Nama Mahasiswa : Chandra Kusuma
NPM : 0543010310
Program Studi : Ilmu Komunikasi
Fakultas : Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP)
Telah dipertahankan dihadapan dan diterima tim penguji skripsi program studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Pembangunan Nasional
”Veteran” Jawa Timur pada tanggal 13 Juni 2011 Menyetujui,
TIM PENGUJI
1. Ketua
Dr. Catur Suratnoaji, Msi NIP. 3 6804 94 0028 1 2. Sekretaris
Dra. Dyva Claretta, Msi NIP 3 6601 94 0025 1
3. Anggota
Yuli Candrasari,S.sos.Msi NIP. 3 7107 94 0027 1
Mengetahui, DEKAN
Dra. Hj. Suparwati, Msi. NIP. 030 175 349 PEMBIMBING
Dr. Catur Suratnoaji, Msi NIP. 3 6804 94 0028 1
iii
penulis bisa melaksanakan dan menyelesaikan penelitian yang berjudul “Obyektivitas Berita Praktik Aborsi dr, Edward Armando di Media Jawa Pos (Analisis Isi Obyektivitas Berita Praktik Aborsi dr Edward Armando Pada Media Jawa Pos Edisi 4 Februari - 9 Februari 2011). Tujuan penulis meneliti objektivitas pemberitaan ini adalah untuk mengetahui objektif atau tidak pemberitaan ini.
Selama melakukan penulisan penelitian ini, tak lupa penulis menyampaikan rasa terima kasih pada Pembimbing Utama Penulis Dr. Catur Suratnoaji. Msi. serta pihak-pihak yang telah membantu penulis selama melakukan penyusunan Skripsi ini.
Adapun penulis sampaikan rasa terima kasih, kepada:
1. Allah SWT. Karena telah melimpahkan segala rahmatnya, sehingga penulis mendapatkan kemudahan selama proses penelitian dan penyusunan laporan. 2. Ibu Dra. Hj. Suparwati, M.si. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik UPN “Veteran” Jawa Timur.
3. Bapak Juwito, S.Sos, M.si. selaku Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi. 4. Bapak Saifuddin Zuhri. M.si. selaku Sekretaris Program Studi Ilmu
Komunikasi.
iv
b. Sahabat-sahabat terbaik yang selalu ada Jenggot, Aal, Amang,
c. Mbah Aling dan dulur-dulur warna-warni khususnya bang Deny yang selalu membantu penulis.
d. Seluruh teman-teman kuliah, nyorngatz family, dan inkubator.
e. Buat Bapak, Ibu Bagio Suprihadi, dan mbak Yis yang telah memberikan dorongan, semangat, dan pengertianya baik secara moril dan materiil.
f. Buat Bapak dan Ibu Aal yang telah banyak membantu selama kuliah. g. Seluruh teman-teman rumah yang selalu memberikan spirit kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, maka kritik dan saran yang bersifat membangun sangatlah dibutuhkan guna memperbaiki kekurangan yang ada.
Akhir kata semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca, khususnya teman-teman di Jurusan Ilmu Komunikasi.
Surabaya, 26 April 2011
v
HALAMAN PERSETUJUAN SKRIPSI... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL………. vii
DAFTAR LAMPIRAN……… .. viii
ABSTRAKSI……….. ix
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 11
1.3. Tujuan Penelitian ... 11
1.4. Kegunaan Penelitian ... 11
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Pengertian Media Massa dan Komunikasi Massa .... 12
2.1.2. Berita ... 16
2.1.3. Pers Dalam Kaidah Jurnalistik………. . 26
2.1.4. Pengertian Surat Kabar………. 30
2.2. Obyektivitas Berita ... 31
2.3. Kerangka Berfikir……….. 35
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Definisi Operasional ... 37
vi
3.2.3. Validitas Keabsahan Pemberitaan……… 45
3.3. Populasi, Sampel, dan Teknik Penarikan Sampel ... 46
3.3.1. Populasi ... 46
3.3.2. Sampel dan Teknik Penarikan Sampel ... 46
3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 47
3.5. Teknik Analisis Data ... .. 48
BAB IV HASIL DAN PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Perusahaan………. 49
4.1.1. Gambaran Umum Surat Kabar Jawa Pos ……… . 49
4.1.2. Redaksional Surat Kabar Jawa Pos ……….. 51
4.2. Penyajian Data dan Analisis Data... 57
4.2.1. Obyektivitas Pemberitaan... 57
4.2.1.1. Akurasi Pemberitaan……… 61
4.2.1.2 Fairness atau Ketidakberpihakan……….. 67
4.2.1.3. Validitas Pemberitaan……….. 71
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan………. 76
5.2. Saran……… 77
vii
Tabel 4.1. Frekuensi Berdasarkan Akurasi Pemberitaan... 61
Tabel 4.2. Akurasi Pemberitaan Kategori Pencantuman Waktu... 63
Tabel 4.3. Akurasi Pemberitaan Bedasarkan Penggunaan Data Pendukung………….. 64
Tabel 4.4. Akurasi Pemberitaan Berdasarkan Kategori Faktualitas Berita... 65
Tabel 4.5. Frekuensi Kategorasi Fairnes Berdasarkan Sumber Berita... 67
Tabel 4.6. Fairness Berdasarkan Sisi Sumber Berita……..………...…... 68
Tabel 4.7. Frekuensi Kategorasi Fairness Berdasarkan Luas Kolom... 69
Tabel 4.8. FairnessBerdasarkan sisi Luas Kolom...70
Tabel 4.9. Frekuensi Berdasarkan Validitas Keabsahan Sumber Pemberitaan..…...71
Tabel 4.10. Validitas Pemberitaan dalam Berdasarkan Kejelasan Sumber Berita….….73 Tabel 4.11.Validitas Pemberitaan Berdasarkan Kompetensi Pihak Sumber Berita...74
viii
Lampiran 2 : Berita Edisi 4 Februari 2011 ……… 80
Lampiran 3 : Berita Edisi 5 Februari 2011……… 83
Lampiran 4 : Berita Edisi 5 Februari 2011 ……… 85
Lampiran 5 : Berita Edisi 6 Februari 2011……… 87
Lampiran 6 : Berita Edisi 7 Februari 2011……… 89
Lampiran 7 : Berita Edisi 8 Februari 2011……… 90
ix
Jawa Pos Edisi 4 Februari - 9 Februari 2011)
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui obyektivitas isi berita praktik aborsi dr. Edward Armando pada media Jawa Pos edisi 4 – 9 Februari 2011.
Penelitian ini menaruh perhatian pada fenomena yang terjadi seputar praktik aborsi yang berkali-kali dilakukan oleh dr. Edward Armando. Landasan teori yang dipakai dalam penelitian ini adalah teori obyektivitas berita menurut Rachma Ida.
Metode penelitian yang digunakan adalah analisis isi pesan berita yang dimuat, dengan cara sistematik dan obyektif.
Data dianalisis dengan menggunakan tabel frekuensi dari tabel tersebut, dilakukan analisis dan perhitungan prosentase atas akurasi pemberitaan yaitu meliputi kesesuaian judul dan isi berita, pencantuman waktu terjadinya suatu peristiwa, penggunaan data pendukung, faktualitas berita, Fairness yaitu meliputi ketidakberpihakan dilihat dari sumber berita yang digunakan, ketidakberpihakan dilihat dari ukuran fisik luas kolom. Validitas yaitu meliputi atribusi sumber berita dan kompetensi pihak yang dijadikan sumber berita.
Dari data yang di analisis menyimpulkan bahwa media Jawa Pos kurang obyektif, dalam menyajikan berita berdasarkan akurasi pemberitaan sudah obyektif, yaitu telah seimbang kesesuaian antara judul berita dengan isi berita, terdapat data pendukung serta tidak adanya pencampuran fakta dan opini dalam jumlah yang dominan. Begitu juga dengan kategori validitas berita. Namun dalam kategori Fairness Jawa Pos masih belum tergolong obyektif karena masih banyak pemberitaan yang lebih banyak memuat pernyataan dari salah satu pihak.
x
ABSTRACT
GALIH PANGERTEN ZAMAN, OBJECTIVITY FIRE NEWS redboXX discotheque in SURABAYA (Content Analysis of Objectivity News RedboXX discotheque fire in Surabaya in Java Pos Daily Newspaper Issue 26 June-1 July 2010)
The purpose of this research is is to look objectively or no news, written in Java Post newspaper about the proclamation redboXX discotheque fire in Surabaya with the given period.
The research method is quantitative content analysis, with the analysis used to assess the objectivity of news content redboXX discotheque fire in Surabaya.
Coverage of news redboXX discotheque fire in Surabaya. The results of the 14 news writers carefully, there are 5 news that has been included into the objective category, and 9 are not included in the category of news objectively, so the news redboXX discotheque fire in Surabaya are not objective. Objectivity of news is of great importance in presenting a story. Not an objective presentation of news can cause a lot of imbalance, which means that the news only presented on the basis of information on news sources that are less likely to complete and unilateral.
