• Tidak ada hasil yang ditemukan

Deskripsi Penderita Demam Berdarah Dengue di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Karimun dan Tinjauan Pelaksanaan Program Pemberantasannya Tahun 2011 – 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Deskripsi Penderita Demam Berdarah Dengue di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Karimun dan Tinjauan Pelaksanaan Program Pemberantasannya Tahun 2011 – 2015"

Copied!
119
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)

JUMLAH KASUS DEMAM BERDARAH DENGUE DI KABUPATEN KARIMUN TAHUN : 2011

NO KEL/DESA

JUMLAH KASUS

< 1 1 - 4 5 - 9 10 - 14 ≥ 15 Total

L P L P L P L P L P L P

1 Karimun 0 0 2 1 5 3 2 4 3 3 12 11

2 Meral 0 0 1 0 1 2 0 2 2 5 4 9

3 Tebing 0 1 4 1 3 6 3 5 9 10 19 23

4 Buru 0 1 3 6 4 2 1 1 0 0 8 10

5 Kundur 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0

6 Kundur Barat 0 0 1 0 0 1 1 1 5 6 7 8

7 Kundur Utara 0 0 1 0 0 0 1 1 0 1 2 2

8 Moro 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1

9 Durai 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

(13)

JUMLAH KASUS DEMAM BERDARAH DENGUE DI KABUPATEN KARIMUN TAHUN : 2012

NO KEL/ DESA

JUMLAH KASUS

< 1 1 - 4 5 - 9 10 - 14 ≥ 15 Total

L P L P L P L P L P L P

1 Karimun 1 0 2 2 6 7 1 1 8 8 18 18

2 Meral 1 0 0 1 2 3 1 2 2 1 6 7

3 Tebing 0 0 1 1 0 2 0 3 7 5 8 11

4 Buru 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

5 Kundur 0 0 1 1 2 1 0 1 1 1 4 4

6 Kundur Barat 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

7 Kundur Utara 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

8 Moro 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

9 Durai 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

(14)

JUMLAH KASUS DEMAM BERDARAH DENGUE DI KABUPATEN KARIMUN TAHUN : 2013

NO KEL/ DESA

JUMLAH KASUS

< 1 1 - 4 5 - 9 10 - 14 ≥ 15 Total

L P L P L P L P L P L P

1 Karimun 0 0 0 5 3 2 2 4 4 8 9 19

2 Meral 0 0 0 0 5 0 2 2 4 1 11 3

3 Meral Barat 0 0 1 0 0 1 2 1 5 0 8 2

4 Tebing 0 0 0 1 0 1 2 0 11 5 13 7

5 Buru 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 2 0

6 Kundur 0 0 0 0 0 1 2 0 0 1 2 2

7 Kundur Barat 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 1 1

8 Kundur Utara 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 0

9 Unggar 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

10 Belat 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

11 Moro 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2

12 Durai 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1

(15)

JUMLAH KASUS DEMAM BERDARAH DENGUE DI KABUPATEN KARIMUN TAHUN : 2014

NO KEL/ DESA

JUMLAH KASUS

< 1 1 - 4 5 - 9 10-14 >15 Total

L P L P L P L P L P L P

1 Karimun 5 1 18 13 41 23 25 15 5 3 94 55

2 Meral 2 0 7 10 26 19 17 13 2 0 54 42

3 Meral Barat 0 1 1 1 6 2 5 2 2 1 14 7

4 Tebing 1 3 7 6 14 16 15 15 3 2 40 42

5 Buru 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

6 Kundur 1 2 3 2 10 5 4 1 1 0 19 10

7 Kundur Barat 0 0 0 0 0 1 1 1 0 0 1 2

8 Kundur Utara 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 1 1

9 Unggar 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

10 Belat 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

11 Moro 0 0 2 0 1 2 1 0 0 0 4 2

12 Durai 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 2 0

(16)

JUMLAH KASUS DEMAM BERDARAH DENGUE DI KABUPATEN KARIMUN TAHUN : 2015

NO KEL/ DESA

JUMLAH KASUS

< 1 1 - 4 5 - 9 10 - 14 ≥15 Total

L P L P L P L P L P L P

1 Karimun 4 2 13 8 14 12 8 9 2 1 41 32

2 Meral 4 3 2 9 22 28 23 16 0 2 51 58

3 Meral Barat 0 0 0 1 2 8 6 0 0 0 8 9

4 Tebing 0 0 1 5 7 2 12 4 2 1 22 12

5 Buru 0 0 0 0 1 1 1 0 0 1 2 2

6 Kundur 0 1 8 5 13 24 7 12 2 0 30 42

7 Kundur Barat 0 0 0 0 2 1 1 1 0 0 3 2

8 Kundur Utara 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0

9 Unggar 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

10 Belat 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

11 Moro 0 0 6 3 13 12 9 2 0 0 28 17

12 Durai 0 0 0 0 3 2 2 1 0 0 5 3

(17)

PERSENTASE RUMAH / BANGUNAN BEBAS JENTIK AEDES DI KABUPATEN KARIMUN TAHUN 2011

NO KECAMATAN PUSKESMAS

JUMLAH RUMAH /BANGUNAN

YANG ADA

RUMAH DIPERIKSA

%

RUMAH BANGUNAN BEBAS JENTIK

JUMLAH %

1 KARIMUN TG. BALAI 24402 2237 9.17 1569 70.14

2 MERAL MERAL 11252 919 8.17 769 83.68

3 TEBING TEBING 6560 1483 22.61 1432 96.56

4 BURU BURU 2106 250 11.87 132 52.80

5 KUNDUR TG. BATU 10526 293 2.78 108 36.86

6 KUNDUR UTARA TG.BERLIAN 4450 150 3.37 106 70.67

7 KUNDUR BARAT KUNDUR BARAT 4201 200 4.76 165 82.50

8 MORO MORO 4844 100 2.06 80 80.00

9 DURAI DURAI 3091 100 3.24 78 78.00

(18)

PERSENTASE RUMAH / BANGUNAN BEBAS JENTIK AEDES DI KABUPATEN KARIMUN TAHUN 2012

No KECAMATAN RUMAH/BANGUNAN

DIPERIKSA

RUMAH/BANGUNAN

BEBAS JENTIK ABJ

1 Karimun 2490 2161 86.8

2 Tebing 2897 2428 83.8

3 Meral 1970 1703 86.4

4 Buru 305 297 97.4

5 Kundur Barat 370 351 94.9

(19)

PERSENTASE RUMAH / BANGUNAN BEBAS JENTIK AEDES DI KABUPATEN KARIMUN TAHUN 2013

No KECAMATAN RUMAH/BANGUNAN

DIPERIKSA

RUMAH/BANGUNAN

BEBAS JENTIK ABJ

1 Karimun 5409 3936 72.77

2 Tebing 5365 4779 89.1

3 Meral 1659 1312 79.08

4 Buru 205 157 76.59

5 Kundur Barat 575 494 85.91

(20)

PERSENTASE RUMAH / BANGUNAN BEBAS JENTIK AEDES DI KABUPATEN KARIMUN TAHUN 2014

NO KAB/KOTA

JUMLAH

RUMAH/BANGUNAN YANG ADA

RUMAH/BANGUNAN DIPERIKSA

RUMAH/BANGUNAN BEBAS JENTIK

JUMLAH % JUMLAH %

1 Tg. Balai 14946 604 4.0% 469 77.6%

2 Meral 14896 820 5.5% 488 59.5%

3 Tebing 5238 73 1.4% 58 79.5%

4 Buru 2355 128 5.4% 95 74.2%

5 Kundur 10526 0 0.0% 0 #DIV/0!

6 Tg. Berlian 3843 310 8.1% 282 91.0%

7 Belat 1668 290 17.4% 284 97.9%

8 Kundur Barat 5066 2807 55.4% 1967 70.1%

9 Moro 6148 0 0.0% 0 #DIV/0!

10 Durai 1603 426 26.6% 281 66.0%

(21)

PERSENTASE RUMAH / BANGUNAN BEBAS JENTIK AEDES DI KABUPATEN KARIMUN TAHUN 2015

NO PUSKESMAS

JUMLAH

RUMAH/BANGUNAN YANG ADA

RUMAH/BANGUNAN DIPERIKSA

RUMAH/BANGUNAN

BEBAS JENTIK POSITIF JENTIK

HOUSE INDEKS

JUMLAH JUMLAH %

1 Tg. Balai 14,942 6,255 5,493 87.8 762 12.18

2 Meral 15,810 9,601 7,155 74.5 2,446 25.48

3 Tebing 5,686 2,277 1,659 72.9 618 27.14

4 Buru 2,355 508 337 66.3 171 33.66

5 Kundur 12,801 3,857 3,378 87.6 479 12.42

6 Tg. Berlian 3,636 315 315 100.0 - 0.00

7 Kundur Barat 5,066 596 542 90.9 54 9.06

8 Moro 17,353 3,278 3,245 99.0 33 1.01

9 Durai 1,603 442 356 80.5 86 19.46

(22)
(23)
(24)
(25)
(26)
(27)

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statisik Kabupaten Karimun., 2016. Karimun Dalam Angka 2016. Karimun. https://karimunkab.bps.go.id

Depkes RI., 2000. Rencana Strategi Program Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Indonesia, Jakarta.

., 2003. Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit DBD, Jakarta.

., 2004. Tata Laksana Demam Berdarah Dengue Di Indonesia, Jakarta.

., 2005. Pencegahan dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue Di Indonesia. Dirjen P2/PL. Jakarta.

., 2010. Buletin Jendela Epidemiologi, Volume 2, Jakarta. ., 2015. Profil Kesehatan Indonesia 2014. Jakarta.

Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta., 2010. Pemantauan Demam Berdarah Dengue (DBD) Kota Yogyakarta (sampai Tribulan II Tahun 2010). Yogyakarta. Enny, Muchlastriningsih., 2004. Beberapa Penyakit Arbovirosis yang Harus

Diwaspadai di Indonesia. Berita Epidemiologi, Edisi Juni 2004.

Fathi, Keman, S., Wahyuni, C.U., 2005. Peran Faktor Lingkungan dan Perilaku Terhadap Penularan Demam Berdarah Dengue di Kota Mataram, Jurnal Kesehatan Lingkungan, Volume 2, Nomor 1, Juli 2005.

