• Tidak ada hasil yang ditemukan

ABSTRAK

Dura Deli merupakan materi genetik yang digunakan sebagai tetua betina dalam program pemuliaan kelapa sawit yang perlu diketahui potensi genetiknya sebelum digunakan dalam perakitan varietas baru maupun produksi benih. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mendapatkan informasi keragaman genetik tetua saudara kandung (sibs) Dura Deli kelapa sawit berdasarkan marka DNA mikrosatelit dan (2) menguji signifikasi tetua Dura dengan keempat karakter yang dianalisis menggunakan pendekatan uji t. Dua populasi Dura hasil selfing dengan 30 sampel per populasi digunakan untuk analisis dengan 27 mikrosatelit. Pola pita DNA menunjukkan bahwa terdapat 20 primer yang polimorfik dan 7 primer yang monomorfik pada sampel yang diuji, dengan jumlah alel 2 sampai 5. Persentase lokus polimorfik yang diperoleh sebesar 96,30% dengan rata-rata nilai PIC 0,48. Hasil klaster analisis menunjukkan pemisahan kedua grup berdasarkan keragaman genetiknya. Grup A, dengan keragaman genetik ~20%, merupakan hasil selfing D1. Sedangkan Grup B, dengan kesamaan genetik ~28% merupakan hasil selfing D2. Kedua bahan genetik ini memiliki keragaman genetik yang rendah di dalam kelompok, dan keragaman genetik lebih tinggi antar kelompoknya (~32%), sebagaimana dikonfirmasi dengan menggunakan PCoA dan Structure. Uji t menunjukkan bahwa pasangan D1 dan D2 dengan keempat karakter, memiliki pengaruh yang signifikan terhadap karakter OB, OY dan FFB, sementara pada karakter BN, pengaruh Dura tidak signifikan.

Kata kunci: Kelapa Sawit, Dura Deli, lokus polimorfik, analisis kluster, kemiripan genetik

ABSTRACT

Dura Deli is the genetic material that is used as a parent in breeding programs of palm, which need to know the genetic potential before its used as the crosses material for new varieties’s assembly or oil production’s seed production. This study is aimed to (1) elucidate genetic diversity information and (2) test the significance of Dura with four characters were analyzed using t-test approach. Two populations of Dura selfing with 30 samples per population used to be analyzed with 27 microsatellites. DNA banding pattern indicates that there are 20 polymorphic and 7 monomorphic markers on samples tested, with the number of alleles from 2 to 5. The percentage of polymorphic loci obtained at 96.30 % with an average PIC value of 0.48. The results of cluster analysis showed the formation into two groups based on their genetic similarity. Group A, with ~ 20% genetic diversity, is the result of D1 selfing. While Group B, with ~28% genetic similarity is the result of D2 selfing. Both genetic material has a high genetic similarity within the group and lower genetic similarity between group (~32 %), as well as confirmed by PCoA and Structure. T-test showed that the pair of D1 and D2 with the fourth character, had a significant effect on the character of the OB, OY and FFB, while the character of BN, the Dura effect is not significant.

PENDAHULUAN

Empat spesimen Dura diintroduksi ke Kebun Raya Bogor, Indonesia pada tahun 1848 (Hartley 1988). Benih dari Bogor kemudian ditanam di Deli, Medan, Sumatera Utara pada tahun 1878 sebelum diintroduksi ke Malaysia pada tahun 1911 dan 1912 (Jagoe 1952). Dura Deli yang diintroduksi dari Asia Tenggara memiliki peran yang sangat penting dalam pemuliaan kelapa sawit dan program seleksi karena keunikan dan berat tandan serta kualitas sifat buah yang sangat baik (Okwuagwu 1985). Dalam spesies menyerbuk silang seperti kelapa sawit, penting untuk memilih tetua yang akan menghasilkan keturunan dengan penampilan yang baik pada persilangan, yaitu dengan kemampuan bergabung yang baik (Kushairi 2009).

