• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.3 Hasil Penelitian

4.3.1 Berita 1

Bab : Jejak Berdarah Sang Pembasmi Sub Judul : Manuver Komandan Baret Merah

Plot

Dalam berita Manuver Komandan Baret Merah mempunyai tahapan struktur narasi yakni: gangguan  upaya memperbaiki gangguan. Tahap gangguan terjadi saat Sarwo Edhie diberitahu terjadi penculikan dan penembakan yang dialami oleh Ahmad Yani. Setelah mengetahui hal tersebut dari ajudannya Subardi, ia pun berusaha membantu mencari Jenderal Ahmad Yani lewat pasukan Resimen Para Komando Angkatan (RPKAD). Tahap gangguan terjadi lagi saat Letnan Kolonel Untung menyiarkan Gerakan 30 September di Radio Republik Indonesia (RRI) dan pembentukan Revolusi. Disimpulkan bahwa terjadi kudeta di tubuh angkatan darat yang diduga berkolaborasi dengan Partai Komunis Indonesia.

Tahap upaya memperbaiki gangguan pun terjadi. Sarwo menghadap Soeharto untuk mencari bantuan. Soeharto akhirnya memerintahkan tentaranya untuk bergerak menyerbu RRI dan Kantor Telekomunikasi yang saat itu dikuasai oleh Pemuda Rakyat—organisasi kepemudaan Partai Komunis Indonesia. Kemenangan mudah berhasil diraih. Dua kantor komunikasi tersebut dapat diraih kembali di tangan Angkatan Darat Indonesia yang dipimpin oleh Soeharto.

Jumat malam, Sukarno beserta sejumlah pejabat negara dilarikan dari Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma ke Istana Bogor. Pada saat bersamaan, di Markas Kostrad, Sarwo menunggu perintah. Soeharto belum memutuskan waktu penyerangan. Akhirnya, Sarwo menyerobot masuk ruang Panglima. Di dalamnya sudah ada Menteri Koordinator Pertahanan Jenderal Abdul Haris Nasution. Saat itu terjadi konflik di Halim Perdanakusuma. Diputuskan bahwa Sarwo bergerak ke Halim untuk meredakan konflik di Halim Perdanakusuma.

Sarwo segera bermanuver. Untuk mengecoh musuh, pasukan kavaleri bergerak sepanjang malam di dalam kota. Regu lain masuk secara diam-diam dari arah Klender. Tepat pukul 06.00, semua kompi bergerak ke area lapangan udara. Kurang dari seperempat jam, Halim dikuasai tanpa perlawanan berarti

Sekitar pukul 10.00, Sarwo berangkat ke Halim. Ia hendak menemui Sukarno. Informasi yang ia terima, Presiden masih di sana. Mayor Santosa menyarankan atasannya itu melalui Klender, jalur yang sudah disterilkan. Namun, dengan alasan mengejar waktu, Sarwo akan lewat Pondok Gede. Di perjalanan ke Halim, Sarwo Edhie dihadang dan terjadi kontak senjata antara aparat tentara.

Sarwo dan pasukannya kemudian menyingkir ke Pos Komando di Pondok Gede. Di sana, dia bertemu dengan perwira tinggi Angkatan Udara. Dari mereka ia mendapat informasi, Sukarno sudah di Bogor. Maka mereka terbang ke Istana Bogor dengan helikopter kepresidenan. Sarwo akhirnya bertemu Sukarno dan saat itu pula Soekarno menitipkan surat kepada Sarwo yang isinya pesan untuk pemberhentian kontak senjata antara tentara.

3 Oktober pagi anggota polisi bernama Sukitman ditemukan oleh RPKAD dan Resimen Tjakrabirawa di Lubang Buaya. Sukitman sebelumnya diculik oleh tentara namun berhasil melarikan diri. Saat ditemukan awalnya ia tak mau memberitahu lokasi para jenderal yang hilang. Namun setelah Sarwo Edhie memintanya pentingnya untuk segera memberitahu lokasi para jenderal yang hilang, ia pun memberitahunya ada di lubang buaya. Saat ditemukan jenazah yang berada di dalam sumur terjadi penundaan penggalian lubang mayat oleh Sarwo Edhie. Selain butuh tabung agar tak terkena gas beracun, Sarwo menyuruh pengangkatan ditunda karena Soeharto akan menyaksikan keesokan harinya.

