• Tidak ada hasil yang ditemukan

Motif-motif tindakan sosial menurut Weber (1992) terbagi menjadi empat jenis motif, yaitu motif rasional instrumental, rasional berorientasi nilai, afektif, dan tradisional. Motif dapat dikatakan sebagai dasar-dasarnya suatu perbuatan dilakukan. Motif-motif tindakan sosial ini juga dapat diposisikan pada motif-motif yang mendasari masyarakat dalam berpartisipasi politik. Alasan-alasan atau dasar-dasar partisipasi politik yang dilakukan oleh masyarakat dapat diidentifikasi berdasarkan motif-motif tindakan sosial tersebut. Pada penelitian ini diasumsikan bahwa satu individu pada masyarakat dapat memiliki beberapa motif sebagai dasar dalam berpartisipasi politik.

Motif Rasional Instrumental pada Bentuk-Bentuk Partisipasi Politik

Motif tindakan sosial rasional instrumental adalah motif tindakan sosial yang menunjukkan bahwa suatu tindakan dilandasi oleh motif yang terkait dengan kerasionalitasan yang mempertimbangkan efektivitas dan efisiensi untuk mencapai tujuan. Motif rasional instrumental ini terkait dengan pertimbangan ekonomi dalam melakukan suatu tindakan sosial. Bentuk-bentuk partisipasi politik yang didasari oleh motif rasional instrumental menunjukkan bahwa partisipasi politik yang dilakukan oleh masyarakat dilandasi oleh pencapaian-pencapaian ekonomi. Sebagian besar masyarakat memiliki tingkat kecenderungan motif rasional instrumental yang rendah dalam berpartisipasi pada pemilihan (Tabel 9).

Tabel 9 Jumlah dan persentase motif rasional instrumental responden berdasarkan stratifikasi sosial

Strata

Tingkat kecenderungan motif rasional

instrumental Total Tinggi Rendah n % n % n % Atas 9 15.00 12 20.00 21 35.00 Bawah 15 25.00 24 40.00 39 65.00 Total 24 40.00 36 60.00 60 100.00

Analisis Rank Spearman: (p value Sig.(2-tailed)) = 0.745

Motif rasional instrumental yang mendasari masyarakat dalam melakukan bentuk-bentuk partisipasi politik tergolong rendah, baik masyarakat pada strata atas maupun masyarakat pada strata bawah. Sebanyak 60 persen (36 orang) responden memiliki tingkat motif rasional instrumental yang rendah. Tingkat motif rasional instrumental rendah ini menunjukkan bahwa motif partisipasi politik masyarakat pada pemilihan tidak terkait dengan pencapaian-pencapaian ekonomi. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat beranggapan

bahwa bantuan dari kandidat pada pemilihan dianggap tidak mempengaruhi partisipasi politik yang dilakukan oleh masyarakat. Walaupun masyarakat mengaku bahwa bantuan yang diberikan kandidat dalam pemilihan penting, namun bantuan tersebut dianggap tidak mempengaruhi keterlibatan masyarakat dalam pemilihan. Masyarakat mengaku bahwa ada atau tidaknya bantuan yang diberikan kandidat dalam pemilihan tidak akan mempengaruhi partisipasi masyarakat. Bantuan-bantuan yang biasanya diberikan kandidat kepada masyarakat bukanlah bantuan langsung ke rumah-rumah masyarakat. Bantuan yang diberikan kandidat pemilihan biasanya dalam bentuk sarana dan prasarana desa, misalnya pembangunan jalan dan bantuan yang diberikan ke musholla.

Sebanyak 40 persen (24 orang) responden memiliki tingkat kecenderungan motif rasional instrumental yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa bantuan yang diberikan kandidat dalam pemilihan memberikan pengaruh pada partisipasi masyarakat. Masyarakat menjadi lebih semangat dalam memilih dan lebih menaruh harapan pada kandidat yang biasanya memberikan bantuan. Kecenderungan yang terjadi adalah bahwa masyarakat akan memilih kandidat yang memberikan bantuan ke desa. Banyak masyarakat yang menyatakan bahwa bantuan-bantuan tersebut adalah bukti keseriusan kandidat akan janji-janjinya membangun desa. Masyarakat juga mengaku bahwa jika ada kandidat yang mau memberikan bantuan langsung ke rumah tangga di masyarakat, maka bantuan tersebut akan lebih mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam pemilihan.