(28)

Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta. Eksplanasi Volume 5, Nomor 2 Edisi Oktober 2010.

Ginanjar, Ganis., 2007. Demam Berdarah. PT. Mizan Pustaka. Jakarta. Ginanjar., 2008. Demam Berdarah. B-First PT Bentang Pustaka. Jakarta.

Hadinegoro, dkk., 2001. Tata Laksana Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Jakarta.

Hadinegoro, S.R.H. dan Satari, H.I., 2004. Demam Berdarah Dengue Naskah Lengkap Pelatihan bagi Pelatih Dokter Spesialis Anak & Dokter

Spesialis Penyakit Dalam dalam Tatalaksana Kasus DBD. Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

Ibrahim, H., 2012. Laporan Investigasi KLB Demam Berdarah Dengue (DBD) Di Desa Tangkobu Kec Paguyuban. Pengelola Program Surveylans, Dinas Kesehatan Kabupaten Boalemo.

Irianto, K., 2014. Epidemiologi Penyakit Menular & Tidak Menular Panduan Klinis. CV. Alfabeta. Bandung.

Karyanti, M.R., dan Hadinegoro, S.R., 2009. Perubahan Epidemiologi Demam Berdarah Dengue Di Indonesia. Departemen Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta, Volume 10, Nomor 6.

Kemenkes RI., 2010. Buletin Jendela Epidemiologi Demam Berdarah Dengue (DBD). Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi. Jakarta: Direktorat

(29)

Kemenkes RI., 2014. Modul Pengendalian Demam Berdarah Dengue. Jakarta: Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Kemenkes RI., 2015. Profil Kesehatan Indonesia tahun 2014, Jakarta.

Lestari, D.S.I., Kaunang, W.P.J., dan Ottay, I.R., 2015. Pemetaan Geographic Information System Di Minahasa Selatan. Jurnal Kedokteran Komunitas dan Topik, Volume III, Nomor 2.

Mandriani, Essy., 2009. Karakteristik Penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) Yang Mengalami Dengue Shock Syndrome (DSS) Rawat Inap Di RSUD Dr. Pirngadi, Medan.

Nisa D.W, Notoatmojo H, Rohmani A., 2013. Karakteristik Demam Berdarah Dengue pada Anak di Rumah Sakit Roemani Semarang. Jurnal Kedokteran Muhammadiyah Volume 1 Nomor 2 Tahun 2013.

Profil Kesehatan., 2011. Dinas Kesehatan Kabupaten Karimun.

Sari, S., Akmal., dan Haskas, Y., 2014. Gambaran Keberdayaan Masyarakat Berdasarkan Pengetahuan, Sikap, Tindakan, Dan Lingkungan Di Wilayah Kerja Puskesmas Kassi-kassi RW 03 Kelurahan Bontomakkio, Volume 4, Nomor 3.

Siregar, F.A., 2004. Epidemiologi Dan Pemberantasan Demam Berdarah Dengue (DBD) Di Indonesia. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Digital Library, Medan.

(30)

Sukohar A., 2014. Demam berdarah dengue. Medula. Bandar Lampung: Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. 2(2):1-14.

WHO., 2005. Panduan Lengkap Pencegahan dan Pengendalian Dengue dan Demam Berdarah Dengue. Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Widoyono., 2008. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan & Pemberantasannya. Erlangga. Jakarta.

(31)

29 BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif dengan menggunakan desain Case series.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di Dinas Kesehatan Kabupaten Karimun Provinsi Kepulauan Riau dengan pertimbangan bahwa data yang dibutuhkan dalam penelitian ini tersedia dan belum pernah dilakukan penelitian mengenai deskripsi penderita demam berdarah dengue di wilayah kerja dinas kesehatan Kabupaten Karimun dan tinjauan pelaksanaan program pemberantasannya Tahun 2011 – 2015.

3.2.2 Waktu Penelitian

Waktu pelaksanaan penelitian ini dilakukan mulai bulan Agustus 2016 sampai dengan bulan Januari 2017.

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

(32)

30

3.3.2 Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh kejadian penyakit DBD di Kabupaten Karimun tahun 2011 – 2015 (total sampling).

3.4 Metode Pengumpulan Data

Sumber data penelitian ini adalah data sekunder. Data diambil dari data kasus DBD pada pengelola program P2M dan PL (Pengendalian Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan) di Dinas Kesehatan Kabupaten Karimun. 3.5 Definisi Operasional

3.5.1 Penderita DBD adalah penderita yang dinyatakan menderita Demam Derdarah Dengue (DBD) yang tercatat di laporan Dinas Kesehatan Kabupaten Karimun.

3.5.2 Insiden Rate (IR) DBD adalah Jumlah kasus baru penyakit DBD pada periode tertentu dibandingkan dengan jumlah penduduk pada periode yang sama.

3.5.3 Case Fatality Rate (CFR) DBD adalah kasus kematian karena penyakit DBD pada periode tertentu dibagi jumlah kasus DBD pada periode yang sama.

3.5.4 Umur adalah usia penderita saat menderita Demam Berdarah Dengue (DBD) yang tercatat pada laporan Dinas Kesehatan Kabupaten Karimun tahun 2011 – 2015, dengan pembagian :

1. < 1 tahun 2. 1– 4 tahun 3. 5 – 9 tahun 4. 10 – 14 tahun

(33)

31

Berdasarkan dua pengkategorian umur anak-anak dan dewasa, maka umur dikategorikan atas :

1. < 15 tahun 2. ≥ 15 tahun

3.5.5 Jenis Kelamin adalah ciri khas organ reproduksi yang dimiliki oleh penderita DBD sesuai dengan yang tercatat di laporan Dinas Kesehatan Kabupaten Karimun:

1. Laki-laki 2. Perempuan

3.5.6 Tempat adalah lokasi terjadinya penyakit DBD di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Karimun, yaitu kecamatan yang terdiri dari 12 kecamatan dan 71kelurahan.

3.5.7 Waktu adalah periode terjadinya penyakit DBD berdasarkan bulan dan tahun yang tercatat di laporan Dinas Kesehatan Kabupaten Karimun mulai dari tahun 2011 – 2015.

3.5.8 Musim penularan adalah bulan dimana rata-rata tertinggi kasus DBD (jumlah penderita DBD per bulan selama 5 tahun terakhir dibagi 5 tahun pada bulan yang sama) berdasarkan laporan yang tercatat di Dinas Kesehatan Kabupaten Karimun mulai dari tahun 2011 – 2015.

3.5.9 Stratifikasi daerah rawan DBD adalah endemisitas suatu daerah berdasarkan kriteria (Depkes RI, 2014):

(34)

32

2. Sporadis : Kecamatan yang dalam 3 tahun terakhir terdapat penderita DBD tetapi tidak setiap tahun.

3. Potensial : Kecamatan yang dalam 3 tahun terakhir tidak pernah ada penderita DBD, tetapi penduduknya padat, mempunyai hubungan transportasi yang ramai dengan wilayah lain dan persentase rumah yang ditemukan jentik ≥ 5%.

4. Bebas : Kecamatan yang tidak pernah ada penderita DBD selama 3 tahun terakhir dan persentase rumah yang ditemukan jentik <5%.

3.5.10 Program Pemberantasan Penyakit DBD adalah semua upaya mencegah dan menangani kejadian DBD termasuk tindakan untuk membatasi penyebarannyaberdasarkan laporan yang tercatat di Dinas Kesehatan Kabupaten Karimun antara lain:

a. Penyelidikan Epidemiologi b. Fogging Fokus

c. Angka Bebas Jentik (ABJ)

3.5.11 Penyelidikan Epidemiologi adalah kegiatan pencarian penderita DBD atau tersangka DBD lainnya dan pemeriksaan jentik nyamuk penular DBD di tempat tinggal penderita dan rumah/bangunan sekitar, termasuk tempat-tempat umum dalam radius sekurang-kurangnya 100 meter (Depkes RI, 2014).

(35)

33

3.5.12 Fogging Fokus adalah pengasapan rumah sekitar tempat tinggal penderita DBD dalam radius 200 meter, yang dilaksanakan berdasarkan hasil dari penyelidikan epidemiologi, dilakukan 2 siklus dengan interval 1 minggu (Depkes RI, 2014).

1. Dilakukan Fogging Fokus 2. Tidak dilakukan Fogging Fokus

3.5.13 Angka Bebas Jentik (ABJ) adalah persentase rumah/bangunan yang tidak ditemukan jentik terhadap jumlah rumah/bangunan yang diperiksa (Depkes RI, 2014).

1. ABJ < 95%

2. ABJ ≥ 95%

3.6 Metode Analisis Data

Data yang dikumpulkan diolah dan dianalisa secara deskriptif dengan bantuan komputer, kemudian disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi, poligon, diagram bar dan diagram garis.

(36)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Karimun

4.1.1 Geografis

Kabupaten Karimun merupakan salah satu Kabupaten baru di Provinsi Kepulauan Riau. Secara keseluruhan, luas wilayah Kabupaten Karimun mencapai 7.984 Km2. Kabupaten ini terletak pada ketinggian 20 - 500 m diatas permukaan laut. Sebagian besar wilayahnya merupakan daerah perairan, sementara luas wilayah daratan hanya sekitar 1.524 Km2atau 19,09 %. Kabupaten Karimun merupakan gugusan pulau besar dan kecil sejumlah 249pulau, yang terdiri dari 54 pulau telah berpenduduk dan 195 pulau lainnya belum berpenghuni. Dua pulau terbesar yang menjadi pusat pemukiman dan sentra ekonomi adalah Pulau Karimun dan Kundur (Badan Pusat Statistik Kabupaten Karimun, 2015).

Secara astronomis, Kabupaten Karimun terletak di antara 0o35’ Lintang Utara sampai dengan 1o 10’ Lintang Utara dan 103o 30’ Bujur Timur sampai dengan 104oBujur Timur.

