompok terkait mengambil inisiatif dan menggunakan kebebasannya untuk
melakukan hal itu;
4) partisipasi adalah pemantapan dialog antara masyarakat setempat dengan para
staf dalam melakukan persiapan, pelaksanaan dan monitoring proyek, agar
memperoleh informasi mengenai konteks lokal dan dampak-dampak sosial;
5) partisipasi adalah keterlibatan sukarela oleh masyarakat dalam perubahan
yang ditentukan sendiri;
6) partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam pembangunan diri,
Tjokroamidjojo (2000) menjelaskan bahwa partisipasi adalah keterlibatan
semua warga negara dalam pengambilan keputusan baik secara langsung maupun
tidak langsung melalui institusi yang mewakili kepentingannya. Conyers dalam
Suparjan dan Suyatno (2003) menyebutkan tiga alasan penting dibutuhkannya
partisipasi masyarakat yaitu;
(1) Partisipasi masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh informasi
mengenai kondisi, kebutuhan dan sikap masyarakat setempat, yang tanpa
kehadirannya program serta proyek-proyek pembangunan akan gagal,
(2) Masyarakat akan lebih mempercayai proyek atau program pembangunan jika
merasa dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaannya, dan
(3) Partisipasi menjadi urgen karena timbul anggapan bahwa partisipasi
merupakan suatu hal demokrasi jika masyarakat dilibatkan dalam
pembangunan masyarakat.
Cary dalam Notoatmodjo (2005) mengatakan, bahwa partisipasi dapat tumbuh
jika tiga kondisi berikut terpenuhi (1) Merdeka untuk berpartisipasi, berarti adanya
kondisi yang memungkinkan anggota-anggota masyarakat untuk berpartisipasi, (2)
Mampu untuk berpartisipasi, adanya kapasitas dan kompetensi anggota masyarakat
sehingga mampu untuk memberikan sumbang saran yang konstruktif untuk program,
(3) Mau berpartisipasi, kemauan atau kesediaan anggota masyarakat untuk
Terkait partisipasi masyarakat dalam bidang kesehatan Sasongko dalam
Notoadmodjo (2005) menyebutkan tujuan yang ingin dicapai dalam partisipasi
masyarakat adalah untuk meningkatkan kemampuan masyarakat untuk hidup sehat.
Tujuan ini mengandung konsekuensi bahwa partisipasi merupakan proses yang harus
dikembangkan dalam setiap upaya kesehatan dan ini terlihat dalam upaya
pengembangan peran serta masyarakat.
2.2.2. Unsur-unsur dalam Partisipasi Masyarakat
Menurut Notoatmodjo (2007), ada beberapa elemen partisipasi, antara lain:
1. Motivasi
Persyaratan utama masyarakat untuk berpartisipasi adalah motivasi. Tanpa
motivasi masyarakat sulit untuk berpartisipasi di segala program. Timbulnya
motivasi harus dari masyarakat itu sendiri, dan pihak luar hanya
merangsangnya saja.
2. Komunikasi
Suatu komunikasi yang baik adalah yang dapat menyampaikan pesan, ide dan
informasi masyarakat. Sebagian media masa merupakan alat yang sangat
efektif untuk menyampaikan pesan yang akhirnya dapat menimbulkan
partisipasi.
3. Kerjasama/kooperasi
Kerjasama dengan instansi-instansi di luar kesehatan masyarakat dan instansi
kesehatan sendiri adalah mutlak diperlukan. Terjelmanya team work antara
4. Mobilisasi
Partisipasi bukan hanya terbatas pada tahap pelaksanaan program saja, tetapi
partisipasi masyarakat dapat dimulai sejak awal sampai ke akhir, dari
identifikasi masalah, menentukan prioritas, perencanaan program,
pelaksanaan sampai dengan monitoring program.
Slamet (2003), menyatakan bahwa tumbuh dan berkembangnya partisipasi
masyarakat dalam pembangunan, sangat ditentukan oleh tiga unsur pokok, yaitu (1)
adanya kesempatan yang diberikan kepada masyarakat untuk berpartisipasi, (2)
adanya kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi, (3) adanya kemauan masyarakat
untuk berpartisipasi.
Menurut Kementerian Kesehatan RI (2007), secara aktual program
pemberantasan DBD kurang memperoleh partisipasi masyarakat khususnya keluarga
karena kurangnya kesempatan yang diberikan kepada masyarakat. Di lain pihak juga
dirasakan kurangnya informasi yang disampaikan kepada masyarakat mengenai
kapan, dan dalam bentuk apa mereka dapat untuk berpartisipasi dalam pemberantasan
DBD.
