• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR A. Tinjauan Pustaka

2. Berpikir Induktif (generalisasi) dalam fisika dan Pengumpulanya

Menurut Suryabrata (2013: 54) dinyatakan dari beberapa arti dari berpikir adalah kelansungan tanggapan-tanggapan dimana subjek yang berpikir pasif. Kata

“berpikir pasif” pada pengertian ini dapat dimaknai sebagai (berpikir kritis, kreatif dan komprehensif). Dalam konteks pembelajaran termasuk pembelaran fisika proses berpikir sangat erat kaitanya dengan induktif, dimana induktif adalah proses penalaran yang berawal dari kasus khusus ke kesimpulan yang umum, Wisudawati (2015 :140).

Sebagaimana Firman Allah SWT dalam Qs Al Baqarah Ayat 44 yang berbunyi:

Artinya:” Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajiban)mu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu berpikir?”( Qs Al Baqarah Ayat 44)

Kemudian Qs AN NISA:82 yang berbunyi:

Artinya:”Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran? Kalau kiranya Al Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.”

Kedua ayat tersebut memberi isyarat bahwa kata “berpikir” adalah suatu kegiatan mental yang melibatkan kerja otak. Walaupun tidak bisa dipisahkan dari aktivitas kerja otak, pikiran manusia lebih dari sekedar kerja organ tubuh yang disebut otak. Kegiatan berpikir juga melibatkan seluruh pribadi manusia dan juga melibatkan perasaan dan kehendak manusia.

a. Generelisasi dalam fisika

Sejak era 1980an, anatomi IPA terdiri atas 4 (empat) yaitu: (1) proses; (2) produk; (3) sikap; dan (4) teknologi (Cain dan Evans dalam Martawijaya, 2014:

15

42). Berikut ini dapat dikemukakan mengenai pemaknaan anatomi IPA (termasuk fisika).

Produk IPA terdiri atas fakta, prosedur, dan konsep (prinsip, asas, hukum, teori). Produk tersebut melahirkan 3 (tiga) jenis pengetahuan dalam IPA, yaitu: (1) pengetahuan faktual; (2) pengetahuan konseptual; dan (3) pengetahuan prosedural.

Sehubungan dengan itu Anderson (2011: 18) menambahkan satu jenis pengetahuan, yaitu pengetahuan metakognisi. Dalam Pengetahuan ini sangatlah dibutuhkan untuk mewujudkan “teknologi” sebagai salah satu anatomi IPA.

Jenis-jenis pengetahuan yang tercakup dalam IPA, khususnya dalam fisika dibangun kemampuan berpikir induktif (generalisasi).Berkenaan dengan penelitian ini, berikut dikemukakan mengenai kemampuan berpikir induktif (generalisasi) yang membangun pengetahuan faktual dalam fisika.

Bertitik tolak dari pengertian fisika yang menyatakan bahwa fisika adalah sebuah ilmu pengetahuan yang di dalamnya mempelajari tentang fenomena alam atau gejala alam dan seluruh interaksi yang terjadi di dalamnya. Untuk mempelajari fenomena alam atau gejala alam tersebut, fisika menggunakan proses dimulai dari pengamatan, pengukuran, analisis, dan lain sebagainya.

1) Pengetahuan faktual

Menurut Anderson (2011: 67), pengetahuan faktual meliputi elemen-elemen dasar yang digunakan oleh ilmuwan dalam mengembangkan disiplin ilmu mereka. Dalam disiplin ilmu fisika, elemen-elemen dasar yang dimaksudkan oleh Anderson dapat diartikan sebagai fakta-fakta fisika yang terdapat pada suatu objek.Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (edisi keempat) fakta adalah

sesuatu yang benar-benar ada.Berdasarkan pengertian ini, suatu objek dalam fisika dapat diungkapkan faktanya sesuai dengan besaran-besaran fisika yang dimilikinya.Dengan demikian, keluasan pengetahuan mengenai fakta pada suatu objek fisika dapat berbeda oleh sejumlah orang.

Perbedaan keluasan pengetahuan faktual suatu objek fisika yang diperoleh seseorang ditentukan oleh keingintahuan terhadap kesimpulan-kesimpulan fisika yang terdapat pada objek tersebut dalam menggunakan alat ukur dan pengamatan.

