• Tidak ada hasil yang ditemukan

Setiap bentuk-bentuk partisipasi politik dilandasi oleh motif-motif tindakan sosial yang berbeda. Analisis motif-motif yang mendasari setiap bentuk partisipasi politik dilakukan oleh peneliti dari hasil wawancara yang dilakukan kepada responden dan informan. Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan motif-motif tindakan sosial yang melandasi bentuk partisipasi politik penggunaan hak pilih antara masyarakat strata atas dan strata bawah. Hal ini dapat disebabkan oleh kesenjangan yang tidak jauh antara masyarakat strata atas dan strata bawah. Karakteristik antara masyarakat strata atas dan bawah tidak berbeda jauh. Selain itu, tidak adanya perbedaan motif-motif ini juga dapat disebabkan oleh kurang operasionalnya instrumen kuesioner yang digunakan oleh peneliti.

Motif Tindakan Sosial pada Bentuk Partisipasi Politik Penggunaan Hak Pilih

Bentuk partisipasi politik penggunaan hak pilih adalah bentuk partisipasi politik yang memiliki tingkat partisipasi paling tinggi di antara bentuk-bentuk partisipasi politik lainnya. Motif-motif yang mendasari partisipasi masyarakat dalam menggunakan hak pilihnya tidak berbeda antara masyarakat strata atas dan strata bawah. Secara umum, motif yang mendominasi dalam mendorong masyarakat untuk menggunakan hak pilihnya adalah motif rasional berorientasi nilai. Hal ini menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat dalam menggunakan hak pilihnya didasari adanya kesadaran oleh masyarakat untuk terlibat dalam pemilihan. Partisipasi ini juga terkait dengan nilai-nilai demokrasi yang dimiliki oleh masyarakat. Masyarakat menyadari bahwa hak mereka dalam menggunakan hak suaranya juga merupakan kewajiban yang harus dilakukan. Hal ini mendorong masyarakat untuk berpartisipasi dalam pemilihan dalam menggunakan hak pilihnya.

Motif tradisional adalah motif lainnya yang mendasari partisipasi politik masyarakat dalam menggunakan hak pilihnya. Motif tradisional ini tidak memiliki pengaruh sebesar motif rasional berorientasi nilai, namun motif ini cukup berkontribusi dalam menjadi dasar bagi masyarakat untuk menggunakan hak pilihnya. Motif tradisional yang mendasari masyarakat untuk menggunakan hak pilihnya terkait dengan lembaga yang berpengaruh di masyarakat. Dalam hal ini, lembaga tersebut adalah pemerintah desa, termasuk di dalamnya aparat desa, Ketua RW, dan Ketua RT. Ketua RT dan Ketua RW yang biasanya berperan sebagai Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) bertugas untuk membagikan undangan pemilihan kepada masyarakat. Pihak yang berperan membagikan undangan ini cukup mempengaruhi masyarakat dalam berpartisipasi menggunakan hak pilihnya. Masyarakat merasa bahwa memenuhi undangan ini juga merupakan bentuk kepatuhan masyarakat kepada aturan desa.

Motif tradisional juga mempengaruhi pilihan masyarakat untuk memilih kandidat. Motif tradisional yang mendasari masyarakat dalam memilih ini berarti

masyarakat cenderung memilih kandidat yang memiliki agama atau suku yang sama dengan dirinya. Hal ini terlihat dari pernyataan responden bahwa masyarakat perlu mengetahui latar belakang kandidat, termasuk latar belakang agama atau suku kandidat. Informasi yang didapatkan oleh masyarakat terkait dengan latar belakang kandidat ini kemudian mempengaruhi masyarakat dalam memilih kandidat.

Tidak hanya motif tradisional, motif rasional instrumental juga menjadi dasar bagi masyarakat dalam memilih kandidat. Masyarakat mengaku bahwa masyarakat cenderung memilih kandidat yang pernah atau sudah memberikan bantuan. Bantuan yang dimaksud di sini bukanlah bantuan yang diberikan kandidat kepada masing-masing rumah tangga masyarakat. Bantuan yang biasanya diberikan oleh kandidat adalah bantuan untuk sarana dan prasarana umum desa. Bantuan sarana dan prasarana umum ini cukup mempengaruhi siapa kandidat yang dipilih oleh masyarakat dalam pemilihan.

