• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bersama Hârûn Ar-Rasyîd

Dalam dokumen Riwayat Hidup Ahlul Bait as (Halaman 153-156)

Hârûn menahan Imam Mûsâ as. dan memasukkannya ke dalam penjara selama beberapa tahun. Suatu hari, ia memeritahkan supaya Imam Mûsâ as. menghadap. Ketika Imam Mûsâ as. sudah menghadap, Hârûn berkata dengan suara keras karena marah: ―Hai Mûsâ bin Ja‗far, ada dua khalifah yang uang pajak diberikan kepada mereka.‖

Imam as. berpaling kepadanya dengan bersahabat dan lemah lembut seraya berkata: ―Hai Amirul Mukminin, aku memperlindungkan kamu kepada Allah swt. dari

1Nuzhah An-Nâzhir fî Tanbîh Al-Khâthir, hal. 45. 2Al-Manâqib, jilid 3, hal. 429.

menanggung dosaku dan dosamu dan dari menerima kebatilan dari musuh-musuh kami atas kami. Sesungguhnya kamu telah mengetahui bahwa kami didustakan dari semenjak kematian Rasulullah saw. dengan sesuatu yang beliau ketahui ada di sisimu. Jika kamu meyakini tali kekerabatan antara kamu dengan Rasulullah saw., izinkan aku untuk menyampaikan satu hadis yang telah disampaikan oleh ayahku dari ayah-ayahnya dan berasal dari kakekku, Rasulullah saw.‖

Hârûn berkata: ―Aku telah izinkan.‖

Imam Mûsâ as. berkata: ―Ayahku memberitahukan kepadaku suatu hadis yang ia riwayatkan dari dari ayah-ayahnya, dari kakeknya, Rasulullah saw. bahwa Rasulullah saw. bersabda, ‗Sesungguhnya jika rahim menyentuh rahim, maka ia akan bergerak dan bergoncang. Maka ulurkanlah tanganmu kepadaku.‘‖

Hârûn pasrah dan menjulurkan tangannya kepada Imam Mûsâ as. Lalu Hârûn menarik Imam Mûsâ ke arah dirinya dan memeluknya erat-erat sedang matanya berlinang air mata. Hârûn berkata kepada Imam Mûsâ as.: ―Engkau benar dan benar juga kakekmu. Sesungguhnya darahku terasa bergerak dan nadiku bergetar sehingga aku pun pasrah dan air mataku bercucuran. Ada masalah yang hendak kutanyakan kepadamu. Masalah ini selalu bergejolak dalam hatiku dari dulu dan aku belum pernah menanyakannya kepada siapa pun. Jika kamu menjawab pertanyaanku ini, maka aku akan membebaskanmu dan aku tidak akan mempercayai ucapan siapa pun tentang dirimu. Sungguh aku mendengar bahwa kamu tidak pernah berbohong dan aku mempercayai hal itu. Maka jawablah pertanyaan yang ada dalam hatiku ini dengan

sejujurnya.‖

Imam Mûsâ as. berkata: ―Ilmu tentang hal itu tidak ada di sisiku. Tapi aku akan memberitahukan kepadamu tentang hal itu bila kamu menjamin keselamatanku.‖

Hârûn menjawab: ―Kamu aman, jika kamu menjawab pertanyaanku dengan jujur dan meninggalkan taqiyah yang kamu yakini itu, hai keturunan Fathimah.‖

Imam Mûsâ as. berkata: ―Tanyakanlah apa yang ingin kau inginkan.‖

Hârûn berkata: ―Mengapa kalian diutamakan atas kami, padahal kalian dan kami berasal dari satu pohon? Bani Abdul Muthalib, ayah kami, dan ayah kalian adalah satu. Bani Abbâs dan kalian adalah keturunan Abu Thalib. Mereka berdua (Abu Thalib dan Abbâs) adalah paman Rasulullah saw. dan hubungan kekerabatan mereka berdua adalah sama?‖

Imam Mûsâ as. menjawab: ―Kami lebih dekat (kepada Rasulullah saw.).‖ ―Bagaimana bisa?‖, tukas Hârûn.