1. Latar Belakang
Dalam masyarakat modern seperti sekarang ini peranan dan pengaruh
informasi dan komunikasi sangat terasa. Tidak ada kegiatan yang dilakukan di
dalam dan oleh masyarakat yang tidak memerlukan informasi. Kenyataan tersebut
di atas tidak dapat dipungkiri kebenarannya. Hanya orang atau bangsa yang
mempunyai banyak informasi yang dapat berkembang dengan pesat. Dalam hal
ini negara yang memiliki kemampuan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan
dan teknologi serta informasi akan lebih memperoleh kesempatan memiliki sistem
komunikasi yang dapat menunjang kepentingan nasionalnya, ideologinya, dan
pandangan hidupnya.
Salah satu kebutuhan utama manusia adalah informasi, dalam
perkembangan yang terjadi saat ini semakin banyak individu maupun kelompok
yang membutuhkan informasi. Informasi tidak hanya digunakan sebagai
kebutuhan semata, melainkan juga alat untuk mendapatkan kekuasaan.
Penguasaan terhadap media informasi mampu menjadikan kita sebagai penguasa.
Seperti yang ada dalam pandangan umum bahwa penguasa media informasi
merupakan penguasa masa depan. (Romli, 1999; 26).
Informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat pada umumnya adalah yang
yang ada. Pada mulanya jurnalistik hanya mengolah hal-hal yang sifatnya
informasi saja, dengan kata lain jurnalistik adalah suatu berita yang dapat di
sebarluaskan pada masyarakat.
Dalam perkembangan selanjutnya, surat kabar yang bisa mencapai rakyat
secara massal itu dipergunakan untuk melakukan social control, sehingga surat
kabar tidak hanya bersifat informatif tetapi juga persuasive. Bukan hanya sekedar
menyampaikan informasi saja tetapi juga mendidik, menghibur, dan
mempengaruhi khalayak agar khalayak melakukan kegiatan tertentu. (Effendy,
1993; 93)
Masyarakat semakin membutuhkan informasi. Masyarakat mulai
bergantung kepada media massa sebagai penyaji beragam informasi. Pengaruh
media massa semakin besar bagi masyarakat. Oleh sebab itu, media massa pers
harus tetap menjalankan fungsinya sebagai lembaga kemasyarakatan yang tetap
mempertahankan idealisme pers dalam menyiarkan informasi, mendidik,
menghibur dan mempengaruhi khalayak sasarannya.
Kegiatan media massa yang mengikuti perkembangan teknologi
komunikasi salah satunya adalah dengan media cetak, media massa cetak terbagi
menjadi berbagai segi, format broadsheet, yakni media cetak yang berukuran
surat kabar umum. Faktor terbesar yang bisa menunjang penyebaran informasi
kepada khalayak adalah dengan media massa. Media massa telah menjadi
fenomena tersendiri dalam proses komunikasi, hal ini bisa tergambar dari relita
sarana media massa. Masing-masing media mempunyai kelebihan dan kekurangan
tersendiri.
Salah satu kelebihan surat kabar dibanding media lain adalah surat kabar
lebih terdokumen, sehingga bisa “dikonsumsi” kapan dan dimana saja. Berbeda
dengan penyajian informasi pada media televisi, di media televisi kita harus
berada di depan televisi pada jam-jam tertentu. Hal inilah yang membuat surat
kabar masih tetap disukai.
Semakin banyaknya jumlah dan beragamnya jenis surat kabar yang
beredar di masyarakat saat ini dapat memberi dampak maupun pengaruh pada
penerbit surat kabar maupun pembaca. Pengaruh akan banyaknya penerbit adalah
konsumen atau pembaca akan lebih selektif dalam pemilihan surat kabar,
sedangkan untuk penerbit mereka harus selalu berupaya memperbaiki dan
meningkatkan penyajian berita-beritanya. Penampilan bentuk surat kabar juga
harus lebih menarik agar dapat mamikat konsumen.
Untuk dapat memberikan informasi kepada masyarakat, media atau pers
dituntut untuk bisa menambah pengetahuan pembacanya dengan menyajikan
informasi yang memiliki kebenaran, kepentingan, dan manfaat. Dengan
banyaknya aneka ragam surat kabar pembaca menjadi lebih selektif dalam
memilih suat kabar yang sesuai dengan kebutuhan mereka.
Setiap surat kabar mempunyai ragam berita, mulai dari bidang ekonomi,
dapat memberikan porsi yang berbeda terhadap suatu kejadian yang sama. Surat
kabar satu menyajikan sebuah berita sebagai berita utama belum tentu
pemberitaan tersebut menjadi berita utama pula di surat kabar lain, bahkan bisa
saja tidak dimuat sama sekali.
Berita diproduksi dan didistribusikan oleh pers. Pers menyandang peran
ganda yaitu sebagai produsen berita dan saluran dalam sebuah proses komunikasi.
Pers sebagai penghubung antara komunikator dengan komunikan. Kebebasan
media dilindungi oleh undang-undang yang menjamin beropini dan kebebasan
memberikan informasi kepada masyarakat.
Penerbitan pers dengan format koran mempunyai frekuensi penerbitan
yang sangat tinggi, karena waktu penebitannya dilakukan setiap hari. Sehingga
informasi-informasi yang yang disampaikan pada khalayak bersifat up to date,
dari beberapa koran terbitan yang ada di Jawa Timur, Jawa Pos merupakan salah
satu koran terbesar yang memiliki pembaca terbanyak di Jawa Timur. Karena
berita adalah sesuatu yang termasa (baru) yang dipilih oleh wartawan untuk
dimuat dalam surat kabar atau majalah. (Djuroto, 2002; 7).
Setiap berita yang dimunculkan dalam setiap rubrik memiliki kepentingan
penyampaian yang berbeda. Berita yang di munculkan cendrung menjadi bahan
pembicaraan di masyarakat luas mulai dari berita politik, remaja, hingga suatu
berita yang menjadi pro kontra publik. Berita-berita juga harus memliki nilai
berita yang bisa menarik perhatian pembaca. Kriteria umum nilai merupakan
pantas dijadikan berita dan memilih mana yang lebih baik (Widodo, 1997; 20).
Jika berita itu menarik, maka akan mengundang selera maupun minat para
pembaca yang akhirnya membeli.
Sebuah berita yang dianggap penting dan aktual serta sesuai kebutuhan
informasi khalayak pembacanya akan ditempatkan sebagai berita utama. Berita
utama yang baik akan membuat pembaca tergerak untuk memberikan
perhatiannya pada surat kabar tersebut, mengingat posisinya yang ditempatkan di
halaman muka dari surat kabar.
Berita utama didefinisikan oleh (Junaedhie, 1991; 29) adalah berita yang
di anggap sangat layak di pasang di halaman depan, dengan judul yang
merangsang perhatian menggunakan tipe huruf lebih besar, pendeknya berita
istimewa. Berita utama adalah berita terpenting dari semua berita yang dimuat
dalam suatu surat kabar, maka pemilihan berita utama dilakukan selektif mungkin
sesuai dengan kebijaksanaan redaksionalnya. Biasanya tema berita yang diangkat
menjadi berita utama di pilih dan di sepakati oleh redaksi sebagai tema yang
paling pantas untuk diketahui masyarakat pada saat itu.
Berita mengenai praktik aborsi dokter (dr) Edward Armando yang kembali
membuka praktik aborsi sejak keluar dari penjara pada akhir 2008, telah
menimbulkan perbincangan baik di masyarakat maupun di Dinas Kesehatan Kota
Surabaya, mulai pemberitaan mengenai dr Edward Armando yang berkali-kali
membuka praktik aborsi sampai dengan pernyataan dr Edward yang tetap
Hal ini membuat peneliti ingin mengetahui seberapa besar objektivitas pada media
cetak tersebut terhadap pemberitaan praktik aborsi dr Edward Armando tepatnya
di Jalan Dukuh Kupang Tumur Gang X Nomor 4, Surabaya. Jawa Timur. Berita
ini dimuat di Jawa Pos edisi 4 Februari – 9 Februari 2011.
Berita ini mempunyai news value, kedekatan dan human interest bagi
pembacanya. Kedekatan karena lokasi kejadian terjadi di Kota Surabaya,
sedangkan segi human interestnya, berita ini menjadi perbincangan di masyarakat
yang mampu menimbulkan opini publik.
Mengenai masalah praktik aborsi, antara dr Edward, pasien, dan dengan
ketua Dinas Kesehatan Kota Surabaya dr Esty Martiana Rachmie berbeda
pendapat mengenai praktik aborsi. Sehingga memunculkan pro dan kontra dari
berbagai pihak dengan saling mempertahankan argumennya masing-masing.
Dokter Edward tetap berpegang pada dalih bahwa kegiatan aborsi yang
dirinya lakukan tidak melanggar ajaran agama yang dia anut (Islam), yang dia
aborsi adalah janin yang berusia di bawah tiga bulan sebab janin di bawah usia
tiga bulan nyawanya belum ditiupkan sehingga hukumnya masih mubah, itu ada
bukunya. Sedangkan menurut Kepala Dinas Kesehatan Kota Surabaya dr Esty
Martiana Rachmie tenaga medis yang melakukan, atau membantu akan dikenakan
sanksi yang berat. Pada pasal 35 Kepmenkes yang sama tertulis, bidan dilarang
menjalankan praktik yang tidak sesuai dengan ketentuan dan melakukan
perbuatan yang bertentangan dengan standar profesi salah satunya tindakan aborsi
berstatus mahasiswa di Malang, pernyataan dr Edward bahwa dirinya bermaksud
menolong dibenarkan, karena menurutnya dia merasa terbantu karena aborsi tidak
bisa tidak harus dilakukan sebab dia belum selesai kuliah.