Motif afektif juga menjadi landasan bagi masyarakat dalam memilih kandidat dalam pemilihan. Masyarakat cenderung memilih kandidat yang sudah dikenalnya. Pada kasus Pemilihan Bupati Kabupaten Bogor 2013, masyarakat cenderung memilih kandidat yang sebelumnya pernah menjadi Bupati Kabupaten Bogor. Masyarakat merasa bahwa sebaiknya memilih kandidat yang sudah dikenalnya. Selain itu, kinerja dari Bupati Kabupaten Bogor sebelumnya juga dirasakan cukup baik oleh masyarakat. Motif afektif ini juga terkait dengan manfaat yang dirasakan oleh masyarakat. Masyarakat yang merasakan manfaat dari adanya pemilihan akan cenderung berpartisipasi dalam menggunakan hak pilihnya.

Motif Tindakan Sosial pada Bentuk Partisipasi Politik dalam Kampanye

Motif-motif yang mendasari partisipasi masyarakat dalam kampanye tidak berbeda antara masyarakat strata atas dan strata bawah. Bentuk partisipasi politik dalam kampanye cenderung didasari oleh motif rasional instrumental. Kampanye masyarakat yang dilandasi oleh motif ini menunjukkan bahwa alasan kampanye yang dilakukan oleh masyarakat terkait dengan pencapaian materi. Kampanye yang diikuti oleh masyarakat memberikan insentif bagi masyarakat. Hal inilah yang mendorong masyarakat untuk mengikuti kampanye. Pekerjaan masyarakat yang tidak tetap pun mendukung mereka untuk berpartisipasi dalam kampanye. Waktu kerja yang tidak tetap membuat mereka sangat berkesempatan untuk mengikuti kampanye.

Salah satu hal yang dibutuhkan oleh masyarakat untuk ikut melakukan kampanye adalah jaringan. Kampanye oleh kandidat tidak pernah dilakukan di tingkat desa. Kampanye biasanya dilakukan di tingkat kecamatan. Oleh karena itu, masyarakat perlu jaringan di tingkat kecamatan atau jaringan yang terkait dengan kandidat pemilihan untuk mengikuti kampanye. Beberapa masyarakat mengaku bahwa jika mereka memiliki jaringan dengan kandidat terkait dan berkesempatan untuk melakukan kampanye, mereka akan mengikuti kampanye. Hal ini dikarenakan kampanye yang dilakukan oleh masyarakat memberikan insentif bagi mereka. Masyarakat mengakui bahwa mengikuti kampanye bisa menjadi salah satu bentuk cara untuk mendapatkan pendapatan.

Motif Tindakan Sosial pada Bentuk Partisipasi Politik sebagai Panitia Pemungutan Suara (PPS) atau Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara

(KPPS)

Masyarakat yang berkesempatan untuk menjadi panitia pemilihan, baik Panitia Pemungutan Suara (PPS) di tingkat desa maupun Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di tingkat TPS, adalah masyarakat yang merupakan aparat desa, elit desa, atau pihak-pihak terkait. Proses memilih panitia pemilihan dilakukan melalui diskusi yang diisi oleh aparat pemerintah desa. Pihak-pihak yang dipilih oleh aparat desa untuk menjadi panitia pemilihan biasanya adalah Ketua RT, Ketua RW, serta kader PKK. Pihak-pihak tersebut dipilih langsung oleh aparat desa untuk menjadi panitia pemilihan. Oleh karena itu, motif yang dimiliki oleh pihak-pihak tersebut untuk menjadi panitia pemilihan adalah rasional berorientasi nilai.

Motif rasional berorientasi nilai yang dimiliki oleh Ketua RT, Ketua RW, serta kader PKK, menunjukkan bahwa partisipasi sebagai panitia pemilihan yang dilakukan oleh mereka adalah sebagai bentuk kewajiban yang perlu dilakukan. Kepercayaan yang diberikan untuk menjadi panitia pemilihan ini sama seperti bentuk kepercayaan yang diberikan aparat desa kepada mereka untuk menjadi Ketua RT, Ketua RW, serta kader PKK. Motif rasional berorientasi nilai juga menunjukkan bahwa Ketua RT, Ketua RW, serta kader PKK yang ikut sebagai panitia pemilihan ini menganggap bahwa kesediaan untuk menjadi panitia pemilihan bertujuan untuk membantu aparat desa dalam menjalankan pemilihan di desa.