2.2.3. Bentuk Partisipasi Masyarakat dalam Pencegahan DBD
Bentuk partisipasi masyarakat terimplementasi dari kegiatan-kegiatan yang
1) Pada tingkat individu, mendorong/ menganjurkan setiap rumah tangga
untukmelakukan kegiatan rutin yang dapat membantu upaya pemberantasan
DBDseperti pengurangan sumber perkemabangbiakan nyamuk atau;
2) Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dan melakukan tindakan-tindakan
dirisecara memadai.
3) Pada tingkat masyarakat di selenggarakan kempanye kebersihan khususnyadi
tempat-tempat umum melalui media masa, poster dan leaflet.
4) Pada tingkat organisasi masyarakat dan kelompok sukarela (kader) melalui
bidang tugas masing-masing seperti dalam kegiatan keagamaan,
perkumpulan-perkumpulan umum, organisasi wanita (PKK) dan Usaha
Kesehatan Sekolah (UKS).
5) Memperkenalkan pentingnya program-program tersebut diatas di sekolah
kepada anak-anak dan orang tua agar memberantas tempatperkembangbiakan
nyamuk dirumah dan disekolah.
6) Mengajak dan mendorong sektor swasta untuk ikut berpartisipasi dalam
program kepedulian dan pengembangan sanitasi masyarakat, dengan
menekankan pentingnya upaya pemberantasan tempat-tempat
perkembangbiakan nyamuk/vektor.
7) Menggabungkan kegiatan partisipasi masyarakat dalam program pencegahan
dan pemberantasan DBD dengan prioritas pembangunan masyarakat lainnya
yang dapat mengurangi tempat-tempatperkembangbiakan nyamuk Aedes
8) Menyiapkan insentif bagi mereka yang berpartisipasi dalam pemberantasan
DBD dengan cara lomba lingkungan bersih dengan indeks jentik terendah
dalam suatu daerah.
Dalam rangka pembinaan peranserta masyarakat diperlukan penggerakan
masyarakatguna melaksanakan PSN-DBD dalam memberantas jentik/nyamuk.
Gerakan PSN-DBD juga merupakan bagian penting dari upaya perwujudan
kebersihan lingkungan dan perilaku hidup sehat, sehingga dapat dikaitkan dengan
berbagai program kebersihan lingkungan seperti program penyehatan /pemeliharaan
kesehatan lingkungan, gerakan Jum’at bersih, program Kebersihan Ketertiban
Keamanan (K3), serta didukung oleh program-program penyuluhan maupunberbagai
motivasi tentang kebersihan lingkungan seperti “Adipura”,dan Lomba Desa.
Pergerakan PSN DBD di Kecamatan yang edemis dan sporadis DBD, diintensifkan
dan di programkan dalam bentuk Gerakan PSN-DBD. Sedangkan di kelurahan
edemis DBD dilakukan penyemprotan insktisida dan abatisasi selektf, agar populasi
nyamuk dapat ditekan sehingga penyebaran penyakitdapat dibatasi.
PSN-DBD adalah kegiatan memberantas telur, jentik dan kepompongnyamuk
penular DBD (Aedes aegypti) di tempat-tempat perkembang biakannya oleh seluruh
lapisan masyarakat di rumah-rumah, tempat-tempat umum serta lingkungannya
secara terus menerus (teratur). Tujuan PSN-DBD adalah mengendalikan populasi
nyamuk Aedes aegypti, sehingga DBD dapat dicegah/dikurangi. Sasarannya semua
air(TPA) untuk keperluan sehati-hari, tempat penampungan air bukan
untukkeperluaran sehari-hari (non-TPA) dan tempat tempat penampungan air alami.
