• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN

3.1.1. Berita Praktik Aborsi dr Edward

3.1. Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan suatu konsep pengukuran variabel-variabel penelitian dapat dijelaskan dengan indikator-indikator variabel penelitian dengan mengkategorisasikan pemberitaan berdasarkan Teori yang ada.

Penelitian ini menggunakan metodologi riset kuantitatif yang mengharuskan peneliti bersikap obyektif dan memisahkan diri dari data, karena riset ini menggambarkan suatu masalah yang hasilnya dapat digeneralisasikan (Kriyantono,2006 : 55).

Berdasarkan metodologi diatas, penelitian ini menggunakan metode analisis isi yang digunakan untuk menganalisis isi pesan yang tampak, dengan cara sistematik dan obyektif. Dalam penelitian ini digunakan jenis penelitian deskriptif yang bertujuan membuat deskripsi secara sistimatik, faktual, akurat tentang fakta serta sifat yang dimiliki suatu populasi yang diteliti.

3.1.1. Berita Praktik Aborsi dr. Edward Armando di Harian Jawa Pos

Penelitian ini didasarkan pada pemberitaan seputar praktik aborsi dokter Edward Armando di Jalan Dukuh Kupang Timur X Nomor 4 Surabaya Jawa Timur yang dimuat di surat kabar Jawa Pos, dengan kantor penerbitan yang bertempat di kota Surabaya, Jawa Timur. Harian Jawa Pos hingga kini memiliki tiras tidak kurang dari 352.000 eksemplar. Dipilihnya harian Jawa Pos

dikarenakan adanya faktor kedekatan (proximity) antara peristiwa dengan latar belakang kota besar di Indonesia. Dengan pertimbangan tiras sebesar itu. Menunjukan bahwasanya Jawa Pos memiliki jumlah pembaca yang besar, meluas di masyarakat khususnya di Jawa Timur dan mampu memunculkan opini publik yang cukup signifikan.

Berita mengenai praktik aborsi dokter (dr) Edward Armando di Surabaya Jawa Timur telah banyak mengundang respon dari masyarakat dan Kementrian Kesehatan Kota Surabaya. Mulai pemberitaan tentang penyataan sang dokter dengan dalih kegiatan aborsi yang dia lakukan tidak melanggar karena bermaksud menolong pasien yang datang kepadanya. Sedangkan menurut Kepmenkes pada pasal 35 menjalankan praktik yang tidak sesuai dengan ketentuan dan melakukan perbuatan yang bertentangan dengan standar profesi salah satunya tindakan aborsi tanpa ada indikasi medis itu dilarang.

Aktivitas medis dr Edward Armando sudah di buka lebih dari sepuluh tahun lalu sejak 23 Oktober 1995, menurut catatan jawa pos aktifitas medis dr Edward sudah disorot sejak 23 Oktober 1995 Dinas Kesehatan Surabaya melayangkan surat peringatan pertama karena praktiknya dianggap menyalahi prosedur dan kode etik. Meski demikian alumnus Fakultas Kedokteran Unair itu tidak menghiraukan dia pun terus membuka pelayanan aborsi di rumahnya dan tidak membuka cabang, dia bahkan mengaku masih memiliki izin praktik. “saya tidak nyolong saya nolong” kata Edward menurutnya pasien datang karena membutuhkan pertolongan. Dia mencotohkan keluarga miskin yang terlanjur hamil daripada menambah beban ekonomi, kandungan itu digugurkan. Namun,

pria berkacamata tersebut mengaku menerima pasien remaja yang hamil diluar nikah selama mendapat persetujuan dari orang tua dan usia kandungan dibawah tiga bulan. Saat ditanya apakah tidak takut dihukum lagi karena melakukan aborsi, dia justru balik bertnya “kenapa saya takut? Saya nolong, saya tidak korupsi,”Hanya dia membatasi kandungan yang boleh di aborsi. Yakni usia kandungan kurang dari tiga bulan. Sebab, pada usia itu, nyawa belum dititiupkan. “hukumnya masih mubah ada bukunya itu,” ungkapnya. Baru pada 2007 Satpidter Polda Jatim menetapkannya sebagai tersangka, tapi dr Edward Armando hanya diganjar setahun penjara. Tidak lama keluar dari penjara, awal 2009, dia kembali menerima permintaan aborsi. Dia bahkan mengaku masih memiliki izin praktik. Meski sudah keluar masuk penjara, izin praktik dr Edward tidak dicabut. Karena itulah, dia berani membuka pelayanan medis dirumahnya.