Berikut adalah tabel cerita dan plot sub judul Manuver Komandan Baret

Merah. Cerita adalah urutan kronologis kejadian yang disusun berdasarkan urutan

waktu. Maka dari itu di tabel cerita menceritakan perguliran kasus berdasarkan urutan waktu, sedangkan plot adalah urutan adegan yang disusun di dalam buku. Plot tidak mengikuti urutan waktu sehingga diperbolehkan untuk menggunakan alur seperti maju mundur.

Tabel 4.1 Plot Dalam Narasi Berita Manuver Komandan Baret Merah

No Cerita No Plot

1 Jenderal Yani ditembak dan dibawa oleh sekelompok tentara pada menjelang subuh 1 Oktober 1965. Kejadian itu diketahui oleh Mayor

2 Di jalan Iskandarsyah,

Sukitman anggota Kepolisian Sektor Kebayoran Baru diringkus dan sekelompok militer dan dibawa ke Lubang Buaya. Dia berhasil lolos dan bersembunyi di kolong truk yang terparkir di depan

rumah, hingga tertidur pulas. 3 Subardi melapor kejadian

yang menimpa Ahmad Yani ke Panglima Daerah Militer Jakarta Raya Mayor Jenderal Umar Wirahadikusumah. Umar kemudian

memberitahukan kepada Subardi untuk pergi ke Sarwo Edhie Wibowo. Dipilihnya Sarwo karena ia adalah Komandan Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) dan juga punya hubungan erat dengan Ahmad Yani.

4 Subardi menuju ke kediaman Sarwo Edhie. Ia bertemu dengan Kristiani Herawati, anak Sarwo Edhie. Ia meminta memanggil Sarwo Edhie.

4 Subardi menuju ke kediaman Sarwo Edhie. Ia bertemu dengan Kristiani Herawati, anak Sarwo Edhie. Ia memintanya memanggil Sarwo Edhie.

5 Subardi bertemu Sarwo. Ia kemudian menceritakan musibah yang dialami oleh Jenderal Ahmad Yani.

5 Subardi bertemu Sarwo. Ia kemudian menceritakan musibah yang dialami oleh Jenderal Ahmad Yani.

6 Subardi lalu meminta tolong kepada Sarwo Edhie untuk mencari Ahmad Yani. Hal ini dilandasi karena faktor kedekatan Sarwo dan Yani yang sudah seperti kakak-adik. Seperti diutarakan oleh Umar Wirahadikusumah

1 Jenderal Yani ditembak dan dibawa oleh sekelompok tentara pada menjelang subuh 1 Oktober 1965. Kejadian itu diketahui oleh Mayor Subardi.

7 Setelah mengetahui kabar dari Subardi, Sarwo Edhie yang berpangkat Kolonel

6 Subardi lalu meminta tolong kepada Sarwo Edhie untuk mencari Ahmad Yani. Hal ini

mengumpulkan perwira RPKAD sekaligus

menghimpun kekuatan yang dimilikinya. Sarwo kemudian memerintahkan kepada Komandan Batalion I Mayor Chalimi Imam Santosa untuk menarik pasukan yang mengikuti latihan upacara peringatan Hari ABRI di Senayan.

dilandasi karena faktor kedekatan Sarwo dan Yani yang sudah seperti kakak-adik. Seperti diutarakan oleh Umar Wirahadikusumah

8 Setiba di Cijantung, pasukan RPKAD membentuk pertahan melingkar menghadap jalan Jakarta-Bogor.

3 Subardi melapor kejadian yang menimpa Ahmad Yani ke Panglima Daerah Militer Jakarta Raya Mayor Jenderal Umar Wirahadikusumah. Umar kemudian memberitahukan kepada Subardi untuk pergi ke Sarwo Edhie Wibowo. Dipilihnya Sarwo karena ia adalah

Komandan Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) dan juga punya hubungan erat dengan Ahmad Yani.

9 Pukul tujuh pagi, Letnan Kolonel Untung menyiarkan Gerakan 30 September di Radio Republik Indonesia (RRI) dan pembentukan Dewan Revolusi.