Berdasarkan posisi geografisnya, Kabupaten Karimun memiliki batas-batas :

a. Sebelah Utara : Selat Singapore (Philips Channel) dan Semenanjung Malaysia

b. Sebelah Selatan : Kecamatan Kateman Kabupaten Indragiri Hilir

c. Sebelah Barat : Kecamatan Tebing Tinggi Kabupaten Bengkalis dan Kecamatan Kuala Kampar Kabupaten Pelalawan

(37)

35

Karakteristik iklim Kabupaten Karimun termasuk dalam kategori iklim tropis, dengan suhu berkisar 22,98°C sampai 33,53°C. Kelembaban udara berkisar 94%. Adapun curah hujan rata-rata 186,7 mm dengan jumlah hari hujan per bulan rata-rata 15 hari. Musim kemarau berlangsung pada bulan Februari, sementara pada bulan lainnya mengalami musim hujan (Badan Pusat Statistik Kabupaten Karimun, 2015).

4.1.2 Kependudukan

Kabupaten Karimun secara administratif dikembangkan sebagai daerah otonom tingkat II sejak tahun 1999. Sebelumnya Kabupaten Karimun berada dalam wilayah administrasi Provinsi Kepulauan Riau. Pada saat awal terbentuknya berdasarkan UU No. 53 Tahun 1999, Kabupaten Karimun terdiri atas 3 kecamatan, 6 kelurahan, dan 24 desa. Namun sejalan dengan semakin meningkatnya kebutuhan untuk lebih mempercepat pembangunan diberbagai wilayah, maka saat ini Kabupaten Karimun telah dimekarkan menjadi 12 kecamatan dengan jumlah desa sebanyak 29 desa dan jumlah kelurahan sebanyak 42 kelurahan (Badan Pusat Statistik Kabupaten Karimun, 2015).

(38)

36

Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Kabupaten Karimun Tahun 2011 – 2015

NO TAHUN JENIS KELAMIN JUMLAH

Sumber : Kantor Badan Pusat Statistik Kab.Karimun Tahun 2016

Tabel 4.2 Luas Daerah, Jumlah Kelurahan/Desa, Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Per Kecamatan di Kabupaten Karimun Tahun 2011 – 2015

Sumber : Kantor Badan Pusat Statistik Kab.Karimun Tahun 2016

(39)

37

4.1.3 Sarana Pelayanan Kesehatan

Di Kabupaten Karimun terdapat berbagai sarana pelayanan kesehatan sebagai berikut :

1. Rumah Sakit : 2 unit

2. Puskesmas : 11 unit

3. Puskesmas Pembantu : 37 unit 4. Puskesmas Keliling Darat : 11 unit 5. Puskesmas Keliling Laut : 3 unit 6. Klinik / Balai Kesehatan : 12 unit

7. Posyandu : 333 unit

8. Apotek : 20 unit

9. Toko Obat : 47 unit

10. Dokter Praktek Bersama / Pribadi : 10 unit 11. Bidan Praktek : 46 unit

4.2 GAMBARAN EPIDEMIOLOGI PENYAKIT DBD

4.2.1 Gambaran kasus kesakitan, kematian dan wilayah terjangkit DBD

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Karimun mengenai Insiden Rate (IR) dan Case Fatality Rate (CFR) selama periode 5 tahun yaitu pada

(40)

38

Tabel 4.3 Distribusi Insiden Rate (IR) dan Case Fatality Rate (CFR) Penderita DBD di Kabupaten Karimun Tahun 2011 – 2015

Thn Jumlah penduduk

Jumlah kecamatan

% Jumlah kelurahan % Jumlah kasus IR /

100.000

CFR (%) Seluruh Terjangkit Seluruh Terjangkit Penderita Meninggal

2011 223.397 9 7 78 54 19 35,2 117 1 52,4 0,8

2012 225.861 9 4 44,4 54 18 33,3 76 1 33,6 1,3

2013 220.882 12 10 83,3 71 28 39,4 84 2 38,0 2,4

2014 223.117 12 9 75 71 27 38 390 8 174,8 2,0

2015 225.298 12 10 83,3 71 37 52,1 368 7 163,3 1,9

(41)

39

Dari tabel 4.3 diatas diperoleh informasi bahwa kecamatan tertinggi terjangkit DBD yaitu pada tahun 2013 dan 2015 sebanyak 10 kecamatan (83,3%) dan terendah pada tahun 2012 sebanyak 4 kecamatan (44,4%) sedangkan kelurahan yang tertinggi terjangkit DBD yaitu pada tahun 2015 sebanyak 37 kelurahan (52,1%) dan terendah pada tahun 2012 sebanyak 18 kelurahan (33,3%).

Jumlah penderita dari tahun 2011 – 2015 yaitu pada tahun 2011 ada 117 penderita kemudian mengalami penurunan pada tahun 2012 dengan 76 penderita, kemudian naik kembali pada tahun 2013 dengan 84 penderita dan tahun 2014 dengan 390 penderita, kemudian turun kembali pada tahun 2015 yaitu 368 penderita. Dapat dilihat bahwa jumlah penderita pada tahun 2011 – 2015 mengalami fluktuasi.

Insiden Rate (IR) penderita DBD dari tahun 2011 – 2015 berkisar antara

33,6 – 174,8 per 100.000 penduduk. IR tertinggi terjadi pada tahun 2014 (174,8 per 100.000 penduduk) dengan jumlah kematian 8 orang (CFR 2,0%) dan IR terendah terjadi pada tahun 2012 (33,6 per 100.000 penduduk) dengan jumlah kematian 1 orang (CFR 1,3%).

4.2.2 Distribusi Penderita DBD Menurut Orang

a. Distribusi Penderita DBD Menurut Umur

Tabel 4.4 Distribusi Proporsi Penderita DBD Berdasarkan Kelompok Umur di Kabupaten Karimun Tahun 2011 – 2015

Kelompok Umur

(Tahun) n %

< 15 884 85,4

≥ 15 151 14,6

Total 1.035 100

(42)

40

Berdasarkan tabel 4.4 dapat diketahui bahwa dari tahun 2011 – 2015 kasus DBD di Kabupaten Karimun pada kelompok umur <15 tahun sebanyak 884 penderita (85,4%) dan kelompok umur ≥15 tahun sebanyak 151 penderita (14,6%).

b. Distribusi Penderita DBD Menurut Jenis Kelamin

Tabel 4.5 Distribusi Insiden Rate (IR) Penderita DBD Berdasarkan Jenis Kelamin di Kabupaten Karimun Tahun 2011 – 2015

No Tahun Keterangan : P = Penderita

IR = Insiden Rate per 100.000 penduduk

Dari tabel 4.5 terlihat bahwa insiden penyakit DBD menurut jenis kelamin dari tahun 2011 – 2015 bervariasi. Pada tahun 2013, 2014 dan 2015 jumlah Insiden Rate (IR) lebih besar pada laki-laki, tetapi pada tahun 2011 dan 2012

Insiden Rate (IR) lebih besar pada perempuan.

Tabel 4.6 Distribusi Proporsi Penderita DBD Berdasarkan Jenis Kelamin di Kabupaten Karimun Tahun 2011 – 2015

(43)

41

(44)

42

4.2.3 Distribusi Penderita DBD Menurut Tempat

Tabel 4.7Distribusi Insiden Rate (IR) Penderita DBD Berdasarkan Kecamatan di Kabupaten Karimun Tahun 2011 – 2015

Keterangan : JP = Jumlah Penduduk P = Penderita

IR = Insiden Rateper 100.000 penduduk No Kecamatan

Jumlah Penderita Dan Insiden Rate (IR) Per Tahun

2011 2012 2013 2014 2015

JP P IR JP P IR JP P IR JP P IR JP P IR

1 Karimun 44.905 23 51,2 46.549 36 77,3 43.644 28 64,1 44.624 149 334 43.760 73 167 2 Meral 46.877 13 28 47.889 13 27,1 38.208 13 34 38.640 96 248,4 40.956 109 266,1 3 Meral Barat 0 0 0 0 0 0 11.318 12 106 12.181 21 172,3 13.391 17 127 4 Tebing 27.212 42 154,3 27.727 19 68,5 23.768 18 75,7 24.788 82 331 25.848 34 131,5 5 Buru 9.454 18 190,4 9.316 0 0 9.321 2 21,4 9.047 0 0 8.910 4 44,9 6 Kundur 35.712 1 2,8 35.434 8 22,6 29.406 5 17 29.054 29 100 28.340 72 254

7 Ungar 0 0 0 0 0 0 5.826 0 0 5.983 0 0 5.980 0 0

8 Kundur Utara 17.935 4 22,3 17.737 0 0 11.691 1 8,5 11.535 2 17,3 11.571 1 8,6

9 Belat 0 0 0 0 0 0 6.377 0 0 6.456 0 0 6.238 0 0

10 Kundur Barat 16.891 15 88,8 16.899 0 0 16.932 2 11,8 16.893 3 17,7 17.042 5 29,3 11 Moro 18.305 1 5,5 18.171 0 0 18.115 2 11 17.880 6 33,5 17.363 45 259,1 12 Durai 6.106 0 0 6.139 0 0 6.273 1 16 6.038 2 33,1 5.899 8 135,6

(45)

43

Dari tabel 4.7 diatas dijelaskan bahwa selama 5 tahun terakhir (tahun 2011 – 2015) insiden DBD menurut kecamatan berfluktuasi. Insiden Rate (IR) tertinggi pada tahun 2011 yaitu pada Kecamatan Buru 190,4 per 100.000 penduduk, pada tahun 2012 Insiden Rate (IR) tertinggi yaitu pada Kecamatan Karimun 77,3 per 100.000 penduduk, tahun 2013 Insiden Rate (IR) tertinggi yaitu pada Kecamatan Meral Barat 106 per 100.000 penduduk, pada tahun 2014 Insiden Rate (IR) tertinggi yaitu pada Kecamatan Karimun 334 per 100.000 penduduk dan pada tahun 2015 Insiden Rate (IR) tertinggi yaitu pada Kecamatan Meral 266,1 per 100.000 penduduk.

Sedangkan Insiden Rate (IR) terendah pada tahun 2011 – 2015, terdapat pada Kecamatan Ungar dan Kecamatan Belat dengan masing-masing tahun IRnya adalah 0.

