• Tidak ada hasil yang ditemukan

56 berkumpul di padang lamun lebih dipengaruhi luas padang lamun. Selanjutnya

William et al. (2006) menyatakan lamun dapat berparan secara signifikan terhadap pengurangan laju erosi pantai melalui pengurangan energi arus dan gelombang dan Bengen (2004) menyatakan lamun dapat berperan sebagai perangkap sedimen melalui sistem perakaran yang padat dan saling menyilang

Hasil analisis terhadap luas areal lamun pada tiap lokasi padang lamun di lokasi studi seperti pada Gambar 8. Total luas dari enam lokasi padang lamun yaitu sebesar 154,21 ha. Lokasi padang lamun di Poton Bakau memiliki luas yang paling besar dan di Kampung Baru yang paling kecil. Selanjutanya luas padang lamun yang berada di pulau-pulau kecil mencapai 57,60 %, sedangkan di intertidal pantai Tanjung Luar sebesar 42 %.

.

Gambar. 8 Luas tiap lokasi padang lamun di lokasi studi

5.4 Kerapatan Jenis Lamun

Penilaian kerapatan tiap jenis lamun dilakukan pada 4 lokasi padang lamun yaitu Gili Kere, Lungkak, Kampung Baru dan Poton Bakau. Hasil penilaian tersebut seperti pada Tabel 27. Kerapatan tiap jenis lamun pada tiap lokasi padang lamun tidak sama. Kerapatan lamun dari jenis Enhalus acoroides paling tinggi di padang lamun Lungkak dan paling rendah di padang lamun Kampung Baru, Cymodocea serrulata memiliki kerapatan paling tinggi di padang lamun

Poton Bakau dan paling rendah di padang lamun Gili Kere. Cymodocea

rotundata memiliki kerapatan paling tinggi di padang lamun Lungkak dan paling rendah di padang lamun Gili Kere, Syringodium isotifolium paling tinggi di padang lamun Kampung Baru dan paling rendah di padang lamun Gili Kere, namun untuk jenis Thalassia hemprichii paling tinggi di padang Gili Kere.

-10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00

Gili Kere Gili Maringkik

Gili .Bembek

Poton Bako Kampung Baru Lungkak 45,91 31,82 11,1 55,65 4,05 5,68 L u as( h a) Lokasi

Kerapatan tiap jenis lamun (Tabel 27) dapat dijelaskan bahwa jenis lamun dengan morfologi yang besar memiliki jumlah individu/m2 yang lebih sedikit dari jenis lamun dengan morfologi yang lebih kecil. Hal ini dapat dilihat dari kerapatan Jenis Enhalus acoroides yang lebih rendah/m2 dari jenis Syringodium isotifolium. Dalam hal ini Romimohtarto dan Juwana (1999) menyatakan lamun dengan bentuk morfologi kecil seperti Syringodium

isotifolium dan

Halodule pinifolia

memiliki jumlah individu yang lebih banyak tiap m2 dengan jumlah individu dari jenis lamun yang memiliki bentuk morfologi yang lebih besar seperti dari jenis

Enhalus acoroides dan Cymodocea, dan Thalassia hemprichii. Hal ini juga sesuai dengan yang dinyatakan oleh Nienhuis et al (1989) in Kiswara et al (1994) yaitu variasi kerapatan tiap jenis lamun pada suatu lokasi padang lamun memiliki hubungan yang signifikan dengan morfologi dari tiap jenis lamun.

Tabel 27 Rata-rata kerapatan lamun (Individu/m2

No

) pada empat lokasi padang lamun (n=54 di Gili Kere, n= 21 di Kampung Baru, n= 21 di Lungkak, n= 39 di Poton Bakau.

Jenis Lamun Lokasi

Gili Kere Kampung Barau

Lungkak Poton Bakau KK RK KK RK KK RK KK RK 1 Cymodocea rotundata 56-112 90 88-548 219 104-552 240 88-376 171 2 Cymodocea serrulata 32-148 91 12-268 152 4-316 154 8-264 140 3 Halodule pinifolia 348-936 593 - - 136-1944 942 312-936 574 4 Enhalus acoroides 8-72 32 4-64 26 4-96 37 4-56 38 5 Halophila minor 52-112 70 - - - - - - 6 Halophila. ovalis 8-96 30 8-56 36 32-280 197 - - 7 Halophila spinulosa - - - - 24-104 57 - - 8 Syringodium isotifollium 392-980 600 68-1304 1039 312-1312 708 136-699 332 9 Thalassia hemprichii 8-16 9 4-16 9 4-24 11 4-48 19

Keterangan : - = Tidak ada lamun KK = Kisaran kerapatan RK = Rata-rata kerapatan

N = Jumlah kuadran pengamatan

Kerapatan lamun dari jenis Enhalus acoroides adalah katagori kerapatan rendah dan Cymodocea serrulata katagori kerapatan sedang. Hal ini sesusai dengan yang dinyatakan oleh Braun-Blanquet (1965) in Supardi dan Arif (2006) lamun dengan nilai kerapatan rata-rata di bawah 150 individu/m2 tergolong rendah. Rendahnya nilai kerapatan lamun dari jenis Enhalus acoroides dapat dijelaskan karena jenis lamun tersebut dapat tumbuh dengan baik pada substrat yang berlumpur, sedangkan kondisi substrat lamun seperti di Gili Kere substratnya didominasi oleh pasir yang berasal dari pecahan karang mati. Selain faktor substrat faktor lain yang mempengaruhi kerapatan lamun adalah jumlah tunas (shoot) serta perkembangannya (Pantoja-Reyes dan Susana 2005).