Disimpulkan bahwa terjadi kudeta.

7 Setelah mengetahui kabar dari Subardi, Sarwo Edhie yang berpangkat Kolonel

mengumpulkan perwira RPKAD sekaligus menghimpun kekuatan yang dimilikinya. Sarwo

kemudian memerintahkan kepada Komandan Batalion I Mayor Chalimi Imam Santosa untuk menarik pasukan yang mengikuti latihan upacara peringatan Hari ABRI di Senayan.

10 Kapten Herman Sarens Sudiro datang naik panser. Membawa surat, Herman mengaku diperintah Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat Mayor Jenderal Soeharto

8 Setiba di Cijantung, pasukan RPKAD membentuk pertahan melingkar menghadap jalan Jakarta-Bogor.

saja. Walau surat itu terlihat asli, ia tak yakin Soeharto dalam kondisi selamat. Dalam benaknya, bisa jadi surat itu dibuat di bawah tekanan. Karena itu, dia melucuti Herman.

Untung menyiarkan Gerakan 30 September di Radio Republik Indonesia (RRI) dan pembentukan Revolusi. Disimpulkan bahwa terjadi kudeta.

12 Sekitar sejam kemudian, Kapten Daryono, perwira yang dikirim ke Kostrad, kembali. Ia membenarkan Herman utusan Soeharto. Sarwo dan Herman kemudian berangkat menemui Soeharto.

10 Kapten Herman Sarens Sudiro datang naik panser. Membawa surat, Herman mengaku diperintah Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat Mayor Jenderal Soeharto. 13 Bambang Widjanarko

bertemu Soeharto di Markas Kostrad. Ia mencari Mayor Jenderal Pranoto

Reksosamodro, Asisten III Panglima Angkatan Darat.

11 Sarwo tak percaya begitu saja. Walau surat itu terlihat asli, ia tak yakin Soeharto dalam kondisi selamat. Dalam benaknya, bisa jadi surat itu dibuat di bawah tekanan. Karena itu, dia melucuti Herman.

14 Sarwo dan Soeharto membahas situasi. Sarwo mempunyai pasukan siap bergerak mengamankan tempat vital. Hingga pukul satu, belum ada komando melancarkan aksi.

12 Sekitar sejam kemudian, Kapten Daryono, perwira yang dikirim ke Kostrad, kembali. Ia

membenarkan Herman utusan Soeharto. Sarwo dan Herman kemudian berangkat menemui Soeharto.

15 Tanpa setahu Soeharto, Sarwo memerintahkan pasukan baret merahnya bergerak ke Kostrad. Perjalanan ke Kostrad tak dapat rintangan dan mereka mengambil posisi siaga.

14 Sarwo dan Soeharto membahas situasi. Sarwo mempunyai pasukan siap bergerak mengamankan tempat vital. Hingga pukul satu, belum ada komando melancarkan aksi. 16 Sore harinya, Soeharto

akhirnya memerintahkan untuk bergerak menyerbu Radio Republik Indonesia (RRI) dan Kantor

Telekomunikasi yang saat itu dikuasai oleh Pemuda

Rakyat—organisasi

kepemudaan Partai Komunis

15 Tanpa setahu Soeharto, Sarwo memerintahkan pasukan baret merahnya bergerak ke Kostrad. Perjalanan ke Kostrad tak dapat rintangan dan mereka mengambil posisi siaga.

Indonesia. Batalion 454/Diponegoro dan

530/Brawijaya, yang menjaga kedua tempat itu, telah

menyingkir terlebih dahulu. 17 Kompi Tanjung ditugasi

merebut RRI sedangkan kompi Urip menguasai kantor Telekomunikasi. Letnan Dua Sintong Panjaitan memimpin satu peleton menyerbu RRI.

16 Sore harinya, Soeharto akhirnya memerintahkan untuk bergerak menyerbu Radio Republik Indonesia (RRI) dan Kantor Telekomunikasi yang saat itu dikuasai oleh Pemuda Rakyat— organisasi kepemudaan Partai Komunis Indonesia. Batalion 454/Diponegoro dan

530/Brawijaya, yang menjaga kedua tempat itu, telah

menyingkir terlebih dahulu. 18 Saat sampai di sasaran anak

buahnya melepaskan tiga tembakan. Mendengar

letusan, para anggota Pemuda Rakyat lari dan tak berapa lama RRI berhasil diambil alih.