Ketebalan sebuah kelereng yang diukur oleh seseorang akan di induktifkan sehingga didapatkan kesimpulan-kesimpulan mengenai fakta tentang tebalnya kelereng, apabila diukur dengan menggunakan jangka sorong, dan mikrometer sekrup. Perbedaan juga dapat terjadi pada beberapa orang yang menggunakan alat ukur yang sama. Terjadinya perbedaan-perbedaan ini dapat dijelaskan sebagai berikut.

Terjadinya suatu perbedaan penarikan kesimpulan-kesimpulan mengenai hasil pengukuran jangka sorong, dan mikrometer sekrup disebabkan oleh tingkat ketelitian berbeda, cara pemahamanya juga berbeda. Dimisalkan hasil kesimpulan dari kelereng bahwa semua kelereng didalam kotak memiliki massa jenis yang sama setelah dilakukan pengamatan pertama, jika dilakukan pengamatan kedua maka hasil yang diperoleh dari kesimpulanya tesebut, bahwa kelereng terbuat dari kaca/marmer. Dari pengamatan ini Kemungkinan terjadinya perbedaan ini disebabkan oleh: (1) kurang pemahaman tentang pembelajaran fisika masa lalu (2) faktor lingkungan yang tidak mendukung; (3) tidak terbiasa dalam mengambil kesimpulan-kesimpulan; dan (4) tidak mampu berpikir tingkat tinggi.

17

Berkenaan dengan penelitian ini, kemampuan berpikir induktif (generalisasi) peserta didik diawali dengan pemberian contoh oleh peneliti.

Peneliti memperlihatkan boks yang berisi benda-benda kepada peserta didik disertai dengan beberapa pernyataan, salah satu di antaranya yaitu: (1) kotak ini berisi 12 buah kelereng kecil dan besar, sehingga penerikan kesimpulanya bahwa tidak semua kelereng besar tembus cahaya, akan tetapi semua kelereng kecil tembus cahaya, semua kelereng kecil memiliki massa jenis yang sama massa; (2) kotak ini berisi 12 buah karet bang dan karet nilon sehingga penariakan kesimpulanya bahwa dalam kotak tersebut hanya karet yang bersifat elastis. Selain itu, juga disampaikan bahwa masih banyak penarikankesimpulan-kesimpulan lain yang dapat diinformasikan didalam kotak, termasuk kesimpulan tentang berapa cm kerenggangan keret tersebut.

Selanjutnya, peserta didik diperlihatkan sebuah kotak yang berisi benda-benda padat. Benda tersebut diaamti, kemudian diminta peserta didik kedepan dua orang untuk mengumpulkan kesimpulan-kesimpulan khusus sebanyak-banyaknya dalam waktu 15.Kesimpulan yang diharapkan dari benda ini adalah: (1) semua benda dalam boks adalah benda padat; (2) dari barbagi benda dalam boks hanya 80 % yang tenggelam didalam air, 20 % mengapung dalam air; (3) tidak semua kelereng besar tembus cahaya, akan tetapi semua kelereng kecil tembus cahaya;

(4) hanya karet gelang dan keret bang yang bersifat elastis; (5) semua besi yang dalam boks memiliki panjang sama;(6) semua kayu dalam boks memiliki panjang yang sama; (7) Semua kelereng besar memiliki massa jenis yang; (8) semua kelereng kecil memiliki massa jenis yang sama; (9) dari semua benda dalam boks

88 % yang bersifat plastis dan 15 % yang bersifat elastis; (10) semua besi dalam boks memiliki massa jenis yang sama; (11) semua kayu dalam boks memiliki massa jenis yang sama; (12) semua kertas dalam boks tidak tembus cahaya; (13) semua kelereng dalam boks setelah dilakukan percobaan, ternyata jumlah momentum kelereng sebelum tumbukan sama denagn jumlah memuntum kedua kelereng setelah tumbukan; (14) sebuah benda dalam boks tidak mengalami tumbukan jenis lenting sebagian; (15) dari berbagai benda didalam boks 90 % tidak mengalami tekanan dan 10 % yang mengalami tekanan.

Berkenaan dengan tugas yang diberikan, setiap kesimpulan peserta didik sudah ditentukan oleh peneliti.Dengan demikian, kemampuan peserta didik dalam berpikir induktif (generalisai) pada benda tersebut dapat diketahui.Dalam fisika dikenal kemampuan atau daya yang didefinisikan sebagai besarnya usaha yang dilakukan dalam satuan waktu. Jadi, kemampuan peserta didik dapat dilihat dari banyaknya kesimpulan khusus yang benar mengenai benda didalam kotak yang akan diamati.

