HUBUNGAN POLIMORFISME GEN RESEPTOR VITAMIN D Apa1 DENGAN KADAR VITAMIN D PLASMA PADA
PENDERITA KANKER PAYUDARA
TESIS
Oleh
ZAKIRULLAH SYAFEI 147008022
PROGRAM MAGISTER ILMU BIOMEDIK FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVESITAS SUMATERA UTARA 2018
HUBUNGAN POLIMORFISME GEN RESEPTOR VITAMIN D Apa1 DENGAN KADAR VITAMIN D PLASMA PADA
PENDERITA KANKER PAYUDARA
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Biomedik dalam Program Studi Ilmu Biomedik pada Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara
Oleh
ZAKIRULLAH SYAFEI 147008022
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVESITAS SUMATERA UTARA
Telah diuji pada
Tanggal : 17 Desember 2018
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Dr.dr. Sry Suryani Widjaja, M.Kes
Anggota : 1. dr.Denny Rifsal Siregar, SpB(K)Onk. M.Kes 2.Dr.rer.medic.,dr. M. Ichwan, M.Sc
PERNYATAAN
“HUBUNGAN POLIMORFISME GEN RESEPTOR VITAMIN D APA1 DENGAN KADAR VITAMIN D PLASMA PADA PENDERITA
KANKER PAYUDARA ”
Dengan ini penulis menyatakan bahwa tesis ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister pada Program Studi Ilmu Biomedik pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan benar merupakan hasil karya penulis sendiri.
Adapun pengutipan-pengutipan yang penulis lakukan pada bagian tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan tesis ini, telah penulis cantumkan sumbernya secara jelas sesuai norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah
Apabila dikemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian tesis ini bukan hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu, penulis bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang penulis sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Medan, Desember 2018 Penulis,
Zakirullah Syafei Materai
ABSTRAK
Latar belakang: Kanker payudara merupakan jenis kanker yang paling umum terdapat pada wanita di seluruh dunia. Statistik menunjukkan kanker payudara adalah penyebab kematian kedua setelah kanker paru.Vitamin D diyakini memiliki sifat anti karsinogenik secara independen efektif dalam melindungi dari kanker payudara,secara biologis vitamin D aktif, dapat menghambat proliferasi sel, induksi deferensiasi dan apoptosis serta menghalangi angiogenesis pada sel payudara normal dan maligna. Walaupun demikian multifaktor resiko ini termasuk defisiensi vitamin D masih terjadi kontroversi. Polimorfisme sering dihubungkan dengan tumorigenesis. Polimorfisme gen reseptor vitamin D ApaIdi intron VIII diduga berhubungan dengan defisiensipada kanker payudara.
Tujuan: menganalisis hubungan polimorfisme gen reseptor vitamin D ApaI dengan kadar vitamin D plasma pada kanker payudara. Metode; berbentuk studi observasional analitik dengan desain cross sectional. Sebanyak 52 pasien kanker payudara rawat jalan di RSUP-HAM Medan dipilih sebagai subjek penelitian menggunakan tehnik consecutive sampling. Data polimorfisme diperoleh melalui pemeriksaan melalui metode PCR-RFLP mengunakan enzim restriksi endo nuclease ApaI dan pengujian kadar serum 25(OH)D menggunakan metode enzyme-linked immunoabsorbent assay (ELISA). Analisis data menggunakan uji statistik kruskal willis Hasil:Didapatkan semua varian genotip polimorfisme gen reseptor vitamin D ApaI yaitu AA (21,1%), Aa (51,9%) dan aa (26,9%).
Sedangkan kadar vitamin D paling banyak ditemukan di kelompok sufisiensi (46,2%), insufisiensi (38,5%) dan defisiensi (15,4%).Simpulan: tidak terdapat hubungan yang signifikan antara polimorfisme gen reseptor vitamin D ApaI dengan kadar vitamin D plasma pada pasien kanker payudara (p value=0,072) Kata kunci : Kanker payudara, polimorfisme gen RVD ApaI, kadar vitamin D
ABSTRACT
Background: Breast cancer is the most common type of cancer found in women throughout the world. Statistics show breast cancer is the second leading cause of death after lung cancer. Vitamin D is believed to have anti-carcinogenic properties independently effective in protecting against breast cancer, biologically active vitamin D, can inhibit cell proliferation, induction of differentiation and apoptosis and block angiogenesis in normal and malignant breast cells. However this multifactorial risk including vitamin D deficiency is still controversial.
Polymorphism is often associated with tumorigenesis. The polymorphism of the ApaI vitamin D receptor gene in introns VIII is thought to be associated with deficiency in breast cancer.Objective: to analyze the relationship between the polymorphism of the ApaI vitamin D receptor gene and plasma vitamin D levels in breast cancer. Method; in the form of analytic observational study with cross sectional design. As many as 52 outpatient breast cancer patients in Medan-HAM General Hospital were selected as research subjects using consecutive sampling techniques. Polymorphism data obtained through PCR-RFLP examination using the ApaI nuclease endo enzyme and testing of serum 25 (OH) D levels using the enzyme-linked immunoabsorbent assay (ELISA) method. Data analysis using kruskal willis statistical test Results: All genotypic variants of the ApaI vitamin D receptor gene polymorphism were obtained (AA (21.1%), Aa (51.9%) and AA (26.9%). While the most vitamin D levels are found in the suficiency group (46.2%), insufficiency (38.5%) and deficiency (15.4%). Conclusion: there is no significant relationship between the polymorphism of the ApaI vitamin D receptor gene and plasma vitamin D levels in breast cancer patients (p value = 0.072) Keywords: Breast cancer, VDR ApaI gene polymorphism, vitamin D levels
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur serta kemuliaan penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan petunjuk dan hidayah kepada penulis dalam menyelesaikan rangkaian penulisan tesis penelitian dengan judul “Hubungan polimorfisme gen reseptor vitamin D Apa1 dengan kadar vitamin D plasmapada penderita kanker payudara ” sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Ilmu Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan.
Dalam penulis tesis penelitian ini, banyak pihak yang telah membantu, memberikan dorongan dan bimbingan kepada penulis. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M.Hum., selaku Rektor Universitas Sumatera Utara
2. Bapak Dr.dr.Aldy Safruddin Rambe, Sp.S(K), selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
3. Ibu Dr.med. dr. Yahwardiah Siregar sebagai Ketua Program Studi Magister Ilmu Biomedik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan konsultan keilmuan biomolekuler yang telah memberikan bimbingan dan masukan terhadap proses penyelesaian tesis ini
4. IbuDr.dr. Sry Suryani Widjaja, M.Kes, selaku ketua komisi (pembimbing utama), yang dengan penuh kesabaran dan dedikasi tinggi dalam membimbing, memberikan dorongan dan masukan kepada penulis selama proses penyusunan tesis ini.
5. Bapakdr. Denny Rifsal Siregar, SpB(K)Onk. M.Kes, anggota komisi pembimbing (pembimbing kedua) yang dengan penuh kesabaran dan dedikasi tinggi dalam membimbing, memberikan dorongan dan masukan kepada penulis selama proses penyusunan tesis ini.
juga sebagai tim penguji pertama yang telah mengarahkan penulisan tesis inikearah yang lebih baik.
7. Bapak dr. Hidayat, M.Biomed selaku tim penguji kedua yang telah memberikan masukan serta bimbingan demi penyempurnaan tesis ini.
8. Seluruh staf Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang turut berpartisipasi memberikan dukungan dalam menjalani pendidikan Magister Ilmu Biomedik di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
9. Secara khusus terima kasih tak terhingga penulis persembahkan kepada Istri tercinta Sri Ayu Melani dan anak-anak Cut Intan Yusra, Teuku Muhammad Saif dan Teuku Muhammad Zayed Maulana serta seluruh keluarga besar Syafei Syech dan Thamrin Syawal yang telah memberikan doa, dorongan dan semangat serta dukungan kepada penulis selama penyusunan tesis ini.
10. Seluruh teman seangkatan yang telah menyumbang masukan, saran serta kritikan untuk penyempurnaan tesis ini.
Penulis menyadari bahwa masih memiliki banyak kekurangan, oleh karena itu kritikan dan saran yang membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan tesis ini. Pada kesempatan ini, perkenankan saya menyampaikan permohonan maaf yang setulus-tulusnya atas segala kesalahan dan kekhilafan yang telah saya lakukan selama penyusunan tesis dan menjalani pendidikan ini.
Akhir kata dengan penuh kerendahan hati saya panjatkan doa kepada Allah SWT agar selalu memberikan perlindungan dan kesehatan serta kemudahan atas segalanya bagi kita semua.