Ukuran keberhasilan PSN-DBD antara lain dapat diukur dengan angkabebas
jentik (ABJ), apabila ABJ lebih atau sama dengan 95 % diharapkanpenularan DBD
dapat dicegah atau dikurangi.Cara PSN-DBD dilakukan dengan cara ”3M- PLUS”“
3M” yaitu : (1) Menguras dan menyikat tempat-tempat penampungan air, seperti
bakmandi/WC, drum dan lain-lain seminggu sekali (MI), (2) Menutup rapat-rapat
tempat penampungan air, seperti gentong air/tempayan,dan lain-lain (M2), (3)
Mengubur atau menyingkirkan baeang-barang bekas yang dapat menampungair hujan
(M3).“ PLUS “ merupakan tambahan dari “3M “dengan cara lain yaitu:
1) Mengganti air vas bunga, tempat minum burung atau tempat-tempat
lainnyayang sejenis satu minggu satu kali
2) Mamperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar/rusak
3) Menutup lubang-lubang pada potongan bambu/pohon dan lain-lain
(Menaburkan bubuk larvasida, misalnya di tempat-tempat yang sulit
dikurasatau di daerah yang sulit air
4) Memeliharan ikan pemakan jentik di kolam/ bak-bak penampungan air
5) Memasang kawat kasa
6) Menghindari kebiasaan menggantung pakaian dalam kamar
7) Mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruang yang memadai
8) Menggunakan kelambu
Menurut Kusnanto, Dasuki dan Asniati (2008) Bahwa partisipasi warga
sangat penting dalam mensukseskan program-program pencegahan dan
pemberantasan DBD agar dapat berkesinambungan. Apabila partisipasi masyarakat
luas sulit diwujudkan karena alasan-alasan geografis, pekerjaan atau demografis,
Keterlibatanmasyarakat dapat tetap diwujudkanmelalui organisasimasyarakat dan
kelompok sukarela (kader). Para anggota dari organisasimasyarakat
tersebutmelakukan interaksi setiap harinya sesuai dengan bidang
tugasmasing-masing, seperti dalam kegiatan keagamaan, perkumpulan-perkumpulanumum,
organisasi wanita dan sekolah.
Hidajat (1998) dalam Emilya (2009) menyebutkan ketidakberhasilan Program
Pencegahan dan Pemberantasan DBD dalam mencegah dan menurunkan tingginya
angka kejadian penyakit DBD di daerah Kelurahan Mampang Prapatan, khususnya di
RW 04, RT 07, RT 013 dan RT 016 yang berhubungan erat dengan belum adanya
peran serta warga masyarakat dalam perencanaan dan pelaksanaan aktivitas-aktivitas
program. Terkait hasil penelitian tersebut dapat dikatakan bahwa partisipasi
masyarakat sangat berperan dalam pengendalian penyakit DBD, namun dalam
pelaksanaan program pengendalian DBD masyarakat masih sering dijadikan objek
yang akan diintervensi, bukan sebagai subjek yang mampu melakukan intervensi
untuk dirinya sendiri.
2.2.4. Determinan Partisipasi Masyarakat
Menurut Pangestu (1995) dalam Febriana (2008), menjelaskan bahwa ada dua
1. Faktor Internal
Faktor-faktor internal yang mempengaruhi keterlibatan masyarakat dalam
suatu program adalah segala sesuatu yang mencakup karakteristik individu yang
dapat mempengaruhi individu tersebut untuk berpartisipasi dalam suatu kegiatan.
Karakteristik individu mencakup umur, tingkat pendidikan, jumlah beban keluarga,
dan jumlah serta pengalaman berkelompok.
Silaen (1998) dalam Wicaksono (2010) menyatakan bahwa semakin tua umur
seseorang maka penerimaannya terhadap hal-hal baru semakin rendah. Hal ini karena
orang yang masuk dalam golongan tua cenderung selalu bertahan dengan nilai-nilai
lama sehingga diperkirakan sulit menerima hal-hal yang sifatnya baru.
Tamarli (1994) dalamFebriana (2008) juga menyatakan bahwa umur
merupakan faktor yang mempengaruhi partisipasi. Semakin tua seseorang, relatif
berkurang kemampuan fisiknya dan keadaan tersebut mempengaruhi partisipasi
sosialnya. Oleh karena itu, semakin muda umur seseorang, semakin tinggi tingkat
partisipasinya dalam suatu kegiatan atau program tertentu.
Ajiswarman (1996) dalam Wicaksono (2010) menyatakan bahwa tingkat
pendidikan mempengaruhi penerimaan seseorang terhadap sesuatu hal yang baru.
Semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin mudah baginya untuk menerima
hal-hal baru yang ada di sekitarnya. Jumlah beban tanggungan juga dinyatakan
sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi partisipasi. Seperti yang diungkapkan
Ajiswarman (1996) dalamFebriana (2008), semakin besar jumlah beban keluarga
sebagian besar waktunya digunakan untuk mencari nafkah demi memenuhi
kebutuhan keluarga. Nurlela (2004) dalamWicaksono (2010) mengungkapkan bahwa
tingkat pendapatan seseorang tidak mempengaruhi partisipasi seseorang dalam suatu
kegiatan.