Jarak genetik yang sempit dari populasi Dura Deli telah menyebabkan banyak program pemuliaan kelapa sawit menyimpulkan bahwa perbaikan lebih lanjut pada populasi ini harus dibatasi dan tidak membenarkan upaya pemuliaan yang intensif. Meskipun secara teoritis Dura Deli memiliki jarak genetik yang sempit dan populasi yang relatif seragam, namun variabilitas masih tetap ada baik di dalam maupun antar famili. Dumortier (2011) menjelaskan bahwa Dura Deli hasil selfing tidak hanya memiliki kisaran rendemen yang sangat besar (15,5-22%) tetapi hubungan dengan progeni tenera juga sangat kuat (r^2 = 0.73). Hal ini mengindikasikan bahwa selfing Dura dapat digunakan untuk produksi benih pada kebun bibit.

Program pemuliaan untuk mendapatkan benih unggul bermutu kelapa sawit terus dilakukan oleh para pemulia, melalui perakitan varietas baru yang dievaluasi berdasarkan karakter fenotipenya. Dura Deli merupakan materi genetik yang digunakan sebagai tetua betina dalam merakit varietas unggul dan produksi benih bermutu kelapa sawit. Informasi potensi genetik Dura Deli perlu diketahui untuk memastikan keunggulannya.

Seleksi tetua untuk perakitan varietas baru dapat dilakukan melalui identifikasi karakter morfologi dan produksi secara langsung pada tanaman kelapa sawit. Namun, fenotipik sangat dipengaruhi oleh lingkungan, sehingga diperlukan alat bantu yang lebih akurat dalam mendapatkan informasi bahan genetik. Oleh karena itu, pendekatan molekuler yang menangani variasi genetik dari populasi alami tanpa referensi karakter fenotipik sedang diadopsi secara luas. Penggunaan marka DNA dapat meningkatkan ketepatan dan efisiensi seleksi, yang mengarah ke percepatan pengembangan bahan genetik baru dengan hasil yang tinggi. Mikrosatelit menyediakan alat untuk seleksi yang dibantu marka (marker assisted selection/MAS) dalam berbagai aplikasi (Collard et al. 2008).

Mikrosatelit merupakan marka genetik yang telah terbukti dapat digunakan sebagai alat untuk analisis genetik tanaman. Beberapa studi telah membandingkan polimorfisme dari isozyme, RAPD dan RFLP dengan SSR (Liu et al. 1995; Wu and Tanksley 1991). Pada banyak kasus, SSR paling polimorfik dalam setiap lokus. Polimorfisme ini dapat digunakan untuk membedakan varietas yang berjarak genetik dekat (Olufowote et al., 1997; Thomas and Scott 1993) dan untuk memperkirakan hubungan genetik antar individual (Goldstein and Pollock 1997).

Billotte et al (2001) melaporkan hasil pengembangan marka SSR kelapa sawit yang dilakukan secara bertahap, mulai dari penapisan pustaka SSR yang diperkaya dengan unit pengulangan (GA)n, (GT)n, dan (CCG)n, sampai kepada karakterisasi akhir lokus SSR. Saat ini, SSR merupakan sistem marka molekuler paling menjanjikan untuk

memahami struktur populasi genetik kelapa sawit (Singh et al 2009). Selain itu Thongthawee et al. (2010) telah menggunakan marka mikrosatelit untuk analisis tetua pada kelapa sawit. Analisis data multivariat menunjukkan kemampuan marka SSR yang sangat efisien untuk mengevaluasi struktur kemiripan genetik pada genus Elaeis. Keberadaan keragaman alel yang tinggi mengindikasikan bahwa penggunaan SSR pada E. guineensis akan menjadi perangkat yang sangat bermanfaat untuk kajian genetik.