Medan, Desember 2018 Zakirullah Syafei
RIWAYAT HIDUP Identitas Diri
Nama : Zakirullah Syafei Tempat/Tgl Lahir : Idi-ATIM, 22 Juni 1970 Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Staf Pengajar Poltekkes Kemenkes Aceh Alamat : Jln. Sultan Mohd.Daud – 56 Gp.Daulat Langsa
Kota Langsa Aceh
Email : zakie_asyhie@yahoo.co.uk Riwayat Pendidikan
Periode Institusi
1977 – 1983 Sekolah Dasar Negeri 2 Idi Rayeuk
1983 – 1986 Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Idi Rayeuk 1986 – 1989 Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Idi Rayeuk 1989 – 1992 Akademi Perawat Depkes RI Banda Aceh 2011 – 2013 Fakultas Ilmu Keperawatan Unsyiah 2014 – 2018 Magister Ilmu Biomedik USU Medan Riwayat Pekerjaan
Periode Institusi Kerja
1992 – 1999 Akademi Perawat Depkes RI Banda Aceh 1999 – 2010 Ministry of Health UAE Abudhabi
2010 – 2018 Prodi Keperawatan Langsa Poltekkes Aceh
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRAK ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP ... v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
DAFTAR SINGKATAN ... xii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 6
1.3 Tujuan Penelitian ... 6
1.3.1 Tujuan Umum ... 6
1.3.2 Tujuan Khusus ... 7
1.4 Hipotesis ... 7
1.5 Manfaat Penelitian ... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8
2.1 Kanker ... 8
2.2 Kanker Payudara ... 9
2.2.1 Pengertian ... 9
2.2.2 Patogenesis ... 10
2.2.3 Faktor Resiko dan Penyebab ... 13
2.2.4 Pengelompokkan Kanker Payudara ... 17
2.2.5 Diagnosa Kanker Payudara ... 20
2.2.6 Terapi Kanker Payudara ... 21
2.3 Vitamin D ... 23
2.3.1 Pengantar Vitamin D; Sejarah dan Peran Fisiologi ... 23
2.3.2 Metabolisme dan Fungsi Vitamin D ... 25
2.3.3 Kadar Vitamin D dalam tubuh ... 27
2.3.4 Aksi Genomik dan Non-Genomik Vitamin D melalui RVD ... 28
2.3.5 Struktur RVD dan Peran Co-faktor ... 32
2.3.6 Efek Vitamin D terhadap Kanker ... 33
2.4 Polimorfisme Gen Reseptor Vitamin D ... 38
2.4.1 Pengertian Polimorfisme ... 38
2.4.2 Lokasi Polimorfisme Gen Reseptor Vitamin D ... 39
2.4.3 Polimorfisme ApaI ... 39
2.4.4 Polimorfisme ApaI dan Kanker ... 40
2.5 Kerangka Teori ... 41
2.6 Kerangka Konsep ... 42
BAB III METODELOGI PENELITIAN ... 43
3.1 Desain Penelitian ... 43
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 43
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 43
3.3.1 Populasi ... 43
3.3.2 Kriteria Sampel ... 44
3.3.3 Besar Sampel Penelitian ... 44
3.3.4 Metode Pemilihan Sampel ... 45
3.4 Variabel Penelitian ... 45
3.5 Definisi Operasional ... 46
3.6 Metode Penelitian ... 47
3.6.1 Alur Penelitian ... 47
3.6.2 Isolasi DNA ... 48
3.6.3 Amplifikasi Isolat DNA dengan metode PCR (Polymerase Chain Reaction) ... 50
3.6.4 Visualisasi Hasil PCR dengan Elektroforesa Gel Agarose ... 52
3.6.5 Digesti Amplifikat DNA dengan Enzim Restriksi ... 53
3.6.6 Visualisasi Hasil RFLP dengan Elektroforesa Gel Agarose ... 55
3.6.7 Pemeriksaan Kadar Vitamin D Plasma 25(OH)D ... 56
3.7 Kerangka Operasional ... 60
3.8 Analisa Data ... 61
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 62
4.1 Hasil Penelitian ... 62
4.1.1 Karakteristik Subjek Penelitian ... 62
4.1.2 Distribusi Frekuensi Polimorfisme Gen Reseptor Vitamin D ApaI pada Penderita Kanker Payudara ... 64
4.1.3 Hardy Weinberg Equilibrium (HWE) ... 66
4.2 Pembahasan ... 68
4.2.1 Berdasarkan Karakteristik Penderita Kanker Payudara ... 69
BAB V PENUTUP ... 79
5.1 Kesimpulan ... 79
5.2 Saran-Saran ... 79
DAFTAR PUSTAKA ... 82
LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 87
DAFTAR TABEL
No. Judul Halaman
3.1.Tabel Definisi Operasional ... 46 3.2.Tabel Sampel amplikasi DNA ... 51 4.1.Tabel distribusi subjek penelitian berdasarkan karakteristik faktor
resiko dan histopatologi ... 62 4.2.Tabel distribusi frekuensi varian genotip pada pasien kanker
payudara ... 66 4.3.Tabel Frekuensi genotip dan alel berdasarkan analisis Hardy
Weinberg ... 67 4.4.Tabel distribusi frekuensi dan rerata kadar vitamin D ... 67 4.5.Tabel hubungan antara polimorfisme gen ApaI dengan kadar
vitamin D pada penderita kanker payudara ... 67
DAFTAR GAMBAR
No, Judul Halaman
2.1 Skema dasar molekul penyakit kanker ... 8
2.2 Duktus dan lobules payudara ... 9
2.3 Struktur vitamin D ... 24
2.4 Metabolisme vitamin D ... 25
2.5 Efek seluler 1,25 (OH)2 D3 ... 26
2.6 Perkembangan 1 α, 25(OH)2D3 sebagai anti kanker ... 27
2.7 Mekanisme kerja 1,25(OH)2D3 melalui reseptor nukleus ... 30
2.8 Struktur reseptor vitamin ... 32
2.9 Kalsitriol dan checkpoint pada siklus sel ... 33
2.10 Jalur signal target 1-α, 25(OH)2D3 terhadap kanker ... 34
2.11 Mekanisme genomic kerja kalsitriol melalui aksi VDR dan Anti-neoplastik ... 35
2.12 Struktur gen reseptor vitamin D manusia (VDR) ... 38
2.13 Kerangka teoritis penelitian ... 41
2.14 Kerangka konsep penelitian ... 42
3.1 Kerangka operasional penelitian ... 60
4.1 Hasil elektroforesis produk PCR ... 65
4.2 Hasil elektroforesis produk RFLP Apa1 ... 65
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul Halaman
1. Format Isian oleh peneliti ... 86
2. Draf penjelasan penelitian ... 91
3. Lembaran persetujuan setelah penjelasan ... 93
4. Proses Analisis Data ... 96
5. Surat persetujuan komisi etik tentang pelaksanaan penelitian ... 103
6. Surat permohonan izin penelitian ... 104
7. Surat izin penelitian Direktur SDM dan Pendidikan di RSUP-HAM 105 8. Surat izin penelitian Kepala Instansi Litbang ... 106
9. Surat izin penelitian Kepala Instansi Rawat Jalan ... 107
10. Surat Keputusan Dekan FK-USU No.43/UN5.1.1/KMS/PS/2018 .... 108
DAFTAR SINGKATAN
AJCC : American Joint Comitte on Cancer
Akt : Protein Kinase B
APC : Adenoma Polyposia Coli, regulator that control beta cathenin concentration
BAX :Bcl-2 Associated X Protein as a Pro-apoptotic Bcl : B-cell Lymphoma as an Anti-apoptotic BRCA1/BRCA2 : Breast Cancer Gene 1 and 2
CBP : CREB Binding Protein
CDK : Cyclin Dependent Kinase
CDKNIA : Cyclin Dependent Kinase Inhibitor A
c-Myc : Protooncogen
COX2 : Cyclooxygenase-2
CTE : Carboxy Terminal Extention
CYP2R1 : 25-Ohase
CYP24A1 : 24-Ohase
CTP27B1 : 1α-Ohase
DBD : DNA Binding Domain
DBP : Vitamin D Binding Protein DCIS : Ductus Carcinoma In Sito
DNA : Dioksi Nukleat Acid
DP1 : Transcription Factor DP1
DRIPs : Vitamin D Receptor Interacting Protein
DR3 : Direct Region 3
EGF : Epidermal Growth Factor
EGFR : Epidermal Growth Factor Receptor
ER : Estrogen Receptor
ERK : Extracellular Signal Regulated Kinase ERP : Endoplasmik Retikulum Protein
ET-1 : Endothelin-1
Glut-1 : Glukosa
GWAS : Genome wide association studies HIF-1A : Hypoxia Inducible Factor-Alpha-1 IDC : Invasive Ductal Carcinomas IGF-1 : Insulin like Growth Factor-1
IGFBP3 : Insulin like Growth Factor-1 Binding Protein 3
IKKβ : Ikβ Kinase
LBD : Ligand Binding Domain
ILC : Invasive Lobular Carcinoma
IL-8 : Interlukin-8
LCIS : Lobular Carcinomas In Sito MAPK : Mitogen Activated Protein Kinase MMPs : Matriks Metalloproteinase
MARRS : Membrane Associated Rapid Respond Steroid-binding mTOR : Mechanistic Target of Rapamycin
NF-kβ : Nuclear Factor-Kappa Beta
P15 : Cyclin Dependent Kinase Inhibitor 2B encoded by CDKN2B gene as a tumor suppressor
P21 : Cyclin Dependent Kinase Inhibitor 1A encoded by CDKNIA gene
P27 : Cyclin Dependent Kinase Inhibitor 1B encoded by CDKN1B gene
P53 : Tumor Suppressor p53
PAH : Polisiklik Aromatik Hidrokarbon PARG : Poly ADP Ribose Glycohidrolase PDGF : Platelet Derived Growth Factor PGE2 : Prostaglandin E2
PI3K :Phosphatidylinositol 3 kinase
PKC : Protein Kinase C
RCTs : Randomized Clinical Trails
RFLP : Restriction Fragment Lenght Polymorfism
RNA : Ribo Nukleat Acid
ROS : Reaction Oxygen syntase RXR : Retinoid X receptor
SNP : Single Necliotide Polymorfisme TIMP1 : Tissue inhibtor of metalloproteinases-1 TNF-α : Tumor Nekrotik Factor-α
VDR : Vitamin D Receptor
VDREs : Vitamin D Respon Elements
VEGF : Vascular Endothelial Growth Factor
UV : Ultra Violet
UNDR : Variable number of tendem Repeats
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang
Vitamin D diyakini memiliki sifat anti karsinogenik secara independen efektif dalam melindungi dari kanker payudara. Beberapa penelitian ekperimen menunjukkan bahwa 1,25(OH)2D yang secara biologis merupakan vitamin D aktif, dapat menghambat proliferasi sel, induksi deferensiasi dan apoptosis serta menghalangi angiogenesis pada sel payudara normal dan maligna(Saez et al., 1993; Welsh et al., 2003). Namun, hasil beberapa penelitian epidemiologi yang telah dilakukan hubungan antara vitamin dan resiko kanker payudara belum dapat diyakini(Doré, 2014; Reimers et al., 2015).Namunadabeberapa penelitianmenyebutkan bahwa penggunaan vitaminD mempunyai hubungan signifikan terhadap penurunan resiko kanker payudara(Cui and Rohan, 2006;
Kawase et al., 2010).