Berbeda dengan Ketua RT, Ketua RW, serta kader PKK yang langsung dipilih oleh aparat desa untuk menjadi panitia pemilihan, masyarakat yang menjadi panitia pemilihan adalah masyarakat yang direkomendasikan oleh aparat dan elit desa. Rekomendasi tersebut biasanya dilandasi oleh pekerjaan masyarakat serta kepercayaan aparat dan elit desa terhadap masyarakat. Masyarakat yang direkomendasikan biasanya adalah masyarakat yang berprofesi sebagai guru serta orang-orang kepercayaan aparat dan elit desa. Hal ini terkait dengan pentingnya peran yang dijalankan oleh panitia pemilihan. Masyarakat yang direkomendasikan oleh masing-masing aparat desa dan elit desa tersebut kemudian didiskusikan lagi oleh aparat desa untuk dipilih menjadi panitia pemilihan.

Tidak berbeda dengan motif Ketua RT, Ketua RW, serta kader PKK, masyarakat yang menjadi panitia pemilihan juga memiliki motif rasional berorientasi nilai. Motif ini tidak berbeda antara masyarakat strata atas dan strata bawah. Hal ini juga terkait dengan alasan kepercayaan yang sudah diberikan aparat desa untuk masyarakat. Masyarakat yang sudah dipercaya untuk menjadi panitia pemilihan merasa perlu ikut terlibat dalam menjalankan pemilihan. Selain itu, masyarakat juga berniat untuk membantu pihak aparat desa untuk menjalankan pemilihan. Kesempatan untuk menjadi panitia pemilihan ini dapat menjadi peluang bagi masyarakat untuk terlibat lebih jauh dalam pemilihan, tidak hanya berpartisipasi dalam menggunakan hak suaranya.

Motif Tindakan Sosial pada Bentuk Partisipasi Politik dalam Mempersuasi Pihak Lain untuk Berpartisipasi

Bentuk partisipasi mempersuasi pihak lain pada umumnya dilakukan oleh masyarakat dalam bentuk mempersuasi kerabat atau tetangga untuk menggunakan hak suaranya. Motif yang biasanya dimiliki oleh masyarakat dalam mempersuasi pihak lain untuk menggunakan hak suaranya adalah afektif. Motif afektif yang mendasari partisipasi masyarakat dalam mempersuasi pihak lain untuk berpartisipasi ini tidak berbeda antara masyarakat strata atas dan strata bawah. Masyarakat mengaku bahwa persuasi yang mereka lakukan sebelum ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) dilakukan agar mereka memiliki teman diskusi sebelum memilih. Beberapa masyarakat juga mengaku bahwa mereka mengajak teman ke TPS karena mereka merasa takut kalau pergi sendirian ke TPS.

Mempersuasi pihak lain untuk menggunakan hak suaranya dalam pemilihan juga terkait dengan tugas yang dimiliki oleh panitia pemilihan, baik Panitia Pemungutan Suara (PPS) di tingkat desa maupun Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di tingkat TPS. Mengajak masyarakat untuk menggunakan hak suaranya adalah bagian dari kewajiban panitia pemilihan. Hal ini menunjukkan bahwa motif yang mendasari pantia pemilihan dalam mengajak masyarakat untuk menggunakan hak suaranya terkait dengan motif rasional instrumental. Motif rasional instrumental di sini berarti bahwa ajakan panitia pemilihan tersebut terkait dengan efektifitas pencapaian tujuan. Tujuan yang dimaksud di sini adalah tujuan secara umum dari pemilihan, yaitu agar partisipasi jumlah masyarakat yang menggunakan hak suaranya dapat dimaksimalkan. Persuasi ini tidak hanya dilakukan melalui surat undangan secara resmi, tetapi juga melalui persuasi-persuasi lisan.

Motif afektif ini juga dilakukan oleh pihak-pihak yang mempersuasi pihak lain untuk mengikuti proses penghitungan suara. Masyarakat yang mengikuti proses penghitungan suara cenderung mempersuasi pihak lain untuk juga mengikuti proses penghitungan suara agar ada teman diskusi ketika menyaksikan proses penghitungan suara. Hal ini jarang dilakukan karena pada umumnya yang mengikuti proses penghitungan suara adalah pria, sedangkan masyarakat yang sering mengajak pihak lain untuk berpartisipasi dalam pemilihan adalah perempuan, terutama dalam kasus mempersuasi pihak lain untuk menggunakan hak suaranya.