Tingginya tingkat kecenderungan masyarakat pada motif rasional instrumental juga menunjukkan bahwa partisipasi politik yang dilakukan oleh masyarakat tidak hanya dipengaruhi oleh bantuan-bantuan yang diberikan kandidat pemilihan, tetapi juga perubahan-perubahan ekonomi yang diterimanya sebagai akibat dari adanya pemilihan. Beberapa masyarakat yang memiliki tingkat motif rasional instrumental yang tinggi adalah masyarakat yang terlibat sebagai panitia pemilihan, yaitu anggota dan ketua KPPS. Keterlibatan masyarakat sebagai panitia pemilihan memberikan keuntungan ekonomi. Keuntungan ekonomi mungkin bukanlah satu-satunya motif panitia pemilihan untuk terlibat dalam pemilihan, namun keuntungan ekonomi termasuk salah satu motif yang cukup berpengaruh bagi keterlibatan masyarakat untuk menjadi panitia pemilihan tersebut.

Tingkat motif rasional instrumental yang tinggi juga dimiliki oleh masyarakat yang sering mengikuti kampanye-kampanye. Tenaga dan waktu yang dikeluarkan masyarakat untuk terlibat dalam kampanye akan dibayar oleh pihak penyelenggara kampanye. Hal ini juga menunjukkan bahwa keterlibatan masyarakat dalam kampanye juga memberikan keuntungan ekonomi. Selain itu, pihak yang memiliki tingkat motif rasional instrumental yang tinggi adalah pedagang yang biasanya berjualan di sekitar tempat pemilihan. Salah satu dari responden mengaku bahwa aktivitas pemilihan ini memberikan dampak yang baik untuk kegiatan perdagangannya. Responden yang merupakan pedagang ini akan berangkat ke tempat pemilihan pada pagi hari kemudian berdagang di sekitar tempat pemilihan setelah ia menggunakan hak pilihnya. Pemilik warung makan di sekitar tempat pemilihan juga merasakan keuntungan ekonomi ketika adanya aktivitas pemilihan. Dampak ekonomi yang dirasakan ketika ada pemilihan juga dapat mempengaruhi partisipasi politik penjual atau pedagang dalam

menggunakan hak pilihnya. Hal ini didukung oleh pernyataan Ibu ELW sebagai berikut:

“Kalau sedang ada pemilihan, biasanya panitia pemilihan pesan makanan untuk makan siang di tempat saya. Biasanya saya menyediakan makanan untuk panitia TPS di sekitar warung. Jumlah yang dipesan cukup banyak. Satu TPS saja bisa pesan untuk 7 sampai 8 orang ...” (ELW, masyarakat desa)

Tidak terlihat adanya perbedaan tingkat kecenderungan motif rasional instrumental yang berarti antara masyarakat strata atas dan bawah. Terlihat pada Tabel 9 bahwa tingkat motif rasional instrumental masyarakat cenderung rendah, baik masyarakat pada strata atas maupun masyarakat pada strata bawah. Walaupun begitu, jika dibandingkan pada masing-masing strata, terdapat sedikit perbedaan dimana persentase responden strata atas yang memiliki tingkat kecenderungan yang tinggi pada motif rasional instrumental ini lebih banyak daripada strata bawah. Sebanyak 42.86 persen responden strata atas memiliki tingkat kecenderungan motif rasional instrumental yang tinggi, sedangkan responden strata bawah yang memiliki tingkat kecenderungan motif rasional instrumental yang tinggi sebanyak 38.46 persen. Terlihat bahwa tidak terdapat perbedaan tingkat kecenderungan motif rasional instrumental yang berarti pada bentuk-bentuk partisipasi politik antara masyarakat strata atas dan strata bawah. Hal ini dapat disebabkan oleh kesenjangan yang tidak jauh antara masyarakat strata atas dan bawah. Karakteristik antara masyarakat strata atas dan bawah tidak berbeda jauh.