Teknik yang merupakan kombinasi seleksi berbasis marka molekuler dengan teknik pemuliaan konvensional merupakan alat bantu strategis yang dapat mempersingkat waktu seleksi, sehingga dapat mempercepat pencapaian tujuan pemuliaan tanaman, yaitu untuk menyediakan sumberdaya genetik, khususnya tetua yang memiliki karakter unggul dalam waktu yang singkat. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mendapatkan informasi kemiripan genetik tetua saudara kandung Dura Deli kelapa sawit berdasarkan marka DNA mikrosatelit dan (2) menguji signifikasi Dura dengan keempat karakter yang dianalisis menggunakan pendekatan uji t.

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di laboratorium Genomic and Traanscriptomic, Plant Production and Biotechnology Division, PT SMART Tbk., Sentul. Pengambilan sampel tanaman dilaksanakan di kebun percobaan Indra Sakti Estate, Pekanbaru. Waktu pelaksanaan penelitian dimulai dari bulan Agustus 2012 hingga November 2013.

Bahan Tanaman dan Isolasi DNA

Tanaman yang digunakan adalah sampel daun muda kelapa sawit yang terdiri dari 30 tetua D1 dan 30 tetua D2 yang merupakan Dura Deli terseleksi milik PT SMART Tbk. Ke-60 tetua merupakan saudara kandung (sibs), yang kemudian dilakukan selfing dan dijadikan bahan genetik untuk penelitian. Hasil selfing dari kedua tetua Dura tersedia sebagai sampel di kebun yang berlokasi di Pekanbaru.

DNA genom total diperoleh dengan menggerus sampel menggunakan Nitrogen cair, kemudian sampel diisolasi menggunakan GenElute Plant Genomic DNA Miniprep Kit (Sigma-Aldrich 2008). Kualitas DNA diketahui melalui elektroforesis menggunakan gel agarose 1%, sedangkan kuantitas DNA ditentukan menggunakan NanoDrop HND- 1000 spektrofotometer (NanoDrop Technologies Inc.). Konsentrasi DNA yang digunakan untuk reaksi PCR sebanyak 20 ng μL-1.

Tabel 12. Daftar primer beserta urutan basa nukleotida dan suhu annealing yang digunakan Kode

Primer Locus Forward marker (5' - 3') Reverse Marker (5' - 3') Suhu annealing (Tm) ˚C