Tabel 4.8Distribusi Proporsi Penderita DBD Berdasarkan Kecamatan di Kabupaten Karimun Tahun 2011 – 2015

No Kecamatan Frekuensi Proporsi (%)

(46)

44

Dari 12 kecamatan yang ada di Kabupaten Karimun, terdapat 10 kecamatan yang ada kasus DBD dalam 3 tahun terakhir dan 2 kecamatan yang tidak terdapat kasus DBD.

Berdasarkan tabel 4.8 dapat diketahui bahwa proporsi penderita DBD terbesar dijumpai pada Kecamatan Karimun 29,9% (309 penderita) dan proporsi terendah pada Kecamatan Ungar dan Kecamatan Belat 0% (0 penderita).

4.2.4 Distribusi Penderita DBD Menurut Waktu

a. Distribusi Penderita DBD Berdasarkan Bulan

Tabel 4.9 Distribusi Proporsi Penderita DBD Berdasarkan Bulan di Kabupaten Karimun Tahun 2011 – 2015

Bulan Keterangan : P = Penderita

% = Persentase

(47)

45

bulan Maret sebanyak 19 kasus (22,6%), tahun 2014 kasus tertinggi bulan September sebanyak 117 kasus (30%) dan pada tahun 2015 kasus tertinggi terjadi pada bulan Desember sebanyak 59 kasus (16%).

b. Distribusi Penderita DBD Berdasarkan Tahun

Tabel 4.10 Distribusi Proporsi Penderita DBD Berdasarkan Tahun di Kabupaten Karimun Tahun 2011 – 2015

No Tahun Frekuensi Proporsi (%)

Berdasarkan tabel 4.10 dapat dilihat jumlah kasus keseluruhan dalam 5 tahun terakhir. Pada tahun 2014 merupakan kasus tertinggi yaitu sebanyak 390 (37,7%) penderita DBD dan yang terendah yaitu pada tahun 2012 sebanyak 76 (7,3%) penderita DBD.

4.3 Penentuan Musim Penularan DBD

Tabel 4.11 Distribusi Penderita Berdasarkan Bulan per Tahun dan Median Kasus DBD di Kabupaten Karimun Tahun 2011 – 2015

Bulan Jumlah Penderita Jumlah

(48)

46

Data kasus DBD selama 5 tahun pengamatan (2011 – 2015) tidak memenuhi syarat dan tidak bisa dijelaskan secara statistik dikarenakan adanya nilai extrim, minimum 0 dan maksimum 117 sehingga perlu dicari nilai median. Dari tabel 4.11 dapat dilihat nilai median setelah menghilangkan kasus 0, diperoleh nilai median perbulan, terendah berada di bulan Maret (7,5) dan yang tertinggi berada di bulan Oktober (35).

4.4 Stratifikasi Daerah Rawan DBD

Tabel 4.12 Jumlah Penderita DBD per Tahun dan Stratifikasi Daerah Rawan DBD di Kabupaten Karimun Tahun 2011 – 2015

No Kecamatan 2011 2012 2013 2014 2015 Stratifikasi

(49)

47

4.5 Pelaksanaan Program Pemberantasan Penyakit DBD

4.5.1 Hasil Kegiatan Penyelidikan Epidemiologi (PE)

Pelaksanaan Penyelidikan Epidemiologi (PE) tahun 2011 – 2015 di Kabupaten Karimun berdasarkan hasil wawancara 100% terlaksana, namun laporan pelaksanaan kegiatannya tidak dapat dilampirkan oleh karena ketidaktersediaan data dari dinas kesehatan.

4.5.2 Hasil Kegiatan Fogging Fokus (FF)

Pelaksanaan Fogging Fokus (FF)tahun 2011 – 2015 di Kabupaten Karimun berdasarkan hasil wawancara 100% terlaksana, namun laporan pelaksanaan kegiatannya tidak dapat dilampirkan oleh karena ketidaktersediaan data dari dinas kesehatan.

4.5.3 Hasil Kegiatan Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB)

Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB) merupakan bentuk evaluasi hasil kegiatan yang dilakukan tiap 3 bulan sekali disetiap desa/kelurahan endemis pada 100 rumah/bangunan yang dipilih secara acak (random sampling).

Hasil kegiatan PJB disajikan dalam bentuk Angka Bebas Jentik (ABJ), seperti terlihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 4.13 House Indeks (HI), Angka Bebas Jentik (ABJ) di Kabupaten Karimun Tahun 2011 – 2015

(50)

48

∗ �� =�����ℎ����ℎ������������������

�����ℎ����ℎ������������� � 100%

∗∗ ���= �����ℎ����ℎ������������������������

�����ℎ����ℎ������������� � 100%

Berdasarkan tabel 4.13 dapat diketahui bahwa hasil dari pelaksanaan Pemantauan Jentik Berkala (PJB) di Kabupaten Karimun dari tahun 2011 – 2015 Angka Bebas Jentik (ABJ) masih < 95%. Pada tahun 2011 ABJ 77,4%, tahun 2012 ABJ 86,4%, tahun 2013 ABJ 80,8%, tahun 2014 ABJ 71,9%, dan tahun 2015 ABJ 83%.

4.6 Hubungan Hasil Kegiatan Program P2DBD Dengan IR DBD

4.6.1 Penyelidikan Epidemiologi (PE) Dengan Insiden Rate (IR) DBD

Pelaksanaan Penyelidikan Epidemiologi (PE) tahun 2011 – 2015 di Kabupaten Karimun berdasarkan hasil wawancara 100% terlaksana. Untuk hubungan antara kegiatan Penyelidikan Epidemiologi (PE) dengan Insiden Rate (IR) DBD tidak dapat dicari karena ketidaktersediaan data dari dinas kesehatan. 4.6.2 Fogging Fokus (FF) Dengan Insiden Rate (IR) DBD

(51)

49

4.6.3 Angka Bebas Jentik (ABJ) Dengan Insiden Rate (IR) DBD

Tabel 4.14 Hubungan Angka Bebas Jentik (ABJ) dengan Insiden Rate (IR) DBD di Kabupaten Karimun Tahun 2011 – 2015

Tahun

Angka Bebas Jentik (ABJ) IR DBD Per 100.000 Penduduk

< 95% ≥ 95%

2011 77,4 0 52,4

2012 86,4 0 33,6

2013 80,8 0 38,0

2014 71,9 0 174,8

2015 83 0 163,3

(52)

BAB V PEMBAHASAN

5.1 Gambaran Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)

Gambar 5.1 Diagram Garis Insiden Rate (IR) Penderita DBD di Kabupaten Karimun Tahun 2011 – 2015

Dari gambar 5.1 dapat diketahui bahwa Insiden Rate (IR) penyakit DBD di Kabupaten Karimun menunjukkan peningkatan kasus yang sangat tajam. IR yang terjadi tahun 2011 sebesar 52,4 per 100.000 penduduk, tahun 2012 sebesar 33,6 per 100.000 penduduk, tahun 2013 sebesar 38,0 per 100.000 penduduk, meningkat tajam menjadi 174,8 per 100.000 penduduk pada tahun 2014, dan pada tahun 2015 mengalami penurunan menjadi 163,3 per 100.000 penduduk. Bila dibandingkan dengan target Renstra Kementerian Kesehatan yakni ≤ 51 per 100.000 penduduk, maka Insiden Rate (IR) DBD tahun 2011, 2014 dan 2015 di Kabupaten Karimun masih jauh lebih tinggi.

Meningkatnya penyakit DBD di Kabupaten Karimun disebabkan oleh beberapa kemungkinan, yang pertama Kabupaten Karimun merupakan Kabupaten dengan letak geografis yang strategis serta didukung oleh aksesbilitas transportasi

52,4

2011 2012 2013 2014 2015

Tahun

(53)

51

laut yang memadai untuk menghubungkan daerah satu ke daerah lain.Keadaan ini tidak menutup kemungkinan virus dengue dibawa oleh orang-orang yang terinfeksi yang datang untuk berdagang, berbelanja, bersekolah maupun yang berobat ke Kabupaten Karimun yang sangat berpengaruh terhadap peningkatan kasus DBD.

Kurangnya peran serta masyarakat dalam Pemberantasan Sarang Nyamuk DBD (PSN-DBD), dan kurangnya perhatian masyarakat terhadap kebersihan lingkungan khususnya dalam tindakan pencegahan, yaitu tidak melaksanakan 3M plus secara teratur, didukung dengan banyaknya kontainer tempat peridukan nyamuk Aedes aegypti, dan masih adanya budaya menyimpan air dapat juga menyebabkan terjadinya peningkatan kasus DBD di Kabupaten Karimun. Hal ini dapat kita lihat dari tabel 4.15, dimana Angka Bebas Jentik (ABJ) masih jauh dari angka bebas jentik nasional yaitu ≥ 95%.

Gambar 5.2 Diagram Garis Case Fatality Rate (CFR) Penderita DBD di Kabupaten Karimun Tahun 2011 – 2015

Berdasarkan gambar 5.2 terlihat bahwa dalam 5 tahun terakhir CFR tertinggi terdapat pada tahun 2013 yaitu sebesar 2,4% kemudian pada tahun 2014

0,8

2011 2012 2013 2014 2015

P

ers

en

Tahun

(54)

52

CFR mengalami penurunan menjadi 2,0% dan tahun 2015 menjadi 1,9%. Dari data tersebut terlihat ada penurunan CFR dapat diasumsikan bahwa penanganan kasus DBD di Kabupaten Karimun semakin membaik, namun jika dibandingkan dengan target/indikator nasional (CFR < 1%) maka CFR DBD di Kabupaten Karimun masih diatas angka indikator nasional, untuk itu perlu lebih meningkatkan manajemen kasus terutama dalam penatalaksanaan kasus DBD di Puskesmas dan Rumah Sakit.