Penemuan lain menyatakan adanya hubungan kuat sejumlah penyakit kronis dengan kekurangan vitamin D (Khan et al., 2014). Vitamin D juga memberikan informasi perlindungan pada penyakit kronis, penyakit autoimum, infeksi pernafasan, diabetes melitus tipe 1 dan 2, kardiovaskuler, gangguan neuromuskuler serta kanker (Welsh et al., 2003; Colagar, Firouzjah and Halalkhor, 2015). Sehingga dengan alasan ini menjadi perhatian diterimanya penggunaan vitamin D dalam penanganan penyakit serta upaya pencegahan penyakit kanker (Colagar, Firouzjah and Halalkhor, 2015).
diubah tubuh menjadi hormon) larut dalam lemak. Dua bentuk utama alamiah vitamin D yaitu: vitamin D2(ergocalciferol) difotosintesis secara kimia oleh tumbuhan, dan vitamin D3(cholecalciferol) disintesis pada kulit manusia dan binatang dari respon paparan sinar matahari, khususnya radiasi ultraviolet B dengan panjang gelombang: 270-300 nm(Köstner et al., 2009; Khan et al., 2014) Di negara Eropa dan Amerika umumnya kebutuhan vitamin D diberikan 90% dari sintesis kolesterol 7-dehydrocholesterol pada kulit dari solar irradiasi dan hanya 10% didapatkan dari makanan (Köstner et al., 2009). Suplemen vitamin D juga dapat mencegah kanker dengan peningkatan serum 25(OH)D dan mendorong sintesis kalsitriol intra tumor mengaktifkan anti keganasan pada kanker(Feldman et al., 2014).
Kalsitriol yang berikatan pada reseptor vitamin D(RVD) merupakan anggota reseptor nuklear superfamily. Reseptor ini terdiri dari dua struktur jari seng mencakup rangkaian domain DNA dan bagian ikatan karboksil terminal (Chen et al., 2005; Lue, 2015).Saat kalsitriol terikat, RVD terdimerisasi dengan reseptor retinoid X (RXR)(Reimers et al., 2015), sehingga terjadi translokasi ke nukleus dimana heterodimer sebagai faktor transkripsi, mengatur ekspresi banyak gen mulai dari homeostasis kalsium sebagai pengontrol siklus sel, anti inflamasi, anti angiogenesis, pencegahan metastasis sampai apoptosis (Yang et al., 2014;
Clendenen et al., 2015; Reimers et al., 2016).
World Cancer Report (WCR) tahun 2000 memprediksikan insiden kanker di seluruh dunia akan terus terjadi peningkatan sampai 50% ditahun 2020 (Jaime G, Abelardo M, Garcia, 2013).Pengaruh kanker terus menjadi masalah besar
payudara, colon dan prostat setiap tahun dan total kematian akibat kanker berjumlah 13% dari semua kematian dan 1 untuk setiap 4 kematian di Inggris dan US. Dampak terhadap ekonomi diperkirakan $280 milyar dihabiskan setiap tahun untuk pengobatan pasien(Thorne and Campbell, 2008).Data Infodatin 2015 penderita kanker di Indonesia sebesar 1,4/1000 dengan jumlah kasus diperkirakan 347.792 dengan prevalensi penderita kanker payudara sebesar 0,5/1000.
Berdasarkan data rekam medik pada tahun 2010-2013 di RS Dharmais melaporkan bahwa kasus terbanyak yang mereka tangani dengan perkembangan jumlah kasus baru dan kematian yang terus meningkat adalah kanker payudara(InfoDatin, 2015). Sedangkan data penderita kanker berdasarkan catatan medikal RSUP-HAM tahun 2017 sebanyak 22.257 pasien, dari jumlah tersebut dilaporkan kanker payudara merupakan jumlah tertinggi sebanyak 11.377 pasien(RSUP-HAM, 2017)
Kanker payudara merupakan penyakit paling umum menyebabkan kematian pada wanita (Bretherton-Watt et al., 2001; Khan et al., 2014). Data statistik global menunjukkan bahwa kanker payudara adalah penyebab kematian kedua setelah kanker paru. Diperkirakan 1 diantara 10 wanita Inggeris dan 1 diantara 8 wanita Amerika terus berkembang kanker payudara dalam kehidupan mereka(Mansi et al., 2001; Guy et al., 2004). Sementara kanker di keluarga 5%
berasal dari kanker payudara selebihnya akibat multifaktor termasuk pengaruh genetik(Bretherton-Watt et al., 2001). Kanker payudara lebih sering dijumpai dalam bentuk tumor maligna, 15-30% kasus tercatat menjadi karsinoma akibat
10% di jaringan tubular payudara.
Kanker payudara sangat besar dipengaruhi oleh faktor hormonal dan variasi gen. Banyak peneliti telah melakukan riset aspek seluler dan molekuler pada kanker payudara. Meskipun investigasi ini terus dikembangkan namun akibat banyaknya faktor kerentanan yang ada, sehingga masih sulitdalam penegakkan diagnosis. Adanyagenyang terlibat dalam pertumbuhan, diferensiasi, apoptosis mempengaruhi kerentanan tersebut(Cutolo, 2012; American Cancer Society, 2015).
Dilihat dari polimorfisme gen RVD dengan jenis kanker dan penyakit kronis. Polimorfisme gen RVD dengan kanker payudara telah di investigasi dengan beberapa penelitian, sehingga diterima polimorfisme gen RVD dapat mempengaruhi resiko terjadinya kanker dan prognosisnya. Penelitian polimorfisme gen RVD dihubungkan dengan kanker payudara berfokus pada 7 tipe polimorfisme yaitu; polimorfisme FokI (rs2228570) di ekson II, Bsm1(rs1544410) dan Apa1(rs7975232) di intron VIII, Cdx2 di ekson I, TaqI(rs731236) di ekson IX, Tru91 di intron VIII dan mononukliotid poly(A) (rs17878969) pada area 3‟ untranslated region (3‟-UTR) bagian gen. Kanker payudara sendiri menurut Lowe dkk, menyebutkan bahwa resiko perkembangan kanker enam kali lebih tinggi pada wanita bila kadar 25(OH)D rendah (<20mg/ml)(Ingles et al., 2000).
Polimorfisme yang sering dihubungkan dengan tumorigenesis adalah FokI, ApaI, BsmI, TaqI, EcoRV, Cdx2, namun data ini masih kontradiktif. Penelitian sebelumnya dikaitkan dengan single nukleotid polymorphism (SNP) meliputi
payudara tidak begitu jelas disebabkan variasi etnik pada genotip, kontrol dan tehnik genotip. Polimorfisme RVD Apa1 genotip AA umumnya terdapat pada orang Afrika Amerika (40,2%), namun genotip aa sering dijumpai pada orang Asia (67,9%) (Khan et al., 2014; Zhang and Song, 2014)
Polimorfisme RVD ApaI telah dianalisis pada beberapa penelitian tentang hubungan kejadian dan hasil. Menurut Currant et al, mengobservasi bahwa genotip Aa dan aa memiliki hubungan signifikan dengan resiko kanker payudara (OR=1,56, p=0,016)(Joanne Current E, 1999). Namun hasilnya berlawanan dengan yang dilaporkan dari penelitian di Taiwan, bahwa trend peningkatan resiko kanker payudara adalah genotip AA, sementara genotip Aa cenderung dengan penurunan resiko (OR genotip Aa=0,333 dan genotip aa=0,515).