Imam Mûsâ as. menjawab: ―Karena Abdullah dan Abu Thalib adalah saudara sekandung, sedangkan ayah kalian, Abbâs, tidak dilahirkan dari ibu Abdullah dan Abu Thalib.‖

Hârûn lebih lanjut bertanya: ―Mengapa kalian mengaku dapat mewarisi Rasulullah, sedangkan seorang paman dapat menghalangi anak seorang paman yang lain (dari warisan)? Rasulullah saw. wafat dan Abu Thalib telah meninggal sebelum itu, sedangkan Abbâs, paman Rasulullah, masih hidup kala itu.‖

Imam Mûsâ as. menjawab: ―Saya mohon Amirul Mukminin memaafkanku dari pertanyaan ini, dan silakan bertanya tentang masalah-masalah yang lain.‖

―Tidak! Kamu harus menjawabnya‖, jawab Hârûn bersikeras.

Imam Mûsâ as. menimpali: ―JAmînlah keamanan bagiku!‖

Hârûn menjawab: ―Sudah aku jAmîn sebelum kita memulai dialog.‖

Imam Mûsâ as. menjawab: ―Menurut pendapat Ali, jika anak kandung masih ada, baik laki-laki maupun perempuan, maka pewaris yang lain tidak berhak memperoleh harta warisan, kecuali kedua orang tua, suami, dan istri. Paman tidak berhak memperoleh harta warisan selama anak kandung masih hidup. Hanya saja, menurut pendapat Bani Taim, Bani ‗Adî, dan Bani Umayyah, paman adalah seperti ayah. Pendapat mereka itu masing-masing tidak memiliki realita dan bukti dari Nabi saw.‖

Kemudian Imam Mûsâ as. menyebutkan pendapat para fuqaha pada zaman itu yang memiliki fatwa sama dengan fatwa kakeknya, Amirul Mukminin as., dalam masalah ini. Ia menambahkan: ―Para fuqaha terdahulu Ahlusunah telah meriwayatkan dari Nabi saw. bahwa beliau bersabda, ‗Ali adalah paling alim di antara kalian (aqdhâkum).‘ Umar bin Khaththab juga berkata, ‗Ali adalah orang yang paling alim di antara kita (aqdhânâ).‘ Dan kosa kata qadhâ‟ adalah kata benda yang meliputi segala sesuatu. Karena semua yang dipuji pada diri Nabi saw., seperti keahlian membaca, pengetahuan tentang kewajiban, dan ilmu pengetahuan termasuk dalam kategori qadhâ‟.‖

Hârûn meminta supaya Imam Mûsâ as. menjelaskan masalah itu lebih rinci lagi. Imam Mûsâ as. berkata: ―Sesungguhnya Nabi saw. tidak mewariskan kepada orang yang tidak berhijrah dan tidak pula menetapkan wilâyah untuknya sehingga dia berhijrah.‖

―Apa dalilmu‖, tanya Hârûn pendek.

Imam Mûsâ as. berkata: ―Firman Allah swt., „Dan orang-orang yang beriman akan tetapi tidak berhijrah, maka tidak ada sedikit pun wilâyah bagi kalian atas mereka sehingga mereka berhijrah.‟1 Sesungguhnya pamanku, Abbâs, tidak berhijrah.‖

Hârûn pun marah seraya berkata kepada Imam Mûsâ as.: ―Apakah engkau telah berfatwa kepada salah seorang dari musuh kami, ataukah engkau telah memberi tahu tentang hal ini kepada salah seorang di antara para fuqaha?‖

Imam Mûsâ as. menjawab: ―Tidak. Belum ada seorang pun yang bertanya tentang hal ini selain engkau.‖

Kemarahan Hârûn pun reda. Ia melanjutkan pertanyaannya: ―Mengapa engkau izinkan orang-orang khusus dan umum untuk menisbahkan kalian kepada Rasulullah saw. dan memanggil kalian, ‗Wahai putra Rasulullah.‘ Padahal kalian adalah keturunan Ali. Nasab keturunan seseorang hanya menyambung kepada ayahnya, sementara Fathimah hanyalah sebagai wadah, dan Rasulullah adalah kakekmu dari pihak ibu

kalian?‖

Imam Mûsâ as. menjawab pertanyaan Hârûn ini dengan hujah yang tegas. Ia berkata: ―Jika seandainya Nabi saw. dihidupkan kembali dan melamar anak perempuanmu, apakah kamu akan menerima lamaran beliau?‖