Pada Lampiran 4 terdapat hasil pengolahan data program SPSS Rank Spearman dalam menguji hubungan antara variabel motif rasional instrumental dengan variabel stratifikasi sosial responden. Jika nilai signifikansi (p value Sig.(2-tailed)) > 0.05, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan nyata antara motif rasional instrumental dengan stratifikasi sosial. Jika nilai signifikansi (p value Sig.(2-tailed)) ≤ 0.05, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan nyata antara motif rasional instrumental dengan stratifikasi sosial.

Hasil perhitungan dan pengujian hipotesis menunjukkan bahwa angka korelasi antara variabel motif rasional instrumental dengan variabel stratifikasi sosial adalah sebesar 0.745. Nilai ini menunjukkan jumlah yang lebih besar dari 0.05. Nilai p value Sig.(2-tailed) > alpha (0.05 = 5%) menunjukkan bahwa tidak terdapat korelasi antara variabel motif rasional instrumental dengan variabel stratifikasi sosial. Tinggi atau rendahnya motif rasional instrumental tidak memiliki hubungan dengan stratifikasi sosial masyarakat. Strata atas atau bawah pada masyarakat tidak berhubungan dengan motif rasional instrumental yang melandasi partisipasi politik masyarakat.

Motif Rasional Berorientasi Nilai pada Bentuk-Bentuk Partisipasi Politik

Motif rasional berorientasi nilai adalah motif tindakan sosial yang terkait dengan pengejaran nilai-nilai sosial tertentu dalam masyarakat tertentu. Nilai-nilai sosial tertentu pada masyarakat yang diukur pada motif ini adalah kesadaran

masyarakat akan kewajiban mereka mengikuti pemilihan, sikap masyarakat mengenai pentingnya mendapatkan pemimpin yang tepat, dan sejauh mana nilai-nilai yang terkait dengan bidang politik terinternalisasi di dalam masyarakat. Sebagian besar masyarakat memiliki tingkat kecenderungan motif rasional berorientasi nilai yang tinggi pada partisipasi politik (Tabel 10).

Tabel 10 Jumlah dan persentase motif rasional berorientasi nilai responden berdasarkan stratifikasi sosial

Strata

Tingkat kecenderungan motif rasional

berorientasi nilai Total

Tinggi Rendah

n % n % n %

Atas 19 31.67 2 3.33 21 35.00

Bawah 34 56.67 5 8.33 39 65.00

Total 53 88.33 7 11.67 60 100.00

Analisis Rank Spearman: (p value Sig.(2-tailed)) = 0.710

Tabel 10 memperlihatkan bahwa sebanyak 88.33 persen (53 orang) responden memiliki tingkat kecenderungan motif rasional berorientasi nilai yang tinggi. Ini menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat mengikuti pemilihan karena didasari oleh nilai-nilai dalam masyarakat. Nilai-nilai dalam masyarakat yang dimaksud adalah nilai-nilai demokrasi dimana partisipasi masyarakat dalam pemilihan sudah menjadi budaya dalam masyarakat. Nilai-nilai tersebut pun mengindikasikan bahwa partisipasi politik yang dilakukan oleh masyarakat dalam pemilihan didasari oleh kewajiban sekaligus hak masyarakat untuk terlibat dalam pemilihan. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh masyarakat sudah menyadari pentingnya Pemilihan Umum atau Pemilihan Kepala Daerah yang diadakan oleh pemerintah.