Menurut Slamet (2003), faktor-faktor internal berasal dari dalam kelompok
masyarakat sendiri, yaitu individu-individu dan kesatuan kelompok di dalamnya.
Tingkah laku individu berhubungan erat atau ditentukan oleh ciri-ciri sosiologis
seperti umur, jenis kelamin, pengetahuan, pekerjaan, dan penghasilan. Secara teoritis,
terdapat hubungan antara ciri-ciri individu dengan tingkat partisipasi, seperti usia,
tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, lamanya menjadi anggota masyarakat, besarnya
pendapatan, dan keterlibatan dalam kegiatan pembangunan akan sangat berpengaruh
pada partisipasi. Menurut Plumer (1995) dalamSuryawan (2004), beberapa faktor
yang mempengaruhi masyarakat untuk mengikuti proses partisipasi adalah
pengetahuan dan keahlian, pekerjaan masyarakat, tingkat pendidikan dan buta huruf,
jenis kelamin, dan kepercayaan terhadap budaya tertentu.
2. Faktor Eksternal
Pangestu (1995) dalamFebriana (2008) memaparkan faktor-faktor eksternal
yang dapat mempengaruhi partisipasi masyarakat meliputi hubungan yang terjalin
antara pihak pengelola proyek dengan sasaran. Hal tersebut terjadi karena sasaran
akan dengan sukarela terlibat dalam suatu proyek jika sambutan pihak pengelola
positif dan menguntungkan mereka. Selain itu, bila didukung dengan pelayanan
tidak akan ragu-ragu untuk berpartisipasi. Selain itu, Tjokroamidjojo (1996)
mengungkapkan faktor-faktor yang perlu mendapatkan perhatian dalam partisipasi
masyarakat adalah:
a. faktor kepemimpinan, dalam menggerakkan partisipasi sangat diperlukan
adanya pimpinan dan kualitas; dan
b. faktor komunikasi, gagasan-gagasan, ide, kebijaksanaan, dan rencana-rencana
baru akan mendapat dukungan bila diketahui dan dimengerti oleh masyarakat.
Faktor-faktor eksternal ini dapat dikatakan petaruh (stakeholder), yaitu semua
pihak yang berkepentingan dan mempunyai pengaruh terhadap program dan
kebijakan pemerintah (Sunarti 2003).
2.4. Landasan Teori
Keberhasilan program penanggulangan DBD tidak terlepas dari partisipasi
masyarakat. Kesadaran dan kepedulian masyarakat merupakan kunci awal dari
menurunnya angka DBD di suatu wilayah. Sehingga DBD dapat terjadi di wilayah
mana pun, termasuk di wilayah elit. Cara yang paling efektif adalah menghindari
gigitan nyamuk dengan cara menuurunkan populasi. Melalui kesadaran akan
pentingnya kebersihan lingkungan, secara otomatis akan menghambat perkembangan
jentik, dengan adanya kepedulian maka aplikasi dari upaya-upaya memberantas DBD
akan terealisasi, dengan begitu tidak akan memberi kesempatan bagi nyamuk untuk
Pencegahan penularan DBD pada prinsipnya adalah bagian integral dari
pencegahan terhadap terjadinya suatu penyakit, dan merupakan bagian dari perilaku
kesehatan. Mengutip teori Lawrence Green (2005) bahwa perilajku kesehatan
dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain;
1. Factor Predisposing adalah faktor-faktor yang mempermudah terjadinya perilaku
seseorang antara lain pengetahuan, keyakinan, kepercayaan, nilai-nilai, tradisi,
dan sebagainya.
2. Enabling factors (faktor pemungkin) yang merupakan faktor-faktor yang
memungkinkan atau memfasilitasi perilaku atau tindakan. Yang dimaksud faktor
pemungkin adalah sarana dan prasarana atau fasilitas untuk terjadinya.
3. Reinforcing factor (faktor penguat) adalah faktor yang mendorong atau
memperkuat terjadinya perilaku. Meskipun seseorang tahu dan mampu untuk
berperilaku sehat, tetapi tidak melakukannya karena berbagai alasan.