Perbedaan statistik signifikan pada distribusi genotip ApaI antara kasus dan kontrol di observasi pada penelitian di Finlandia. Genotip AA lebih umum pada wanita kanker payudara, sementara resiko rendah kanker payudara pada wanita genotip aa (OR=0,03). Bahkan, wanita dengan ApaI alel a menunjukkan resiko penurunan kanker payudara (OR=0,73) dibandingkan dengan genotip AA, khususnya bagi mereka yang memiliki riwayat keluarga positif kanker payudara (0,14) (Köstner et al., 2009; Wang et al., 2016)
Mempelajari data diatas, bertujuan meningkatkan pengetahuan tentang kanker khususnya kanker payudara serta upaya pencegahan melalui deteksi dini dan pengobatan terhadap penyakit kanker. Diketahui lebih dari 30% penyakit ini dapat dicegah dengan cara mengubah faktor resiko prilaku dan pola makan
prevalensi penderita kanker khususnya kanker payudara, sehingga peneliti tertarik untuk mengetahui jenis genotip polimorfisme khususnya polimorfisme RVD ApaIyang dimiliki oleh masyarakat Indonesia khususnya masyarakat sumatera.Selanjutnya peneliti ingin mengembangkan penelitian tentang polimorfisme gen RVD Apa1 pada kanker payudara dan hubungan kadar vitamin D plasmaterhadap kejadian kanker payudara.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian seperti telah diuraikan diatas, dirumuskan masalah penelitian ini sebagai berikut : Apakah ada hubungan polimorfisme gen reseptor vitamin D Apa1 dengan kadar vitamin D plasma pada penderita kanker payudara
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan polimorfisme gen reseptor vitamin DApa1 dengan kadar vitamin D plasma pada penderita kanker payudara
1.3.2 Tujuan khusus
Tujuan khusus penelitian ini terdiri dari :
1. Untuk mengetahui jumlah kadar vitamin D plasma pada penderita kanker payudara
2. Untuk mengetahui jumlah distribusi genotip polimorfisme gen RVD Apa1pada kanker payudara (AA, Aa, aa)
kanker payudara
1.4 Hipotesis
a. Penderita kanker payudara lebih banyak yang defisiensi vitamin D
b. Jenis genotip AA lebih banyak ditemukan dibandingkan Aa dan aa pada kanker payudara
c. Terdapat korelasi antara polimorfisme gen reseptor vitamin D Apa1 dengan pada penderita kanker payudara
1.5 Manfaat penelitian 1.5.1 Manfaat Teoritis
Dapat memberikan informasi tentang adanya hubungan polimorfisme gen reseptor vitamin D Apa1 dengan kadar vitamin D plasma padapenderita kanker payudara
1.5.2 Manfaat klinis
Penelitian ini dapat memberikan nilai promotif dan preventif untuk memanfaatkan sumber makanan yang mengandung vitamin D dan suplemen vitamin Dsebagai salah satu alternatif pengobatan untuk menurunkan prevalensi penyakit kanker payudara
1.5.3 Manfaat bagi peneliti
Penelitian ini dapat menjadi dasar untuk penelitian selanjutnya mengenai polimorfisme gen reseptor vitamin D Apa1 dan peran kadar vitamin D plasmapada penderita penyakit kanker payudara
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kanker
Kanker merupakan kumpulan sel abnormal yang terbentuk oleh sel-sel yang tumbuh secara terus menerus, tidak terbatas, tidak terkoordinasi dengan jaringan sekitarnya dan tidak berfungsi secara normal. Kanker adalah penyakit akibat pertumbuhan tidak normal dari sel-sel jaringan tubuh yang berubah menjadi sel kanker. Kanker sering dikenal oleh masyarakat sebagai tumor, padahal tidak semua tumor adalah kanker. Tumor adalah benjolan tidak normal atau abnormal.
Tumor dibagi dalam dua golongan, yaitu tumor jinak dan tumor ganas. Kanker adalah istilah umum untuk semua jenis tumor ganas (Brunicardi et al, 2010)
Gambar 2.1 Skema dasar molekul penyakit kanker (Depkes,2007)
2.2 Kanker Payudara 2.2.1 Pengertian
Kanker payudara merupakan penyakit umum yang berpengaruh terhadap pemasalahan kesehatan masyarakat. Kanker payudara adalah keadaan malignansi berasal dari sel-sel yang terdapat pada payudara. Payudara wanita terdiri dari lobules, duktus, lemak dan jaringan koneksi, pembuluh darah serta limfe. Pada umumnya berasal dari sel epitel yang terletak di duktus, dan sebagian lain dari sel epitel yang terletak dalam lobules serta jaringan. Jenis kanker payudara berdasarkan histologinya adalah ductal carsinoma in sito (DCIS, dikenal sebagai karsinoma intraduktus), lobular karsinoma insitu, invasive/infiltrating ductal carsinoma, invasive/infiltrating lobular carsinoma.(Thorne and Campbell, 2008)
Gambar 2.2 Duktus dan lobules payudara (American Cancer Society,2015)
Sel-sel kanker payudara ini dapat tumbuh dan menjalar ke jaringan sekitarnya sampai bermetastasis ke organ lain yang lebih jauh dari tempat asal
ditemukan pada wanita di seluruh dunia dan merupakan pembunuh kedua setelah kanker paru (Ih, 2013). Resiko terjadinya kanker payudara dipengaruhi berbagai faktor seperti usia, ras, diet, aktifitas fisik, paparan estrogen, indek masa tubuh, depresi (Ostad dan Parsa, 2011).
2.2.2 Patogenesis
Patogenesis kanker payudara juga disebut karsinogenesis. Kanker terjadi akibat kerusakan dan transformasi protoonkogen serta supressor gen sehingga terjadi perubahan dalam cetakan protein dari yang telah diprogramkan semula mengakibatkan timbulnya sel kanker. Karena itu terjadi kekeliruan transkripsi dan translasi gen sehingga terbentuklah protein abnormal yang terlepas dari kendali pengaturan normal dan koordinasi pertumbuhan serta diferensiasi sel. Proses karsinogenesis adalah proses bertahap suatu multi step proses. Dalam hal ini ada 3 fase yaitu inisiasi, promosi, dan progresi.
a. Inisiasi
Pada tahap inisiasi terjadi suatu perubahan dalam bahan genetik sel yang memancing sel menjadi ganas. Perubahan bahan genetik sel ini disebabkan oleh suatu agen yang disebut karsinogen, bisa berupa bahan kimia, virus, radiasi (penyinaran) atau sinar matahari. Namun tidak semua sel memiliki kepekaan yang sama terhadap suatu karsinogen. Kelainan genetik dalam sel disebut promotor, menyebabkan sel lebih rentan terhadap suatu karsinogen. Bahkan gangguan fisik menahunpun dapat membuat sel menjadi lebih peka untuk mengalami keganasan.
b. Promosi
Pada tahap promosi, suatu sel yang telah mengalami inisiasi akan berubah menjadi ganas. Sel yang belum melewati tahap inisiasi tidak akan terpengaruh oleh promosi. Karena itu diperlukan beberapa faktor untuk terjadinya keganasan (gabungan dari sel yang peka dan suatu karsinogen).
c. Progresi
Pada progresi ini terjadi aktifasi, mutasi atau hilangnya gen. Tahap ini timbul perubahan benigna menjadi premaligna dan maligna. Dalam proses karsinogenesis ada 3 mekanisme yang terlibat: 1. Onkogen yang dapat menginduksi timbulnya kanker; 2. Anti onkogen atau gen supressor yang dapat mencegah timbulnya sel kanker, 3. Gen modulator yang dapat mempengaruhi penyebaran kanker.
Perkembangan kanker payudara umumnya berhubungan dengan faktor hormonal dan genetik (riwayat keluarga). Secara sporadik, kanker payudara berhubungan dengan paparan hormonal dan secara heriditer berhubungan dengan mutasi germline.
1. Herediter
Ditemukan 13% kanker payudara terjadi secara herediter pada garis pertama keturunan, hanya sekitar 15% yang diakibatkan oleh multifaktorial dan mutasi germ-line. Sekitar 23% kanker payudara terjadi secara familial. Hal ini dikaitkan dengan BRCA1 dan BRCA2penderita terkena sebelum menopause dan atau dengan kanker multiple, atau pada pria dengan kanker payudara dan jika ada anggota keluarga menderita kanker ovarium (Gage et al. 2012)
Secara herediter penyebab terjadinya mutasi multifaktorial dan umumnya terjadi saling mempengaruhi. Perubahan terjadi pada salah satu gen dari sekian banyak gen dapat mencetuskan suatu transformasi maligna.
2. Gen BRCA1 dan BRCA2
Pada kanker payudara ditemukan dua gen yang bertanggungjawab pada 2/3 kasus familial atau 5% secara keseluruhan, yaitu gen BRCA1 yang berlokasi pada kromosom 17 (17q21) dan gen BRCA2 yang berlokasi pada kromosom 13q- 12-13. Adanya mutasi dan delesi BRCA1 yang bersifat heriditer pada 85%
menyebabkan terjadi peningkatan resiko terkena kanker payudara, 10% secara nonheriditer dan kanker ovarium. Mutasi dan BRCA1 menunjukkan perubahan ke arah karsinoma tipe medular, cendrung high grade, mitotik sangat aktif, pola pertumbuhan sensitial dan status reseptor estrogen negatif dan mempunyai prognosis yang buruk. Gen BRCA2 yang berlokasi pada kromosom 13q melibatkan 70% untuk terjadinya kanker payudara secara herediter dan bukan merupakan mutasi sekunder dari BRCA1. Seperti hanya BRCA1 dan BRCA2 juga dapat menyebabkan kanker ovarium dan pada pria dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker payudara (Shan et al., 2012).