Aktivitas medis dr Edward Armando sudah di buka lebih dari sepuluh
tahun lalu sejak 23 Oktober 1995, menurut catatan jawa pos aktifitas medis dr
Edward sudah disorot sejak 23 Oktober 1995 Dinas Kesehatan Surabaya
melayangkan surat peringatan pertama karena praktiknya dianggap menyalahi
prosedur dan kode etik. Meski demikian alumnus Fakultas Kedokteran Unair itu
tidak menghiraukan dia pun terus membuka pelayanan aborsi di rumahnya dan
tidak membuka cabang, dia bahkan mengaku masih memiliki izin praktik. “saya
tidak nyolong saya nolong” kata Edward menurutnya pasien datang karena
membutuhkan pertolongan. Dia mencotohkan keluarga miskin yang terlanjur
hamil daripada menambah beban ekonomi, kandungan itu digugurkan. Namun,
pria berkacamata tersebut mengaku menerima pasien remaja yang hamil diluar
nikah selama mendapat persetujuan dari orang tua dan usia kandungan dibawah
tiga bulan. Saat ditanya apakah tidak takut dihukum lagi karena melakukan aborsi,
dia justru balik bertnya “kenapa saya takut? Saya nolong, saya tidak
korupsi,”Hanya dia membatasi kandungan yang boleh di aborsi. Yakni usia
kandungan kurang dari tiga bulan. Sebab, pada usia itu, nyawa belum dititiupkan.
“hukumnya masih mubah ada bukunya itu,” ungkapnya. Baru pada 2007
Satpidter Polda Jatim menetapkannya sebagai tersangka, tapi dr Edward Armando
hanya diganjar setahun penjara. Tidak lama keluar dari penjara, awal 2009, dia
praktik. Meski sudah keluar masuk penjara, izin praktik dr Edward tidak dicabut.
Karena itulah, dia berani membuka pelayanan medis dirumahnya.
Pernyataan dr Edward Armando yang mengaku masih mempunyai surat
izin praktik (SIP) disanggah Kepala Dinas Kesehatan (DINKES) Kota Surabaya
dr Esty Martiana Rachmie. Berdasar data daftar dokter yang sudah memiliki surat
izin praktik (SIP), tidak ada nama dr Edward Armando. praktiknya ilegal,
tegasnya. Esty menjelaskan, Mungkin yang disebut surat izin praktik adalah SIP
seumur hidup. Namun keberadaan surat izin praktik seumur hidup sudah tidak
berlaku lagi sejak terbitnya Peraturan Mentri Kesehatan (Permenkes) no
916/Menkes/Per/VII/1997 mengenai izin praktik mengenai tenaga medis. Dan
dokter harus mengurus surat izin praktik baru berdasar Undang-Undang Praktik
Kedokteran No 29/2004.
Dokter Edward memang mengajukan surat izin praktik baru hal itu
dilakukan pada 2007. namun saat itu ada persyaratan yang belum dipenuhi
sehingga Dinkes tidak meloloskan permohonan surat izin praktiknya. Salah satu
kemungkinan penyebab belum lengkapnya persyaratan surat izin praktiknya yang
diajukan adalah tak ada rekomendasi dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
Hal itu dibenarkan Ketua Ikatan Dokter Indonesia Jawa Timur dr
Pranawa SpPD KGH. Setelah dinyatakan bersalah dan memiliki kekuatan hukum,
PB IDI Jawa Timur akan membawa keputusan pemberhentian keanggotaan
Definisi tentang objektivitas berita sangat beragam, namun secara
sederhana dapat dijelaskan bahwa berita yang obyektif adalah berita yang
menyajikan fakta, tidak berpihak dan tidak melibatkan opini dari wartawan.
Objektivitas menurut (McQuail, 1994; 130) lebih merupakan cita-cita yang
diterapkan seutuhnya. Dalam sistem media massa yang memiliki keanekaragaman
eksternal, terbuka kesempatan untuk penyajian informasi yang memihak, meski
sumber tersebut harus bersaing dengan sumber informasi lainnya yang
menyatakan dirinya obyektif. Meskipun demikian tidak sedikit media yang
mendapatkan tuduhan “media itu tidak obyektif”.
Objektivitas berita merupakan suatu keadaan berita yang disajikan secara
utuh dan tidak bersifat memihak salah satu sumber berita, yang bertujuan untuk
memberi informasi dan pengetahuan kepada konsumen. (Flournoy, 1986; 48).
Setiap berita yang disajikan dalam suatu surat kabar atau majalah harus memenuhi
unsur obyektivitas. Obyektivitas berita merupakan hal yang sangat penting dalam
penyajian sebuah berita. Penyajian berita yang tidak obyektif dapat menimbulkan
banyak ketidakseimbangan, artinya bahwa berita hanya disajikan berdasarkan
informasi pada sumber berita yang kurang lengkap dan cenderung sepihak.
Sebuah berita bisa dikatakan obyetif bila memenuhi beberapa unsur,
diantaranya adalah tidak memihak, transparan, sumber berita yang jelas, tidak ada
tujuan atau misi tertentu. Dilihat dari beberapa unsur di atas banyak sekali berita
bahwa berita tersebut tidak obyektif. Suatu berita yang disajikan tidak obyektif
hanya akan menguntungkan salah satu pihak dan akan merugikan pihak lain.
Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah analisis isi sehingga
diperoleh pemahaman yang akurat dan penting. Analisisnya adalah berita di surat
kabar yang analisis ini digunakan untuk mengkaji pesan-pesan di media (flournoy,
1986; 12). Pemanfaatan ilmu komunikasi media massa dapat di peroleh secara
tepat implementasi di lapangan atas obyektivitas pemberitaan dari surat kabar
yang menjadi subyek penelitian (McQuail, 1994; 179).
Untuk dapat memahami ketimpangan arus informasi peneliti sengaja
memilih media Jawa pos, media koran harian Jawa Pos dipilih sebagai obyek
penelitian karena Jawa pos merupakan surat kabar terbesar di Jawa Timur
khususnya di Surabaya atau terbesar kedua setelah kompas (Sein dan Han, 1999 :
120) hingga kini Jawa Pos memiliki tiras tidak kurang dari 352.000 eksemplar
dengan peredaran yang berpusat di Jawa Timur sebesar 77,29% dan 32,71%
sisanya beredar di hampir seluruh kota-kota besar Indonesia. Dengan
pertimbangan tiras sebesar itu, menunjukan bahwasanya Jawa Pos memiliki
jumlah pembaca yang besar, meluas di masyarakat khususnya Jawa Timur dan
mampu memunculkan opini publik yang cukup signifikan dan Jawa Pos
merupakan koran yang menyatakan ideologi pasar, oplah (Suwardi dalam Arini,
2007 : 11) pasar dalam hal ini pembaca yang berasal dari latar belakang yang
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas yang melandasi
penelitian ini, maka penelitian dirumuskan sebagai berikut : “Bagaimanakah
Obyektivitas Berita praktik Aborsi dr Edward Armando pada media Jawa Pos
edisi 4 Februari sampai 9 Februari 2011?.”
1.3. Tujuan penelitian
Sesuai dengan perumusan masalah diatas maka tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui obyektivitas berita praktik aborsi dr Edward Armando pada
media Jawa Pos edisi 4 Februari sampai 9 Februari 2011.
1.4. Kegunaan penelitian
1. Kegunaan teoritis : Menambah kajian ilmu komunikasi yang berkaitan
dengan penelitian obyektivitas berita, sehingga hasil penelitin ini
diharapkan bisa menjadi landasan pemikiran untuk penelitian-penelitian
selanjutnya.
2. Kegunaan praktis : penelitian ini diharapkan sebagai bahan pertimbangan
bagi Redaksi Jawa Pos didalam memberitakan praktik Aborsi dr Edward
tanpa harus memihak pada pihak manapun, transparan, dan sumber berita
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori
2.1.1. Pengertian Media Massa dan Komunikasi Massa
Media massa yang dikemukakan oleh Althusser dan Gramsci dalam Sobur
(2004:30) merupakan alat yang di gunakan untuk menyampaikan pendapat atau
aspirasi baik itu dari pihak masyarakat maupun dari pihak pemerintah atau negara.
Media massa tersebut sebagai wasah untuk menyalurkan informasi yang
merupakan perwujudan dari hak asasi manusia dalam kehidupan bermasyarakat
dan bernegara, dalam diri media massa juga terselubung kepentingan-kepentingan
yang lain, misalnya kepentingan kapitalisme modal dan kepentingan
keberlangsungan lapangan pekerjaan bagi karyawan dan sebagainya.
Komunikasi masa menurut Bittner (Rakhmat, 2001).
“mass Communication is message communication through a mass medium to
large number of people” (Komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan
melalui media massa pada sejumlah besar orang).
Sedangkan menurut Devito yang dikutip dari (Effendy, 2001)
mendefinisikan komunikassi massa sebagai “First mass Comunication is
communication addressed to the masses to an extremely large audience. This does
not mean that the audience include all people or everyone who reads or everyone
who whatches television, rather it means am audience that is large an generally
logically defined by its forms : television, radio, newspaper, magazine, film,
books, and tapes.” (pertama komunikasi massa adalah komunikasi yang
ditunjukan kepada massa kepada khalayak yang luar biasa banyaknya, ini tidak
berarti bahwa khalayak meliputi seluruh penduduk atau semua orang yang
menonton televisi, agaknya ini berarti bahwa khalayak itu besar dan pula
umumnya agak sukar untuk di defenisikan. Kedua, komunikasi massa adalah
komunikasi yang disalurkan oleh pemancar-pemancar yang audio dan visual.