P2 mEgCIR3847 CGTTAGTGTCGCTTATTATG AAATGAGGAAGCGTAAC 51

P3 mEgCIR3574 AGAGACCCTATTTGCTTGAT GACAAAGAGCTTGTCACAC 51

P4 mEgCIR0878 CAAAGCAACAAAGCTAGTTAGTA CAAGCAACCTCCATTTAGAT 51

P5 mEgCIR2518 GATCCCATGGTAAAGACT AAGCCTCAAAAGAAGACC 51

P6 mEgCIR2569 TAGCCGCACTCCCACGAAGC CCAGAATCATCAGACTCGGACAG 51

P8 mEgCIR2427 GAAGGGGCATTGGATTT TACCTATTACAGCGAGAGTG 51

P9 mEgCIR0783 GAATGTGGCTGTAAATGCTGAGTG AAGCCGCATGGACAACTCTAGTAA 51

P11 mEgCIR0059 TGCAGGGGATGCTTTTATT CCCTTAATTCCTGCCTTATT 51

P12 mEgCIR3869 CCAATGCAGGGGACATT GAAGCCAGTGGAAAGATAGT 51

P15 mEgCIR3519 CCACTGCTTCAAATTTACTAG GCGTCCAAAACATAAATCAC 51

P16 mEgCIR3639 ACGTTTTGGCAACTCTC ACTCCCCTCTTTGACAT 51

P18 mEgCIR0134 AGTTTGGGGCTTACCTG CTTCCACGCACCCTCTC 51

P19 mEgCIR0046 AGCCTTAGTATTTTGTTGAT CCTCTGATTTGTCCTTTTGG 51

P21 mEgCIR3890 GTGCAGATGCAGATTATATG CCTTTAGAATTGCCGTATC 51

P25 mEgCIR3389 GTCCATGTGCATAAGAGAG CTCTTGGCATTTCAGATAC 51

P26 mEgCIR3543 GTTCCCTGACCATCTTTGAG GTCGGCGATTGATTAGATTC 51

P28 mEgCIR0779 AATGCAGACCAAGCTAATCATATAC GTTCAGGTGATGGTGACTCAGATAG 51

P29 mEgCIR2144 ACAAGGCTCTTCAAGAGAT CCACTGCCAACACTAGTAC 51

P31 mEgCIR3555 CATCAGAGCCTTCAAACTAC AGCCTGAATTGCCTCTC 51

P32 mEgCIR3569 AAGGCTTGGAGTTGAGGTAT CACCATTGCATCATTATTCC 51

P34 mEgCIR3809 CCTTGCATTCCACTATT AGTTCTCAAGCCTCACA 51

P35 mEgCIR3275 GAAGCCTGAGACCGCATAGA TTCGGTGATGAAGATTGAAG 51

P36 mEgCIR2590 GTAGTTAAGGGACTTGTAGTC AAGTCTCTTGTGCTGATACA 51

P37 mEgCIR3260 AGGGCAAGTCATGTTTC TATAAGGGCGAGGTATT 51

P38 mEgCIR0801 TGGTTGGCAGGTATTATTAG TTAGAGGCTGTGATGAGTTG 51

P39 mEgCIR0521 GTGACTTTGGGCTGAAT ACAGCATCTCCAACTCTATC 51

P46 mEgCIR0326 GCTAACCACAGGCAAAAACA AAGCCGCACTAACATACACATC 51

Amplifikasi PCR

Evaluasi parameter Polymerase Chain Reaction (PCR) untuk amplifikasi mikrosatelit menggunakan DNA bahan tanaman tetua yang dianalisis. Sebanyak 60 sampel tetua dievaluasi dengan 27 marka mikrosatelit sesuai dengan kondisi amplifikasi yang dilaporkan oleh Billotte et al. (2001). Polyacrylamide Gel Electrophoresis (PAGE) 6%w/v digunakan untuk visualisasi produk hasil amplifikasi PCR dengan metode pewarnaan mengikuti Benbouza et al. (2006). Pita DNA yang diperoleh dari lokus SSR diskor secara manual sesuai metode Allou et al. (2008).

Analisis Data

Analisis data berdasarkan hasil skoring pita DNA pada gel akrilamid. Pita diskor secara manual sebagai data biner dengan skor 1 untuk yang ada pita atau skor 0 untuk yang tidak ada pita. Selanjutnya data dieksport berdasarkan permintaan perangkat lunak yang digunakan.

Untuk menentukan jumlah alel dan Polymorphism Information Content (PIC) digunakan software PowerMarker V3.25 (Liu, 2005). Untuk menghitung jumlah alel efektif per lokus (Ne), observed heterozigosity (Ho), expected heterozigosity (He), dan Principal Coordinate Analysis (PCoA), digunakan GenAlex ver. 6.501 (Peakall and Smouse 2012). Untuk membuat pohon filogeni dan menghitung jarak genetik antar individu di dalam bulk digunakan NTSyspc2.1 (Rohlf, 2000), untuk melihat struktur populasi digunakan Structure (Pritchard et al., 2000), Untuk melihat pengaruh tetua Dura terhadap keempat karakter yang dianalisis pada Bab II dan III, dilakukan analisis uji t menggunakan Minitab ver. 16 (Minitab, State College, PA)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Mikrosatelit dan Polimorfisme

Hasil yang diperoleh dari 27 primer yang dievaluasi menunjukkan bahwa terdapat 20 primer yang polimorfik dan 7 primer yang monomorfik pada sampel yang digunakan, dengan jumlah alel berkisar antara 2 sampai 5 alel, seperti yang disajikan pada Tabel 13.