5.2 Distribusi Penderita DBD Berdasarkan Orang

a. Berdasarkan Umur

Gambar 5.3 Diagram Bar Penderita DBD Berdasarkan Kelompok Umur di Kabupaten Karimun Tahun 2011 – 2015

(55)

53

Dapat dilihatpula bahwa golongan umur <15 tahun di Kabupaten Karimun mempunyai resiko lebih besar terkena penyakit DBD dibanding dengan kelompok umur lainnya. Hal ini sesuai dengan hasil pemantauan Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta menunjukkan bahwa 66% penderita DBD di Kota Yogyakarta terjadi pada anak-anak usia <15 tahun. Kelompok umur tersebut atau lebih tepatnya adalah anak-anak, lebih rentan terkena DBD karena faktor daya tahan tubuh yang masih rendah (Dinkes Kota Yogyakarta, 2010), dan aktivitas rutin sehari-hari yang rata-rata berada didalam gedung atau ruang sekolah, dengan mobilitas yang tinggi dan banyak bertemu dengan orang lain atau teman lain di sekolah atau tempat bermain.

b. Berdasarkan Jenis Kelamin

Gambar 5.4 Diagram Bar Insiden Rate (IR) Penderita DBD Berdasarkan Jenis Kelamin di Kabupaten Karimun Tahun 2011 – 2015

Dari gambar 5.4 diatas, jika dibandingkan dengan tolok ukur nasional (≤ 51 per 100.000 penduduk), maka di tahun 2015 Insiden Rate (IR) penyakit DBD di Kabupaten Karimun masih berada diatas target tersebut. Pada tahun 2011

46,3

2011 2012 2013 2014 2015

Tahun

(56)

54

Insiden Rate (IR) pada laki-laki sebesar 46,2 per 100.000 penduduk sedangkan

Insiden Rate (IR) pada perempuan sebesar 58,7 per 100.000 penduduk, pada

tahun 2012 Insiden Rate (IR) pada laki-laki sebesar 31,1 per 100.000 penduduk sedangkan Insiden Rate (IR) pada perempuan sebesar 36,3 per 100.000 penduduk, pada tahun 2013 Insiden Rate (IR) pada laki-laki sebesar 41,6 per 100.000 penduduk sedangkan Insiden Rate (IR) pada perempuan sebesar 34,2 per 100.000 penduduk, pada tahun 2014 Insiden Rate (IR) pada laki-laki sebesar 201,1 per 100.000 penduduk sedangkan Insiden Rate (IR) pada perempuan sebesar 147,3 per 100.000 penduduk, dan pada tahun 2015 Insiden Rate (IR) pada laki-laki sebesar 166,2 per 100.000 penduduk sedangkan Insiden Rate (IR) pada perempuan sebesar 160,4 per 100.000 penduduk.

Gambar 5.5 Diagram Bar Penderita DBD Berdasarkan Jenis Kelamin di Kabupaten Karimun Tahun 2011 – 2015

Dari gambar 5.5 diatas, dapat diketahui distribusi proporsi penderita DBD menurut jenis kelamin selama 5 tahun (2011 – 2015) di Kabupaten Karimun, menunjukkan bahwa penduduk laki-laki dan perempuan mempunyai resiko yang

45,3 47,4

2011 2012 2013 2014 2015

(57)

55

tidak berbeda untuk terkena infeksi virus Dengue. Peluang yang sama pada laki-laki dan perempuan dalam keterpaparan dan kerentanan terhadap penyakit DBD berkaitan dengan tempat perindukan dan kebiasaan istirahat vektor nyamuk Aedes aegypti, baik dilingkungan rumah, sekolah maupun tempat kerja. Selain itu juga,

(58)

56

5.3 Distribusi Penderita DBD Berdasarkan Tempat

Gambar 5.6 Diagram Bar Insiden Rate (IR) Penderita DBD Berdasarkan Kecamatan di Kabupaten Karimun Tahun 2011 – 2015

Karimun Meral Meral Barat Tebing Buru Kundur Ungar Kundur Utara

(59)

57

Dari gambar 5.6 diatas dapat dilihat bahwa Insiden Rate (IR) DBD di Kabupaten Karimun selama 5 tahun terakhir (tahun 2011 – 2015) bervariasi diantara kecamatan yang ada. Insiden Rate (IR) tertinggi pada tahun 2011 yaitu pada Kecamatan Buru 190,4 per 100.000 penduduk, pada tahun 2012 Insiden Rate (IR) tertinggi yaitu pada Kecamatan Karimun 77,3 per 100.000 penduduk,

tahun 2013 Insiden Rate (IR) tertinggi yaitu pada Kecamatan Meral Barat 106,4 per 100.000 penduduk, pada tahun 2014 Insiden Rate (IR) tertinggi yaitu pada Kecamatan Karimun 334 per 10.000 penduduk dan pada tahun 2015 Insiden Rate (IR) tertinggi yaitu pada Kecamatan Meral 266,1 per 100.000 penduduk. Sedangkan Insiden Rate (IR) terendah pada tahun 2011 – 2015, terdapat pada Kecamatan Ungar dan Kecamatan Belat dengan masing-masing tahun IRnya adalah 0.

(60)

58

Kecamatan yang dapat mencapai target indikator nasional pada tiap tahunnya mulai dari tahun 2011 – 2015 hanyalah Kecamatan Ungar dan Kecamatan Belat, sedangkan kecamatan lainnya tidak dapat mencapai target indikator nasional pada tiap tahun selama periode 5 tahun terakhir (tahun 2011 – 2015).

Gambar 5.7 Diagram Bar Penderita DBD Berdasarkan Kecamatan di Kabupaten Karimun Tahun 2011 – 2015

Penyakit DBD dapat menyebar pada semua tempat kecuali tempat-tempat dengan ketinggian 1000 meter dari permukaan laut, karena pada tempat yang tinggi dengan suhu yang rendah siklus perkembangan Aedes aegypti tidak sempurna (Enny, 2004).

Kabupaten Karimun berada pada tempat dengan ketinggian 20 – 500 meter dari permukaan air laut, jadi sangat berpotensi sebagai tempat untuk perkembangan nyamuk Aedes aegypti. Kabupaten Karimun terdiri dari 12 kecamatan dan 71 kelurahan/desa.

Berdasarkan gambar 5.7 dapat diketahui dalam 5 tahun terakhir ada 10 kecamatan yang ada di Kabupaten Karimun terjangkit penyakit DBD dan 2

(61)

59

kecamatan yang tidak pernah ada penyakit DBD. Adapun kecamatan yang tertinggi adalah pada Kecamatan Karimun 29,9% dari 309 kasus. Hal ini dapat diasumsikan bahwa Kecamatan Karimun merupakan daerah yang cukup padat dengan letak kecamatan yang merupakan pintu masuk bagi daerah lain, sementara itu 2 kecamatan yang tidak pernah ada penyakit DBD yaitu Kecamatan Ungar dan Kecamatan Belat. Hal ini dapat diasumsikan bahwa kecamatan tersebut merupakan daerah yang jauh dari kota dan merupakan daerah potensial bukan daerah endemis DBD.

5.4 Distribusi Penderita DBD Berdasarkan Waktu

a. Berdasarkan Bulan

Gambar 5.8 Diagram Garis Penderita DBD Berdasarkan Bulan di Kabupaten Karimun Tahun 2011 – 2015

Berdasarkan gambar 5.8 dapat diketahui kasus DBD di Kabupaten Karimun berdasarkan bulan tahun 2011 – 2015 berfluktuasi, dimana pada tahun 2011 kasus tertinggi terjadi pada bulan bulan Oktober sebanyak 36 kasus, tahun 2012 kasus tertinggi terjadi pada bulan Februari sebanyak 10 kasus, tahun 2013

9 3

(62)

60

kasus tertinggi terjadi pada bulan Maret sebanyak 19 kasus, tahun 2014 kasus tertinggi terjadi pada bulan September sebanyak 117 kasus dan pada tahun 2015 kasus tertinggi terjadi pada bulan Desember sebanyak 59 kasus.

Dari keseluruhan kasus DBD dalam 5 tahun terakhir, pada tahun 2014 tampak adanya peningkatan kasus yang sangat tajam di Kabupaten Karimun dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2013, dengan puncak kasus terjadi pada bulan September.

b. Berdasarkan Tahun

Gambar 5.9 Diagram Garis Penderita DBD Berdasarkan Tahun di Kabupaten Karimun Tahun 2011 – 2015

Berdasarkan gambar 5.9 terlihat bahwa proporsi penderita DBD berfluktuasi, dimana pada tahun 2011 jumlah kasus ada 117 penderita (11,3%), tahun 2012 jumlah kasus menurun menjadi 76 penderita (7,3%), tahun 2013 jumlah kasus meningkat lagi menjadi 84 penderita (8,1%), tahun 2014 jumlah kasus meningkat tajam menjadi 390 penderita (37,7%) dan pada tahun 2015 jumlah kasus menurun menjadi 368 penderita (35,6%).

11,3

2011 2012 2013 2014 2015

(63)

61

Dari data diatas terlihat fluktuasi jumlah kasus dari tahun 2011 – 2015. Hal ini diasumsikan bahwa program pelaksanaan pemberantasan DBD belum berjalan dengan efektif, antara lain pelaksanaan fogging sebelum masa penularan sejak 5 tahun terakhir tidak dilaksanakan lagi dan pelaksanaan surveilans DBD belum optimal.

5.5Penentuan Musim Penularan DBD

Gambar 5.10 Diagram Garis Median Kasus DBD Berdasarkan Bulan di Kabupaten Karimun Tahun 2011 – 2015

Berdasarkan hasil penelitian, data-data kasus DBD selama 5 tahun pengamatan tidak memenuhi syarat dan tidak bisa dijelaskan secara statistik dikarenakan adanya nilai extrim, minimum 0 dan maksimum 117 sehingga perlu dicari nilai Median.

Dari diagram 5.10 dapat dilihat musim penularan terjadi pada bulan dengan nilai median tertinggi yaitu pada bulan Oktober (35), kasus dengan nilai median terendah terjadi pada bulan Maret (7,5). Untuk pengendalian sebelum masa penularan dilakukan pada bulan September.

(64)

62

5.6Stratifikasi Daerah Rawan DBD

Stratifikasi daerah rawan DBD ditetapkan setiap tahun berdasarkan data kasus 3 tahun terakhir.Dari tabel 4.12 dapat diasumsikan bahwa kecenderungan daerah terjangkit di Kabupaten Karimun meningkat selama 5 tahun terakhir, yang berarti penyebaran penyakit DBD semakin luas, sehingga penyakit DBD masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Kabupaten Karimun.