Komunikasi massa barangkali akan lebih mudah dan lebih logis bila
didefinikasikan menurut bentuknya : televisi, radio, surat kabar, tabloid, film,
buku dan pita).
Lebih lanjut (Efendy, 2001) menegaskan tentang pengertian komunikasi
massa yaitu : “Mass communication is process by which a message is transmitted
through one more of the mass media (Newspaper, Radio, television, movies,
magazine, and books) to an audience that is relatively large an animous.” Jadi
komunikasi massa adalah proses menyebarkan pesan melalui salah satu media
massa (Tabloid, radio, televisi, bioskop, dan buku-buku) kepada khalayak luas
yang tidak dikenal.
(McQuail, 2001) dalam bukunya Teori komunikasi Massa. Suatu
pengantar, menjabarkan tentang ciri-ciri komunikasi massa yaitu sumber
komunikasi massa bukanlah satu orang tetapi organisasi formal, sang pengirimnya
seringkali merupakan komunikator professional. Komunikan (penerima) adalah
bagian dari khalayak luas. Peasanya tidak unik beraneka ragam dapat di
Pesan itu juga merupakan suatu produk dan komodisi yang mempunyai
nilai tukar, serta acuan simbolik yang mengandung nilai “kegunaan”. Hubungan
antara pengirim dan penerima bersifat satu arah dan jarang sekali bersifat
interaktif. Komunikasi massa sering sekali mencakup kontak secara serentak
antara satu pengiriman dengan banyak penerimaan, menciptakan pengaruh luas
dalam waktu singkat, dan menimbulkan respon seketika dari banyak orang
serentak.
Senada dengan (Mc Quail, Effendy, 2001) memberikan ciri-ciri tentang
komunikasi massa, yaitu: Komunikator pada komunikasi massa, Media massa
sebagai saluran komunikasi massa merupakan lembaga yaitu suatu institusi atau
organisasi, maka komunikatornya melembaga (Institusionalized Communication /
Organaized Communicator). Komunikator pada komunikasi massa misalnya
wartawan tabloid, karena media yang digunakan adalah suatu lembaga. Dalam
menyebarluaskan pesan komunikasinya bertindak atas nama lembaga, sejalan
dengan kebijakan (policy) tabloid yang diwakilinya. Ia tidak mempunyai
kebebasan individual, jadi kebebasan mengemukakan pendapat (Freedom of
Expression atau Feredom of Opinion) merupakan kebebasan terbatas (Restricted
Freedom).
Media massa mempunyai kekuatan yang sangat signifikan dalam usaha
mempengaruhi khalayaknya. Keberadaan media massa mempunyai peranan
penting dalam usaha memberikan informasi penting bagi masyarakat,
pengetahuan yang dapat memperluas wawasan, sarana hiburan sebagai pelepas
kontrol sosial untuk memberikan kritik maupun mendukung kebijakan pemerintah
agar memotivasi masyarakat.
Media massa merupakan institusi baru yang berkaitan dengan produksi
dan distribusi pengetahuan dalam arti luas. Media massa mempunyai sejumlah
ciri-ciri yang menonjol, diantaranya adalah penggunaan teknologi yang relatif
maju untuk produksi (massal) dan penyebaran pesan, mempunyai organisasi yang
sistematis dan aturan-aturan sosial serta sasaran pesan yang mengarah pada
audiens dalam jumlah besar yang tidak bisa ditentukan apakah mereka menerima
pesan yang disampaikan, atau malah menolaknya. Institusi media massa pada
dasarnya terbuka, beroprasi dalam dimensi publik untuk memberikan saluran
komunikasi reguler dari berbagai pesan yang mendapat persetujuan sosial dan
dikehendaki oleh banyak individu.
Dalam komunikasi massa menurut Winarni dapat dipusatkan pada
komponen-komponen komunikasi massa, yaitu variabel yang dikandung dalam
setiap tindak komunikasi dan bagaimana variabel ini bekerja pada media massa.
Kelima komponen tersebut adalah:
1. Sumber. Komunikasi massa adalah suatu organisasi kompleks yang
mengeluarkan biaya besar untuk menyusun dan mengirimkan pesan.
2. Khalayak. Komunikasi massa adalah komunikasi yang ditujukan kepada
massa. Yaitu khalayak yang jumlahnya besar yang bersifat heterogen dan
anonim.
3. Pesan pesan dalam komunikasi massa bersifat umum, maksudnya adalah
4. Proses. Ada dua proses dalam komunikasi massa yaitu:
a) Komunikasi massa merupakan proses satu arah. Komuniksi ini berjalan
dari sumber ke penerima dan secara tidak langsung dikembalikan
kecuali dalam bentuk umpan balik tertunda.
b) Komunikasi massa merupakan proses dua arah (proses seleksi). Baik
media maupun khalayak melakukan seleksi. Media menyeleksi
khalayak sasaran atau penerima menyeleksi dari semua media yang ada,
pesan manakah yang mereka ikuti.
5. Konteks komunikasi massa berlangsung dalam suatu konteks sosial.
Media mempengaruhi konteks sosial masyarakat mempengaruhi media
massa. (Winarni 2003:4-5).
Dalam komunikasi massa, umpan balik relatif tidak ada atau bersifat
tunda, komunikator cenderung sulit untuk mengetahui umpan balik komunikan
secara segera. Untuk mengetahuinya, maka biasanya harus diadakan seminar
terbuka yang menghubungkan antara komunikator dan komunikan secara
langsung, diadakan survey atau penelitian. (Vardiansyah 2004:33)
2.1.2. Berita
Berita adalah laporan tercepat mengenai fakta atau ide terbaru yang benar,
menarik, dan atau penting bagi sebagian besar khalayak, melalui media berkala
seperti surat kabar, radio, televisi, atau media on line internet. Berita berasal dari
sebenarnya adalah ada atau terjadi. Sebagian ada yang menyebut dengan Writta,
artinya kejadian atau yang telah terjadi. Dalam kamus besar bahasa Indonesia
karya Poerwadarminto, berita di perjelas menjadi laporan mengenai kejadian atau
peristiwa yang hangat.
Sedangkan menurut (McQuail, 1989 : 189) berita merupakan sesuatu yang
bersifat metafistik dan sukar dijawab kembali dalam kaitannya dengan institusi
dan kata putus mereka yang bersifat rasa dan sulit diraba karena kehalusannya.
Berita bukanlah cermin kondisi sosial, tetapi laporan tentang salah satu aspek
yang telah menonjolkannya sendiri.
Suatu fakta dapat dikatakan berita, apabila memenuhi syarat antara lain
telah dipublikasikan oleh seseorang atau institusi yang jelas identitasnya, alamat,
dan penanggungjawabnya, fakta tersebut ditemukan oleh jurnalis dengan cara
yang sesuai dengan standar operasional dan prosedur dalam profesi jurnalistik
(Panuju, 2005 : 52).
Dari beberapa definisi tersebut dapat dirangkum bahwa berita adalah
laporan dari kejadian yang penting atau peristiwa hangat, dapat menarik minat
atau perhatian para pembaca. Berita merupakan gudang informasi, dan berita
merupakan bagian terpenting dari tabloid atau surat kabar.
Menurut (Djuroto, 2002 : 48) untuk membuat berita paling tidak harus
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1. Menjaga obyektivitas dalam pemberitaan.
2. Faktanya tidak boleh diputar sedemikian rupa hingga tinggal
3. Berita itu harus menceritakan segala aspek secara lengkap.
Sedangkan menurut (Kusumaningrat, 2006 : 47) unsur-unsur yang
membuat suatu berita layak untuk dimuat ada tujuh yaitu ; Akurat, Lengkap, Adil,
Berimbang, Objektif, Ringkas, Jelas, dan Hangat. Dan dalam mengangkat sebuah
berita, wartawan menyerahkan laporan berita yang mereka liput kepada editor;
editor adalah orang yang mengedit naskah tulisan atau karangan yang akan
diterbitkan oleh majalah, surat kabar.
Selain unsur-unsur berita wartawan juga harus memikirkan nilai berita,
dalam cerita atau berita itu tersirat pesan yang ingin disampaikan wartawan
kepada pembacanya. Ada tema yang diangkat dari suatu peristiwa. Nilai berita ini
menjadi menentukan berita layak berita. Menurut (Ishwara 2005 : 53)
peristiwa-peristiwa yang memiliki nilai berita ini misalnya yang mengandung konflik,
bencana dan kemajuan, dampak, kemasyhuran, segar dan kedekatan, keganjilan,
human interest, seks, dan aneka nilai lainnya.
Sedangkan menurut (Effendy, 2010 : l67)
1. Aktualitas, berita tak ubahnya seperti es krim yang gampang
meleleh, bersamaan dengan berlalunya waktu nilainya semakin
berkurang. Bagi surat kabar, semakin aktual berita-beritanya,
artinya semakin baru peristiwa itu terjadi, maka semakin tinggi
nilai beritanya.