Masyarakat beranggapan bahwa pemimpin yang dipilih oleh masyarakat melalui pemilihan akan lebih dikenal oleh masyarakat. Keterlibatan masyarakat dalam memilih pemimpinnya akan menjadikan pemimpin lebih bertanggung jawab atas jabatan yang ia miliki. Masyarakat yang memiliki tingkat motif rasional berorientasi nilai tinggi ini juga menyadari pentingnya partisipasi masyarakat dalam pemilihan. Sumbangan satu suara yang diberikan kepada calon pemimpin dapat mempengaruhi hasil pemilihan. Masyarakat beranggapan bahwa satu suara tetap mampu berkontribusi menentukan siapa kandidat yang akan terpilih pada pemilihan.

Masyarakat yang memiliki tingkat kecenderungan yang tinggi pada motif berorientasi nilai ini juga menyadari pentingnya memilih pemimpin yang tepat dalam pemilihan. Partisipasi yang dilakukan oleh masyarakat dalam pemilihan juga dilandasi oleh keinginan masyarakat untuk memilih pemimpin yang tepat dalam pemilihan. Hak satu suara yang dimiliki oleh masing-masing masyarakat adalah kesempatan yang perlu dimanfaatkan sebaik-baiknya. Masyarakat yang memiliki tingkat tinggi pada motif rasional berorientasi nilai ini mengaku bahwa mereka mencari informasi terkait kandidat-kandidat dalam pemilihan sebelum menentukan siapa yang akan dipilih. Beberapa masyarakat menyatakan bahwa pencarian informasi ini dilakukan melalui media massa, seperti televisi atau spanduk-spanduk.

Umumnya masyarakat melakukan pencarian informasi melalui lingkungan sosial sekitar. Hal ini dilakukan melalui konsensus tidak tertulis. Biasanya masyarakat berdiskusi dengan tetangga dan kerabat keluarga mengenai kandidat-kandidat dalam pemilihan. Informasi kandidat-kandidat-kandidat-kandidat pemilihan yang dikumpulkan dari lingkungan sosial masyarakat ini menunjukkan bahwa ikatan sosial di dalam masyarakat masih kuat. Biasanya masyarakat memiliki “jagoan” yang sudah disepakati bersama. Pihak yang menjadi “jagoan” masyarakat adalah pihak yang pernah memberikan bantuan ke desa atau pihak yang melakukan pendekatan-pendekatan khusus ke desa. Oleh karena itu, dapat diasumsikan bahwa nama “jagoan” masyarakat didapat dari pihak elit desa yang biasanya berhubungan langsung dengan pihak-pihak luar desa. Walaupun secara umum masyarakat memiliki “jagoan”, namun masing-masing masyarakat tetap memiliki hak untuk menentukan siapa kandidat yang akan dipilihnya. Masyarakat yang sudah mencari informasi terkait dengan kandidat-kandidat dalam pemilihan ini menunjukkan bahwa masyarakat sudah melakukan persiapan sebelum memilih agar tidak salah pilih.

Terkait dengan manfaat yang dirasakan dari pelaksanaan pemilihan, beberapa masyarakat mengaku bahwa mereka tidak merasakan adanya manfaat dari pelaksanaan pemilihan. Pelaksanaan serta hasil pemilihan yang dilakukan oleh pemerintah tidak membawa perubahan atau manfaat kepada masyarakat. Beberapa masyarakat justru mengaku bahwa terdapat perubahan yang dirasakan dengan adanya pemilihan. Adanya pemilihan memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk memilih kandidat yang memiliki program-program yang baik. Manfaat yang dirasakan oleh masyarakat di antaranya adalah pelayanan rumah sakit dan pelayanan sekolah. Masyarakat mengaku bahwa program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang dimiliki oleh pemerintah cukup membantu masyarakat untuk menyekolahkan anak-anak mereka. Selain itu, pelayanan rumah sakit yang diberikan untuk masyarakat juga berbeda tergantung pemimpinnya. Masyarakat menyatakan bahwa manfaat-manfaat yang mereka terima dari pelayanan umum bisa berbeda-beda tergantung pada pemerintahan siapa yang sedang berjalan. Hal ini menunjukkan bahwa pentingnya serta manfaat pelaksanaan pemilihan benar-benar dirasakan oleh masyarakat dan mampu mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam pemilihan.