Semakin luasnya daerah terjangkit DBD di Kabupaten Karimun, kemungkinan karena masih tersebarnya nyamuk Aedes aegypti baik dirumah maupun ditempat-tempat umum, berubahnya struktur daerah yang tadinya pedesaan menjadi perkotaan sebagai dampak pembangunan dan semakin mudahnya transportasi antar daerah.

Dari tabel 4.12 dapat dilihat bahwa selama tahun 2011 – 2015 Kabupaten Karimun yang terdiri dari 12 Kecamatan, terdapat 9 kecamatan yang endemis yaitu Kecamatan Karimun, Meral, Meral Barat, Tebing, Kundur, Kundur Utara, Kundur Barat, Moro dan Durai, 1 kecamatan sporadis yaitu Kecamatan Buru dan 2 kecamatan potensial yaitu Kecamatan Ungar dan Belat.

(65)

63

Pada kecamatan yang endemis harus terus diwaspadai dan tetap dilakukan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) DBD, penyuluhan, Pemantauan Jentik Berkala (PJB), abatesasi, dan bila dana memungkinkan dapat dilakukan Fogging Sebelum Masa Penularan guna mengantisipasi lonjakan kasus.

5.7Hasil Pelaksanaan Program Pemberantasan Penyakit DBD

5.7.1 Penyelidikan Epidemiologi (PE)

Penyelidikan Epidemiologi adalah kegiatan pencarian penderita/tersangka DBD lainnya dan pemeriksaan jentik nyamuk penular DBD yang dilakukan dirumah penderita dan 20 rumah disekitarnya serta tempat-tempat umum yang diperkirakanmenjadi sumber penularan. Maksud penyelidikan epidemiologi ialah untuk mengetahui ada/tidaknya kasus DBD tambahan dan luas penyebarannya, serta untuk mengetahui kemungkinan terjadinya penyebaran penyakit DBD lebih lanjut dilokasi tersebut.

Bila pada hasil PE ditemukan penderita DBD lain atau jentik dan penderita panas tanpa sebab yang jelas lebih dari 3 orang maka akan dilakukan penyuluhan 3M plus, larvasida, fogging fokus / penanggulangan fokus, yaitu pengasapan rumah sekitar tempat tinggal penderita DBD dalam radius 200 meter, yang dilaksanakan berdasarkan hasil dari penyelidikan epidemiologi, dilakukan 2 siklus dengan interval 1 minggu. Bila pada hasil PE tidak ditemukan kasus lain maka dilakukan penyuluhan dan kegiatan 3M (Depkes RI, 2001).

(66)

64

laporan pelaksanaan kegiatannya tidak dapat dilampirkan oleh karena ketidaktersediaan data dari dinas kesehatan.

Kegiatan Penyelidikan Epidemiologi (PE) dilakukan sebagai salah satu upaya pemberantasan dengan pelaksanaan program pencegahan dan pemberantasan yang efektif, kebijakan dan komitmen PSN DBD yang mantap, serta manajemen yang efektif yang akhirnya dapat mencegah penyebaran DBD sehingga dapat menekan terjadinya kasus lebih lanjut.

5.7.2 Fogging Fokus (FF)

Fogging Fokus adalah kegiatan penyemprotan insektisida dan PSN DBD serta penyuluhan pada masyarakat sekitar kasus dengan radius 200 meter, dilaksanakan 2 siklus dengan interval 1 minggu oleh petugas kesehatan. Kegiatan ini merupakan salah satu upaya pengendalian vektor yang bertujuan mencegah terjadinya KLB dengan memutus rantai penularan dilokasi terjadinya kasus DBD, yaitu dirumah penderita/tersangka DBD dan lokasi sekitarnya yang diperkirakan menjadi sumber penularan.

Kegiatan Fogging Fokus di Kabupaten Karimun pada tahun 2011 – 2015 berdasarkan hasil wawancara 100% terlaksana, namun laporan pelaksanaan kegiatannya tidak dapat dilampirkan oleh karena ketidaktersediaan data dari dinas kesehatan.

5.7.3 Angka Bebas Jentik (ABJ)

(67)

65

Dengue (DBD) pada suatu wilayah. Semakin banyak ditemukannya jentik, maka dapat meningkatkan risiko penularan penyakit DBD (WHO, 2000 dalam Fathi dkk, 2005). Wilayah atau lingkungan dikatakan aman dari penyakit DBD bila persentase angka bebas jentik mencapai target indikator nasional. Pencapaian indikator angka bebas jentik nasional dalam upaya menanggulangi penularan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah lebih dari sama dengan 95% (Kemenkes RI, 2014).

Hasil penelitian yang telah dilakukan di Kabupaten Karimun tahun 2011 – 2015 menunjukkan bahwa Angka Bebas Jentik (ABJ) di Kabupaten Karimun sudah menunjukkan peningkatan dari 77,4% pada tahun 2011 menjadi 83% pada tahun 2015. Akan tetapi, secara umum masih belum mencapai tolok ukur angka bebas jentik nasional (≥95%).

Gambar 5.11 Diagram Bar Angka Bebas Jentik (ABJ) di Kabupaten Karimun Tahun 2011 – 2015

2011 2012 2013 2014 2015

(68)

66

Dari gambar 5.11 dapat dilihat ABJ dalam 5 tahun terakhir. Pada tahun 2011 ABJ 77,4%, pada tahun 2012 ABJ 86,4%, pada tahun 2013 ABJ 80,8%, pada tahun 2014 ABJ 71,9%, dan pada tahun 2015 ABJ 83%.

Rendahnya ABJ tersebut merupakan petunjuk bahwa kepadatan populasi Aedes aegypti di Kabupaten Karimun masih cukup tinggi, sehingga peluang

penularan penyakit DBD juga cukup besar. ABJ dapat digunakan sebagai indikator keberhasilan dalam upaya pemberantasan jentik yang mencakup kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dan abatesasi selektif.

Guna membina peran serta masyarakat secara lebih efektif, maka kegiatan pembinaannya dikoordinasikan oleh kelompok kerja pemberantasan penyakit DBD di desa atau kelurahan.

Rendahnya upaya penggerakan dapat diakibatkan oleh rendahnya komitmen kepala wilayah/daerah terhadap kegiatan PSN DBD, kurangnya kemampuan petugas dalam melakukan kerjasama lintas sektoral dalam mengkoordinasikan kegiatan pokjanal DBD. Akibat kurang efektifnya gerakan PSN DBD maka kepadatan populasi nyamuk penular DBD akan tetap tinggi, sehingga penularan penyakit DBD dapat terus berlangsung.

5.8 Hubungan Hasil Kegiatan Program P2DBD dengan Insiden Rate (IR)

DBD

(69)

67

5.8.1 Penyelidikan Epidemiologi (PE) dengan Insiden Rate (IR) DBD

Penyelidikan Epidemiologi merupakan kegiatan pencarian penderita/ tersangka DBD lainnya dan pemeriksaan jentik nyamuk penular DBD yang dilakukan dirumah penderita dan 20 rumah disekitarnya serta tempat-tempat umum yang diperkirakan menjadi sumber penularan, bertujuan untuk mengetahui kemungkinan terjadinya penyebarluasan penyakit DBD (Depkes RI, 2001).

Pelaksanaan Penyelidikan Epidemiologi (PE) tahun 2011 – 2015 di Kabupaten Karimun berdasarkan hasil wawancara 100% terlaksana. Untuk hubungan antara kegiatan Penyelidikan Epidemiologi (PE) dengan Insiden Rate (IR) DBD tidak dapat dicari karena ketidaktersediian data dari dinas kesehatan.

Dengan dilaksanakannya PE, maka akan dapat diketahui adanya penderita atau tersangka DBD tambahan. Dengan demikian dapat segera dilakukan upaya penanggulangan yang lebih awal, seperti pemeriksaan oleh pihak puskesmas atau rumah sakit serta melakukan fogging fokus sehingga penyebaran penyakit dapat dibatasi yang pada akhirnya dapat menekan angka insiden.

5.8.2 Fogging Fokus (FF) dengan Insiden Rate (IR) DBD

Fogging Fokus (FF) merupakan kegiatan pemberantasan nyamuk DBD dengan cara pengasapan terfokus pada daerah tempat ditemukannya tersangka/penderita DBD. Fogging fokus dapat dilakukan oleh masyarakat dengan tenaga terlatih dibawah pengawasan Puskesmas yang telah memperoleh izin dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

(70)

68

hasil kegiatan Fogging Fokus (FF) dengan Insiden Rate (IR) DBD tidak dapat dicari karena ketidaktersediian data dari dinas kesehatan.

5.8.3 Angka Bebas Jentik (ABJ) dengan Insiden Rate (IR) DBD

Angka Bebas Jentik (ABJ) merupakan salah satu ukuran untuk mengetahui kepadatan vektor (jentik) nyamuk Aedes aegypti sehingga dapat memberikan gambaran besar perkembangan vektor penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) pada suatu wilayah.

Hubungan antara Angka Bebas Jentik (ABJ) dengan insiden DBD dapat dilihat sebagai berikut. Dari hasil perhitungan statistik didapat nilai r hitung sebesar -0,494. Artinya Angka Bebas Jentik (ABJ) dengan Insiden Rate (IR) DBD mempunyai hubungan yang kuat tetapi tidak searah. Tidak searah maksudnya jika nilai Angka Bebas Jentik (ABJ) di Kabupaten Karimun ≥ 95% maka peningkatan insiden DBD dapat diatasi.

Pelaksanaan Pemantauan Jentik Berkala (PJB) di Kabupaten Karimun dari tahun 2011 – 2015 Angka Bebas Jentik (ABJ) masih dibawah indikator nasional

(≥ 95%), yang berarti bahwa partisipasi masyarakat dalam mencegah DBD

(71)

69 BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

6.1.1 Insiden Rate (IR) penyakit DBD di Kabupaten Karimun dari tahun 2011 – 2015 cenderung mengalami fluktuasi. Tahun 2011 Insiden Rate (IR) DBD sebesar 52,4 per 100.000 penduduk, tahun 2012 Insiden Rate (IR) DBD sebesar 33,6 per 100.000 penduduk dan meningkat sampai tahun 2014 dengan Insiden Rate (IR) DBD sebesar 174,8 per 100.000 penduduk, kemudian tahun 2015 menurun menjadi 163,3 per 100.000 penduduk. Sedangkan Case Fatality Rate (CFR) dari tahun 2011 sampai tahun 2013 meningkat menjadi 2,4%. Kemudian menurun menjadi 1,9% tahun 2015. 6.1.2 Distribusi proporsi penderita DBD berdasarkan umur dari tahun 2011 –

2015 kasus DBD di Kabupaten Karimun dikelompokkan dalam <15 tahun

dan ≥15 tahun golongan umur, dimana proporsi tertinggi terjadi pada

kelompok umur <15 tahun sebanyak 884 penderita (85,4%).