3.2. Kategorisasi Obyektivitas Pers

Media massa yang sarat informasi adalah pers. Pers merupakan cermin realitas karena pers pada dasarnya lebih menekankan fungsi sebagai sarana pemberitaan. Isi pers yang utama adalah berita. Fakta dan realitas adalah bagaian yang tidak dapat dipisahkan dari konsep obyektifitas. Oleh karena itu jika terdapat sebuah paradigma yang berkaitan dengan ilmu jurnalistik, pasti ditemukan sebuah paradigma yang mensyaratkan adanya konsep obyektifitas dalam penyajian berita. Objektifitas, betapa pun sulitnya harus diupayakan oleh insan pers. Objektifitas berkaitan erat dengan kemandirian pers sebagai institusi sosial, hal ini penting mengingat signifikasi efek media terhadap khalayak.

Jurgen Westerstahl menjabarkan konsep objektifitas pada bagan berikut : Bagan 1. Konsep Objektivitas (Westersthal, 1983 : 130).

Obyektivitas

Kefaktualan impartialitas

Kebenaran Relevansi Keseimbangan Netralitas

Kefaktualan dikaitkan dengan bentuk penyajian laporan tentang peristiwa atau pernyataan yang dapat dicek kebenarannya pada sumber dan disajikan tanpa komentar. Impartialitas dihubungkan dengan sikap netral wartawan (reporter), suatu sikap yang menjauhkan sikap penilaian pribadi dan subjektif demi pencapaian sasaran yang diinginkan. Kefaktualan ditentukan oleh beberapa kriteria “kebenaran,” antara lain keutuhan laporan, ketepatan yang ditopang oleh pertimbangan independen, dan tidak adanya keinginan untuk menyalaharahkan atau menekan. “Relevansi” lebih sulit ditentukan dan dicapai secara obyektif. Namun, pada dasarnya relevansi sama pentingnya dengan kebenaran dan berkenaan dengan proses seleksi, bukanya dengan bentuk atau penyajian. Relevansi juga mensyaratkan perlunya proses seleksi yang dilaksanakan menurut prinsip kegunaan yang jelas, demi kepentingan calon penerima dan masyarakat (Nordenstreng, 1974 : 130).

Dari berita surat kabar Harian Pagi Jawa Pos yang dianalisa sebagai obyek dari penelitian ini yang kemudian penulis mengklasifikasikannya berdasarkan kategori yang telah dibuat dan disesuaikan agar diperoleh hasil akurat, karena validitas metode dan hasil-hasilnya sangat bergantung dari kategori-kategorinya. Dengan demikian penelitian menggunakan kategorisasi yang digunakan oleh Rachma Ida. PhD (Bungin, 2003: 155-159) untuk menganalisis obyektifitas berita yang mengarah pada seputar praktik aborsi dr Edward Armando dan dampak yang diakibatkan dari praktik tersebut. Dengan skala nasional dari sebuah surat kabar harian nasional dengan tiras minimal 100.000 eksemplar.

Kategorisasi Obyektivitas pemberitaan menurut Rachma Ida (Kriyantono, 2006: 244 dan juga dalam Bungin, 2003: 154-155):

3.2.1. Akurasi pemberitaan, meliputi :

1) Kesesuaian judul berita dengan isi berita

kesesuaian judul yang ada pada berita, telah mengacu pada aspek

relevansi, yakni kalimat judul yang ada merupakan bagaian dari kalimat yang sama pada isi berita atau pada bagaian isi terdapat penjelasan dari judul dengan inti yang sama.

konsep ini dibagi dalam dua kategorisasi :

a) Sesuai, bila judul merupakan bagian dari kalimat yang sama pada isi berita atau kutipan yang jelas-jelas ada di dalam pemberitaan atau ada dalam isi berita.

b) Tidak sesuai, bila judul bukan merupakan bagian dari kalimat yang sama pada isi berita, atau bukan merupakan kutipan yang jelas-jelas ada.