Persentase lokus polimorfik yang diperoleh adalah sebesar 96,30% baik pada populasi D1 maupun D2 untuk lokus mikrosatelit yang digunakan. Polimorfisme yang tinggi ini menjelaskan kemampuan marka untuk mengamplifikasi target sekuen dan mendeteksi polimorfisme antar tetua yang diuji. Proporsi lokus polimorfik yang sangat tinggi ini juga menunjukkan bahwa terdapat heterozigositas dan heterogenitas genetik yang tinggi antara individu-individu di dalam populasi (Ajambang et al., 2012). Polimorfisme dalam populasi tertentu sering disebabkan adanya varian genetik yang diwakili oleh jumlah alel pada lokus dan frekuensi distribusinya dalam suatu populasi (Dangi et al., 2004).

Tabel 13. Jumlah alel dan polimorfisme dari mikrosatelit yang dievaluasi Kode

Primer Lokus Jumlah Alel Polimorfisme

P2 mEgCIR3847 4 Polimorfik P3 mEgCIR3574 4 Polimorfik P4 mEgCIR0878 3 Polimorfik P5 mEgCIR2518 2 Monomorfik P6 mEgCIR2569 2 Monomorfik P8 mEgCIR2427 4 Polimorfik P9 mEgCIR0783 3 Polimorfik P11 mEgCIR0059 3 Polimorfik P12 mEgCIR3869 3 Polimorfik P15 mEgCIR3519 3 Polimorfik P16 mEgCIR3639 4 Polimorfik P18 mEgCIR0134 2 Monomorfik P19 mEgCIR0046 4 Polimorfik P21 mEgCIR3890 3 Polimorfik P25 mEgCIR3389 3 Polimorfik P26 mEgCIR3543 3 Polimorfik P28 mEgCIR0779 2 Monomorfik P29 mEgCIR2144 4 Polimorfik P31 mEgCIR3555 4 Polimorfik P32 mEgCIR3569 1 Monomorfik P34 mEgCIR3809 2 Monomorfik P35 mEgCIR3275 2 Monomorfik P36 mEgCIR2590 2 Polimorfik P37 mEgCIR3260 2 Polimorfik P38 mEgCIR0801 5 Polimorfik P39 mEgCIR0521 3 Polimorfik P46 mEgCIR0326 3 Polimorfik

Jumlah Alel Efektif (Ne), Heterozigositas Harapan (He), Heterozigositas Teramati (Ho) dan Polymorphism Information Content (PIC)

Ne adalah sebuah ukuran dari jumlah alel efektif yang diperoleh dari masing-masing karakter. Nilai ini adalah nilai resiprok atau nilai kebalikan dari homozigositas. Semakin tinggi nilai Ne, maka semakin banyak individu yang heterozigot. Rata-rata jumlah alel efektif yang diperoleh pada populasi yang diuji adalah 2,35 (Tabel 14). Jumlah ini lebih rendah dari yang didapatkan Zulhermana et al. (2010) (3,67), Agustina et al. (2010) (3,85), Ajambang et al. (2010) (4,71), Billotte et al. (2001) (5,3), tetapi lebih tinggi dari yang diperoleh Maizura et al. (2006) (1,9) dan Allou et al. (2008) (1,75).