Sebanyak 11.67 persen (7 orang) responden memiliki tingkat kecenderungan motif rasional berorientasi nilai yang rendah. Masyarakat yang memiliki tingkat kecenderungan yang rendah pada motif rasional berorientasi nilai ini mengaku bahwa mereka menganggap pemilihan yang dilakukan oleh pemerintah tidak penting untuk dilakukan. Hal ini dipertegas oleh pernyataan Ibu MMH sebagai berikut:

“Sebaiknya pemimpin itu dipilih langsung dari pemerintah saja. Masyarakat tidak perlu ikut menentukan pemimpin. Kalau dipilih oleh pemerintah, pemimpin yang dipilih pasti yang bagus. Kalau dipilih oleh masyarakat, masyarakat bisa salah pilih. Masyarakat kan tidak tahu pasti siapa calon pemimpin yang baik. Daripada salah pilih, mendingan langsung dipilih dari pemerintah saja.” (MMH, masyarakat desa)

Tidak pentingnya Pemilihan Kepala Daerah atau Pemilihan Umum yang dilakukan oleh pemerintah juga terkait dengan manfaat yang tidak dirasakan oleh

masyarakat. Seluruh masyarakat yang memiliki tingkat kecenderungan yang rendah pada motif rasional berorientasi nilai ini menyatakan bahwa pemilihan tidak memberikan manfaat dan pengaruh apapun terhadap kehidupan mereka. Tidak ada perubahan yang terjadi sebagai akibat dari adanya pemilihan atau hasil dari pemilihan. Selain itu, masyarakat yang memiliki tingkat kecenderungan yang rendah pada motif rasional berorientasi nilai ini biasanya tidak berusaha mencari informasi yang terkait dengan kandidat-kandidat dalam pemilihan. Walaupun mereka mengakui pentingnya mengetahui informasi-informasi terkait kandidat dalam pemilihan, namun mereka cenderung tidak mencari informasi terkait kandidat pemilihan. Mereka biasanya langsung menentukan kandidat yang akan dipilih ketika sudah di Tempat Pemungutan Suara.

Tidak terdapat perbedaan yang berarti pada tingkat kecenderungan motif rasional berorientasi nilai antara masyarakat strata atas dan strata bawah. Motif rasional berorientasi nilai yang mendasari partisipasi politik masyarakat pada pemilihan memiliki tingkat kecenderungan yang tinggi, baik masyarakat pada strata atas maupun masyarakat pada strata bawah. Walaupun begitu, jika dibandingkan pada masing-masing strata, terdapat sedikit perbedaan dimana persentase responden strata atas yang memiliki tingkat kecenderungan yang tinggi pada motif rasional berorientasi nilai ini lebih banyak daripada strata bawah. Sebanyak 90.48 persen responden strata atas memiliki tingkat kecenderungan motif rasional berorientasi nilai yang tinggi, sedangkan responden strata bawah yang memiliki tingkat kecenderungan motif rasional berorientasi nilai yang tinggi sebanyak 87.18 persen. Terlihat bahwa tidak terdapat perbedaan tingkat kecenderungan motif rasional berorientasi nilai yang berarti pada bentuk-bentuk partisipasi politik antara masyarakat strata atas dan strata bawah. Hal ini dapat disebabkan oleh kesenjangan yang tidak jauh antara masyarakat strata atas dan bawah. Karakteristik antara masyarakat strata atas dan bawah tidak berbeda jauh.

Pada Lampiran 4 terdapat hasil pengolahan data program SPSS Rank Spearman dalam menguji hubungan antara variabel motif rasional berorientasi nilai dengan variabel stratifikasi sosial responden. Jika nilai signifikansi (p value Sig.(2-tailed)) > 0.05, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan nyata antara motif rasional berorientasi nilai dengan stratifikasi sosial. Jika nilai signifikansi (p value Sig.(2-tailed)) ≤ 0.05, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan nyata antara motif rasional berorientasi nilai dengan stratifikasi sosial.