17 Kompi Tanjung ditugasi merebut

RRI sedangkan kompi Urip

menguasai kantor

Telekomunikasi. Letnan Dua Sintong Panjaitan memimpin satu peleton menyerbu RRI

19 Keberhasilan itu dilaporkan ke Sarwo yang memantau dari Markas Kostrad bersama Feisal Tanjung.

18 .Saat sampai di sasaran anak buahnya melepaskan tiga tembakan. Mendengar letusan, para anggota Pemuda Rakyat lari dan tak berapa lama RRI berhasil diambil alih.

20 Sarwo membentak Sintong, yang menyatakan bahwa laporannya tidak benar dan menyatakan untuk

menangkap semua orang di RRI. Rupanya, Sarwo masih mendengar siaran RRI, yang memutarkan tape recorder.

19 Keberhasilan itu dilaporkan ke Sarwo yang memantau dari Markas Kostrad bersama Feisal Tanjung.

21 Kepala Pusat Penerangan Angkatan Darat Jenderal Ibnu Soebroto membacakan pidato tertulis Soeharto dan

disiarkan di RRI.

20 Sarwo membentak Sintong, yang menyatakan bahwa laporannya tidak benar dan menyatakan untuk menangkap semua orang di RRI. Rupanya, Sarwo masih

mendengar siaran RRI, yang memutarkan tape recorder. 22 Rapat di Halim, yang dihadiri 21 Kepala Pusat Penerangan

petinggi negara. Diputuskan, Pranoto diangkat sebagai penjabat Panglima Angkatan Darat. Namun Soeharto menolak keputusan itu.

Angkatan Darat Jenderal Ibnu Soebroto membacakan pidato tertulis Soeharto dan disiarkan di RRI.

23 Ada ancaman yang ditujukan untuk Soekarno agar

meninggalkan Halim. Pesan ancaman disampaikan oleh Bambang Widjanarko.

24 Jumat, 23.30. Beriringan, tiga kendaraan meninggalkan Halim menuju Istana Bogor. Mobil pertama membawa Panglima Kepolisian Jenderal Soetjipto Joedodihardjo. Di belakangnya menyusul mobil biru bernomor B-3739, dinaiki Presiden Sukarno, Wakil Perdana Menteri Dr Leimena, dan Kolonel Bambang Widjanarko. Kendaraan paling akhir membawa Komandan Resimen Cakrabirawa Brigadir Jenderal Mochamad Sabur dan wakilnya, Kolonel Maulwi Saelan.

24 Jumat, 23.30. Beriringan, tiga kendaraan meninggalkan Halim menuju Istana Bogor. Mobil pertama membawa Panglima Kepolisian Jenderal Soetjipto Joedodihardjo. Di belakangnya menyusul mobil biru bernomor B-3739, dinaiki Presiden Sukarno, Wakil Perdana Menteri Dr Leimena, dan Kolonel Bambang Widjanarko. Kendaraan paling akhir membawa Komandan Resimen Cakrabirawa

Brigadir Jenderal Mochamad Sabur dan wakilnya, Kolonel Maulwi Saelan.

23 Ada ancaman yang ditujukan untuk Soekarno agar

meninggalkan Halim. Pesan ancaman disampaikan oleh Bambang Widjanarko.

25 Pada saat bersamaan, di Markas Kostrad, Sarwo menunggu perintah. Soeharto belum memutuskan waktu penyerangan. Akhirnya, Sarwo menyerobot masuk ruang Panglima. Di dalam

13 Bambang Widjanarko bertemu Soeharto di Markas Kostrad. Ia mencari Mayor Jenderal Pranoto Reksosamodro, Asisten III Panglima Angkatan Darat.

sudah ada Menteri Koordinator Pertahanan Jenderal Abdul Haris

Nasution. Diputuskan bahwa Sarwo bergerak ke Halim untuk meredakan konflik di Halim Perdanakusuma. 26 Sarwo segera bermanuver.