Tabel 14. Jumlah alel efektif (Ne), heterozigositas harapan (He), heterozigositas teramati (Ho) dan Polymorphism Information Content (PIC) pada 20 lokus SSR yang polimorfik

Kode Primer Locus Ne Ho He PIC

P2 mEgCIR3847 2,06 0,93 0,51 0,40 P3 mEgCIR3574 2,94 1,00 0,66 0,60 P4 mEgCIR0878 2,18 0,72 0,54 0,44 P8 mEgCIR2427 3,85 1,00 0,74 0,69 P9 mEgCIR0783 2,07 0,73 0,52 0,45 P11 mEgCIR0059 2,67 1,00 0,63 0,55 P12 mEgCIR3869 2,58 1,00 0,61 0,54 P15 mEgCIR3519 2,20 0,95 0,55 0,44 P16 mEgCIR3639 2,79 0,47 0,64 0,57 P19 mEgCIR0046 2,89 1,00 0,65 0,60 P21 mEgCIR3890 2,29 1,00 0,56 0,47 P25 mEgCIR3389 2,02 0,35 0,51 0,44 P26 mEgCIR3543 2,23 0,73 0,55 0,48 P29 mEgCIR2144 4,00 1,00 0,75 0,70 P31 mEgCIR3555 2,44 1,00 0,59 0,50 P36 mEgCIR2590 1,64 0,53 0,39 0,31 P37 mEgCIR3260 1,26 0,23 0,21 0,18 P38 mEgCIR0801 3,12 0,88 0,68 0,62 P39 mEgCIR0521 2,67 1,00 0,63 0,55 P46 mEgCIR0326 2,51 1,00 0,60 0,52

Rendahnya jumlah alel pada analisis ini kemungkinan disebabkan materi genetik yang digunakan merupakan populasi tetua Dura saudara kandung (sibs), yang memiliki kedekatan genetik dan semakin menurun keragaman genetiknya akibat selfing yang telah dilakukan. Upaya-upaya perbaikan genetik kelapa sawit menyebabkan keragaman genetik menyempit, sehingga alel yang diperoleh juga semakin sedikit. Bakoume et al. (2007) menemukan bahwa alel pada populasi liar kelapa sawit menunjukkan penurunan yang disebabkan oleh seleksi bertahun-tahun pada bahan genetik. Arias et al. (2012) menggambarkan hasil ini sebagai kecenderungan umum penurunan keragaman genetik yang disebabkan oleh perbaikan genetik pada kelapa sawit.

Nilai heterozigositas teramati (Ho) berkisar antara 0,35-1,00 dan nilai heterozigositas harapan (He) berkisar antara 0,21-0,74. Secara umum nilai rata-rata heterozigositas teramati lebih tinggi daripada nilai rata-rata heterozigositas harapan. Hal ini berarti bahwa setiap karakter memiliki heterozigositas yang tinggi. Nilai heterosigositas ini sesuai dengan probabilitas bahwa dua alel yang diambil secara acak dari suatu populasi dapat dibedakan dengan menggunakan marka yang diuji (Dangi et al., 2004).

Nilai PIC tertinggi yang diperoleh pada studi ini adalah 0,70 pada lokus P29 dan terendah adalah 0,18 pada lokus P37, dengan rata-rata nilai PIC sebesar 0,48 (Tabel 14). Nilai ini mengindikasikan bahwa marka SSR tersebut cukup

informatif. Botstein et al. (1980) mengklasifikasikan nilai PIC menjadi 3 tiga kelas, yaitu PIC > 0.5 adalah sangat informatif, 0.25 > PIC < 0.5 termasuk sedang dan PIC < 0.25 memiliki nilai informatif yang rendah. Menurut Anderson et al. (1993), semakin besar nilai PIC dalam suatu marka, maka semakin baik marka tersebut digunakan sebagai marka molekuler. Dalam penelitian ini terdapat 11 dari 27 marka yang memiliki nilai PIC > 0.5, yang berarti marka tersebut dapat digunakan untuk studi pemuliaan selanjutnya pada kelapa sawit.