Hasil perhitungan dan pengujian hipotesis menunjukkan bahwa angka korelasi antara variabel motif rasional berorientasi nilai dengan variabel stratifikasi sosial adalah sebesar 0.710. Nilai ini menunjukkan jumlah yang lebih besar dari 0.05. Nilai p value Sig.(2-tailed) > alpha (0.05 = 5%) menunjukkan bahwa tidak terdapat korelasi antara variabel motif rasional berorientasi nilai dengan variabel stratifikasi sosial. Tinggi atau rendahnya motif rasional berorientasi nilai tidak memiliki hubungan dengan stratifikasi sosial masyarakat. Strata atas atau bawah pada masyarakat tidak berhubungan dengan motif rasional berorientasi nilai yang melandasi partisipasi politik masyarakat.

Motif Afektif pada Bentuk-Bentuk Partisipasi Politik

Motif afektif yang menjadi dasar masyarakat dalam melakukan partisipasi politik pada pemilihan terkait dengan emosi atau perasaan yang dimiliki oleh masyarakat. Motif afektif yang dimiliki oleh masyarakat pada pemilihan terkait dengan ketertarikan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pemilihan, kedekatan emosional antara masyarakat dengan kandidat dalam pemilihan, serta kekondusifan kondisi sosial politik masyarakat. Sebagian besar masyarakat memiliki tingkat kecenderungan motif afektif yang rendah dalam partisipasi politik (Tabel 11).

Tabel 11 Jumlah dan persentase motif afektif responden berdasarkan stratifikasi sosial

Strata

Tingkat kecenderungan motif afektif

Total Tinggi Rendah n % n % n % Atas 4 6.67 17 28.33 21 35.00 Bawah 5 8.33 34 56.67 39 65.00 Total 9 15.00 51 85.00 60 100.00

Analisis Rank Spearman: (p value Sig.(2-tailed)) = 0.527

Tabel 11 menunjukkan bahwa sebanyak 85 persen (51 orang) responden memiliki tingkat kecenderungan motif afektif yang rendah. Ini menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat melakukan partisipasi politik pada pemilihan tidak berdasarkan perasaan atau emosi yang besar terhadap politik. Rendahnya tingkat kecenderungan pada motif menunjukkan bahwa masyarakat tidak memiliki ketertarikan untuk berpartisipasi dalam pemilihan. Masyarakat yang tidak merasakan ketertarikan ini adalah masyarakat yang tidak merasakan manfaat dari adanya pemilihan. Masyarakat juga menyatakan bahwa pemilihan yang dilakukan pemerintah tidak dirasa penting. Hal ini juga terkait dengan tidak adanya manfaat yang masyarakat rasakan sebagai akibat diadakannya pemilihan. Masyarakat mengaku bahwa tidak ada perubahan yang terjadi sebagai akibat dari adanya pemilihan yang dilakukan oleh pemerintah. Hasil pemilihan pun tidak membawa perubahan dan manfaat apapun pada masyarakat.

Rendahnya motif afektif yang dimiliki oleh sebagian besar masyarakat untuk berpartisipasi dalam pemilihan ini dapat menjawab tingginya angka golput pada Pemilu/Pilkada. Dapat diasumsikan bahwa angka golput yang tinggi berkorelasi dengan rendahnya tingkat afektif masyarakat terhadap pemilihan. Masyarakat tidak merasakan pentingnya pelaksanaan pemilihan. Masyarakat pun merasa tidak mendapatkan manfaat dari pelaksanaan pemilihan yang diadakan oleh pemerintah.

Sebanyak 15 persen (9 orang) responden memiliki tingkat kecenderungan motif afektif yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat memiliki tingkat ketertarikan yang cukup besar untuk berpartisipasi dalam pemilihan. Ketertarikan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pemilihan didasari oleh manfaat yang dapat diterima masyarakat. Manfaat langsung atau tidak langsung yang diterima oleh masyarakat dari pemilihan atau hasil pemilihan memberikan sikap positif masyarakat terhadap pemilihan. Hal ini juga dilandasi oleh anggapan

masyarakat yang menyatakan bahwa pemilihan penting untuk dilakukan. Pentingnya pemilihan yang dirasakan oleh masyarakat membuat masyarakat bersedia untuk ikut serta dalam pemilihan. Hal ini menunjukkan sikap positif masyarakat untuk berpartisipasi dalam pemilihan.