2. Kedekatan, peristiwa yang mengandung unsur kedekatan dengan
pembaca akan menarik perhatian. Kedekatan yang dimaksud tidak
3. Keterkenalan, kejadian yang menyangkut tokoh terkenal
(prominent names) memang akan banyak menarik pembaca. Hal
ini tidak hanya sebatas nama orang saja, demikian pula dengan
tempat-tempat terkenal,
4. Dampak, Berita memiliki banyak jenis, Menurut (Sumadiaria,
2005 : 69-71 ) dalam dunia jurnalistik berita berdasarkan jenisnya
dapat dibagi dalam tiga kelompok :
1. Elementary yaitu :
a. Straight News report adalah laporan langsung mengenai suatu
peristiwa. Biasanya berita jenis ini ditulis dengan unsur-unsur yang
dimulai dari what, when, why, where, who, dan how (5W+1H).
b. Depth News Report merupakan laporan yang sedikit berbeda
dengan Straight News report. Reporter (wartawan) menghimpun
informasi dengan fakta-fakta mengenai peristiwa itu sendiri
sebagai informasi tambahan untuk peristiwa itu sendiri.
c. Comprehensive News merupakan laporan tentang fakta yang
bersifat menyeluruh ditinjau dari berbagai aspek. Berita
menyeluruh, mencoba menggabungkan berbagai serpihan fakta itu
dalam satu bangunan cerita peristiwa sehingga benang merahnya
2. Intermediate yaitu :
a. Interpretative Report lebih dari sekedar Straight News report dan
depth news. Berita interpretative biasanya memfokuskan pada
sebuah isu, masalah, atau peristiwa-peristiwa kontroversial. Dalam
jenis laporan ini reporter menganalisis dan menjelaskan.
b. Feature Story berbeda dengan jenis berita-berita di atas yang
menyajikan informasi-informasi penting, di feature story penulis
mencari fakta untuk menarik perhatian pembaca. Penulisan feature
lebih bergantung pada gaya penulisan dan humor daripada
pentingnya informasi yang disajikan.
3. Adnance yaitu :
a. Depth Reporting adalah pelaporan jurnalistik yang bersifat
mendalam, tajam, lengkap, dan utuh tentang suatu peristiwa
fenomenal atau aktual dengan membaca karya pelaporan
mendalam, orang akan mengetahui dan memahami dengan baik
duduk perkara suatu persoalan dilihat dari berbagai perspektif atau
sudut pandang.
b. Investigative Reporting berisikan hal-hal yang tidak jauh berbeda
dengan laporan interpretatif. Berita jenis ini biasanya memusatkan
pada sejumlah masalah dan kontroversi. Dalam laporan investigatif
tersembunyi demi tujuan. Pelaksanaannya sering ilegal atau tidak
etis
c. Editoral Writing adalah pikiran sebuah institusi yang diuji di depan
sidang pendapat umum. Editorial adalah penyajian fakta dan opini
yang menafsirkan berita-berita yang penting dan mempengaruhi
pendapat umum
Yang dapat membedakan antara berita dengan bukan berita salah satunya
adalah pada ada tidaknya opini. Hal ini didasari bahwa sebuah berita berasal dari
suatu fakta sedangkan opini berangkat dari suatu pemikiran. Berita
mempresentasikan fakta sedangkan opini mempresentasikan gagasan atau ide.
Dalam kacamata jurnalistik, tidak semua fakta adalah berita.
Suatu fakta dapat dikatakan berita, apabila memenuhi syarat antara lain
telah dipublikasikan oleh seseorang atau institusi yang jelas identitasnya, fakta
tersebut dihimpun oleh jurnalis dengan cara yang sesuai dengan standart
operasional dan prosedur dalam profesi jurnalistik (jurnal mata kuliah dasar-dasar
jurnalistik).
Untuk membuat berita paling tidak, harus dipenuhi syarat-syarat sebagai
berikut :
1. Menjaga objektifitas dalam pemberitaan.
2. Fakta tidak boleh diputar balikkan sedemikian rupa hingga tinggal
sebagian saja.
Berdasarkan pasal dari kode etik jurnalistik milik AJI (pasal 3/14
Maret 2006) dijabarkan melalui sebagai berikut :
a. Menguji informasi berarti melakukan cek dan re-cek tentang kebenaran
informasi.
b. Berimbang dengan memberikan ruang pemberitaan kepada
masing-masing pihak secara proporsional.
c. Opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan.
d. Azas praduga tak bersalah adalah prinsip dengan tidak menghakimi
seseorang.
Setiap berita yang disuguhkan harus dapat dipercaya namun juga dapat
menarik perhatian khalayak sehingga lewat menyajikan hal-hal yang faktual dari
apa adanya, kebenaran isi cerita yang disampaikan tidak menimbulkan tanda tanya
dan ada kesesuaian dari judul dengan isi berita.
Unsur yang penting dalam menyajikan berita adalah kesesuaian antara
judul berita dengan isinya, terlebih lagi bagi media massa cetak dengan pembaca
yang memiliki karakteristik pembaca sekilas. Judul berita harus
mempresentasikan seluruh isi berita, hal ini dimaksudkan untuk menghindari
salah persepsi saat berita dibaca hanya menarik saat dibaca sekilas oleh khalayak
melalui judul yang bombastis namun tidak sesuai dengan isi.
Kesesuaian judul dengan isi berita juga merupakan salah satu bentuk
kejujuran jurnalis. Bila ingin berita laku keras, maka haruslah para jurnalis
mengarang judul berita yang se-bombastis mungkin sedangkan tidak tercermin
pada isi beritanya.
Pada jurnal mata kuliah jurnalistik, dikatakan fungsi judul berita adalah :
1. Memberikan identitas pada berita
2. Mempermudah pembaca untuk memilih berita
3. Menarik perhatian pembaca
Mutu surat kabar dalam penyajiannya sangat sering juga menyertakan
gambar, foto, ilustrasi kartun maupun bagan ataupun table yang berguna untuk
memperjelas isi pemberitaan. Penempatan adanya data pendukung berita ini
sangat penting atas pertimbangan berikut :
1. Foto, gambar, tabel, dan ilustrasi merupakan unsur berita yang pertama
kali menangkap mata serta perhatian pembaca. Woodburn (yang dikutip
dari jurnal jurnalistik media cetak) menjelaskan bahwa data pendukung
berita di atas, memiliki kekuatan stopping power serta menjelaskan
bagian dari unsur berita yang disajikan.
2. Foto dalam surat kabar, dapat digunakan dalam komunikasi dengan
pembaca yang memiliki latar belakang beranekaragam karena foto
mampu menyajikan berita melalui bahasa foto lebih universal.
Konsep penyajian berita salah satunya kembali pada konsep aktualitas
yang menurut Denis McQuail merupakan ciri utama berita melalui menyajikan
suatu peristiwa terbaru, karena itu, sangat penting adanya pemberian identitas
Dalam sebuah berita yang idealnya mengambil bentuk piramida terbalik
yang diurutkan dengan menjelaskan mulai dari bagian berita yang terpenting
sampai pada yang kurang penting, letak tanggal terjadinya peristiwa umumnya
terletak pada bagian teras berita. Bentuk penulisan Piramida Terbalik (Inverted
Pyramid), seperti pada gambar berikut :
Gambar 2.1
Piramida Terbalik 5W+ 1H
Pada Piramida terbalik ini, penulisan berita dimulai dengan membuat
lead atau teras berita sebagai paragraf pertama. Dalam penulisan lead ini
mencakup rumus dasar dalam menulis berita berupa 5W + 1H yaitu :
a. What : Peristiwa atau hal apa yang terjadi
b. Where : Dimana peristiwa itu terjadi
c. When : Kapan peristiwa itu terjadi
d. Why : Mengapa peristiwa tersebut terjadi
e. Who : Siapa saja yang terlibat dalam peristiwa tersebut
f. How : bagaimana peristiwa tersebut terjadi
J U D U L
LEAD (5W + 1H)
TUBUH Rincian lead, latar belakang
dan informasi lanjutan
Sangat
Kemudian, lead dikembangkan atau teras berita tersebut dijadikan
sebagai paragraf kedua dan digunakan sebagai dasar untuk menjelaskan atau
mendukung tulisan pada paragraf pertama.
Paragraf ketiga dan selanjutnya adalah sebagai tubuh berita. Selain
susunan berita yang berbentuk piramida terbalik, yang harus diperhatikan
adalah :
a. Paragraf : lebih baik menggunakan alenia pendek sehingga dapat
memberi kesan yang santai dan mudah untuk di baca.
b. Gaya bahasa : penggunaan gaya bahasa yang di pakai dapat di mengerti
oleh semua pihak, baik kalangan atas atau bawah bahkan pula yang tidak
berpendidikan. Hal ini dikarenakan khalayak daripada media massa yang
bersifat heterogen.
c. Ekonomis kata : harus menggunakan kalimat yang sesingkat mungkin
untuk mengungkapkan satu maksud. Artinya satu gagasan satu kalimat.
d. Objektifitas : suatu berita harus tetap dijaga dalam Press Release
walaupun mengandung suatu tujuan tertentu. Sehingga seseorang
beropini, namun haruslah jelas opini tersebut dinyatakan oleh siapa.
e. Tetap menjaga keakurasian tulisan atau informasi : karena mampu
mempengaruhi opini pembaca tentang kredibilitas seorang Publik
Relations sebagai sumber informasi.
f. Data perlu diperhatikan Panjang sebuah Press Release : dalam
penulisannya sebaiknya tidak lebih dari dua halaman, sehingga perlu di
Bagian terakhir dalam penyajian berita namun bagiannya merupakan
hal yang tidak kalah penting yaitu berhubungan dengan persyaratan adanya
fakta-fakta yang siap untuk diverifikasi, data terbuka untuk diadakan
penelusuran, narasumber yang memberikan informasi mudah dikenali serta
berbagai pertanggungjawaban berita lainnya.
