• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil

4.2.1 Berdasarkan Karakteristik Penderita Kanker Payudara

Dari 52 subjek penelitian ini sesuai kriteria inklusi seperti penderita pertama kali didiagnosa secara klinis dan histopatologi sebagai kanker payudara, menunjukkan rentan usia 31–70 tahun. Kelompok usia terbanyak berada pada rentan usia 40 – 60 tahun sebanyak 37 orang (71,2%), Usia merupakan salah satu faktor resiko instrinsik tidak mungkin dimodifikasi, bertambahnya usia mempengaruhi meningkatnya resiko penyakit kanker. Penelitian ini sesuai dengan penelitian Nani (2009), menunjukkan bahwa kelompok umur terbanyak ditemukan pada golongan umur 40 - 49 tahun (36,5%) dan 50 – 59 tahun (30,8%).(Nani, 2009) Juga hasil ini sesuai dengan pernyataan dalam penelitian Harianto (2005) mengutip dari Caleste L berdasarkan program SEER(Surveilance, Epidemiology, and End Result) yang dilaksanakan oleh NCI (National Cancer Institute) dimana insiden kanker payudara meningkat seiring dengan pertambahan usia. (Harianto, 2005)Juga diperkuat oleh Azamris (2006) menyebutkan usia puncak menderita kanker payudara di RSUP Dr.M.Jamil Padang berumur antara 40-50 tahun (34,3%) dengan rerata usia 46,7 tahun. Penelitian Al Bahlani et.al

mendapatkan pasien kanker payudara terbanyak terdiagnosa kelompok usia 40-60 tahun (58%) serta penelitian Surakasula kelompok usia 40-60 tahun (54%).

Penelitian ini lebih dari separuh penderita kanker payudara mengalami manopause yaitu 51,9%. Data ini didukung oleh Balbita (2014) melaporkan subjek penelitiannya yang mengalami manopause sebanyak 61,8%. Penelitian meta analisis yang dilaksanakan oleh Collaborative Group on Hormonal Factors in Breast Cancer mendapatkan usia manopause pada rentang 35 – 56 tahun, semakin lama potensi manopause menderita kanker payudara semakin besar, dan semakin lama terpapar dengan hormon estrogen (Kaminska 2015;Hamajima et al., 2012; Nath et al., 2014). Dalam penelitian ini kelompok usia yang banyak menderita kanker payudara pada kelompok manopause berusia > 45 tahun.

Sedangkan tentang riwayat penggunaan kontrasepsi pada penelitian ini lebih banyak didapatkan pada kelompok yang tidak menggunakan kontrasepsi hormonal sebanyak 51,9%, penelitian ini mendukung hasil yang diperoleh dalam penelitian yang Clendenen (2015) melaporkan bahwa lebih banyak kelompok yang tidak memakai kontrasepsi hormonal sebanyak 53,4%. Namun hasil ini berbeda dengan penelitian Nisa di RSUD Al Ichsan Bandung menunjukkan bahwa lebih banyak kelompok yang menggunakan kontrasepsi hormonal yang menderita kanker payudara.

Penelitian ini didapatkan 11,5% responden tidak pernah melahirkan dan paling banyak subjek melahirkan anak pertama usia< 25 tahun yaitu 59,6 %.

Penelitian lain yang mendapatkan hasil yang sama yaitu 70% dan 67,6% adalah penelitian yang dilakukan oleh Lamiri dan Babita. Pandangan World Health

Organisation tentang kehamilan dan mempunyai anak merupakan efek perlindungan terhadap kanker, dan usia kehamilan di bawah < 30 tahun dapat mengurangi resiko terhadap menderita kanker payudara. Pernyatan ini didukung oleh Calesta yang dikuti oleh Harianto (2005), bahwa usia melahirkan anak pertama di atas 30 tahun dilaporkan dapat meningkatkan resiko perkembangan kanker payudara. Namun dalam penelitian ini didapatkan 77,4% responden tidak terlindungi dari kanker payudara oleh kehamilan dan melahirkan < 30 tahun.

Pada penelitin ini menunjukkan paling banyak tidak ada riwayat keluarga yang menderita kanker payudara (83%), sama hal yang dengan hasil 87% tidak terdapat riwayat keluarga pada penelitian yang dilakukan oleh Surakasula.Berbeda dengan data penelitian Harianto dkk, menunjukkan adanya riwayat keluarga dengan kanker payudara (15,8%), juga menurut Nani (2009) menyatakan bahwa seseorang akan memiliki terkena resiko kanker payudara lebih besar bila ada anggota keluarga yang menderita kanker payudara.(Harianto, 2005; Nani, 2009)

Dalam penelitian ini diperoleh indek masa tubuh subjek rerata 25,5 kg/m2dan berada dalam batas normal 51,9%. Hasil ini mendukung penelitian Li Hiu (2017) mendapatkan 76,1% pada kelompok yang normal juga penelitian Chen (2012) dengan hasil 59,9% menunjukkan indek masa tubuh normal. Indek Masa Tubuh terutama overweight dan obes dengan kanker payudara melibatkan tiga sistem hormon yaitu 1) hormon insulin dan Insulin-like Growth Factors (IGFs), terutama IGFs binding protein-1 factor (IGF-1). Upaya kompensasi saat terjadi kelebihan glukosa bebas, pankreas akan meningkatkan konsentrasi insulin.

digunakan sel tumor untuk melakukan proliferasi(La Vecchia et al., 2011). 2) Hormon seks, obesitas mempengaruhi kanker payudara melalui mekanisme peningkatan sirkulasi beberapa hormon steroid seks, termasuk estrogen, total estradiol, tetosteron dan menurunkan konsentrasi sex hormone binding globulin (SHBG). Kondisi ini menyebabkan metabolisme yang bersifat karsinogenik meningkat.(Kaaks et al., 2005) 3) Hormon adipokin (adiponektin, leptin, interleukin dan resistin) diproduksi adiposit dan jaringan adiposa. Obesitas, sel lemak dapat mengganggu pengeluaran adipokinektin sehingga dapat mengganggu fungsi utama adiponektin, dan liptin, interleukin dan resistin sebagai anti inflamasi dan anti proliferasi.