Partisipasi masyarakat merupakan salah satu faktor yang termasuk dalam
faktor penguat yaitu dorongan yang bersumber dari dalam diri individu untuk ikut
serta dalam perilaku kesehatan, dalam hal ini perilaku pencegahan penularan DBD.
Menurut Natoatmodjo (2007), partisipasi masyarakat merupakan unsur
penting dalam keberhasilan pelaksanaan program kesehatan, dengan tujuan yang
ingin dicapai dalam partisipasi masyarakat adalah untuk meningkatkan kemampuan
masyarakat dilihat dari aspek yaitu (1) adanya kesempatan yang diberikan kepada
masyarakat untuk berpartisipasi, (2) adanya kemampuan masyarakat untuk
berpartisipasi, (3) adanya kemauan masyarakat untuk berpartisipasi.
Notoatmodjo (2005) mengatakan, bahwa partisipasi dapat tumbuh jika tiga
kondisi berikut terpenuhi (1) Merdeka atau kesempatan untuk berpartisipasi, berarti
adanya kondisi yang memungkinkan anggota-anggota masyarakat untuk
berpartisipasi, (2) Mampu untuk berpartisipasi, adanya kapasitas dan kompetensi
anggota masyarakat sehingga mampu untuk memberikan sumbang saran yang
konstruktif untuk program, (3) Mau berpartisipasi, kemauan atau kesediaan anggota
masyarakat untuk berpartisipasi dalam program.
2.5. Kerangka Konsep
Adapun kerangka konsep dalam penelitian ini adalah:
Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian Partisipasi Masyarakat
1. Kemauan 2. Kemampuan 3. Kesempataan
Pencegahan Demam Berdarah Dengue
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian survai analitik dengan pendekatan explanatory
research yang dimaksudkan untuk menganalisis pengaruh partisipasi masyarakat
terhadap pencegahan Demam Berdarah Dengue di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan
Kota Binjai
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Binjai dengan
pertimbangan merupakan salah satu daerah di Propinsi Sumatera Utara yang
tergolong endemis DBD, yangdilihat dari angka morbiditas kasus DBD, kemudian
dilihat dari rendahnya minat masyarakat terhadap pemberantasan sarang nyamuk,
serta masih belum optimalnya kerja kelompok kerja DBD kecamatan di Kota Binjai.
Penelitian ini mulaipengesahan judul penelitian, survai awal, konsultasi,
seminar kolokium, penelitian lapangan, seminar hasil dan komprehensif
membutuhkan waktu 8 (delapan) bulan terhitung Januari sampai Agustus 2013.
3.3. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kepala keluarga yang ada di Kota
Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian dari kepala keluarga yang ada di
Kota Binjai, dengan besar sampel diambil menggunakan rumus (Lameshow,1990):
�= �
21−�
2.�(1− �).� �2(� −1) +�21−�
2.�(1− �)
Keterangan:
N = Jumlah Populasi (Kepala Keluarga) = 57.521 KK n = Besar Sampel
α = Derajat Kepercayaan (95%)
p = proporsi Kasus DBD Kota Binjai (2011) (60,4 per 100.000 penduduk=0,64 % Zα = Kesalahan Tipe I=20% (1,64)
maka besar sampel dalam penelitian ini adalah:
� = 1,96�0,64�(1−0,64)�57.521 0,052(57.521−1) + 1,96�0,64�(1−0,64)
� = 26996 144,27
n=186,91 n = 187KK
Sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 187 Kepala Keluarga, yang
tersebar pada 5 Kecamatan di Kota Binjai. Teknik pengambilan sampel dilakukan
secara proporsional sampling, dengan terlebih dahulu menghitung sample fraction.
Sample fraction dalam penelitian ini adalah perbandingan jumlah sampel terpilih
dengan jumlah populasi keseluruhan dikalikan 100%, maka nilai sampel fraction
Tabel 3.1. Pengambilan Sampel Penelitian Menurut Kecamatan di Kota Binjai
No Kecamatan Jumlah
Populasi Perhitungan
Sampel Terpilih
1 Binjai Selatan 11.220 0,32% x 11.220 36 KK 2 Binjai Kota 7.133 0,32% x 7.133 23 KK 3 Binjai Timur 12.667 0,32% x 12.667 41 KK 4 Binjai Utara 16.580 0,32% x 16.580 54 KK 5 Binjai Barat 9.921 0,32% x 9.921 33 KK
Total 57.521 187 KK
Pengambilan sampel terpilih pada tiap-tiap kecamatan didasarkan pada simple
random sampling, yaitu pengambilan sampel secara acak sampai memenuhi jumlah
sampel yang diharapkan.