Narasumber dalam berita penting karena berkaitan dengan
kredibilitas media massa yang bersangkutan. Ini dikarenakan, perihal
narasumber berkaitan erat dengan kelanjutan adanya penuntutan bilamana
ada pihak yang merasa dirugikan akan pemberitaan tersebut. Karena itu,
masalah narasumber, jurnalis dituntut untuk se-valid mungkin dalam
menyajikan berita.
2.1.3. Pers Dalam Kaidah Jurnalistik
Ketika semua orang memiliki hak suara, maka mereka pun merasa ikut
berkepentingan dengan jalannya pemerintahan. Setiap orang dengan intensitas
yang berbeda-beda, mulai ikut berpartisipasi dalam urusan publik. Dalam kaitan
inilah pers menjadi sangat penting untuk menjaga sistem politik. Pers juga
menjadi sumber informasi atau pendidik, sumber nilai-nilai budaya baru,
sekaligus sumber hiburan. (Rivers, 2004 : 51)
Ada dua pengertian pers, yaitu pers dalam arti sempit dan pers dalam arti
luas. Pers dalam arti sempit adalah media massa cetak seperti surat kabar,
meliputi media massa cetak elektronik antara lain radio dan televisi, sebagai
media yang menyiarkan karya jurnalistik. ( Effendy, 2000 : 90)
Jadi secara tegas, pers adalah lembaga atau badan atau organisasi yang
menyebarkan berita sebagai karya jurnalistik kepada khalayak. Pers dan
jurnalistik dapat diibaratkan sebagai raga dan jiwa. Pers adalah aspek raga, karena
ia berwujud, konkret atau nyata, oleh karena itu dapat diberi nama. Sedangkan
jurnalistik adalah aspek jiwa, karena ia abstrak, merupakan kegiatan daya hidup
yang menghidupi aspek pers itu sendiri.
Sedangkan pengertian pers di Indonesia tercantum dalam Undang-undang
No.11 Tahun 1966 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pers dan Undang-undang
No. 21 Tahun 1982 tentang Perubahan Atas Undang-undang no. 11 Tahun 1966.
dalam Undang –undang tersebut dinyatakan sebagai berikut:
”Pers adalah lembaga kemasyarakatan, alat perjuangan nasional yang mempunyai karya sebagai salah satu media komunikasi massa, yang bersifat umum berupa penerbitan yang teratur waktu terbitnya dilengkapi atau tidak diperlengkapi dengan alat-alat milik sendiri berupa percetakan alat-alat foto, klise, mesin-mesin stencil atau alat-alat tehnik lainnya.”
Jadi berdasar definisi pers diatas jelas tercantum bahwa pers harus
mempunyai idealisme, yakni bahwa pers Indonesia merupakan alat perjuangan
nasional, bukan sekedar penjual berita hanya untuk mencari keuntungan finansial.
Tugas dan fungsi pers adalah mewujudkan keinginan manusia yang haus
akan kebutuhan informasi tersebut melalui medianya. Tetapi fungsi pers bukan
hanya itu, menurut Kusumaningrat fungsi pers yang lebih detail adalah sebagai
1. Fungsi Informatif
Yaitu memberikan informasi atau berita kepada khalayak dengan cara
yang teratur. Pers menghimpun berita yang dianggap berguna dan
penting bagi orang banyak dan kemudian menuliskan dengan
kata-kata. Pers memberitakan suatu kejadian pada saat itu dan tidak
menutup kemungkinan bahwa pers juga memperingatkan khalayaknya
tentang peristiwa yang diduga akan terjadi.
2. Fungsi Kontrol ( fungsi watchdog )
Pers harus memberitakan apa yang berjalan dengan baik dan tidak
berjalan dengan baik. Fungsi ini harus dilakukan dengan lebih aktif
oleh pers daripada oleh kelompok organisasi masyarakat lain seperti
LSM(Lembaga Swadaya Masyarakat), dan lain sebagainya.
3. Fungsi Interpretatif dan Direktif
Pers harus menceritakan kepada masyarkat tentang arti suatu kejadian
(biasanya melalui tajuk rencana atau tulisan latar belakang) dan jika
diperlukan, pers juga memberitahukan tindakan yang seharusnya
diambil oleh masyakarat dan memberikan alasan mengapa harus
bertindak.
4. Fungsi Menghibur
Mereka menceritakan kisah yang menarik dan lucu untuk khalayak
ketahui (humor, drama serta musik) meskipun kisah itu tidak terlalu
5. Fungsi Regeneratif
Pers membantu menyampaikan warisan sosial kepada generasi baru
terjadi proses regenerasi dari angkatan yang sudah tua kepada
angkatan yang lebih muda dengan cara menceritakan bagaimana
sesuatu itu dilakukan dimasa lampau, bagaimana dunia dijalankan
sekarang, bagaimana itu diselesaikan dan apa yang dianggap dunia itu
benar atau salah.
6. Fungsi Pengawalan Hak-Hak Warga Negara
Pers harus menjaga baik-baik jangan sampai timbul tirani golongan
mayoritas dimana golongan mayoritas itu menguasai dan menekan
golongan mayoritas. Pers harus bekerja berdasarkan teori tanggung
jawab dan menjami hak setiap pribadi untuk didengar dan diberi
penerangan sesuai dengan yang dibutuhkannya. Dalam beberapa hal
khalayak hendaknya diberi kesempatan untuk menulis kritik dalam
media terhadap segala sesuatu yang berlangsung dalam kehidupan
masyarakat, bahkan juga tidak menutup kemungkinan untuk
mengkritik medianya sendiri.
7. Fungsi Ekonomi
Pers juga dapat berfungsi secara ekonomi yaitu dengan cara melayani
sistem ekonomi melalui iklan
8. Fungsi Swadaya
Untuk memelihara kebebasan yang murni, pers berkewajiban untuk
kehendak siapa saja yang mampu membayarnya sebagai balas jasa.
( Kusumaningrat, 2005 : 27-29 )
Hubungan pers sebagai media yang menjembatani masyarakat dan sistem
pemerintahan mempunyai hubungan yang berkesinambungan dan saling
menguntungkan.
2.1.4. Pengertian Surat Kabar
Surat kabar merupakan kumpulan dari berita, artikel, cerita, iklan dan
sebagainya yang dicetak kedalam lembaran kertas ukuran plano yang diterbitkan
secara teratur, dan bisa terbit setiap hari atau seminggu satu kali (Djuroto, 2002 :
11).
Surat kabar merupakan salah satu kajian dalam studi Ilmu Komunikasi,
khususnya pada studi komunikasi massa. Dalam buku ”Ensiklopedia Pers
Indonesia” di sebutkan bahwa pengertian surat kabar sebagai sebutan bagi
penerbit pers yang masuk dalam media cetak yaitu berupa lembaran-lembaran
berisi berita-berita, karanga-karangan, dan iklan yang di terbitkan secara berkala:
bisa harian, mingguan dan bulanan, serta diedarkan secara umum (Junaedhi, 1991
: 257).
Surat kabar pertama kali diterbitkan dan diperjual belikan untuk pertama
kali di Amerika Serikat, menurut sejarahnya surat kabar ditemukan dan dicetak
pertama oleh seorang imigran dari Inggris pada tahun 1690, bernama Benyamin
Harris (Djuroto, 2002 : 5)
Surat kabar pada perkembangannya saat ini menjelma sebagai salah satu
sebuah konstrol sosial dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal tersebut
disebabkan karena falsaafah pers yang selalu identik dengan kehidupan sosial,
budaya dan politik.
2.2. Objektifitas Berita
Media massa senantiasa dituntut mempunyai kesesuaian dengan realisasi
dunia yang benar-benar terjadi, agar gambar realitas yang ada di benak khalayak –
the world outside and the pictures in our head, tidaklah bisa di karenakan
informasi media massa tidak kontekstual dengan realitas. Secara ideal, setiap
berita yang disajikan dalam suatu media harus memenuhi unsur objektifitas.
Media massa yang sarat dengan informasi adalah pers. Pers merupakan
cermin realitas karena pers pada dasarnya lebih menekankan fungsi sebagai sarana
pemberitaan. Isi pers yang utama adalah berita. Fakta dan realitas adalah bagian
yang tidak dapat dipisahkan dari konsep objektifitas. Oleh karena itu jika terdapat
sebuah paradigma yang berkaitan dengan ilmu jurnalistik, pasti ditemukan sebuah
paradigma yang mensyaratkan adanya konsep objektifitas dalam penyajian berita.
Pers senantiasa dituntut mengembangkan pemberitaan yang obyektif, yaitu
“reporting format that generally spates fact from pinion present an emotionally
detached view of the news, and strives for fairness and balanced” (DeFleur, 1994
: 635).