Mempersuasi pihak lain untuk menjadi panitia pemilihan hanya bisa dilakukan oleh pihak-pihak yang merupakan aparat atau elit desa. Pada umumnya, persuasi tersebut dilakukan untuk melengkapi jumlah panitia pemilihan yang dibutuhkan. Oleh karena itu, persuasi yang dilakukan oleh aparat desa dalam mengajak pihak lain agar menjadi panitia pemilihan termasuk ke dalam motif rasional instrumental. Hal ini dikarenakan motif persuasi tersebut terkait dengan efektifitas dan efisiensi pencapaian tujuan dalam memenuhi kebutuhan kuantitas panitia pemilihan.

Motif Tindakan Sosial pada Bentuk Partisipasi Politik dalam Proses Penghitungan Suara

Motif yang dimiliki masyarakat dalam mengikuti proses penghitungan suara adalah motif rasional berorientasi nilai, baik pada masyarakat strata atas maupun strata bawah. Hal ini menunjukkan bahwa partisipasi yang dilakukan oleh masyarakat dalam mengikuti proses penghitungan suara dilandasi oleh nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat. Masyarakat merasa perlu untuk mengetahui dan menyaksikan proses penghitungan suara agar mengetahui siapa kandidat yang terpilih dalam pemilihan. Walaupun informasi mengenai kandidat yang terpilih dalam pemilihan dapat diketahui dari tetangga sekitar atau dari Ketua RT secara langsung tanpa mengikuti proses penghitungan suara, namun beberapa masyarakat merasa perlu mengikuti proses penghitungan suara untuk menyaksikan proses terpilihnya kandidat.

Pihak yang berpartisipasi dalam proses penghitungan suara tidak hanya dilakukan oleh masyarakat secara umum, tetapi juga dilakukan oleh pihak-pihak yang menjadi Panitia Pemungutan Suara (PPS) atau Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS). Panitia pemilihan secara otomatis pasti mengikuti proses penghitungan suara. Hal ini termasuk bagian dari kewajiban mereka sebagai panitia pemilihan untuk terlibat langsung dalam proses penghitungan suara. Hal ini menunjukkan bahwa motif yang dimiliki panitia pemilihan untuk mengikuti proses penghitungan suara terkait dengan motif rasional berorientasi nilai.

Motif rasional berorientasi nilai yang dimiliki oleh panitia pemilihan menunjukkan bahwa partisipasi panitia pemilihan dalam proses penghitungan suara masih terkait dengan kewajibannya sebagai panitia pemilihan. Mengikuti proses penghitungan suara termasuk bagian dari tugas panitia pemilihan. Hal ini juga masih terkait dengan tujuan panitia pemilihan yang ingin membantu pihak aparat desa dalam menjalankan pemilihan.

Ikhtisar: Motif-Motif Tindakan Sosial pada Berbagai Bentuk Partisipasi Politik

Tingkat motif-motif tindakan sosial yang mendasari bentuk-bentuk partisipasi politik pada pemilihan dapat diidentifikasi. Identifikasi ini pun dapat mengarahkan pada tinggi atau rendahnya tingkat partisipasi masyarakat pada setiap bentuk partisipasi politik (Tabel 14). Analisis motif pada bentuk-bentuk partisipasi politik ini tidak dijelaskan pada masing-masing strata karena tidak ada perbedaan motif dan bentuk partisipasi politik antara masyarakat strata atas dan masyarakat strata bawah.

Tabel 14 Tingkat kecenderungan motif tindakan sosial pada bentuk-bentuk partisipasi politik

Motif tindakan sosial

Bentuk-bentuk partisipasi politik Penggunaan

hak pilih Kampanye

Panitia pemilihan Persuasi pihak lain Proses penghitungan suara Rasional instrumental

Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Rasional

berorientasi nilai

Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi

Afektif Rendah Rendah Rendah Tinggi Rendah Tradisional Tinggi Rendah Rendah Rendah Rendah Kecenderungan

tingkat partisipasi

Tinggi Rendah Rendah Rendah Rendah

Secara umum, bentuk partisipasi politik yang memiliki tingkat partisipasi paling tinggi adalah penggunaan hak pilih. Tingginya tingkat partisipasi masyarakat dalam menggunakan hak pilih dilandasi oleh tingginya motif rasional instrumental nilai dan motif tradisional yang dimiliki masyarakat. Tingginya motif rasional instrumental terbukti dari adanya kesadaran masyarakat untuk terlibat dalam pemilihan. Budaya demokrasi yang diusung oleh pemerintah terlihat sudah melekat pada masyarakat. Masyarakat berpendapat bahwa menggunakan hak pilih dalam pemilihan adalah kewajiban sekaligus hak yang perlu dilakukan untuk negara.