3.4. Variabel dan Definisi Operasional 3.4.1. Variabel Penelitian
Variabel independen dalam penelitian ini adalah partisipasi masyarakat
(kemauan, kemampuan dan kesempatan), sedangkan variabel dependen dalam
penelitian ini adalah pencegahan DBD.
3.4.2. Definisi Operasional
1. Pencegahan DBD adalah upaya yang dilakukan keluarga dalam mencegah
penularan DBD di tingkat keluarga antara lain melalui kegiatan Pemberantasan
Sarang Nyamuk dengan cara 3 M Plus, menggunakan insektisida dan
pencegahan secara biologi seperti memelihara ikan pemakan jentik Aedes
aegypti.
2. Partisipasi adalah keseluruhan upaya aktif dari masyarakat dalam
a. Kemampuan masyarakat adalah masyarakat mampu melakukan upaya
pencegahan DBD baik pencegahan secara fisik seperti 3 M Plus, secara
kimiawi dan pencegahan secara biologis.
b. Kemauan adalah adanya kesadaran dari masyarakat untuk melakukan
upaya pencegahan DBD di lingkungan rumahnya.
c. Kesempatan adalah adanya luang waktu untuk melakukan upaya
pencegahan DBD di lingkungan rumahnya.
3.5. Metode Pengumpulan Data 3.5.1. Jenis dan Sumber Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini adalah meliputi:
1. Data Primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari responden melalui
wawancara langsung dan observasi terhadap kegiatan-kegiatan yang berkaitan
dengan penanggulangan DBD yang berpedoman pada kuesioner dan daftar
tilik observasi.
2. Data sekunder adalah seluruh data yang diambil dari catatan, dan rekam
medik puskesmas serta Dinas Kesehatan Kota Binjai tentang kasus-kasus
DBD dan keberhasilan pencapaian kegiatan-kegiatan penanggulangan DBD di
Kota Binjai.
3.5.2. Uji Validitas dan Reliabilitas
Uji validitas akan dilakukan secara statistik melalui uji korelasi pearson yaitu
mengkorelasikan tiap-tiap skor total pada tiap butir pernyataan, untuk mengetahui
apakah referensi terhadap sistem pengukuran merupakan sebuah konsep tunggal
(single construct). Uji validitas ini menggunakan bantuan programyang dilakukan
secara acak terhadap 30 orang responden diluar dari sampel penelitian.
Menurut Ridwan (2005), suatu pertanyaan dikatakan valid atau bermakna
sebagai alat pengumpul data bila korelasi hasil hitung (r–hitung) lebih besar dari
angka kritik nilai korelasi (r-tabel), pada taraf signifikansi 95%, dengan ketentuan
nilai r-Hitung dalam penelitian ini untuk sampel pengujian 30 karyawan adalah
sebesar 0,361, maka dikatakan valid, jika: (1) Nilai r-Hitung variabel ≥
0,361dikatakan valid, (2) Nilai r-Hitung variabel < 0,361 dikatakan tidak valid.
Uji reliabilitas dilakukan untuk mendapatkan instrumen dengan keterandalan
yang tinggi dalam pengukuran variabel penelitian. Uji reliabilitas akan digunakan
dengan menghitung nilai alfa atau dengan Cronbach’s Alpha. Penghitungan
Cronbach’s Alpha dilakukan dengan menghitung rata-rata interkorelasi di antara
butir-butir pernyataan dalam kuesioner. Secara umum reliabilitas yang ditentukan
oleh nilai Cronbach’s Alpha – kurang dari 0,60 dinyatakan kurang baik. Cronbach’s
Alpha dengan nilai range 0,70 dinyatakan dapat diterima dan nilai lebih dari 0,80
adalah baik.
Uji validitas dan reliabilitas yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
berkaitan dengan variabel komunikasi, sumber daya dan keberhasilan program
kuesioner penelitian Emylia (2009), dan kuesioner penelitian Zairina (2008) yang
telah diuji validitas dan reliabilitas.