Dalam jurnalisme, kebenaran tidaklah bisa diklaim oleh satu pihak, namun
harus dikonfirmasikan menurut kebenaran dari pihak lain. Inilah mengapa
fairness. Yaitu salah satu syarat objektifitas yang juga sering disebut sebagai
pemberitaan cover both side, dimana pers menyajikan semua pihak yang terlibat
sehingga pers mempermudah pembaca menemukan kebenaran. Selain fairness,
pers juga dituntut melakukan pemberitaan yang akurat, tidak bohong, menyatakan
fakta bila itu memang fakta, dan pendapat bila itu memang pendapat, dikutip dari
Siebert tahun 1986 (Bungin, 2003 : 153 – 154).
Objektifitas merupakan nilai etika dan moral yang harus dipegang teguh
oleh media dalam menjalankan profesi jurnalistik. Dalam pasal 3, Kode Etik
Jurnalistik yang dikeluarkan oleh AJI 14 Maret 2006 dikatakan “wartawan
Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak
mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi serta menetapkan azas praduga
tak bersalah”.
Rachma Ida, membuat sebuah kategorisasi yang mengukur objektifitas
pers sebuah surat kabar dengan tiras minimal 100.000 eksemplar. Dengan obyek
penelitian berita politik dengan skala nasional yang menjadi berita utama
(Kriyantono, 2006 : 224). Rachma Ida disini mencoba untuk mengukur
Objektifitas pemberitaan surat kabar dengan mengoperasionalisasikan dalam
dimensi-dimensi objektifitas yang terdiri dari aktualitas, fairness dan validitas
pemberitaan, berikut kategorisasi objektifitas menurut Rachma Ida (Kriyantono,
2006 : 244 dan juga dalam Bungin, 2003 : 154-155).
a. Akurasi pemberitaan, yaitu menyangkut kejujuran dalam pemberitaan
yang meliputi:
2) Pencantuman waktu terjadinya suatu peristiwa.
3) Penggunaan data pendukung atau kelengkapan informasi atas
kejadian yang ditampilkan.
4) Faktualitas berita, yaitu menyangkut ada tidaknya pencampuran fakta
dengan opini wartawan yang menulis berita.
b. Fairness atau ketidakberpihakan pemberitaan, yaitu yang menyangkut
keseimbangan penulisan berita yang meliputi :
1) Ketidakberpihakan, dilihat dari sumber berita yang digunakan.
2) Ketidakberpihakan, dilihat dari ukuran fisik luas kolom.
c. Validitas keabsahan pemberitaan, diukur dari :
1) Atribusi, yaitu pencantuman sumber berita secara jelas (baik identitas
maupun dalam upaya konfirmasi atau check dan re check).
2) Kompetensi pihak yang dijadikan sumber berita yang mendapatkan
informasi yang digunakan untuk mengetahui validitas suatu kronologi
peristiwa (berita yang menyangkut peristiwa dengan kronologi
kejadiannya), apakah berasal dari apa yang dilihat, atau hanya
sekedar kedekatannya dengan media yang bersangkutan atau karena
jabatannya. Kategori ini dibagi menjadi : wartawan, pelaku langsung
dan bukan pelaku langsung.
Objektifitas, betapa pun sulitnya harus diupayakan oleh insan pers.
Objektifitas berkaitan erat dengan kemandirian pers sebagai institusi sosial, hal ini
Jurgen Westerstahl menjabarkan konsep objektifitas pada bagan berikut :
Bagan 1. Konsep Objektivitas (Westersthal, 1983 : 130).
Obyektivitas
Kefaktualan impartialitas
Kebenaran Relevansi Keseimbangan Netralitas
Kefaktualan dikaitkan dengan bentuk penyajian laporan tentang peristiwa
atau pernyataan yang dapat dicek kebenarannya pada sumber dan disajikan tanpa
komentar. Impartialitas dihubungkan dengan sikap netral wartawan (reporter),
suatu sikap yang menjauhkan sikap penilaian pribadi dan subjektif demi
pencapaian sasaran yang diinginkan. Kefaktualan ditentukan oleh beberapa
kriteria “kebenaran,” antara lain keutuhan laporan, ketepatan yang ditopang oleh
pertimbangan independen, dan tidak adanya keinginan untuk menyalaharahkan
atau menekan. “Relevansi” lebih sulit ditentukan dan dicapai secara obyektif.
Namun, pada dasarnya relevansi sama pentingnya dengan kebenaran dan
berkenaan dengan proses seleksi, bukanya dengan bentuk atau penyajian.
Relevansi juga mensyaratkan perlunya proses seleksi yang dilaksanakan menurut
prinsip kegunaan yang jelas, demi kepentingan calon penerima dan masyarakat
(Nordenstreng, 1974 : 130).
2.5. Kerangka Berpikir
Seperti yang telah diketahui bahwa pekerjaan media adalah pekerjaan yang
berhubungan dengan pembentukan realitas. Sehingga, pada dasarnya berita yang
tersaji di hadapan khalayak merupakan hasil olahan atau konstruksi wartawan
sebagai perpanjangan tangan dari media. Karena semua pekerja jurnalis adalah
agen : bagaimana peristiwa yang acak dan kompleks itu disusun sedemikian rupa
sehingga membentuk sebuah berita yang dapat dipahami dan dimengerti oleh
khalayak.
Demikian halnya dengan berita Praktik Aborsi dr Edward di Koran harian
Jawa Pos Edisi 4 Februari sampai dengan 9 Februari 2011 yang memiliki sudut
pandang dalam pemberitaannya mengenai realitas yang ada. Pemuatan berita
mengenai Praktik Aborsi dr Edward di media surat kabar Jawa Pos dipilih penulis
sebagai subyek penelitian.
Berita mengenai praktik Aborsi dr Edward di Koran harian Jawa Pos Edisi
4 Februari sampai dengan 9 Februari 2011 tersebut dianalisis menggunakan
analisis isi atau obyektivitas pemberitaan menurut Rahmad Ida (Kriyantono, 2006
: 244). Yang terdiri dari tiga elemen, yaitu akurasi pemberitaan, ketidak
berpihakan pemberitaan (fairness), validitas keabsaan. Ketiga struktur tersebut
merupakan suatu rangkaian yang dapat mewujudkan analisis isi atau obyektivitas
Kerangka Berfikir Berita Kasus Praktik Aborsi dr Edward di Koran harian Jawa Pos
edisi 4 sampai
9 Februari
2011
Kategorisasi Obyektivitas : 1. Akurasi Pemberitaan :
1. Kesesuaian judul berita sesuai isi berita
2. Pencantuman Waktu
Terjadinya Suatu Peristiwa 3. Penggunaan Data Pendukung,
Kelengkapan Informasi Atas Kejadian yang Ditampilkan 4. Faktualitas Berita
2. Fairness/Ketidakperpihakan pemberitaan :
1. Dilihat Dari Sumber Berita yang Digunakan
2. Dilihat Dari Ukuran Fisik Luas Kolom yang Digunakan
3. Validitas Keabsahan: 1. Atribusi
2. Kompetensi Sumber Berita
37
3.1. Definisi Operasional
Definisi operasional merupakan suatu konsep pengukuran variabel-variabel
penelitian dapat dijelaskan dengan indikator-indikator variabel penelitian dengan
mengkategorisasikan pemberitaan berdasarkan Teori yang ada.
Penelitian ini menggunakan metodologi riset kuantitatif yang
mengharuskan peneliti bersikap obyektif dan memisahkan diri dari data, karena
riset ini menggambarkan suatu masalah yang hasilnya dapat digeneralisasikan
(Kriyantono,2006 : 55).
Berdasarkan metodologi diatas, penelitian ini menggunakan metode
analisis isi yang digunakan untuk menganalisis isi pesan yang tampak, dengan
cara sistematik dan obyektif. Dalam penelitian ini digunakan jenis penelitian
deskriptif yang bertujuan membuat deskripsi secara sistimatik, faktual, akurat
tentang fakta serta sifat yang dimiliki suatu populasi yang diteliti.
3.1.1. Berita Praktik Aborsi dr. Edward Armando di Harian Jawa Pos
Penelitian ini didasarkan pada pemberitaan seputar praktik aborsi dokter
Edward Armando di Jalan Dukuh Kupang Timur X Nomor 4 Surabaya Jawa
Timur yang dimuat di surat kabar Jawa Pos, dengan kantor penerbitan yang
bertempat di kota Surabaya, Jawa Timur. Harian Jawa Pos hingga kini memiliki
dikarenakan adanya faktor kedekatan (proximity) antara peristiwa dengan latar
belakang kota besar di Indonesia. Dengan pertimbangan tiras sebesar itu.
Menunjukan bahwasanya Jawa Pos memiliki jumlah pembaca yang besar, meluas
di masyarakat khususnya di Jawa Timur dan mampu memunculkan opini publik
yang cukup signifikan.
Berita mengenai praktik aborsi dokter (dr) Edward Armando di Surabaya
Jawa Timur telah banyak mengundang respon dari masyarakat dan Kementrian
Kesehatan Kota Surabaya. Mulai pemberitaan tentang penyataan sang dokter
dengan dalih kegiatan aborsi yang dia lakukan tidak melanggar karena bermaksud
menolong pasien yang datang kepadanya. Sedangkan menurut Kepmenkes pada
pasal 35 menjalankan praktik yang tidak sesuai dengan ketentuan dan melakukan
perbuatan yang bertentangan dengan standar profesi salah satunya tindakan aborsi
tanpa ada indikasi medis itu dilarang.
