Kendala yang dihadapi dalam upaya untuk meningkatkan produktivitas tanaman kelapa sawit adalah (i) rendahnya keragaman genetik materi tetua persilangan, tetua betina Dura Deli dan tetua jantan Pisifera, (ii) Informasi potensi genetik Dura Deli belum semuanya diketahui terutama terkait karakter produksi, dan (iii) Evaluasi melalui pengamatan fenotipik memerlukan waktu yang lama, sekitar 15 s/d 20 tahun. Billotte et al. (2001 & 2005) melaporkan telah membuat linkage map untuk karakter produksi pada dua populasi yang heterozigous Tenera dari La Me’ Ivory Cost dengan Dura Deli menggunakan marka SSR. Hampir lebih dari 400 marka SSR kelapa sawit telah dipublikasi, sebagian besar terkait dengan karakter produksi dan vegetatif. Dengan telah ditemukannya marka-marka molekuler berbasis SSR yang berkaitan erat dengan karakter fenotipik produksi, terbuka peluang menggunakan marka yang sama untuk populasi kelapa sawit yang berbeda.
Hasil penelitian yang diperoleh dari analisis keragaman genetik dan pengelompokan berdasarkan kemiripan genetik terlihat sangat membantu dalam penyaringan awal sejumlah marka. Marka mikrosatelit yang digunakan dalam penelitian ini mampu mengelompokkan genotipe berdasarkan kemiripannya, dan pengelompokan tersebut sesuai dengan bulknya.
Terdapat total 27 marka yang polimorfik dengan jumlah marka polimorfik berbeda untuk setiap karakter dari 50 primer yang digunakan pada analisis keragaman individu berdasarkan metode BSA,. Dari ke-27 marka tersebut kemudian dianalisis untuk keragaman tetua, dan terdapat 20 marka yang polimorfik. Tidak ada aturan formal statistik untuk menetapkan berapa marka yang dibutuhkan untuk megklasifikasi individu secara akurat. Idealnya marka genetik untuk mengklasifikasi materi genetik yang belum diketahui harus dengan marka polimorfis yang tinggi dan menyebar merata dalam genom (Bernardo 1992).
Polimorfisme di dalam kedua populasi, baik progeni maupun tetua, cukup tinggi. Hal ini dibuktikan dengan tingginya rata-rata persentase polimorfisme pada progeni, yaitu 52,78% dan tetua Dura, yaitu 96,30%. Tingginya persentase polimorfisme ini menjelaskan kemampuan marka untuk mengamplifikasi target sekuen. Polimorfisme dalam populasi tertentu sering disebabkan adanya varian genetik yang diwakili oleh jumlah alel pada lokus dan frekuensi distribusinya dalam suatu populasi (Dangi et al., 2004). Primer yang bersifat polimorfis dibutuhkan untuk menganalisa keragaman individu dengan munculnya pita yang beragam (Liu 1998). Secara khusus DNA berdasarkan tingkat polimorfisme merupakan alat yang paling kuat dalam memperoleh similaritas genetik antara stok pemuliaan (Lee 1995).
Informasi perbedaan genetik sebesar 32% diperoleh dari populasi tetua Dura Deli D1 dan D2, sedangkan keragaman genetik antar individu sebesar 44%. Keragaman genetik yang masih tinggi pada kedua populasi tersebut, kemungkinan disebabkan oleh sifat pembungaan kelapa sawit yang menyerbuk silang, sehingga
heterozigositasnya masih tinggi walaupun telah dilakukan selfing. Keragaman genetik yang masih tinggi pada populasi maupun individu tetua Dura tersebut menyebabkan keragaman yang masih tinggi juga pada progeni hasil persilangan tetua Dura dengan Pisifera, yaitu sebesar 2 – 22 %. Tingginya keragaman progeni tersebut juga dipengaruhi oleh kontribusi tetua jantan, yaitu Pisifera yang digunakan dalam persilangan.
Pemuliaan molekuler dengan bantuan marka sangat dibutuhkan untuk tanaman tahunan seperti kelapa sawit, dimana siklus generatifnya dapat menghabiskan beberapa tahun setelah tanam, dan sangat menghambat kemajuan serta efektivitas seleksi. Pemuliaan molekuler menyediakan alat yang menjanjikan dalam pemuliaan tanaman, terutama dalam mengidentifikasi dan mengeliminasi tetua yang lemah pada tahap awal (Gupta and Varshney 2000).