Hasil uji validitas dan reliabilitas menunjukkan, bahwa secara keseluruhan
pertanyaan dalam kuesioner penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Pertanyaan kemauan
Hasil uji validitas dan reliabilitas pertanyaan kemauan dapat dilihat pada Tabel 3.2
berikut:
Tabel 3.2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Kemauan
No Pertanyaan Nilai r-Hitung Keterangan
1 Pertanyaan 1 0,945 Valid
2 Pertanyaan 2 0,858 Valid
3 Pertanyaan 3 0,805 Valid
4 Pertanyaan 4 0,805 Valid
5 Pertanyaan 5 0,858 Valid
6 Pertanyaan 6 0,945 Valid
7 Pertanyaan 7 0,651 Valid
8 Pertanyaan 8 0,858 Valid
9 Pertanyaan 9 0,725 Valid
10 Pertanyaan 10 0,530 Valid
Nilai Alpha Cronbac'h 0,952 Relialibel
2. Pertanyaan kemampuan
Hasil uji validitas dan reliabilitas pertanyaan kemampuan dapat dilihat pada Tabel 3.3
Tabel 3.3. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Kemampuan
No Pertanyaan Nilai r-Hitung Keterangan
1 Pertanyaan 1 0,967 Valid
3. Pertanyaan kesempatan
Hasil uji validitas dan reliabilitas pertanyaan kesempatan dapat dilihat pada
Tabel 3.4 berikut:
Tabel 3.4. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Kesempatan
No Pertanyaan Nilai r-Hitung Keterangan
1 Pertanyaan 1 0,654 Valid
4. Pertanyaan pencegahan DBD
Hasil uji validitas dan reliabilitas pertanyaan pencegahan DBD dapat dilihat
Tabel 3.5. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Pencegahan DBD
No Pertanyaan Nilai r-Hitung Keterangan
1 Pertanyaan 1 0,806 Valid
2 Pertanyaan 2 0,956 Valid
3 Pertanyaan 3 0,676 Valid
4 Pertanyaan 4 0,806 Valid
5 Pertanyaan 5 0,806 Valid
6 Pertanyaan 6 0,956 Valid
7 Pertanyaan 7 0,956 Valid
8 Pertanyaan 8 0,806 Valid
9 Pertanyaan 9 0,956 Valid
10 Pertanyaan 10 0,623 Valid
11 Pertanyaan 11 0,956 Valid
Nilai Alpha Cronbac'h 0,974 Relialibel
3.6. Metode Pengukuran
Pengukuran variabel penelitian meliputi variabel dependen dan variabel independen.
1. Pengukuran variabel pencegahan DBD didasarkan pada skala ordinal dari 3
(tiga) indikator dengan jumlah pertanyaan sebanyak 11 pertanyaan dengan
alternatif jawaban ya (skor 3), kadang-kadang (skor 2) dan tidak pernah (skor
1), dengan skor tertinggi 22 (2x11), kemudian dikategorikan menjadi:
a. Baik, jika responden memperoleh nilai 15-22
b. Kurang, jika responden memperoleh nilai 11-15
2. Pengukuran variabel partisipasi didasarkan pada skala setuju dari 26
pertanyaan dari 3 (tiga) indikator partisipasi, dengan alternatif jawaban pilihan
berganda a, b, c, dan d, masing-masing dikategorikan sesua (skor 2) dan tidak
sesuai (skor 1), dengan skor tertinggi 52 (2x2), kemudian dikategorikan
a. Baik, jika responden memperoleh nilai ≥36-52
b. Kurang, jika responden memperoleh nilai 26-35
3.7. Metode Analisis Data
Analisis dalam penelitian ini meliputi beberapa analisa: 1. Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan dengan menjabarkan seluruh variabel penelitian
dalam bentuk distribusi frekuensi dan disajikan dalam tabel, sesuai dengan
variabel independen dan dependen.
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan dengan menggunakan uji statistik terhadap
normalitas data dengan menggunakan uji kolmogorof smirnov, dan uji chi
square guna melihat hubungan variabel independen dengan variabel dependen
jika nilai expected countnya kurang dari 5%, dan atau menggunakan uji exact
fisher’s jika nilai expected caountnya lebih dari 5%. Seterusnya diidentifikasi
variabel-variabel yang layak untuk dilanjutkan dalam analisis multivariat,
dengan standar nilai probabilitas ≤0,25 pada taraf kepercayaan 95%
(α≤0,025).
3. Analisis Multivariat
Analisis multvariat dalam penelitian ini uji regresi logistik berganda untuk
melihat pengaruh partisipasi masyarakat terhadap pencegahan DBD di Kota