6.1.3 Insiden penyakit DBD menurut jenis kelamin dari tahun 2011 – 2015 bervariasi. Pada tahun 2013, 2014 dan 2015 jumlah Insiden Rate (IR) lebih besar pada laki-laki, tetapi pada tahun 2011 dan 2012 Insiden Rate (IR) lebih besar pada perempuan.

(72)

70

kelamin perempuan. Namun sesungguhnya berdasarkan jenis kelamin tidak ada perbedaan dalam kejadian penyakit DBD.

6.1.5 Insiden Rate (IR) DBD tahun 2011 – 2015 di Kabupaten Karimun menurut Kecamatan berfluktuasi. IR tertinggi tahun 2011 terdapat pada Kecamatan Buru sebesar 190,4 per 100.000 penduduk, IR tertinggi tahun 2012 sebesar 77,3 per 100.000 penduduk dan tahun 2014 sebesar 334 per 100.000 penduduk pada Kecamatan Karimun, IR tertinggi tahun 2013 pada Kecamatan Meral Barat sebesar 106 per 100.000 dan IR tertinggi tahun 2015 pada Kecamatan Meral sebesar 266,1 per 100.000 penduduk. 6.1.6 Proporsi penderita DBD tertinggi dijumpai pada Kecamatan Karimun

29,9% (309 penderita) dan proporsi terendah pada Kecamatan Ungar dan Kecamatan Belat 0% (0 penderita).

6.1.7 Distribusi proporsi penderita DBD berdasarkan rata-rata kasus dalam 5 tahun pengamatan dari tahun 2011 – 2015 kasus tertinggi terjadi pada bulan September yaitu 164 penderita (15,8%) dan kasus terendah terjadi pada bulan Maret yaitu 37 penderita (3,6%).

6.1.8 Distribusi proporsi penderita DBD berdasarkan waktu dalam 5 tahun terakhir mulai dari tahun 2011 – 2015, penderita DBD terbanyak terjadi pada tahun 2014 yaitu 390 penderita (37,7%).

(73)

71

Maret (7,5). Untuk pengendalian sebelum masa penularan dilakukan pada bulan September.

6.1.10 Stratifikasi daerah rawan DBD di Kabupaten Karimun berdasarkan kejadian kasus pada 3 tahun terakhir, terdapat 9 kecamatan yang endemis, 1 kecamatan yang sporadis dan 2 kecamatan yang potensial DBD.

6.1.11 Cakupan pelaksanaan Penyelidikan Epidemiologi (PE) di Kabupaten Karimun dari tahun 2011 – 2015 berdasarkan hasil wawancara 100% terlaksana.

6.1.12 Cakupan pelaksanaan Fogging Fokus (FF) di Kabupaten Karimun dari tahun 2011 – 2015 berdasarkan hasil wawancara 100% terlaksana.

6.1.13 Angka Bebas Jentik (ABJ) di Kabupaten Karimun masih dibawah indikator ABJ nasional (≥95%), dengan rata -rata dalam 5 tahun terakhir sebesar 79,9%, maka diperkirakan gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) DBD belum berhasil.

6.1.14 Hubungan antara kegiatan Penyelidikan Epidemiologi (PE) dengan Insiden Rate (IR) DBD di Kabupaten Karimun tidak dapat dicari karena

ketidaktersediaan data dari dinas kesehatan.

6.1.15 Hubungan antara hasil kegiatan Fogging Fokus (FF) dengan Insiden Rate (IR) DBD di Kabupaten Karimun tidak dapat dicari karena ketidaktersediaan data dari dinas kesehatan.

(74)

72

6.2 Saran

6.2.1 Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Karimun

a. Mengingat masih tingginya Insiden Rate (IR) dan Case Fatality Rate (CFR) kasus DBD, sebaiknya pihak instansi Puskesmas dan Dinas Kesehatan Kabupaten Karimun lebih mengintensifkan kegiatan pemeriksaan jentik berkala dan menggalakkan program 3M Plus dilingkungan sekitar, sehingga dapat dijadikan sebagai monitoring. b. Untuk mencegah terjadinya peningkatan kasus penderita demam

berdarah dengue pada golongan umur anak-anak usia sekolah, maka sebaiknya penyuluhan jangan hanya dilakukan dilingkungan sekitar rumah, namun juga dilakukan disekolah dengan menggunakan alat bantu berbagai media sehingga dapat menarik perhatian anak.

c. Mengingat daerah Kabupaten Karimun merupakan daerah endemis DBD, perlu dilakukan penanggulangan melalui lintas program dan lintas sektoral dalam pelaksanaan fogging massal dan abatesasi serta pemberantasan sarang nyamuk.

d. Mensosialisasikan hidup sehat tanpa jentik dengan metode modernisasi menggunakan media sosial.

6.2.2 Bagi Masyarakat

(75)

7 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Demam Berdarah Dengue (DBD)

2.1.1 Definisi Demam Berdarah Dengue

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang tergolong Arthropod Borne Virus, genus Flavivirus, dan family Flaviviridae. DBD ditularkan melalui gigitan nyamuk dari genus Aedes, terutama Aedes aegypti atau Aedes albopictus. Penyakit DBD dapat muncul sepanjang tahun dan dapat menyerang seluruh kelompok umur. Penyakit ini berkaitan dengan kondisi lingkungan dan perilaku masyarakat (Profil Kesehatan Indonesia 2014).

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Virus Dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti, yang ditandai dengan demam mendadak 2-7 hari, lemah/lesu, gelisah, nyeri ulu hati, disertai tanda perdarahan dikulit berupa bintik perdarahan (petechiae), lebam (echymosis) atau ruam (purpura), kadang-kadang mimisan, berak darah, muntah darah, kesadaran menurun atau renjatan (shock) (Ibrahim, 2012).

2.1.2 Etiologi DBD

(76)

8

Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang terbanyak berhasil diisolasi (48,6%), disusul berturut-turut DEN-2 (28,6%), DEN-1 (20%), DEN-4 (2,9%) (Irianto, 2014).

Infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi protektif seumur hidup untuk serotipe yang bersangkutan, tetapi tidak untuk serotipe yang lain. Ke-4 serotipe virus tersebut ditemukan diberbagai daerah di Indonesia. Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan di Indonesia dan ada hubungannya dengan kasus-kasus berat pada saat terjadi kejadian luar biasa (KLB) (Usman Hadi, 2007).

2.2 Vektor Penular DBD

2.2.1 Morfologi

Di Indonesia nyamuk penular (vektor) penyakit demam berdarah dengue (DBD) yang penting adalah Aedes aegypti, Aedes albopictus, dan Aedes

scutellaris, tetapi sampai saat ini yang menjadi vektor utama dari penyakit DBD

adalah Aedes aegypti.

Nyamuk Aedes aegypti dikenal dengan sebutan black white mosquito atau tiger mosquito karena tubuhnya memiliki ciri yang khas yaitu adanya garis-garis

dan bercak-bercak putih keperakan diatas dasar warna hitam. Sedangkan yang menjadi ciri khas utamanya adalah ada dua garis lengkung yang berwarna putih keperakan dikedua sisi lateral dan dua buah garis putih sejajar digaris median punggungnya yang berwarna dasar hitam (lyre shaped marking).

(77)

9

dapat dibagi menjadi 4 tahap, yaitu telur, larva, pupa, dan dewasa. Berikut penjelasannya :

1. Telur

Telur nyamuk Aedes aegypti berbentuk ellips atau oval memanjang, berwarna hitam, berukuran 0,5-0,8 mm, permukaan poligonal, tidak memiliki alat pelampung, dan diletakkan satu per satu pada benda-benda yang terapung atau pada dinding bagian dalam tempat penampungan air (TPA) yang berbatasan langsung dengan permukaan air. Dilaporkan bahwa dari telur yang dilepas, sebanyak 85% melekat didinding TPA, sedangkan 15% lainnya jatuh ke permukaan air.

2. Larva

(78)

10

Pada bagian kepala terdapat sepasang mata majemuk, sepasang antenna tanpa duri-duri, dan alat-alat mulut tipe pengunyah (chewing). Bagian dada tampak paling besar dan terdapat bulu-bulu yang simetris. Perut tersusun atas 8 ruas. Ruas perut ke-8 ada alat untuk bernapas yang disebut corong pernapasan. Corong pernapasan tanpa duri-duri, berwarna hitam, dan ada seberkas bulu-bulu (tuft), juga dilengkapi dengan seberkas bulu-bulu sikat (brush) dibagian ventral dan gigi-gigi sisir (comb) yang berjumlah 15-19 gigi yang tersusun dalam 1 baris. Gigi-gigi sisir dengan lekukan yang jelas membentuk gerigi. Larva ini tubuhnya langsing dan bergerak sangat lincah, bersifat fototaksis negatif, dan waktu istirahat membentuk sudut hampir tegak lurus dengan bidang permukaan air.

3. Pupa

(79)

11

4. Dewasa

Nyamuk Aedes aegypti tubuhnya tersusun dari tiga bagian, yaitu kepala, dada dan perut. Pada bagian kepala terdapat sepasang mata majemuk dan antena yang berbulu. Alat mulut nyamuk betina tipe penusuk-pengisap (piercing-sucking) dan lebih menyukai manusia (anthropophagus). Sedangkan nyamuk jantan bagian mulutnya lebih lemah sehingga tidak mampu menembus kulit manusia, karena itu tergolong lebih menyukai cairan tumbuhan (phytophagus). Nyamuk betina mempunyai antenna tipe pilose, sedangkan nyamuk jantan tipe plumose.