3. Mutasi Germline
Faktor genetik ditunjukkan dengan kecendrungan familial yang kuat.
Tidak adanya pola pewarisan menunjukkan bahwa insiden familial dapat disebabkan oleh kerja banyak gen atau oleh faktor lingkungan serupa yang bekerja pada anggota keluarga yang sama. Pada penderita sindroma Li-Fraumeni terjadi mutasi dari tumor supressor gen p53. Keadaan ini dapat menyebabkan keganasan
pada otak, kelenjar adrenal pada anak-anak dan kanker payudara pada orang dewasa. Ditemukan sekitar 1% mutasi p53 pada penderita kanker payudara yang dideteksi pada usia setelah 40 tahun.
4. Mutasi Sporadik
Secara mayoritas keadaan mutasi sporadik berhubungan dengan paparan hormon, jenis kelamin, usia menarche dan menopause, usia reproduktif, riwayat menyusui dan estrogen eksogen. Keadaan kanker seperti ini di jumpai pada wanita postmenopause dan over ekspresi estrogen reseptor. Estrogen sendiri mempunyai dua kemampuan untuk berkembangnya kanker payudara. Metabolit estrogen dapat menyebabkan mutasi dan perusakan DNA-radikal bebas. Melalui aktifitas hormonal, estrogen dapat menyebabkan proliferasi lesi premaligna menjadi maligna. Sifat hormon ini berkaitan dengan estrogen, progesteron dan reseptor hormon steroid lain di inti sel payudara. Pada neoplasma yang memiliki reseptor ini terapi hormon (antiestrogen) dapat memperlambat pertumbuhan dan menyebabkan regresi tumor.
2.2.3 Faktor Resiko dan Penyebab
Beberapa faktor resiko kanker payudara dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, masa jenis jaringan payudara, haid yang cepat, manopause yang lama, paparan radiasi di dada sebelumnya, paparan diethylstilbestrol, dan faktor resiko genetika (BRCA-1 dan BRCA-2) (Czarnecka AM et al,2010; Najm MZ et al,2010; Shan et al., 2012). Untuk faktor resiko yang jarang hamil atau kehamilan pertama diatas usia 30 tahun, perawatan dengan hormon postmanopousal, dan
penggunaan kombinasi estrogen dan progesteron, konsumsi alkohol, obesitas postmanopausal dan kurangnya aktifitas fisik (American Cancer Society, 2015) a. Umur
Meningkatnya resiko kanker payudara sejalan dengan bertambah umur.
Wanita paling sering terkena kanker payudara umur di atas 40 tahun, meskipun demikian tidak berarti wanita dibawah usia tersebut tidak terkena kanker payudara, akan tetapi hanya terjadi lebih rendah dibandingkan dengan wanita diatas 40 tahun.
b. Riwayat Perkawinan
Riwayat perkawinan dihubungkan dengan paritas, umur melahirkan anak pertama dan riwayat menyesui anak. Tidak kawin mempunyai resiko 2-4 kali lebih tinggi daripada wanita yang kawin dan mempunyai anak.
Wanita yang melahirkan anak pertama setelah usia 35 tahun beresiko 2-4 kali lebih tinggi daripada wanita yang melahirkan anak pertama di bawah usia 35 tahun. Menurut penelitian Lapau, dkk di Jakarta menunjukkan wanita yang tidak kawin resikonya 2,7 kali lebih tinggi daripada wanita yang kawin dan mempunyai anak. Wanita yang tidak menyusui anaknya mempunyai resiko kanker payudara dibandingkan wanita yang menyusui anaknya.
c. Usia menarche dini
Bila haid pertama datang sebelum usia 12 tahun, maka wanita akan mengalami sirkulasi hormon estrogen sepanjang hidupnya lebih lama. Hormon estrogen dapat merangsang pertumbuhan duktus dalam kelenjar payudara.
Keterpajanan lebih lama dari hormon estrogen dapat menimbulkan perubahan sel
sel duktus dari kelenjar payudara. Menarche kurang dari 12 tahun mempunyai resiko 1,7-3,4 kali lebih tinggi daripada wanita dengan menarche datang pada usia normal yang lebih dari 12 tahun.
d. Menopause terlambat
Wanita yang mengalami masa menopousenya terlambat lebih dari 55 tahun, memiliki resiko 2,5 - 5 kali lebih tinggi dari pada wanita yang masa menopausenya kurang dari 55 tahun
e. Menderita tumor jinak payudara
Wanita yang pernah melakukan operasi tumor jinak payudara resikonya 2,5 kali lebih tinggi daripada wanita yang tidak pernah memiliki tumor jinak payudara. Wanita dengan karsinoma satu payudara mempunyai peningkatan resiko menderita karsinoma pada payudara sisi yang lain.
f. Riwayat keluarga
Adanya riwayat keluarga yang mengindap kanker, terutama dari satu jenis merupakan faktor resiko terjangkitnya kanker. Kecendrungan genetik untuk karsinogenesis disebabkan oleh rapuhnya gen-gen regulator, kerentanan terhadap inisiator atau promotor tertentu, kesalahan enzim pengoreksi atau gagalnya fungsi sistem imum (Coewin, 2001)
g. Gaya hidup (obesitas, konsumsi makanan tinggi lemak, alkohol dan rokok) Lingkungan, paparan terhadap senyawa polisiklik aromatik hidrokarbon (PAH) sebagai polutan yang dibentuk selama pembakaran (batu bara, minyak, kayu, gas, sampah, rokok, pabrik dinyatakan pada hewan percobaan dapat
beresiko menjadi kanker payudara, begitupun pada manusia belum jelas dan menjadi bahan penelitian yang terus dilakukan.
2.2.4 Pengelompokan Kanker Payudara
Berdasarkan tipe sel kanker, dikelompokkan sebagai berikut : a. DCIS ( Ductal Carcinoma In Situ)
Tipe kanker ini tidak bersifat invasive, hanya berada di saluran air susu.
b. LCIS ( Lobular Carcinoma In Situ)
Tumor yang sel – sel nya mengalami pertumbuhan berlebihan berada di dalam lobules. LCIS merupakan tanda peringatan meningkatnya risiko sel untuk berkembang menjadi kanker yang invasive.
c. IDC ( Invasive Ductal Carcinoma)
Kanker yang berasal dari saluran susu namun tumbuh ke sekitar jaringan normal dalam payudara. Ini merupakan kanker payudara yang paling sering.
d. ILC (Invasive Lobular Carcinoma)
Kanker ini berasal dari lobules, namun tumbuh ke sekitar jaringan normal payudara
Pengelompokkan berdasarkan grade;
a. Grade I, untuk kanker dengan diferensiasi baik (low grade/ well differentiated) dimana sel kanker masih mirip dengan sel asalnya.
b. Grade II, untuk kanker dengan diferensiasi moderat (Intermediate/moderately differentiated)
c. Grade III, untuk kanker dengan differensiasi jelek (poorly diffrentiated) dan Grade IV untuk kanker anaplastik atau undiffrentiated. Umumnya Grade III dan Grade IV digabung menjadi satu dan dikategorikan sebagai high grade.
Pengelompokkan berdasarkan stadium;
a. Stadium 0
Stadium 0 digunakan untuk kanker payudara yang non-invasif seperti ductal carcinoma in situ. Pada stadium 0 sel kanker berada di tempat asalnya di payudara, tidak menginvasi jaringan normal di sekitarnya.
b. Stadium I
Stadium I dibagi menjadi stadium IA dan stadium IB
Stadium IA : sel kanker menginvasi jaringan payudara yang normal dengan ukuran tumor sampai dengan 2 cm dan tidak menyebar diluar payudara. Tidak ada keterlibatan kelenjar lymph
Stadium IB : sel kanker menginvasi jaringan payudara normal dengan :
1) Tidak terdapat tumor di payudara, namun sel kanker dijumpai di kelenjar lymph dengan ukuran 0,2 mm – 2 mm
2) Terdapat tumor di payudara yang tidak lebih besar dari 2 cm dan terdapat sekelompok kecil sel kanker di kelenjar lymph berukuran 0,2 – 2 mm
c. Stadium II, dibagi menjadi stadium IIA dan IIB Stadium IIA :
1) Tidak ditemukan tumor di payudara, namun sel kanker ditemukan di kelenjar lymph axilla atau di kelenjar lymph dekat dengan tulang dada dengan ukuran
2) Tumor berukuran 2 cm atau lebih kecil dan telah menyebar ke kelenjar lymph axilla, atau
3) Tumor berukuran 2-5 cm dan tidak menyebar ke kelenjar lymph axilla Stadium IIB :
1) Tumor berukuran 2-5 cm, sekelompok sel kanker ukuran 0,2 – 2 mm ditemukan di kelenjar lymph
2) Tumor berukuran 2-5 cm telah menyebar ke 1-3 kelenjar lymph axilla atau ke kelenjar lymph dekat tulang dada
3) Tumor berukuran lebih besar dari 5 cm namun tidak ada penyebaran sel kanker ke kelenjar lymph
d. Stadium III, dibagi menjadi stadium IIIA, IIIB dan IIIC Stadium IIIA
1) Tidak terdapat tumor atau terdapat tumor dengan ukuran berapa saja danditemukan 4 - 9 sel kanker pada kelenjar lymph axilla atau kelenjar lymph dekat tulang dada.