Dalam hasil tersebut disampaikan untuk meningkatkan kemampuan berpikir induktif peserta didik sebagai hasil belajar dengan tujuan mengembangkan kemapuan berpikir secara jujur dan teliti serta dibutuhkan beberapa perilaku berkarakter sehingga diperoleh kemampun berpikir induktif yang benar, yaitu berpikir induktif yang sesuai adanya objek tersebut, bukan apa adanya (Martawijaya, 2014: 112). Hal ini berarti, bahwa berpikir induktif yang benar manakala sesuai dengan kesimpulan yang sebenarnya (yang sudah divalidasi).

19

Dalam konteks pendidikan karakter terdiri atas dua jenis yaitu kejujuran ilmiah dan kejujuran akademik.Kejujuran ilmiah berkenaan dengan kejujuran dalam menyimpulkan data sedangkan kejujuran akademik berkenaan dengan plagiat dalam mempublikasikan karya ilmiah (Koellhoffer, 2009: 30).Oleh karena peserta didik yangberasal dari wilayah Gowa Propensi Sulawesi Selatan pada wilayah ini terdapat sebuah Sekolah Menegah Atas (SMA), yaitu SMA Aksara Bajeng. Wilayah ini dihuni oleh etnis dominan Makassar, maka perilaku berkarakter yang dimaksudkan adalah yang berada pada bingkai Siri’na Pacce.

Berpangkal pada filosofi hidup masyarakat Makassar yang menyatakan siri’na Pacce yang bermakna “mereka menjunjung tinggi nilai malu (siri’) dan nilai solidaritas (pacce). Siri’ na pacce berdiri atas empat pilar kehidupan (1) jujur (lempu’); (2) cerdas (acca); (3) berani (warani); dan (4) Berserah diri pada Allah SWT (mappesona ri DewataE). Dengan demikian, perilaku berkarakter peserta didik harus selalu berorientasi kepada keempat pilar siri' na pacce.

Keempat pilar tersebut diatas sangat dibutuhkan dalam proses berpikir induktif. Kehidupan yang berorientasi pada siri' na paccepeserta didik dalam perilaku berakrakter pentingnya diciptakan sikap jujur,dalam berinduksi dipelukan sikap jujur dal mengambil kesimpulan khusus, diaman kejujuran adalah perbuatan dimana kita menempatkan sesuatu pada tempatnya, artinya mengatakan sesuatu sesuai adanya, bukan apa adanya objek (Martawijaya, 2014: 112) bukan menyampaikan atau mengatakan dengan kondisi yang berbeda antara pernyataan dan kenyataannya. Misalnya ketika kita melakukan pengukuran pada suatu objek dan melaporkan data yang salah, maka jelaslah bahwa kita telah berbohong atau

tidak mengatakan apa yang sesuai dengan kenyataannya. Sehingga dalamberpikir induktif , peserta didik hendaknya menyimpulkan benda fisika sesuai dengan adanya objek tersebut, Agar kesimpulan fisika yang terkumpul bernilai baik dan benar.

Selain itu juga dalam hal kejujujan untuk mengambil sebuah kesimpulan harus sesuai dengan faktanya, agar hasil yang diperoleh sesuai dengan proses berpikir induksi yang sebenarnya, adapun dalam mengambil kesimpulan yang benar harus cedas dalam berilmu, berani dalam menentukan fakta-fakta yang ada krena kebanyakan dilihat dari realita sekarang kebanyakan di Indonesia yang salah dalam berinduksi, mereka melihat hanya dari bingkai benda tersebut bukan dari isi bingkainya, sehingga masih banyak yang perlu dibenahi agar didalaam kehidupan sehari-hari tidak salah dalam berinduksi “cacat induksi”.

Dari konteks di atas dalam mengambil sebuah keputusan yang ada perlu dengan pembuktian yang susai dengan fakta-fakta yang erat kaitanya dalam kehidupan sehari-hari. Berserah diri pada Allah dalam mengambil sebuah keputusan, yang ada sebagai contoh pembuktian dan dalam menjadikan pedoman untuk menyadarkan masyarakat sehinggah tidak salah dalam menjastis seseorng yang sesuai adanya, terkhusus pada peserta didik dalam pembelajran fisika,Kesemuanya ini adalah berkaitan erat dalam budaya Makassar yaitu siri’ na pace,

21

Dokumen terkait