2) Pencantuman waktu terjadinya suatu peristiwa

Pencantuman waktu kejadian adalah konsep untuk melihat akurasi fakta atau opini, yaitu apakah mencantumkan tanggal atau adanya kata-kata yang menunjukan waktu terjadinya peristiwa atau wawancara.

Kategori dalam konsep ini, yaitu :

a) Dicantumkan waktu, bila dalam tulisan mencantumkan tanggal, pencantuman kata-kata atau pernyataan tentang waktu atau keduanya, yaitu mencantumkan tanggal dan kata-kata.

b) Tidak dicantumkan waktu, yaitu jika dalam tulisan itu tidak mencamtumkan waktu.

3) Penggunaan data pendukung atau kelengkapan informasi atas kejadian yang ditampilkan antara lain menggunakan: tabel, statistik, foto, ilustrasi gambar dan lain-lain, konsep ini dibagi

a) Ada data pendukung, bila tulisan dilengkapi dengan salah satu data pendukung, seperti foto peristiwa, tabel, statistik (angka-angka) dan data referensi (buku undang-undang, peraturan pemerintah, dan lain-lain).

b) Tidak ada data pendukung, bila tulisan itu sama sekali tidak dilengkapi dengan data pendukung.

4) Faktualitas berita

Dalam dimensi faktualitas berita, yaitu menyangkut ada tidaknya pencampuran fakta dengan opini wartawan dalam menulis berita, indikatornya

pencampuran fakta dan opini, yaitu apabila dalam artikel berita itu terdapat kata-kata opinionative.

Penggunaan kata opinionative memegang peran yang besar akan

keberadaan sebuah berita. Karena syarat berita yang haruslah factual, dimana faktualitas ini akan otomatis terpatahkan dengan adanya kata-kata opinionative yang menjadikan nilai berita yang dikandung menjadi hilang.

Perlu untuk selalu diingat, yang dapat membedakan antara berita dengan bukan berita salah satunya adalah pada ada tidaknya opini. Hal ini didasari bahwa sebuah berita berasal dari suatu fakta sedangkan opini berangkat dari suatu pemikiran. Berita mempresentasikan fakta sedangkan opini mempresentasikan gagasan atau ide,

konsep ini di bagi atas kategori:

a) Ada pencampuran fakta dan opini, yaitu apabila dalam artikel berita itu

terdapat kata-kata opinionative, seperti : tampaknya, sepertinya,

diperkirakan, seakan-akan, terkesan, kesannya, seolah, agaknya, diperkirakan, diramalkan, mengejutkan, kontroversi, manuver, sayangnya, dan lain-lain.

b) Tidak ada pencampuran fakta dan opini, yaitu apabila dalam artikel tidak ada kata-kata opinionative.

3.2.2 Fairness dan ketidakberpihakan pemberitaan, meliputi :

1) Ketidakberpihakan

Fairness atau ketidakberpihakan pemberitaan yang menyangkut keseimbangan penulis berita, dimana berita yang disajikan belum bisa dikatan objektif karena dikarenakan sumber berita yang hanya berasal dari salah satu pihak saja atau porsi pemberitaan yang dimuat tidak sesuai atau bisa dikatakan pernyataan-peryataan yang dimuat lebih mengarah dari salah satu pihak saja.

Dilihat dari sumber berita yang digunakan yaitu :

a) Seimbang, yaitu apabila masing-masing pihak yang diberitakan diberi porsi yang sama sebagai sumber berita, dilihat dari jumlah sumber beritanya. b) Tidak seimbang, yaitu jika masing-masing pihak yang diberitakan tidak

diberi porsi yang sama sebagai sumber berita. 2) Ketidakberpihakan

dilihat dari ukuran fisik luas kolom (centimeters kolom) yang dipakai yaitu, Dilihat dari ukuran fisik luas kolom dari setiap pernyataan narasumber, cara untuk mengukur luas kolom adalah panjang dikalikan lebar kolom, pxl.

a) Seimbang, yaitu jika luas kolom yang dipakai antara pihak-pihak yang terlibat dalam pemberitaan memiliki jumlah kesamaan.

b) Tidak seimbang, yaitu jika luas kolom yang dipakai antara pihak-pihak yang terlibat dalam pemberitaan tidak memiliki jumlah kesamaan.

Dokumen terkait