Untuk mengecoh musuh, pasukan kavaleri bergerak sepanjang malam di dalam kota. Regu lain masuk secara diam-diam dari arah Klender. Tepat pukul 06.00, semua kompi bergerak ke area lapangan udara. Kurang dari seperempat jam, Halim dikuasai tanpa perlawanan berarti.

22 Rapat di Halim, yang dihadiri petinggi negara. Diputuskan, Pranoto diangkat sebagai penjabat Panglima Angkatan Darat. Namun Soeharto menolak keputusan itu.

27 Sekitar pukul 10.00, Sarwo berangkat ke Halim. Ia hendak menemui Sukarno. Informasi yang ia terima, Presiden masih di sana. Mayor Santosa menyarankan atasannya itu melalui

Klender, jalur yang sudah disterilkan. Namun, dengan alasan mengejar waktu, Sarwo akan lewat Pondok Gede. Di perjalanan ke Halim Sarwo Edhie dihadang dan terjadi kontak senjata antara aparat tentara.

25 Pada saat bersamaan, di Markas Kostrad, Sarwo menunggu perintah. Soeharto belum

memutuskan waktu penyerangan. Akhirnya, Sarwo menyerobot masuk ruang Panglima. Di dalam sudah ada Menteri Koordinator Pertahanan Jenderal Abdul Haris Nasution. Diputuskan bahwa Sarwo bergerak ke Halim untuk meredakan konflik di Halim Perdanakusuma.

28 Sarwo dan pasukannya lalu menyingkir ke Pos Komando di Pondok Gede. Di sana, dia bertemu dengan beberapa perwira tinggi Angkatan Udara, seperti Laksamana Muda Sri Mulyono

Herlambang dan Komodor Dewanto. Dari mereka, Sarwo mendapat informasi, Sukarno sudah di Bogor.

26 Sarwo segera bermanuver. Untuk mengecoh musuh, pasukan kavaleri bergerak sepanjang malam di dalam kota. Regu lain masuk secara diam-diam dari arah Klender. Tepat pukul 06.00, semua kompi bergerak ke area lapangan udara. Kurang dari seperempat jam, Halim dikuasai tanpa perlawanan berarti.

Maka mereka terbang ke Istana Bogor dengan helikopter kepresidenan Sikorsky S-61.

29 Di Bogor, Sarwo bertemu dengan Sukarno.Dari pertemuan itu, Sarwo Edhie kecewa terhadap Sukarno, yang menganggap remeh hilangnya sejumlah jenderal. Menurut Sukarno, hal itu hanya sebuah riak kecil dalam revolusi.

27 Sekitar pukul 10.00, Sarwo berangkat ke Halim. Ia hendak menemui Sukarno. Informasi yang ia terima, Presiden masih di sana. Mayor Santosa

menyarankan atasannya itu melalui Klender, jalur yang sudah disterilkan. Namun, dengan alasan mengejar waktu, Sarwo akan lewat Pondok Gede. Di perjalanan ke Halim Sarwo Edhie dihadang dan terjadi kontak senjata antara aparat tentara.

30 Soekarno menugaskan Sarwo untuk menghentikan kontak senjata. Dengan membawa surat Sukarno, Sarwo kembali ke Halim dan memerintahkan baku tembak disudahi.

28 Sarwo dan pasukannya lalu menyingkir ke Pos Komando di Pondok Gede. Di sana, dia

bertemu dengan beberapa perwira tinggi Angkatan Udara, seperti Laksamana Muda Sri Mulyono Herlambang dan Komodor Dewanto. Dari mereka, Sarwo mendapat informasi, Sukarno sudah di Bogor. Maka mereka terbang ke Istana Bogor dengan helikopter kepresidenan Sikorsky S-61.

31 3 Oktober pagi seorang polisi bernama Sukitman ditemukan oleh RPKAD dan Resimen Tjakrabirawa berada di Lubang Buaya.

29 Di Bogor, Sarwo bertemu dengan Sukarno.Dari pertemuan itu, Sarwo Edhie kecewa terhadap Sukarno, yang menganggap remeh hilangnya sejumlah

jenderal. Menurut Sukarno, hal itu hanya sebuah riak kecil dalam revolusi.