2) Tumor berukuran lebih besar dari 5 cm dan ditemukan sekelompok kecil sel kanker berukuran 0,2 – 2 cm di kelenjar lymph
3) Tumor berukuran lebih besar dari 5 cm telah menyebar ke 1 – 3 kelenjar lymph dekat tulang dada
Stadium IIIB
1) Tumor dengan ukuran berapa saja dan telah menyebar ke dinding dada dan atau kulit payudara dan menyebabkan pembengkakan dan atau ulkus
2) Tumor telah menyebar hingga ke 9 kelenjar lymph
3) Tumor telah menyebar ke kelenjar lymph dekat tulang dada Stadium IIIC
1) Kanker telah menyebar hingga 10 atau lebih kelenjar lymph axilla
2) Kanker telah menyebar ke kelenjar lymph diatas atau dibawah tulang selangka
3) Kanker telah menyebar ke kelenjar lymph axilla atau ke kelenjar lymph dekat tulang dada
e. Stadium IV
Kanker telah menyebar keluar payudara dan kelenjar lymph disekitarnya hingga ke organ lain tubuh seperti paru paru, kelenjar lymph yang jauh atau kulit, tulang, hati atau otak.(Breastcancer org, 2016)
Pengelompokkan berdasarkan tipe molekuler ;
1) Luminal A : ER dan PR positif, Her -2 negatif, Ki-67 “low”
2) Luminal B :
Luminal B like ( Her-2 negatif ) : ER positif, Her-2 negatif dan sekurang kurangnya 1 dari : Ki-67 „ high “, PR negative atau “ low “
Luminal B like ( Her-2 positif ) : ER positif, Her-2 overekspresi atau teramplifikasi, apapun hasil Ki-67 dan apapun hasil PR
3) Her-2 overekspresi : Her-2 overekspresi atau teramplifikasi, ER dan PR negatif
4) Basal Like : ER dan PR absen, Her-2 negatif(Kemenkes RI, 2016)
2.2.5 Diagnosa Kanker Payudara
1. Pemeriksaan Fisik : Benjolan di payudara, sakit atau tidak sakit, nipple discharge, retraksi puting susu dan krusta, kelainan kulit seperti peau de orange, ulserasi, dimpling, venektasi, benjolan di ketiak atau edema
2. Pemeriksaan Laboratorium : pemeriksaan darah rutin dan tumor marker 3. Pemeriksaan Radiologi : Mamografi, USG payudara, CT Scan, MRI
4. Pemeriksaan Patologi Anatomi : sitologi, histopatologi, imunohistokimia, in situ hibridisasi dan gene array ( pada kasus tertentu dan untuk penelitian) ( Kemenkes RI, 2016 )
2.2.6Terapi Kanker Payudara
Tujuan utama pengobatan kanker payudara pada tahap awal adalah untuk mengangkat tumor dan membersihkan jaringan sekitar tumor. Tumor primer biasanya dihilangkan dengan pembedahan, yaitu lumpectomy dimana tumor tersebut diangkat, atau dengan pembedahan mastectomy, sebagian payudara yang mengandung sel kanker, atau seluruh payudara diangkat. Selain terapi pembedahan juga ada radioterapi adjuvan, dimana terapi ini berfungsi untuk mengurangi resiko rekurensi tumor lokal setelah operasi. Selain pembedahan dan radioterapi juga dilakukan kemoterapi dan terapi hormon (Davey, 2006).
a. Kemoterapi
Kemoterapi adalah pemberian obat untuk membunuh sel-sel kanker, dapat diberikan dalam bentuk infus atau oral (tablet). Kemoterapi biasanya diberikan dalam bentuk kombinasi agar lebih banyak sel kanker yang dapat dibunuh melalui berbagai jalur dengan mekanisme berbeda. Umumnya terapi (kombinasi lebih dari 2 macam modalitas, antara lain: radiasi, kemoterapi, hormonal, target terapi dan
antibodi monoklonal dapat diberikan pada pasien yang kondisi dan keadaan umumnya baik dengan tujuan untuk menghilangkan tumor dengan cepat (Roche
& Vahdat, 2010) b. Radiasi
Radiasi adalah pengobatan dengan sinar X yang berintensitas tinggi dan berfungsi untuk membunuh sel kanker. Radiasi biasanya dilakukan setelah pembedahan, untuk membersihkan sisa-sisa sel kanker yang masih ada. Radiasi bisa mengurangi resiko kekambuhan hingga 70% (Roche & Vadat, 2010)
c. Terapi Hormonal
Terapi hormonal bekerja melalui dua cara yaitu menurunkan jumlah hormon estrogen dan menghambat jumlah estrogen dalam tubuh serta menghambat kerja estrogen dalam tubuh. Estrogen dapat merangsang pertumbuhan kanker payudara, terutama jenis kanker payudara yang pertumbuhannya tergantung pada reseptor hormon. Terapi hormon tidak efektif bila dipakai pada jenis kanker payudara yang pertumbuhannya tidak pengaruhi oleh reseptor hormon (Roche, 2010)
d. Terapi Fokus Sasaran
Merupakan jenis terapi yang menghentikan pertumbuhan sel-sel kanker dengan cara menghambat molekul atau protein tertentu yang ikut serta dalam proses perubahan sel normal menjadi sel kanker yang ganas. Terapi fokus sasaran lebih efektif dari terapi lainnya dan tidak berbahaya bagi sel normal. Jenis-jenis terapi fokus sasaran adalah:
Antibodi ini merupakan substansi yang diproduksi laboratorium yang akan mengenal dan mengikat suatu target spesifik (protein) pada permukaan sel kanker.
Setiap antibodi monoklonal hanya mengenal satu target protein, atau antigen. Cara kerja terapi ini seperti antibodi yang ada dalam tubuh manusia dan digunakan secara tunggal, atau kombinasi dengan kemoterapi. Sekitar 20-30% pasien kanker payudara memiliki status HER-2 positif, artinya kanker tumbuh lebih ganas daripada jenis kanker payudara lainnya. Untuk kasus seperti ini, terapi antibodi monoklonal secara khusus dirancang untuk menyerang HER-2 saja, yaitu trastuzumab yang telah terbukti dapat menghambat pertumbuhan tumor dan mematikan sel tumor (Roche & Vadat, 2010)
2) Terapi angiogenesis
Terapi anti-angiogenesis bekerja dengan cara menghambat pasokan nutrisi ke sel kanker sehingga sel kanker atropi dan mati. Obat ini selalu diberikan bersama (kombinasi) dengan sitostatika (kemoterapi). Anti angiogenesis pertama yang digunakan untuk pengobatan kanker payudara yaitu bevacizumab (Roche &
Vadat, 2010)
2.3 Vitamin D
2.3.1 Pengantar vitamin D: Sejarah dan Peran Fisiologis
Vitamin D mengacu pada dua zat yang larut dalam lemak, vitamin D3(cholecasiferol) dan vitamin D2(ergocalsiferol) dan metabolismenya dianggap penting bagi kesehatan manusia. Diet vitamin D3 bersumber dari susu, telur, ikan dan daging, sedangkan vitamin D2(ergocalsiferol) bersumber dari iradiasi UVB, ragi dan jamur. Pada manusia, vitamin D3 dibuat secara alamiah oleh tubuh dari
paparan sinar matahari, sebagai tindakan penting precursor hormon endokrin(Moukayed and Grant, 2013; Lue, 2015)
Mellanby dan McCollum pertama mengidentifikasi vitamin D dari pengalamannya menginvestigasi komponen kimia dari minyak ikan yang dapat mencegah ricket pada binatang. Selanjutnya penelitian Hess, McCollum, Steenbock et al. membantu mengisolasi, mengidentifikasi dan menentukan struktur serta fungsi dari hormon ini dan peran penting pada kesehatan tulang.