Penelitian dilakukan dalam upaya untuk mendapatkan nilai korelasi sebagai marka apakah marka molekuler efisien sebagai alat prediksi untuk menyeleksi tetua lebih awal tanpa harus menguji sejumlah besar pasangan persilangan untuk penentuan kandidat tetua potensial. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat 11 marka yang berkorelasi dan 16 marka yang beregresi terhadap keempat karakter yang diamati. Dari sejumlah marka tersebut, marka P19 berkorelasi dan beregresi positif terhadap karakter minyak per tandan (OB), marka P37 dan P46 berkorelasi dan beregresi positif terhadap karakter jumlah tandan (BN), marka P36 berkorelasi dan beregresi positif, serta marka P8 beregresi positif terhadap karakter produksi minyak (OY), namun tidak ada marka yang berkorelasi maupun beregresi positif terhadap karakter tandan buah segar (FFB). Marka-marka yang berkorelasi dan beregresi dengan keempat karakter tersebut dapat digunakan untuk memprediksi produksi tanaman yang diamati. Marka yang berasosiasi positif dapat digunakan untuk memprediksi individu dengan karakter produksi yang diharapkan, sebaliknya marka yang berasosiasi negatif dengan individu sebaiknya dihindari, karena dikhawatirkan akan menurunkan produksi.
Dari ke-11 marka tersebut, terdapat marka yang berkorelasi positif terhadap suatu karakter tetapi berkorelasi negatif dengan karakter lainnya. Dapat dilihat bahwa P37 berkorelasi positif terhadap BN, tetapi berkorelasi negatif terhadap OB dan FFB. Perbedaan ini menunjukkan bahwa kehadiran marka ini pada suatu individu, akan meningkatkan jumlah tandan yang dihasilkan, tetapi menurunkan produksi minyak per tandan dan tandan buah segar yang dihasilkan. Hal ini mengkonfirmasi dendogram pada individu, yang menjelaskan bahwa kemungkinan gen yang mengontrol BN berbeda dengan gen yang mengontrol OB dan FFB.
Tidak ada perbedaan yang nyata antara tetua D1 dan D2 dengan karakter BN, yang berarti bahwa pada karakter jumlah tandan, tetua tidak mempengaruhi keragamannya. Sementara, D1 dan D2 memiliki perbedaan yang nyata terhadap karakter OB, OY dan FFB. Perbedaan yang nyata antara tetua D1 dan D2 dengan OB, OY dan FFB mengindikasikan bahwa ada pengaruh tetua terhadap keragaman ketiga karakter tersebut. Hasil uji yang signifikan ini mengindikasikan bahwa tetua memiliki peran dalam meningkatkan atau menurunkan produksi pada keempat karakter yang diamati. Selain itu, keempat pasang karakter yang diamati menunjukkan perbedaan yang nyata. Hal ini mengindikasikan bahwa ada perbedaan antara bulk tinggi dan rendah pada keempat karakter yang dianalisis. Ini membuktikan bahwa metode bulk segregant analysis yang digunakan pada penelitian ini sudah benar.
Secara keseluruhan, dapat dilihat bahwa tetua D1 memiliki penampilan yang lebih baik daripada tetua D1. Ini dibuktikan dengan nilai tengah yang lebih tinggi yang diperoleh tetua D1 untuk karakter OB, OY dan FFB. Sementara, tetua D2 memiliki penampilan yang lebih baik untuk karakter BN. Hal ini dapat merekomendasi penggunaan tetua D1 untuk mendapatkan progeni-progeni dengan penampilan yang baik untuk karakter minyak per tandan, produksi minyak dan tandah buah segar, serta penggunaan tetua D2 untuk mendapatkan progeni-progeni untuk karakter jumlah tandan.
Perbaikan genetik kelapa sawit dan pengembangan lebih lanjut perlu dilakukan dalam perencanaan konservasi dan pemanfaatan berkelanjutan sebagai sumber daya pangan pertanian. Tujuan jangka panjangnya adalah mengurangi erosi genetik melalui peningkatan keragaman genetik tanaman dengan tetap menjaga peningkatan produksinya (Cochard et al. 2005). Pendugaan keragaman genetik dengan menggunakan marka molekuler merupakan usaha yang sangat potensial dan secara nyata meningkatkan efisiensi dalam perbaikan bahan tanaman kelapa sawit.
Pemanfaatan Marker Assisted Selection (MAS) akan menghemat waktu dan tenaga kerja karena pengujian dilakukan pada tingkat DNA yang tidak dipengaruhi oleh lingkungan tumbuh. Keuntungan lainnya adalah jumlah benih, bibit, atau galur yang dibutuhkan untuk pengujian dapat dikurangi, karena banyak yang sudah tidak terpilih setelah seleksi dengan MAS pada tahap awal generasi sehingga desain pemuliaan lebih efektif. Efisiensi paling besar adalah seleksi terhadap sifat spesifik (target) akan lebih cepat karena seleksi berdasarkan genotipe spesifik lebih mudah diidentifikasi dan diseleksi. Penentuan hubungan genetika dari plasma nutfah spesifik sangat berguna untuk menentukan galur atau populasi yang akan dipertahankan untuk memaksimalkan pemanfaatan keragaman genetika plasma nutfah (Thorman and Osborn 1992).