58

5.5 Penutupan Lamun

Hasil pengukuran terhadap penutupan tiap jenis lamun seperti pada Tabel 28. Jenis Enhalus acoroides memiliki prosentase penutupan paling tinggi di Lungkak dan paling rendah di Gili Kere dan jenis Cymodocea serrulata prosentae penutupan paling tinggi di Kampung Baru dan paling rendah di Gili Kere.

Tabel 28 Persen (%) penutupan lamun pada empat lokasi padang lamun (n = 54 di Gili Kere, n= 21 di Lungkak, n=21 di Poton Bakau dan n= 21 di Kampung Baru).

No Jenis Lamun Lokasi

Gili Kere Kampung Baru Lungkak Poton Bakau 1 Halophila minor 1,35 - - - 2 Halophila ovalis 2,75 1,50 2 - 3 Halophila spinulosa - - 6 - 4 Cymodocea rotundata 12,60 13,50 13,58 11,80 5 Cymodocea serrulata 18,60 29 25,58 26,30 6 Halodulle pinifolia 12,10 - 10,50 12,80 7 Thalassia hemprichii 31,56 34,30 39,50 38 8 Syringodium isotifolium 11,80 13,50 14,50 17,50 9 Enhalus acoroides 54,70 69,80 78 74

Penutupan tiap jenis lamun (Tabel 28) menunjukan jenis lamun dengan ciri morfologi besar nilai penutupannya lebih tinggi. Jenis Enhalus acoroides memiliki nilai penutupan yang lebih tinggi dari jenis Cyamodocea serrulata dengan jenis lamun lain dengan morfologi yang lebih rendah seperti dari jenis Halodule pinifolia dan Syringodium isotifolium. Penutupan jenis lamun di lokasi studi seperti jenis Cymodocea serrulata dan Enhalus acoroides lebih rendah dibandingkan dengan lokasi lain seperti di Kute Lombok Selatan. Demikian juga halnya dengan lokasi lain yaitu di pulau Sabangko, Salemo dan Sagara Sulawesi Selatan (Supriadi dan Arifin 2006).

5.6 Biomassa Lamun

Hasil penilaian terhadap biomassa dari tiap jenis lamun di lokasi studi seperti pada Tabel 29. Rata-rata nilai biomassa lamun di Gili Kere sebesar 251, 845 gram, Lungkak sebesar 411,595 gram, Poton Bakau sebesar 448 gram dan Kampung Baru sebesar 482 gram. Lokasi dengan nilai rata-rata biomassa lamun yang paling rendah adalah Gili Kere dan yang paling tinggi adalah di Kampung Baru. Rendahnya nilai rata-rata biomassa lamun di Gili Kere dapat dijelaskan karena: (1) kondisi lingkungan terutama substrat lamun yang berasal dari

pecahan karang mati memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap ketersediaan nutrien yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan lamun (2) intensitas pemanfaatan areal lamun di Gili Kere yang lebih tinggi dari lokasi lain.

Tabel 29 Rata-rata biomassa lamun pada empat lokasi padang lamun (n= 6 di Gili Kere , n= 5 di Lungkak, n= 5 di Poton Bakau dan n= 5 di Kampung Baru)

No Jenis Lamun Lokasi

Gili Kere Kampun Baru Lungkak Poton Bakau Bio-Massa (gram/m2 Bio-Massa (gram/m ) 2 Bio-Massa (gram/m ) 2 Bio-Massa (gram/m ) 2 1 ) Cymodocea rotundata 128,982 528,207 446,176 111,370 2 Cymodocea serrulata 674,340 678,260 872.928 1140,070 3 Halodule pinifolia 88,325 120,772 161,130 4 Enhalus acoroides 733,916 987,280 974,625 877,832 5 Halophila minor 19,726 - - 6 Halophila. ovalis 26,864 48,270 67,3098 - 7 Halophila spinulosa - 101,010 - 8 Syringodium isotifollium 277,614 324,762 458,922 284,230 9 Thalassia hemprichii 64,998 326,280 251,021 114,928 Keterangan : - = Tidak ada

n = Ulangan

5.7 Potensi Ancaman Kerusakan Lamun (Seagrass)

5.7.1 Nelayan kecil

Komposisi nelayan berdasarkan jumlahnya di lokasi studi teridiri dari nelayan kecil sebagai nelayan pemilik berjumlah 964 orang dari total jumlah nelayan sebasar 1.143 orang atau sebesar 84,33 %. Areal tangkapan (fishing ground) dari nelayan tersebut umumnya di sekitar perairan pesisir Tanjung Luar. Komposisi nelayan kecil berdasarkan jenis alat tangkap dan areal tangkapan dapat dikelompokkan seperti pada Tabel 30.

Tabel 30 Kelompok nelayan berdasarkan alat tangkapan dan areal tangkapan.

No Jenis nelayan Alat tangkap Areal tangkapan

1 Nelayan ngerebus Mini trawl Perairan umum, padang lamun dan estuarin

2 Nelayan oros Pukat pantai Padang lamun dan estuarin 3 Nelayan penangkap

udang dan rajungan

Jaring tasik Padang lamun, esturin dan sekitar terumbu karanag

Kelompok nelayan (Tabel 30) yaitu nelayan “ngerebus” adalah kelompok nelayan kecil yang melakukan penangkapan ikan pada areal padang lamun dan estuarin dengan alat tangkap mini trawl. Ciri dari nelayan ini adalah melakukan

60