(80)

12

2.2.2 Siklus Hidup

Nyamuk Aedes aegypti seperti juga jenis nyamuk lainnya mengalami metamorphosis sempurna, yaitu: telur – jentik (larva) – pupa – nyamuk. Stadium telur, jentik dan pupa hidup di dalam air. Pada umumnya telur akan menetas menjadi jentik/larva dalam waktu ± 2 hari setelah telur terendam air. Stadium jentik/larva biasanya berlangsung 6-8 hari, dan stadium kepompong (pupa) berlangsung antara 2-4 hari. Pertumbuhan dari telur menjadi nyamuk dewasa selama 9-10 hari. Umur nyamuk betina dapat mencapai 2-3 bulan (Depkes RI, 2014).

Gambar 2.1 Siklus Hidup Nyamuk Aedes aegypti(Depkes RI, 2014)

2.2.3 Mekanisme Penularan

Terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus dengue, yaitu manusia, virus, dan vektor perantara. Virus Dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes. Nyamuk Aedes albopictus, Aedes polynesiensis dan beberapa spesies yang lain dapat juga menularkan virus ini,

(81)

13

melalui kapal laut dan udara. Nyamuk hidup dengan subur dibelahan dunia yang mempunyai iklim tropis dan subtropis seperti Asia, Afrika, Australia dan Amerika. Di Indonesia nyamuk ini tersebar luas di pelosok tanah air, baik di kota-kota maupun di desa-desa, kecuali di wilayah yang ketinggiannya lebih dari 1000 meter diatas permukaan laut (Irianto, 2014).

Perkembangan hidup nyamuk Aedes aegypti dari telur hingga dewasa memerlukan waktu sekitar 10-12 hari. Hanya nyamuk betina yang menggigit dan menghisap darah serta memilih darah manusia untuk mematangkan telurnya. Sedangkan nyamuk jantan tidak bisa menggigit/menghisap darah, melainkan hidup dari sari bunga tumbuh-tumbuhan. Umur nyamuk Aedes aegypti betina berkisar antara 3 minggu sampai 3 bulan atau rata-rata 1½ bulan, tergantung dari suhu kelembaban udara disekelilingnya. Kemampuan terbangnya berkisar antara 40-100 meter dari tempat perkembangbiakannya. Tempat istirahat yang disukainya adalah benda-benda yang tergantung yang ada di dalam rumah, seperti gordyn, kelambu dan baju/pakaian dikamar yang gelap dan lembab. Nyamuk Aedes tersebut dapat mengandung virus dengue pada saat menggigit manusia yang

sedang mengalami viremia. Kemudian virus yang berada dikelenjar liur berkembang biak dalam waktu 8-10 hari (extrinsic incubation period) sebelum dapat ditularkan kembali kepada manusia pada saat gigitan berikutnya. Virus dalam tubuh nyamuk betina dapat ditularkan kepada telurnya (transovarian transmission), namun perannya dalam penularan virus tidak penting. Sekali virus

(82)

14

memerlukan waktu masa tunas 4-6 hari (intrinsic incubation period) sebelum menimbulkan penyakit. Penularan dari manusia kepada nyamuk hanya dapat terjadi bila nyamuk menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari setelah demam timbul (Irianto, 2014).

Orang yang didalam tubuhnya terdapat virus dengue tidak semuanya akan sakit demam berdarah dengue. Ada yang mengalami demam ringan dan sembuh dengan sendirinya, atau bahkan ada yang sama sekali tanpa gejala sakit. Tetapi semuanya merupakan pembawa virus dengue selama satu minggu, sehingga dapat menularkan kepada orang lain diberbagai wilayah yang ada nyamuk penularnya. Sekali terinfeksi, nyamuk menjadi infektif seumur hidupnya (Widoyono, 2008).

2.3 Diagnosis Demam Berdarah Dengue (DBD)

Menurut Ginanjar (2007), untuk menegakkan diagnosis DBD diperlukan sekurang-kurangnya:

- Kriteria klinis 1 dan 2 - Dua kriteria laboratorium a. Kriteria klinis :

(83)

15

2. Tanda-tanda perdarahan seperti mimisan (epistaksis), perdarahan gusi, perdarahan pada kulit seperti tes Rumpeleede (+), ptekiae dan ekimosis, serta buang air besar berdarah berwarna merah kehitaman (melena).

3. Adanya pembesaran organ hati (hepatomegali).

4. Kegagalan sirkulasi darah, yang ditandai dengan denyut nadi yang teraba lemah dan cepat, ujung-ujung jari terasa dingin serta dapat disertai penurunan kesadaran dan renjatan (syok) yang dapat menyebabkan kematian.

b. Kriteria laboratoris :

1. Penurunan jumlah trombosit (trombositopenia) < 100.000/mm3 2. Peningkatan kadar hematokrit > 20% dari nilai normal

2.4 Derajat Keparahan Penyakit DBD

Menurut Ginanjar (2007), derajat penyakit DBD berbeda-beda menurut tingkat keparahannya :

1. Derajat 1 : Panas badan selama 5-7 hari, gejala umum tidak khas, tes Rumpeleede (+).

2. Derajat 2 : Seperti derajat 1, disertai perdarahan spontan pada kulit berupa ptekiae dan ekimosis, mimisan (epistaksis), muntah darah (hematemesis), buang air besar berdarah berwarna kehitaman (melena), perdarahan gusi, perdarahan rahim (uterus), telinga dan sebagainya.

(84)

16

darah sistolik dan diastolik) menyempit (<20 mmHg). DBD derajat 3 merupakan peringatan awal yang mengarah pada terjadinya (syok).

4. Derajat 4 : Denyut nadi tidak teraba, tekanan darah tidak terukur, denyut jantung >140x/menit, ujung-ujung jari kaki dan tangan terasa dingin, tubuh berkeringat, kulit membiru. DBD derajat 4 merupakan manifestasi syok, yang sering kali berakhir dengan kematian.

2.5 Pencegahan

1. Pencegahan Primer

Pencegahan tingkat pertama ini merupakan upaya untuk

mempertahankan orang yang sehat agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat menjadi sakit. Secara garis besar ada cara pengendalian vektor antara lain:

a) Pengendalian cara kimiawi, pada pengendalian kimiawi digunakan insektisida yang ditujukan pada nyamuk dewasa atau larva. Insektisida yang dapat digunakan adalah dari golongan organoklorin, organopospor, karbamat, dan pyrethoid.

(85)

17

c) Pengendalian lingkungan, pencegahan yang paling tepat dan efektif dan aman untuk jangka panjang adalah dilakukan dengan program Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) dan 3M yaitu: menguras bak mandi, bak penampungan air, tempat minum hewan peliharaan. Menutup rapat tempat penampungan air sedemikian rupa sehingga tidak dapat diterobos oleh nyamuk dewasa. Mengubur barang bekas yang sudah tidak terpakai, yang kesemuanya dapat menampung air hujan sebagai tempat berkembang biaknya nyamuk Aedes aegypty (Sukohar, 2014).

2. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder dilakukan upaya diagnosis dan dapat diartikan sebagai tindakan yang berupaya untuk menghentikan proses penyakit pada tingkat permulaan sehingga tidak akan menjadi lebih parah. 1) Melakukan diagnosis sedini mungkin dan memberikan pengobatan

yang tepat bagi penderita demam berdarah dengue.

2) Unit Pelayanan Kesehatan (UPK) yang menemukan penderita atau tersangka penderita demam berdarah dengue segera melaporkan ke Puskesmas dan Dinas Kesehatan dalam waktu 24 jam.

(86)

18

sehingga perlu dilakukan fogging fokus dengan radius 200 meter dari rumah penderita, disertai penyuluhan (Wirayoga, 2013).

3. Pencegahan Tersier

Pencegahan tersierini dimaksudkan untuk mencegah kematian akibat penyakit demam berdarah dengue dan melakukan rehabilitasi. Upaya pencegahan ini dapat dilakukan sebagai berikut: membuat ruangan gawat darurat khusus untuk penderita DBD disetiap unit pelayanan kesehatan terutama di Puskesmas agar penderita dapat penanganan yang lebih baik, transfusi darah penderita yang menunjukkan gejala perdarahan, mencegah terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB) (Sukohar, 2014).

2.6 Epidemiologi DBD

Gambar

Tabel 4.1  Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Kabupaten Karimun Tahun 2011 – 2015
Tabel 4.3 Distribusi Insiden Rate (IR) dan Case Fatality Rate (CFR) Penderita DBD di Kabupaten Karimun Tahun 2011 – 2015
Tabel 4.6 Distribusi Proporsi Penderita DBD Berdasarkan Jenis Kelamin di Kabupaten Karimun Tahun 2011 – 2015
Tabel 4.7Distribusi Insiden Rate (IR) Penderita DBD Berdasarkan Kecamatan di Kabupaten Karimun Tahun 2011 – 2015
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sub Unit Organisasi UPTD Dinas Pendidikan Kecamatan Gerokgak. U P B SD

Definisi mengenai tujuan akuntansi ini mempunyai kelemahan atau keterbatasan sebagai berikut: Pertukaran yang diakui oleh akuntansi yang konvensional tidak meliputi

Istinja’ membersihkan kotoran, setelah buang air kecil atau besar3. Aku harus membersihkan badan, pakaian, dan

Ketidaktahuan akan KAUKUS dan Peran politik anggota legislatitif sangat dibutuhkan untuk menjadikan perempuan sebagai fokus utama mereka hal ini yang disorot dalam penelitian

AKASHA WIRA INTERNATIONAL, TBK (PT.. Hal ini menjelaskan tentang hutang yang harus segera dipenuhi dengan aktiva lancar yang lebih likuid tanpa persediaan lebih besar dimiliki

Tuhan saya satu, satu Tuhan saya Kalau tidak satu, bukan Tuhan saya.. Tuhan saya Allah, Allah Tuhan saya Kalau bukan Allah, bukan

permasalahan yang akan diteliti dalam penelitian, yaitu bagaimana Peran Politik Anggota Legislatif Perempuan di DPRD Kota Pematangsiantar dalam memperjuangkan kepentingan

Konsep normatif agama mengenai budaya tidak saja mencoba memahami, melukiskan, dan mengakui keunikan-keunikannya, tetapi agama juga mempunyai konsep pembenahan