Selain motif rasional berorientasi nilai, motif tradisional pada bentuk partisipasi politik penggunaan hak pilih juga tinggi. Hal ini terkait dengan bagaimana masyarakat menentukan pilihannya dalam pemilihan. Secara umum, masyarakat cenderung memperhatikan agama atau suku kandidat dalam menentukan pilihan. Motif tradisional ini pun terkait dengan berpengaruhnya tokoh atau kelembagaan di desa dalam mendukung masyarakat untuk menggunakan hak pilihnya dalam pemilihan.

Motif yang mendominasi pada bentuk partisipasi politik kampanye adalah motif rasional instrumental. Hal ini menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat dalam kampanye terkait dengan motif ekonomi. Masyarakat yang mengikuti kampanye adalah masyarakat yang cenderung ingin mendapatkan insentif daripada mendukung kandidat.

Bentuk partisipasi politik masyarakat sebagai panitia pemilihan dilandasi oleh motif rasional instrumental yang tinggi. Hal ini terkait dengan motif yang dimiliki oleh aparat desa dan pihak-pihak terkait dalam menjalankan tugas sebagai KPPS dan PPS. Partisipasi sebagai panitia pemilihan dianggap sebagai salah satu kewajiban yang perlu dilakukan sebagai pihak aparat pemerintah desa. Kewajiban ini juga terkait dengan nilai yang dimiliki oleh aparat desa untuk menjalankan pesta demokrasi di Indonesia.

Tingkat kecenderungan motif yang tinggi pada bentuk partisipasi politik mempersuasi pihak lain untuk berpartisipasi adalah motif rasional instrumental dan motif afektif. Tingginya motif rasional instrumental pada bentuk partisipasi

politik ini terjadi pada persuasi yang dilakukan oleh panitia pemilihan kepada masyarakat untuk menggunakan hak pilih dan mengikuti proses penghitungan suara. Persuasi ini dilakukan atas dasar mengajak masyarakat untuk terlibat dalam pemilihan. Hal ini terkait dengan usaha pencapaian target jumlah masyarakat yang menggunakan hak pilihnya dalam pemilihan.

Motif afektif pada bentuk partisipasi politik mempersuasi pihak lain terjadi pada persuasi yang dilakukan oleh masyarakat kepada kerabat atau tetangganya untuk menggunakan hak pilih dan mengikuti proses penghitungan suara. Persuasi ini dilakukan oleh masyarakat agar ada teman diskusi ketika menuju TPS atau ketika mengikuti proses penghitungan suara. Beberapa masyarakat mengaku merasa takut jika harus ke TPS sendirian.

Tingkat kecenderungan motif yang tinggi pada bentuk partisipasi politik dalam mengikuti proses perhitungan suara adalah motif rasional berorientasi nilai. Hal ini menunjukkan bahwa partisipasi dalam mengikuti proses penghitungan suara dilandasi oleh nilai-nilai demokrasi pada masyarakat untuk terlibat dalam proses pemilihan. Motif ini sama dengan motif rasional berorientasi nilai yang dimiliki masyarakat untuk menggunakan hak pilihnya.

Secara umum, tidak ada perbedaan motif-motif tindakan sosial dan perbedaan bentuk-bentuk partisipasi politik antara masyarakat strata atas dan strata bawah. Stratifikasi sosial tidak berhubungan dengan motif-motif tindakan sosial pada partisipasi politik, bentuk-bentuk partisipasi politik, serta pengaruh motif terhadap bentuk-bentuk partisipasi politik. Perbedaan kecenderungan motif tindakan sosial dan bentuk-bentuk partisipasi politik terlihat pada pihak-pihak yang menjadi aktor atau elit desa. Tidak adanya perbedaan antara strata atas dan strata bawah ini dapat disebabkan oleh kesenjangan yang tidak jauh antara masyarakat strata atas dan strata bawah. Karakteristik antara masyarakat strata atas dan bawah tidak berbeda jauh. Selain itu, tidak adanya perbedaan ini juga dapat disebabkan oleh kurang operasionalnya instrumen kuesioner yang digunakan oleh peneliti.