32 Pasukan khusus yang sedang mencari para jenderal itu membawa Sukitman ke Cijantung untuk dilaporkan ke Sarwo Edhie. Awalnya, dia menolak menceritakan pengalamannya tiga hari terakhir. Namun, setelah

30 Soekarno menugaskan Sarwo untuk menghentikan kontak senjata. Dengan membawa surat Sukarno, Sarwo kembali ke Halim dan memerintahkan baku tembak disudahi.

Sarwo meyakinkan bahwa banyak yang bergantung padanya, Sukitman

membeberkan lokasi markas PKI di Lubang Buaya. 33 Berdasarkan petunjuk

Sukitman, Sintong dan anak buahnya menemukan tanah gembur yang mencurigakan. Setelah digali, ternyata tempat itu sumur tua. Pada kedalaman sepuluh meter, mereka menemukan potongan kaki, lalu terkuaklah

keberadaan para jenderal yang hilang.

36 Sejarawan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Asvi Warman Adam mengatakan bahwa kejadian pertemuan Sarwo dan Soekarno mengawali

perseteruan terpendam antara Soeharto dan Sarwo. Pengamat milimiter Salim Said juga melihat ketidaksukaan Soeharto atas pertemuan Sarwo dan Bung Karno

34 Menjelang sore, rencana pengangkatan jenazah dihentikan. Selain butuh tabung oksigen agar tak terkena gas beracun, Sarwo menyuruh pengangkatan ditunda karena Pangkostrad Soeharto akan menyaksikan keesokan harinya.

31 3 Oktober pagi seorang polisi bernama Sukitman ditemukan oleh RPKAD dan Resimen Tjakrabirawa berada di Lubang Buaya.

35 Setelah memberi instruksi penundaan, Sarwo mendapat gambaran apa yang menimpa Jenderal Yani. Ia pulang ke rumanhya larut malam.

2 Di jalan Iskandarsyah, Sukitman anggota Kepolisian Sektor Kebayoran Baru diringkus dan sekelompok militer dan dibawa ke Lubang Buaya. Dia berhasil lolos dan bersembunyi di kolong truk yang terparkir di depan rumah, hingga tertidur pulas.

36 Sejarawan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Asvi Warman Adam mengatakan bahwa kejadian pertemuan Sarwo dan Soekarno mengawali perseteruan terpendam antara Soeharto dan Sarwo. Pengamat milimiter Salim Said juga melihat ketidaksukaan Soeharto atas pertemuan Sarwo dan Bung Karno

32 Pasukan khusus yang sedang mencari para jenderal itu

membawa Sukitman ke Cijantung untuk dilaporkan ke Sarwo Edhie. Awalnya, dia menolak

menceritakan pengalamannya tiga hari terakhir. Namun, setelah Sarwo meyakinkan bahwa banyak yang bergantung padanya,

Sukitman membeberkan lokasi markas PKI di Lubang Buaya.

37 Menurut Maulwi Saelan dalam biografinya, lokasi sumur Lubang Buaya ditemukan bersama antara pasukan RPKAD dan Cakrabirawa. Pendapat ini dibantah Sintong Panjaitan yang menyatakan bahwa hanya pasukannya yang menemukan jenazah tersebut.

33 Berdasarkan petunjuk Sukitman, Sintong dan anak buahnya menemukan tanah gembur yang mencurigakan. Setelah digali, ternyata tempat itu sumur tua. Pada kedalaman sepuluh meter, mereka menemukan potongan kaki, lalu terkuaklah keberadaan para jenderal yang hilang.. 38 Menurut Maulwi, Resimen

Cakrabirawa melapor ke Presiden Sukarno setelah mendapat informasi dari Sukitman. Sukarno kemudian menyuruh mencari jenderal yang diculik.

34 Menjelang sore, rencana

pengangkatan jenazah dihentikan. Selain butuh tabung oksigen agar tak terkena gas beracun, Sarwo menyuruh pengangkatan ditunda karena Pangkostrad Soeharto akan menyaksikan keesokan harinya. 39 Menurut Rais Rabin, sahabat

Sarwo sejak mengikuti pendidikan militer di Australian Army Staf College, Yani Sarwo-seperti kakak adik. Menurutnya, karena hubungan itulah yang mendorong Sarwo bergerak.