Keragaman Genetik Antar dan Intra Populasi

Hasil analisis Principle Coordinate Analysis (PCoA) menunjukkan pemisahan genotipe hasil selfing D1 (1-30), dari genotipe hasil selfing D2 (31-60), dengan persentase keragaman yang dijelaskan tiga sumbu pertama sebesar 30,48%, 10,13% dan 8,41% (Gambar 7). Hal ini membuktikan bahwa pengelompokan hasil analisis molekuler kedua selfing pohon induk Dura tersebut berbanding lurus dengan data fenotipik di lapang. Hasil pengamatan karakter morfologi dan produksi di lapang menunjukkan perbedaan yang cukup signifikan antara kedua populasi yang diuji. Hasil ini juga menunjukkan bahwa masing-masing populasi tetua yang diuji memiliki tingkat keragaman yang rendah antar individu dalam populasi dan memiliki keragaman yang tinggi dengan populasi lainnya.

Gambar 7. Principal Coordinate Analysis pada 60 sampel kelapa sawit yang digunakan

Arias et al. (2012) mendapatkan hasil PCoA yang menunjukkan distribusi setiap individu di dalam setiap grup dengan tingkat kesamaan genetik yang tinggi. Hasil ini konsisten dengan hasil yang dilaporkan oleh studi keragaman genetik yang melibatkan bahan genetik tipe Deli Dura sebagai referensi, dan dapat disimpulkan bahwa populasi yang telah diperbaiki genetiknya memiliki keragaman genetik yang lebih rendah. Melchinger (1993) mengatakan bahwa tujuan PCoA yaitu untuk menghasilkan plot grafis, sehingga jarak geomatris antara individu-individu dalam plot mencerminkan jarak genetik antar individu dengan distorsi minimal.

Struktur populasi data dianalisis menggunakan Structure (Pritchard et al. 2000) dengan nilai burn-in period 100000 dengan MCMC 100000. Sebanyak 25 analisis independen dilakukan untuk setiap nilai K (dari 1 sampai 5) dengan 5 kali perulangan. Nilai K kemudian dianalisis menggunakan Structure Harvester (Earl et al. 2012), sebuah program untuk memvisualisasi hasil structure dan mengimplementasikan metode Evanno et al. (2005). Hasil dari Structure Harvester menunjukkan bahwa nilai K tertinggi terdapat pada K=2. Hasil analisis struktur populasi juga mengindikasikan bahwa ke-60 pohon tetua dapat dikelompokkan menjadi dua grup (Gambar 8).

Cluster D1 Cluster D2

Gambar 8. Kesamaan genetik populasi tetua kelapa sawit dengan hasil klastering terbaik (K=2) dari 60 pohon tetua.

Hasil analisis klaster menggunakan NTSys, menghasilkan dendogram yang menunjukkan formasi ke dua grup berdasarkan kemiripan genetiknya (

Gambar 9). Grup A dengan kemiripan genetik ~80% atau keragaman genetik ~20%, merupakan bahan genetik hasil selfing D1. Sedangkan Grup B dengan kemiripan genetik ~72% atau keragaman genetik 28%, merupakan bahan genetik hasil selfing D2. Kedua bahan genetik ini memiliki keragamaan genetik yang rendah di dalam kelompok, tetapi keragaman genetik cukup tinggi antar kelompoknya (~32%).

Nilai kesamaan genetik yang tinggi dari seluruh tetua yang dianalisis ini dapat dijelaskan oleh beberapa faktor, antara lain (a) fakta bahwa populasi tersebut merupakan hasil selfing dari tetua Dura yang berasal dari Papua New Guinea, yang diseleksi menjadi D1 dan D2 yang kemudian diselfing untuk dijadikan bahan genetik dalam penelitian ini, (b) pertukaran global dari sumber tanaman yang digunakan dalam program pemuliaan yang dikembangkan oleh perusahaan- perusahaan dalam waktu lama (Richardson, 1995), dan (c) sumber yang terbatas dari populasi yang dijelaskan oleh Bakoume, 2007. Kesamaan genetik yang tinggi ini konsisten dengan hasil yang dilaporkan oleh beberapa studi keragaman genetik

yang melibatkan bahan genetik Dura Deli sebagai referensi (Kularatne et al., 2001; Zaki et al. 2012)