Penelitian ini responden yang paling banyak didiagnosa kanker payudara berada pada stadium III sebanyak 46,2%. Hasil ini didukung oleh penelitian Anda dkk di mana penderita kanker payudara paling banyak pada stadium III(Anda et al., 2018). Demikian dengan kanker payudara pada wanita di Asia Tenggara jarang terdiagnosis pada stadium dini atau pre invasive misalnya karsinoma lobular insitu, karsinoma duktus insitu. Lebih dari 50% pasien kanker payudara di Asia Tenggara terdiagnosa kanker payudara pada stadium III dan IV, kecuali negara Singapura mendiagnosa 69% pasien kanker payudara pada stadium dini.Namun sangat berbeda dengan negara maju yang mendiagnosa hampir 72%

pasien pada stadium awal.(Trieu, Mello-Thoms and Brennan, 2015).Merujuk panduan penatalaksanaan kanker payudara Kemenkes RI ditemukan lebih 80%

kasus berapa pada stadium lanjut, menyebabkan upaya pengobatan sulit diterapkan, ini disebabkan karena kurangnya kesadaran dan pemahaman mengenai

kesehatan payudara dan rendahnya program deteksi dini pada kanker payudara.

Faktor lain yang mempengaruhi adanya pemahaman yang berkembang di masyarakat bahwa pemeriksaan payudara adalah suatu hal aneh dan tabu, kanker hanya terjadi pada usia lanjut dan pengangkatan payudara adalah menjemput kematian(Roche, 2010; Sonar Panigoro, Bethy S Hernowo, 2017)

Cara lain untuk membantu menegakkan diagnosa dan pedoman terapi serta prognosis juga harus memperhatikan dan mempertimbangkan grade kanker payudara. Dalam penelitian ini kasus yang paling banyak ditemui berada pada grade II (57%) dan paling sedikit di grade I (15%). Penelitian ini mendukung apa yang dilakukan oleh Tang di Jepang menemukan kasus terbanyak berada pada grade II (53,1%).(Tang et al., 2016). Walaupun demikian, hasil ini berbeda apa yang ditemukan oleh Sadot, bahwa populasi kanker payudara yang telah bermetastase ke hati diperoleh hasil 76% berada pada grade III.(Sadot Eran, Ser Yee Lee, Constantinos T Sofolenos, 2017). Juga penelitian yang dilakukan pada kelompok masyarakat Philipina dan Korea proporsi tertinggi berada pada grade III (53,5 dan 63,2%)danpenelitian yang dilakukan oleh Lawler K et al menyebutkan grade III sebanyak 55% (Lawler et al., 2017), berbeda apa yang ditemukan pada kelompok masyarakat China dan Jepang menunjukkan hasil terbanyak pada grade II yaitu 48,6 dan 52,8%(Chuang et al., 2012). Juga berbeda apa yang didapatkan pada kelompok masyarakat utara dan selatan Amerika yang menunjukkan lebih banya pada grade I (61%, 57%).(Leong et al., 2010) Penilaian mikroskopis sel kanker, derajat deferensiasi sel dianggap semakin ganas jika terjadi perubahan

sehingga kemungkinan besar terjadi rekuren pada kanker payudara. Pada penelitian ini ditemukan grade yang paling besar berada di grade II menunjukkan diferensiasi sel moderat, tidak terlalu ganas.

Pada penelitian ini didapatkan responden tidak mengalami metastase sebanyak 69,2%. Hasil ini sesuai dengan penelitian Lawler yang menemukan hasil penelitiannya lebih banyak subjek penelitian tidak bermetastase yaitu 78%.

(Lawler et al., 2017)Kemungkinan hasil ini dipengaruhi oleh sampel penelitian merupakan pasien baru terdiagnosa kanker payudara, sebab keterlambatan mendapatkan penangganan akibat kurangnya informasi dan pengetahuan yang menyebabkan subjek penelitian terdiagnosa dalam kondisi telah bermetastase.

Hasil dari penelitian ini membuktikan bahwa 94,2% dari responden penelitian terdiagnosa dengan karsinoma invasif duktal, dan didukung oleh penelitian Anda dkk dengan hasil 84% merupakan karsinoma invasif duktal juga penelitian Syafri 86,62% adalah karsinoma invasif duktal. (Anda et al., 2018) Begitu juga penelitian yang dilakukan di Vietnam penderita kanker payudara terbanyak terdiagnosa adalah karsinoma invasif duktal ± 69,7% (Nguyen et al., 2014; Trieu, Mello-Thoms and Brennan, 2015)

Jenis karsinoma invasif duktal merupakan karsinoma yang terbanyak ditemukan, ± 45-75% dari seluruh jumlah kanker payudara. Karsinoma ini terdiri dari bentuk yang sangat bervariasi baik marfologi, ukuran tumor, prilaku klinis, tingkat proporsi relatif antara sel tumor dengan stroma (Makki, 2015)

4.2.2 Hubungan Polimorfisme Gen Reseptor Vitamin D Apa1 dengan

Dokumen terkait