Aktivitas medis dr Edward Armando sudah di buka lebih dari sepuluh
tahun lalu sejak 23 Oktober 1995, menurut catatan jawa pos aktifitas medis dr
Edward sudah disorot sejak 23 Oktober 1995 Dinas Kesehatan Surabaya
melayangkan surat peringatan pertama karena praktiknya dianggap menyalahi
prosedur dan kode etik. Meski demikian alumnus Fakultas Kedokteran Unair itu
tidak menghiraukan dia pun terus membuka pelayanan aborsi di rumahnya dan
tidak membuka cabang, dia bahkan mengaku masih memiliki izin praktik. “saya
tidak nyolong saya nolong” kata Edward menurutnya pasien datang karena
membutuhkan pertolongan. Dia mencotohkan keluarga miskin yang terlanjur
pria berkacamata tersebut mengaku menerima pasien remaja yang hamil diluar
nikah selama mendapat persetujuan dari orang tua dan usia kandungan dibawah
tiga bulan. Saat ditanya apakah tidak takut dihukum lagi karena melakukan aborsi,
dia justru balik bertnya “kenapa saya takut? Saya nolong, saya tidak
korupsi,”Hanya dia membatasi kandungan yang boleh di aborsi. Yakni usia
kandungan kurang dari tiga bulan. Sebab, pada usia itu, nyawa belum dititiupkan.
“hukumnya masih mubah ada bukunya itu,” ungkapnya. Baru pada 2007
Satpidter Polda Jatim menetapkannya sebagai tersangka, tapi dr Edward Armando
hanya diganjar setahun penjara. Tidak lama keluar dari penjara, awal 2009, dia
kembali menerima permintaan aborsi. Dia bahkan mengaku masih memiliki izin
praktik. Meski sudah keluar masuk penjara, izin praktik dr Edward tidak dicabut.
Karena itulah, dia berani membuka pelayanan medis dirumahnya.
3.2. Kategorisasi Obyektivitas Pers
Media massa yang sarat informasi adalah pers. Pers merupakan cermin
realitas karena pers pada dasarnya lebih menekankan fungsi sebagai sarana
pemberitaan. Isi pers yang utama adalah berita. Fakta dan realitas adalah bagaian
yang tidak dapat dipisahkan dari konsep obyektifitas. Oleh karena itu jika terdapat
sebuah paradigma yang berkaitan dengan ilmu jurnalistik, pasti ditemukan sebuah
paradigma yang mensyaratkan adanya konsep obyektifitas dalam penyajian berita.
Objektifitas, betapa pun sulitnya harus diupayakan oleh insan pers. Objektifitas
berkaitan erat dengan kemandirian pers sebagai institusi sosial, hal ini penting
Jurgen Westerstahl menjabarkan konsep objektifitas pada bagan berikut :
Bagan 1. Konsep Objektivitas (Westersthal, 1983 : 130).
Obyektivitas
Kefaktualan impartialitas
Kebenaran Relevansi Keseimbangan Netralitas
Kefaktualan dikaitkan dengan bentuk penyajian laporan tentang peristiwa
atau pernyataan yang dapat dicek kebenarannya pada sumber dan disajikan tanpa
komentar. Impartialitas dihubungkan dengan sikap netral wartawan (reporter),
suatu sikap yang menjauhkan sikap penilaian pribadi dan subjektif demi
pencapaian sasaran yang diinginkan. Kefaktualan ditentukan oleh beberapa
kriteria “kebenaran,” antara lain keutuhan laporan, ketepatan yang ditopang oleh
pertimbangan independen, dan tidak adanya keinginan untuk menyalaharahkan
atau menekan. “Relevansi” lebih sulit ditentukan dan dicapai secara obyektif.
Namun, pada dasarnya relevansi sama pentingnya dengan kebenaran dan
berkenaan dengan proses seleksi, bukanya dengan bentuk atau penyajian.
Relevansi juga mensyaratkan perlunya proses seleksi yang dilaksanakan menurut
prinsip kegunaan yang jelas, demi kepentingan calon penerima dan masyarakat
Dari berita surat kabar Harian Pagi Jawa Pos yang dianalisa sebagai obyek
dari penelitian ini yang kemudian penulis mengklasifikasikannya berdasarkan
kategori yang telah dibuat dan disesuaikan agar diperoleh hasil akurat, karena
validitas metode dan hasil-hasilnya sangat bergantung dari kategori-kategorinya.
Dengan demikian penelitian menggunakan kategorisasi yang digunakan oleh
Rachma Ida. PhD (Bungin, 2003: 155-159) untuk menganalisis obyektifitas berita
yang mengarah pada seputar praktik aborsi dr Edward Armando dan dampak yang
diakibatkan dari praktik tersebut. Dengan skala nasional dari sebuah surat kabar
harian nasional dengan tiras minimal 100.000 eksemplar.
Kategorisasi Obyektivitas pemberitaan menurut Rachma Ida (Kriyantono,
2006: 244 dan juga dalam Bungin, 2003: 154-155):
3.2.1. Akurasi pemberitaan, meliputi :
1) Kesesuaian judul berita dengan isi berita
kesesuaian judul yang ada pada berita, telah mengacu pada aspek
relevansi, yakni kalimat judul yang ada merupakan bagaian dari kalimat yang
sama pada isi berita atau pada bagaian isi terdapat penjelasan dari judul dengan
inti yang sama.
konsep ini dibagi dalam dua kategorisasi :
a) Sesuai, bila judul merupakan bagian dari kalimat yang sama pada isi berita
atau kutipan yang jelas-jelas ada di dalam pemberitaan atau ada dalam isi
b) Tidak sesuai, bila judul bukan merupakan bagian dari kalimat yang sama
pada isi berita, atau bukan merupakan kutipan yang jelas-jelas ada.
2) Pencantuman waktu terjadinya suatu peristiwa
Pencantuman waktu kejadian adalah konsep untuk melihat akurasi fakta
atau opini, yaitu apakah mencantumkan tanggal atau adanya kata-kata yang
menunjukan waktu terjadinya peristiwa atau wawancara.
Kategori dalam konsep ini, yaitu :
a) Dicantumkan waktu, bila dalam tulisan mencantumkan tanggal, pencantuman
kata-kata atau pernyataan tentang waktu atau keduanya, yaitu mencantumkan
tanggal dan kata-kata.
b) Tidak dicantumkan waktu, yaitu jika dalam tulisan itu tidak mencamtumkan
waktu.
3) Penggunaan data pendukung atau kelengkapan informasi atas kejadian yang
ditampilkan antara lain menggunakan: tabel, statistik, foto, ilustrasi gambar dan
lain-lain, konsep ini dibagi
a) Ada data pendukung, bila tulisan dilengkapi dengan salah satu data
pendukung, seperti foto peristiwa, tabel, statistik (angka-angka) dan data
referensi (buku undang-undang, peraturan pemerintah, dan lain-lain).
b) Tidak ada data pendukung, bila tulisan itu sama sekali tidak dilengkapi
dengan data pendukung.
4) Faktualitas berita
Dalam dimensi faktualitas berita, yaitu menyangkut ada tidaknya
pencampuran fakta dan opini, yaitu apabila dalam artikel berita itu terdapat
kata-kata opinionative.
Penggunaan kata opinionative memegang peran yang besar akan
keberadaan sebuah berita. Karena syarat berita yang haruslah factual, dimana
faktualitas ini akan otomatis terpatahkan dengan adanya kata-kata opinionative
yang menjadikan nilai berita yang dikandung menjadi hilang.
Perlu untuk selalu diingat, yang dapat membedakan antara berita dengan
bukan berita salah satunya adalah pada ada tidaknya opini. Hal ini didasari
bahwa sebuah berita berasal dari suatu fakta sedangkan opini berangkat dari
suatu pemikiran. Berita mempresentasikan fakta sedangkan opini
mempresentasikan gagasan atau ide,
konsep ini di bagi atas kategori:
a) Ada pencampuran fakta dan opini, yaitu apabila dalam artikel berita itu
terdapat kata-kata opinionative, seperti : tampaknya, sepertinya,
diperkirakan, seakan-akan, terkesan, kesannya, seolah, agaknya,
diperkirakan, diramalkan, mengejutkan, kontroversi, manuver, sayangnya,
dan lain-lain.
b) Tidak ada pencampuran fakta dan opini, yaitu apabila dalam artikel tidak ada
3.2.2 Fairness dan ketidakberpihakan pemberitaan, meliputi :
1) Ketidakberpihakan
Fairness atau ketidakberpihakan pemberitaan yang menyangkut
keseimbangan penulis berita, dimana berita yang disajikan belum bisa dikatan
objektif karena dikarenakan sumber berita yang hanya berasal dari salah satu
pihak saja atau porsi pemberitaan yang dimuat tidak sesuai atau bisa dikatakan
pernyataan-peryataan yang dimuat lebih mengarah dari salah satu pihak saja.
Dilihat dari sumber berita yang digunakan yaitu :
a) Seimbang, yaitu apabila masing-masing pihak yang diberitakan diberi porsi
yang sama sebagai sumber berita, dilihat dari jumlah sumber beritanya.
b) Tidak seimbang, yaitu jika masing-masing pihak yang diberitakan tidak
diberi porsi yang sama sebagai sumber berita.
2) Ketidakberpihakan
dilihat dari ukuran fisik luas kolom (centimeters kolom) yang dipakai
yaitu, Dilihat dari ukuran fisik luas kolom dari setiap