Tahun 1939, Windhous menentukan struktur dan jalur awal dimana vitamin D disintesis dari 7-dehydrocholesterol. Investigasi biokimia ini adalah sebagai dasar bagi Holick dan temannya untuk selanjutnya menjelaskan jalur biokimia dan mekanisme fisiologis yang mengatur pembentukan hormon vitamin D aktif, 1,25 dihidroksivitamin D3. Vitamin D awalnya di sintesis melalui kontak 7- dehydrocholesterol paparan UV pada kulit. Provitamin D3 ini selanjutnya dimetabolisme di hati dan ginjal untuk memproduksi hormon aktif, 1,25 dihidroksivitamin D3. Walaupun, produksi ektra renal 1,25 dehidroksivitamin D juga terjadi di banyak organ. 25 hidrosivitamin D [25(OH)D] adalah metabolit vitamin D yang beredar diukur secara rutin(Cui and Rohan, 2006; Moukayed and Grant, 2013)
Dari tahun 1990 sejak penemuan di atas sampai sekarang, para ilmuan telah memprediksikan bahwa vitamin D memberikan manfaat efek biologi jauh melampaui peran sebagai homeostasis kalsium dan fosfat. Vitamin D mempunyai fungsi homeostasis penting pada perkembangan janin dan orang dewasa serta
immunologi tubuh manusia. Bahkan beberapa penelitian mendukung peran penting vitamin D dalam mekanisme pengaturan kontrol proliferasi, diferensiasi dan perkembangan sel.(Moukayed and Grant, 2013)
Gambar 2.3 Struktur Vitamin D (Watson, 2013)
2.3.2 Metabolisme dan fungsi vitamin D
Ketika vitamin D dibuat di kulit atau dicerna dari makanan, harus di metabolisme di dalam hati menjadi 25(OH)D. Hasil metabolisme ini secara biologi tidak aktif, selanjutnya harus dihidroksilasi oleh enzim 25-hidroksivitamin D-1 -hidroksilasi (CYP27B1;1-OHase) di ginjal untuk mengaktifkan 1,25 dihidroksivitamin D (1,25(OH)2D). 1,25(OH)2D adalah hormon seperti steroid, berinteraksi dalam reseptor vitamin D (VDR)nukleus, jaringan target termasuk usus halus, osteoblast tulang dan sel tubular ginjal di dalam ginjal (Deeb, Trump and Johnson, 2007; Hines et al., 2010)
Gambar 2.4 Metabolisme Vitamin D
Vitamin D (1,25(OH)2D) berfungsi menjaga keseimbangan kalsium dan kesehatan tulang denganpeningkatan efisiensi absorpsi kalsium usus, merangsang fungsi osteoblast dan meningkatkan reabsopsi kalsium tulang, juga menambah reabsorpsi kalsium di ginjal. Disamping itu, 1,25(OH)2D juga menjadi regulator penting metabolisme kalsium yang digunakan sebagai pengontrol, menyebabkan kehancurannya sendiri dengan meningkatkan ekspresi dari 25-hidroksivitamin D- 24 hidroksilase (CYP24). Hasil metabolik inaktif yang larut dalam air ini dikeluarkan melalui empedu(Stunkard, 2009; Maruotti and Cantatore, 2010)
Gambar 2.5 Efek seluler 1,25(OH)2D3
2.3.3 Kadar vitamin D dalam tubuh manusia
Pengamatan untuk mendukung hipotesis bahwa peningkatan kadar 25(OH)D dalam darah, ada cukup zat pada banyak jaringan dan sel didalam tubuh yang mengekpresikan 1-OHase untuk produksi 1,25(OH)2D. Dipercaya bahwa produksi lokal 1,25(OH)2D adalah penting untuk regulasi pertumbuhan sel dan maturasi, selanjutnya mampu mencegah sel menjadi malignan, 1,25(OH)2D3 ini terbentuk oleh restorasi sel dari status proliferasi normal atau menyatakan kematian dengan apoptosis. Jika sel menjadi malignan, penambahan 1,25(OH)2D akan menghambat angiogenesis sel menjadi malignan(Holick and Chen, 2008;
Thakkar et al., 2016).
Kadar serum 1,25(OH)2D3 diklasifikasikan sebagai berikut < 20 ng/ml dinamakan defisiensi, 20-30 ng/ml disebut cukup dan 30-80 ng/ml adalah optimal.
Menurut Holick konsentrasi ideal antara 75-150 ng/ml. Keracunan vitamin D
terjadi pada konsentrasi > 375 ng/ml (Mazzilli, Reid and Foster, 2012; Mehta et al., 2013; Prietl et al., 2013)
Gambar 2.6 Perkembangan 1α, 25(OH)2D3 sebagai anti kanker
2.3.4 Aksi Genomik dan Non-genomik Vitamin D melalui RVD
Kerja vitamin D sebagai hormon steroid untuk pengaturan transkripsi gen.
Efek bioaktif hormon 1,25 dihidroksivitamin D3 terjadi melalui reseptor vitamin D. RVD di identifikasi tahun 1969 dan di klon tahun 1987; struktur kristal dan ikatannya dengan ligan secara alamiah didapatkan tahun 2000. Sejak ditemukan, peneliti sudah mendeteksi RVD pada banyak jaringan tubuh, meliputi tulang, sel β pankreas, kelenjar para thiroid, otak, kulit, prostat, testis, jantung, jaringan otot rangka, payudara, hati, jantung, usus, ginjal, sel adipose dan sel respon imun seperti makrofag, sel dendritik, sel aktif B dan T. Reseptor tersebar seluruh tubuh, menunjukkan peran fisiologis dalam regulasi homeostasis di lapisan mineralisasi jaringan tulang(Moukayed and Grant, 2013; Prietl et al., 2013)
Senyawa vitamin D ditranspor oleh protein spesifik, vitamin D diikat protein (DBP). Aktifitas vitamin D dibatasi oleh proses katabolik, mediasi primer oleh 24-hidroksilase (CYP24A1) yang mengubah kalsitriol pada 1,24,25(OH)3D, sebuah senyawa dengan afinitas jauh lebih rendah untuk reseptor vitamin D (RVD), katabolit ini selanjutnya dimetabolisme menjadi produk yang kemudian diekresikan sebagai asam calsitroic. Metabolisme vitamin D sangat rumit dan diatur dengan ketat. Pengaturan dalam metabolisme senyawa vitamin D adalah aktifitas CYP2R1 yang disebabkan oleh rendahnya kadar 25(OH)D dan aktifitas CYP24A1 yang dipengaruhi oleh 25(OH)D dan 1,25(OH)2D ketika metabolisme enzim utama vitamin D berada di hati (CYP2R1) dan di ginjal (CYP27B1 dan CYP24). Enzim katabolik ditemukan dibeberapa jaringan (Kang et al., 2010;
Tsiaras and Weinstock, 2011)
Secara alamiah peranan vitamin D meliputi; mengatur metabolisme tulang dan keseimbangan kalsium dan fosfat,namun penelitian terakhir secara in-vitro dan in-vivo diketahui beberapa efek non-kalsemik dari metabolisme vitamin D.
Kadar vitamin D yang rendah berhubungan dengan serangan dan perkembangan berbagai penyakit autoimun, infeksi pernafasan, diabetes mellitus tipe 1 dan 2, hipertensi dan penyakit kardiovaskuler, gangguan neuromuskuler dan kanker.
Paparan vitamin D yang tinggi dihipotesis dapat mencegah berbagai kanker, melalui modulasi efek genomik dan efek non-genomikoleh RVD; metabolisme autokrin/parakrin oleh ligan RVD. 1,25(OH)2D dikenal pentingsebagai pengatur pertumbuhan sel dan diferensiasi, adanya bukti baru berefek pada kematian sel,
invasi tumor dan angiogenesis, yang membuat agen untuk regulasi kanker (Narvaez et al., 2014)
Ligan yang mengikat 1,25 dihidroksivitamin D3 ke reseptornya dapat mengaktifkan atau menekan gen-gen. RVD memberikan efek genomik dengan mengikat unsur respon vitamin D yang ada di daerah promoter gen target di jaringan. Motif yang paling lazim untuk urutan RVDE terdiri dari dua setengah situs, masing-masing dengan 6 urutan nukleotida, GGTCCA, dipisahkan oleh 3 nukleotida masing urutan, atau dikenal dengan ulang langsung 3 (DR3)(Welsh et al., 2003; Hines et al., 2010).
Ligan terikat aturan transkripsi tergantung gen RVD terjadi melalui dimerisasi reseptor dengan receptor X retinoid(RXR). Meskipun RVD lebih menyukai RXR, membentuk dimer RVD-RXR, RVD dapat juga mengikat reseptor lain dari reseptor nuclear superfamily meliputi reseptor thyroid, vitamin A, PPAR-γ. RVD-RXR dimer yang dapat mengatur gen di beberapa sistem dan jaringan. (Moukayed and Grant, 2013)
Di dalam beberapa penelitian observasional, penggunaan vitamin D dan konsentrasi metabolisme serum vitamin D yang tinggi dapat dihubungkan dengan berkurangnya resiko perkembangan kanker. Data laboratorium mendukung hipotesis bahwa efek vitamin D dapat memediasi melalui jalur estrogen oleh pengaturan reseptor estrogen yang selanjutnya menipiskan baroreseptor seperti pertumbuhan sel.
Secara biologi kerja kalsitriol adalah dimediasi oleh RVD, umumnya
mengikat RVD, sehingga menyebabkan dimerisasi dengan reseptor retinoid X (RXR), mengikat secara komplek elemen respon vitamin D (VDREs) pada pengaturan berbagai lokasi area di promoter dan ujung target gen menarik ko- modulator (Feet JC et al,2007; Pike J.W et al,2012). Pengulangan kerja seluler kalsitriol melalui jalan non-genomik (Hossler et al,2011). Salah satu dari kerja non genomik, yang membutuhkan RVD dan stress retikulum endoplasmik protein 57 (ERP57; dikenal dengan 1,25D-MARRS dan GRP58), telah dilibatkan dalam efek perlindungan kalsitriol melawan kerusakan DNA akibat induksi sinar matahari dan kanker kulit.(Planton, Meyer and Edlund, 2011).