37 Menurut Maulwi Saelan dalam biografinya, lokasi sumur Lubang Buaya ditemukan bersama antara pasukan RPKAD dan

Cakrabirawa. Pendapat ini dibantah Sintong Panjaitan yang menyatakan bahwa hanya pasukannya yang menemukan jenazah tersebut

38 Menurut Maulwi, Resimen Cakrabirawa melapor ke Presiden Sukarno setelah mendapat

informasi dari Sukitman. Sukarno kemudian menyuruh mencari jenderal yang diculik.

35 Setelah memberi instruksi penundaan, Sarwo mendapat gambaran apa yang menimpa Jenderal Yani. Ia pulang ke rumanhya larut malam. 39 Menurut Rais Rabin, sahabat

Sarwo sejak mengikuti pendidikan militer di Australian Army Staf College, Yani Sarwo-seperti kakak adik. Menurutnya, karena hubungan itulah yang mendorong Sarwo bergerak.

Fungsi dan Karakter Narasi

Sebuah teks berita juga memiliki karakter dan fungsinya masing-masing. Penelitian ini akan menggunakan karakter beserta fungsinya menurut Vladimir Propp. Dalam narasi berita Manuver Komandan Baret Merah tidak semua 31 fungsi narasi yang diidentifikasi oleh Propp terdapat dalam narasi berita Manuver Komandan Baret Merah. Situasi awal (α) sosok pahlawan diperkenalkan. Situasi awal saat anak Sarwo diperkenalkan Subardi menuju ke kediaman Sarwo Edhie. Ia bertemu dengan Kristiani Herawati, anak Sarwo Edhie. Ia memintanya memanggil Sarwo Edhie.

Fungsi berikutnya yang muncul yakni tahapan kejahatan (A). Fungsi ini memiliki deskripsi saat penjahat melukai anggota keluarga pahlawan. Tindakan penjahat ini menyebabkan kerugian pada anggota keluarga dengan menculik. Hal ini terjadi saat Jenderal Ahmad Yani ditembak dan dibawa oleh sekelompok tentara pada menjelang subuh 1 Oktober 1965. Kejadian itu diketahui oleh Mayor Subardi.

Fungsi mediasi (B) berarti terjadi keadaan yang malang, pahlawan dikirim untuk mengejar dan menumpas penjahat. Dalam hal ini Sarwo menerima kabar yang malang dari Mayor Subardi bahwa Jenderal Ahmad Yani ditembak dan dibawa oleh sekelompok tentara menjelang subuh. Karena dilandasi kedekatannya dengan Ahmad Yani, Subardi meminta tolong kepadanya Sarwo untuk mencari Jenderal Ahmad Yani. Dengan bantuan pasukan RPKAD ia berusaha mencari Ahmad Yano dan dalang penculikan. Meletusnya pembentukan dewan revolusi

membuka tabir bahwa ada konflik antara angkatan darat yang disokong oleh Partai Komunis Indonesia.

Berikutnya adalah Fungsi keberangkatan (↑) . Dalam deskripsinya fungsi ini berarti pahlawan meninggalkan rumah. Pahlawan memutuskan untuk mengejar penjahat dan menghentikan kekacauan. Setelah mengetahui kabar dari Subardi, Sarwo Edhie yang berpangkat Kolonel mengumpulkan perwira RPKAD sekaligus menghimpun kekuatan yang dimilikinya. Sarwo kemudian memerintahkan kepada Komandan Batalion I Mayor Chalimi Imam Santosa untuk menarik pasukan yang mengikuti latihan upacara peringatan Hari ABRI di Senayan.

Plot berlanjut ke fungsi tindakan balasan (C). Fungsi ini berarti seseorang setuju untuk melakukan aksi balasan. Pahlawan bertekad untuk menghentikan penjahat. Setelah dari siang Sarwo beserta pasukan RPKAD menunggu perintah untuk mengamankan tempat vital yang diserang oleh Dewan Revolusi. Sore

Dokumen terkait