Masyarakat yang memiliki tingkat kecenderungan yang tinggi pada motif afektif juga menunjukkan bahwa masyarakat memiliki hubungan emosional yang cukup baik dengan kandidat dalam pemilihan. Masyarakat mengaku bahwa kenal atau tidaknya masyarakat dengan kandidat mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam pemilihan. Kedekatan yang dirasakan oleh masyarakat juga mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam pemilihan. Kenal atau tidaknya masyarakat serta kedekatan yang dirasakan oleh masyarakat terhadap kandidat biasanya berasal dari informasi yang diterima masyarakat tentang kandidat. Selain informasi tersebut, masyarakat biasanya merasakan kedekatan dengan kandidat yang sebelumnya sudah menjabat dalam pemilihan. Salah satu contohnya adalah kasus yang terjadi ketika Pemilihan Bupati Kabupaten Bogor. Masyarakat mengaku bahwa masyarakat lebih merasakan kedekatan terhadap kandidat Bupati yang merupakan Bupati pada periode sebelumnya. Hal ini kemudian mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam pemilihan.

Umumnya masyarakat mengaku bahwa hasil pemilihan tidak mempengaruhi kondisi kenyamanan dan keamanan desa. Tidak pernah ada konflik yang terjadi di desa yang dikarenakan oleh hasil pemilihan. Pada umumnya hasil pemilihan hanya menyebabkan desas-desus pada masyarakat. Desas-desus tersebut pun biasanya hanya berkisar tentang siapa kandidat yang terpilih dan alasan dia terpilih. Tidak ada desas-desus yang memicu konflik. Suasana pemilihan di Desa Pancawati selalu kondusif. Suasana desa yang tidak dipengaruhi oleh hasil pemilihan menunjukkan bahwa masyarakat tidak memiliki motif afektif yang besar terhadap hasil pemilihan atau terhadap pemilihan itu sendiri.

Tidak ada perbedaan kecenderungan tingkatan motif afektif antara masyarakat pada strata atas dan strata bawah. Mayoritas masyarakat memiliki tingkat kecenderungan motif afektif yang rendah, baik masyarakat pada strata atas maupun strata bawah. Walaupun begitu, jika dibandingkan pada masing-masing strata, terdapat sedikit perbedaan dimana persentase responden strata atas yang memiliki tingkat kecenderungan yang tinggi pada motif afektif ini lebih banyak daripada strata bawah. Sebanyak 19.05 persen responden strata atas memiliki tingkat kecenderungan motif afektif yang tinggi, sedangkan responden strata bawah yang memiliki tingkat kecenderungan motif afektif yang tinggi sebanyak 12.82 persen. Terlihat bahwa tidak terdapat perbedaan tingkat kecenderungan motif afektif yang berarti pada bentuk-bentuk partisipasi politik antara masyarakat strata atas dan strata bawah. Hal ini dapat disebabkan oleh kesenjangan yang tidak jauh antara masyarakat strata atas dan bawah. Karakteristik antara masyarakat strata atas dan bawah tidak berbeda jauh.

Pada Lampiran 4 terdapat hasil pengolahan data program SPSS Rank Spearman dalam menguji hubungan antara variabel motif afektif dengan variabel stratifikasi sosial responden. Jika nilai signifikansi (p value Sig.(2-tailed)) > 0.05, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan nyata antara motif afektif dengan stratifikasi sosial. Jika nilai signifikansi (p value Sig.(2-tailed)) ≤ 0.05, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan nyata antara motif afektif dengan stratifikasi sosial.

Hasil perhitungan dan pengujian hipotesis menunjukkan bahwa angka korelasi antara variabel motif afektif dengan variabel stratifikasi sosial adalah

Dokumen terkait