Gambar: 2.7Mekanisme kerja 1,25 (OH)2D melalui reseptor nukleus
Menurut Calston, 1981, menyatakan bahwa kalsitriol menghambat pertumbuhan sel melanoma maligna dan Abe et al, melaporkan bahwa kalsitriol menyebabkan diferensiasi sel leukemia HL10. Sejak itu, kerja anti-neoplastik kalsitriol telah ditemukan pada in vitro dan in vivo dalam berbagai malignansi (Marthews et al,2010). Pendekatan sreening genomik dan proteomic sudah
diidentifikasi sebagai petunjuk ektensif dari gen target RVD yang membantu kerja anti neoplasmik.(Banwell et al., 2005).
Kalsitriol mempunyai jangkauan kerja luas pada sel dari berbagai tipe kanker. Sebagai tambahan, kerja jalur khusus pada jaringan payudara, usus dan prostat, sehingga mengurangi aksi berkembangnya tumor pada daerah ini.
2.3.5Struktur RVD dan peran Cofaktor
Reseptor vitamin D (RVD) mempunyai 2 varian isoforms, satu dengan 424 asam amino (aa) dan yang lain dengan 427 asam amino (aa). Fungsi protein terdiri beberapa domain yang berbeda; domain pengikat DNA (aa 24-115), urutan lokalisasi nuklear (aa 44-55, 70-105), domain engsel (aa 116-226), domain dimerisasi (aa 37, 91-92, 244-263, 317-395) yang overlep dengan domain pengikat ligan (LBD) (aa 227-244, 268-326, 396-422) dan urutan domain aktif (AF2; aa 246, 416-422)
Selain reseptor hormon nuklear, RVD mempunyai domain yang mengikat DNA meliputi dua jari seng diperlukan sebagai target mengikat gen RVDE dan dimerisasi pengaktifan reseptor. Jari seng pertama (ujung pangkal N protein) yang dibutuhkan untuk pengikatan RVDE, sedangkan jari seng kedua dibutuhkan untuk pengikatan dimerisasi dengan RXR (retinoic X receptor). Urutan lokalisasi nuklear terletak dalam region pengikatan DNA dan daerah hulu. Urutan lokalisasi nuklear langsung mengaktifkan reseptor nukleus untuk mengatur transkripsi gen.
LBD (Ligand binding domain) terdiri atas 12-α heliks bergabung dengan sheet β mempunyai bagian dibutuhkan 1 α, 25 dihidroksi vitamin D3 mengikat 2 helik
dan 2 region selanjutnya dibutuhkan untuk heterodimerisasi RXR (Deeb, Trump and Johnson, 2007).
Gambar 2.8 Struktur Reseptor Vitamin D (VDR)
2.3.6 Efek vitamin D terhadap kanker
Mekanisme vitamin D sebagai anti kanker adalah anti-proliferasi melalui regulasi kalsitriol terhadap siklus sel, menginduksi apoptosis sel, sebagai pro diferensiasi sel dan sebagai faktor anti inflamasi dalam lingkungan sel tumor.
a. Anti proliferasi dengan regulasi terhadap siklus sel
Kalsitriol berfungsi sebagai antiproliferasi dengan cara menghentikan siklus sel pada G1, melibatkan tiga protein yaitu p21, p27, dan p53. Siklus ini disebut siklus pembelahan sel. Siklus sel terbagi dua fase yaitu interfase (G1, S, G2) dan mitosis (M). Interfase merupakan fase siklus sel menghabiskan sebagian waktu untuk melakukan fungsi serta persiapan untuk pembelahan sel. Mitosis berakhir dengan sitokinases dengan sel induk secara sempurna membelah menjadi dua sel anak.
Gambar 2.9 Kalsitriol dan checkpoint pada siklus sel ( Ingraham et al. 2008 ) Proses dalam siklus ini, antara tiap fase memerlukan kontrol yang baik.
Dua kelompok penting yang mengotrol siklus sel adalah siklin dan cycline dependent kinase (CDK). Aktifitas CDK dihambat oleh CDK inhibitor, contohnya p21 dan p27. Situasi titik kritis di siklus sel yaitu fase G1 menuju fase S, ketika sel melakukan replikasi DNA. Saat di G1, siklin D banyak terakumulasi membentuk komplek dengan CDK sekaligus mengaktifkan CDK. Komplek ini mengaktifkan transkripsi sejumlah gen yang diperlukan untuk masuk ke fase S.(Cui and Rohan, 2006; Feldman et al., 2014)
Kalsitriol dan komplek aktif ini berinteraksi dengan siklin D dan memblok proliferasi sel. Sel kanker banyak ditemukan kekacauan pada kontrol siklus sel di fase G1 dan permulaan fase S. Kalsitriol memblok transisi dari fase G1 ke fase S.
Sel ini terhenti pada fase G1 karena kekurangan ekspresi siklin A2, B1, B2, D1, D3, E1 dan F juga CDKs, CDK2 dan CDK4.
Titik cek point siklus sel berfungsi menghentikan proses siklus sel pada suatu fase apabila terdeteksi kesalahan pada replikasi DNA, perbaikan DNA maupun replikasi kromosom. Penghentian siklus sel dilakukan dengan mengaktifkan jalur inhibisi atau penghambatan jalur aktivasi. Gen supressi tumor Trp53 berfungsi pada masa ini. Trp53 diaktifkan sebagai respon terhadap kerusakan DNA dan menghambat siklus sel dengan meningkatkan ekspresi p21, suatu inhibitor CDK. Peningkatan p21 menyebabkan siklus sel berhenti dan menginduksi terjadinya diferensiasi.
Gambar 2.10 Jalursignal target 1-α 25(OH)2D3 terhadap kanker(Deeb, Trump and Johnson, 2007)
Kalsitriol secara tidak langsung mempengaruhi produksi gen supressor tumor yaitu Retinoblastoma (Rb). Rb mencegah pertumbuhan sel yang tidak diperlukan dengan menghambat progresifitas siklus sel melalui pengasingan faktor transkripsi E2F. Apabila Rb terfosforilasi oleh CDK tertentu atau protein onkogen, Rb menjadi tidak aktif membebaskan E2F yang menyebabkan siklus sel
berlangsung terus menerus. Kalsitriol mencegah fosforilasi Rb dan memicu difosforilasi pRb sehingga tidak terjadi transkripsi gen-gen yang diperlukan untuk memasuki fase S dan siklus sel terhenti(Cui and Rohan, 2006; Deeb, Trump and Johnson, 2007)
Gambar 2.11 Mekanisme Genomik kerja kalsitriol melalui VDR dan antineoplastik
b. Pro-Apoptosis
Kalsitriol menekan protein anti apoptosis Bcl-2 dan Bcl XL dan menstimulasi protein pro-apoptosis Bax, Bak dan Bad pada banyak sel kanker.
Kalsitriol dapat menginduksi kematian sel melalui jalur alternatif seperti meningkatkan konsentrasi kalsium, melepaskan sitokrom c dan mengurangi glutation intrasel yang mengakibatkan terjadi produksi ROS. Pada sel kanker payudara manusia, kalsitriol membangkitkan aktivasi caspase 7 dan menginduksi kematian sel melalui caspase independent dengan melepaskan sitokrom c.
c. Pro-diferensiasi
Kalsitriol merupakan hormon prodiferensiasi yang mengatur aktifitas lebih
diferensiasi adalah menghambat signal β catenin dan menginduksi ekspresi protein adhesi seperti E-cadherin, occluding dan vinculin. Efek ini berpotensi sebagai terapi karena protein adhesi menjaga perlekatan sel dan menyokong integritas sel.
d. Efek anti inflamasi
Inflamasi kronik oleh bahan kimia, virus dan bakteri dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya kanker. Inflamasi kronik dapat menyebabkan terjadi produksi ROS dalam jumlah besar oleh jaringan inflamasi sehingga terjadi kerusakan DNA.
Efek anti inflamasi kalsitriol yaitu menstimulus atau menstabilkan protein yang menghambat NF-kB yaitu IkBα, interaksi VDR dengan IkB kinase β protein (IKKβ) dan memblok perlekatan NF-kB ke DNA yang keseluruhannya menghasilkan inhibisi terhadap NF-kB. Kalsitriol meghambat sitokin-sitokin inflamasi utama seperti IL-6 dan TNF-α pada sel maligna sebagaimana kondisi inflamasi. Bessler et al melakukan inkubasi sel monoklonal darah tepi dengan sel kanker kolon, menghasilkan rangsangan TNF-α, IL-6 dan IL-10 oleh sel imum, namun kalsitriol menghambat sekresi sitokin-sitokin tersebut.
e. Menghambat invasi dan metastasis
Pengaturan komponen ekspresi sistem aktivator plasminogen dan matrik metaloproteinase (MMPs).Mengurangi ekspresi tenascin C, Intragrin 6-α, dan intagrin 4-β.Menekan aktivitas MMP9 dan meningkatkan dalam jaringan menghambat ekspresi metalloproteinase-1 (TIMP1). Meningkatkan dalam