Gambar 9. Dendogram kesamaan genetik 60 sampel populasi tetua saudara kandung (sibs) Dura Deli berdasarkan marka mikrosatelit

Uji Signifikansi Tetua dan Individu dengan Keempat Karakter yang Dianalisis Rekapitulasi uji t pada tetua D1 dan D2 dengan keempat karakter yang dianalisis dapat dilihat pada Tabel 15. Dari hasil analisis uji t pada tetua untuk masing-masing karakter dapat dilihat bahwa dari keempat tetua Dura yang dianalisis, hanya pasangan D1BN dan D2BN yang tidak memiliki perbedaan yang nyata. Perbedaan yang nyata antara tetua D1 dan D2 dengan OB, OY dan FFB ini menunjukkan bahwa ada pengaruh tetua terhadap keragaman ketiga karakter tersebut. Coefficient 0.50 0.63 0.75 0.88 1.00 D1-1 D1-5 D1-6 D1-2 D1-9 D1-7 D1-11 D1-8 D1-12 D1-15 D1-16 D1-18 D1-25 D1-21 D1-28 D1-23 D1-30 D1-24 D1-22 D1-26 D1-27 D1-29 D1-14 D1-17 D1-3 D1-13 D1-20 D1-10 D1-4 D1-19 Coefficient 0.50 0.63 0.75 0.88 1.00 D2-1 D2-2 D2-4 D2-13 D2-3 D2-15 D2-7 D2-10 D2-12 D2-14 D2-6 D2-16 D2-18 D2-5 D2-11 D2-17 D2-22 D2-24 D2-23 D2-25 D2-29 D2-26 D2-27 D2-30 D2-19 D2-21 D2-28 D2-20 D2-9 D2-8

Hasil uji yang signifikan ini mengindikasikan bahwa tetua memiliki peran dalam meningkatkan atau menurunkan produksi pada keempat karakter yang diamati. Sementara untuk karakter BN dapat dilihat bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara tetua D1 dan D2 dengan karakter BN, yang berarti bahwa pada karakter BN, tetua tidak mempengaruhi keragamannya. Hasil analisis uji t pada pasangan tetua dengan keempat karakter yang dianalisis dapat dilihat pada Lampiran 3.

Tabel 15. Rekapitulasi uji t tetua D1 dan D2 dengan keempat karakter yang dianalisis

Karakter Mean StDev SE Mean T-Value P-Value OB D1OB 20.37 2.25 0.41 10.45 0.000 D2OB 15.26 1.91 0.35 Difference 5.11 2.68 0.49 BN D1BN 8.93 2.17 0.40 -0.75 0.460 D2BN 9.33 2.37 0.43 Difference -0.40 2.92 0.53 OY D1OY 169.93 29.88 5.46 9.41 0.000 D2OY 107.46 25.75 4.70 Difference 62.48 36.36 6.64 FFB D1FFB 60.98 5.16 0.94 6.82 0.000 D2FFB 51.20 6.46 1.18 Difference 9.79 7.86 1.44

KESIMPULAN

Analisis keragaman genetik menggunakan analisis PCoA, structure, maupun NTSys, memisahkan populasi tetua Dura Deli menjadi dua kelompok besar sesuai asal usul tetuanya. Keragaman genetik yang rendah intra populasi tetua, tetapi keragaman genetik yang lebih tinggi antar tetua tersebut memungkinkan untuk digunakannya sebagai materi persilangan untuk perakitan varietas baru maupun produksi benih sawit selanjutnya. Pasangan D1 dan D2 dengan keempat karakter, memiliki pengaruh yang signifikan terhadap karakter OB, OY dan FFB, sementara untuk karakter BN, pengaruh Dura tidak signifikan.

Dokumen terkait