Simpulan

Terdapat lima bentuk-bentuk partisipasi politik yang dilakukan oleh masyarakat dalam pemilihan, yaitu partisipasi dalam menggunakan hak pilih, mengikuti kampanye, menjadi panitia pemilihan, mempersuasi pihak lain untuk berpartisipasi, serta mengikuti proses penghitungan suara. Masyarakat memiliki tingkat partisipasi paling tinggi pada bentuk partisipasi dalam menggunakan hak pilih. Tingkat partisipasi masyarakat dalam bentuk partisipasi lainnya cenderung rendah. Hal ini terjadi pada strata atas dan bawah pada masyarakat. Tidak ada perbedaan bentuk-bentuk partisipasi politik dan perbedaan tingkat partisipasi pada bentuk-bentuk partisipasi politik masyarakat strata atas dan strata bawah.

Motif-motif tindakan sosial yang dapat mendasari bentuk-bentuk partisipasi politik adalah motif rasional instrumental, motif rasional berorientasi nilai, motif afektif, dan motif tradisional. Motif pada partisipasi politik yang memiliki tingkat kecenderungan paling tinggi adalah motif rasional berorientasi nilai. Tingginya tingkat kecenderungan pada motif rasional berorientasi nilai ini terjadi pada masyarakat strata atas dan masyarakat strata bawah. Hal ini menunjukkan nilai demokrasi yang sudah mulai melekat pada masyarakat. Selain itu, motif pada partisipasi politik yang memiliki tingkat kecenderungan yang tinggi adalah motif tradisional pada masyarakat strata bawah. Berbeda dengan masyarakat strata bawah, motif tradisional pada masyarakat strata atas memiliki tingkat kecenderungan yang rendah. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat nilai-nilai tradisional yang dipatuhi oleh masyarakat dalam melakukan partisipasi politik.

Motif-motif lainnya, yaitu motif rasional instrumental dan motif afektif, pada partisipasi politik masyarakat cenderung rendah, baik masyarakat strata atas maupun strata bawah. Motif rasional instrumental yang rendah menunjukkan bahwa partisipasi politik yang dilakukan oleh masyarakat tidak terkait dengan pencapaian nilai-nilai ekonomi. Motif afektif yang rendah menunjukkan bahwa partisipasi politik yang dilakukan oleh masyarakat tidak terkait dengan perasaan atau emosi masyarakat. Secara umum, tidak ada perbedaan tingkat kecenderungan motif tindakan sosial pada partisipasi politik antara masyarakat strata atas dan strata bawah.

Setiap bentuk-bentuk partisipasi politik memiliki kecenderungan motif yang berbeda. Partisipasi masyarakat dalam menggunakan hak pilihnya, menjadi panitia pemilihan, dan mengikuti proses penghitungan suara cenderung didukung oleh motif rasional berorientasi nilai. Hal ini menunjukkan bahwa ketiga bentuk partisipasi politik tersebut dilakukan atas dasar nilai demokrasi yang sudah mulai melekat pada masyarakat. Masyarakat menggunakan hak pilihnya karena kewajiban sekaligus haknya sebagai warga negara. Begitu juga partisipasi masyarakat dalam proses penghitungan suara. Partisipasi masyarakat sebagai panitia pemilihan yang pada umumnya dilakukan oleh elit-elit desa pun dilakukan sebagai salah satu kewajiban yang terkait dengan peran elit desa serta niat untuk membantu pihak pemerintah desa dalam menjalankan pemilihan di desa.

Bentuk partisipasi politik dalam kampanye cenderung didorong oleh motif rasional instrumental. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat yang mengikuti

kampanye cenderung dilandasi oleh motif pencapaian nilai-nilai ekonomi. Hal ini terkait dengan insentif yang didapat masyarakat jika mengikuti kampanye. Berbeda dengan bentuk partisipasi dalam kampanye, bentuk partisipasi masyarakat dalam mempersuasi pihak lain cenderung dilandasi oleh motif afektif. Persuasi yang dilakukan oleh masyarakat pada umumnya adalah persuasi untuk mengikuti pemilihan. Hal ini dilakukan karena masyarakat cenderung takut untuk pergi ke TPS sendirian. Hal inilah yang terkait dengan motif afektif masyarakat dalam mempersuasi pihak lain untuk berpartisipasi.

Saran

Dominasi motif rasional berorientasi nilai yang dimiliki oleh masyarakat untuk terlibat dalam pemilihan menunjukkan bahwa masyarakat sudah memiliki nilai-nilai demokrasi. Pemerintah perlu memperkuat nilai-nilai ini dalam

Dokumen terkait