Hârûn menjawab: ―Maha suci Allah! Mengapa aku tidak menerimanya? Bahkan aku akan berbangga diri dengan lamaran itu terhadap bangsa Arab, ‗Ajam, dan suku

Quraisy.‖

Imam Mûsâ menjawab as.: ―Akan tetapi, beliau tidak akan melamar anakku dan aku juga tidak akan menikahkan anakku dengannya.‖

―Mengapa tidak?‖, tanya Hârûn pendek.

Imam Mûsâ as. menjawab: ―Karena beliau telah melahirkanku dan tidak melahirkanmu.‖

Hârûn: ―Bagus, hai Mûsâ. Tetapi bagaimana kalian mendakwa bahwa kalian adalah keturunan Nabi saw., padahal beliau tidak memiliki keturunan? Sesungguhnya nasab keturunan itu diukur melalui jalur pihak laki-laki, bukan melalui jalur pihak perempuan. Dan kalian adalah keturunan putrinya.‖

Imam Mûsâ as. menjawab: ―Aku mohon kepadamu—berkat hubungan kekerabatan kita—agar kamu memaafkanku (dari pertanyaan ini).‖

Hârûn menjawab: ―Tidak, atau kamu mengajukan hujahmu tentang masalah ini, hai putra Ali as. Dan engkau, hai Mûsâ, adalah pemimpin dan imam zaman mereka. Aku tidak akan memaafkanmu.‖

Imam Mûsâ as. balik bertanya: ―Apakah kamu mengizinkan aku menjawab?‖ ―Silakan‖, jawab Hârûn pendek.

1 QS. Al-Anfâl [8]:72.

Imam Mûsâ as. menjawab: ―Allah swt. berfirman, „... dan dari keturunannya adalah Dâwûd, Sulaimân, Ayyûb, Yûsuf, Mûsâ, dan Hârûn. Begitulah kami membalas orang-orang yang berbuat kebaikan. Dan (begitu juga) Zakariâ, Yahyâ, Isa, dan Ilyâs. Semuanya termasuk orang-orang yang saleh.‟1 Hai Amirul Mukminin, siapakah ayah Isa?‖

Hârûn menjawab: ―Isa tidak memiliki ayah.‖

Imam Mûsâ as. menjawab: ―Allah memasukkannya ke dalam keturunan para nabi melalui jalur Maryam. Begitu juga Allah swt. memasukkan kami kepada keturunan Rasulullah saw. melalui ibu kami, Fathimah as.‖

Hârûn meminta hujah yang lebih rinci tentang masalah itu.

Maka Imam Mûsâ as. menambahkan: ―Allah swt. berfirman, „Barang siapa yang membantahmu tentang kisah Isa sesudah datang ilmu (yang meyakinkan kamu), maka katakanlah (kepadanya), „Marilah kita memanggil anak-anak kami dan anak-anakmu, istri-istri kami dan istri-istrimu, diri kami dan dirimu; kemudian marilah kita ber- mubâhalah kepada Allah dan kita minta supaya laknat Allah ditimpakan kepada orang- orang yang dusta.‟2 Tak seorang pun yang berpendapat bahwa Nabi saw. memasukkan seseorang ke dalam Kisâ‟ ketika beliau ber-mubâhalah dengan kaum Nasrani, kecuali Ali bin Abi Thalib, Fathimah, Hasan, dan Husain.‖

Hujah Hârûn pun musnah dan Imam Mûsâ Al-Kâzhim as. telah menutup seluruh celah yang dapat digunakan oleh Hârûn untuk melarikan diri.3

Dengan dialog itu, kami tutup seri dialog Imam Mûsâ Al-Kâzhim as. Kami telah mengumpulkan dialog-dialog Imam Mûsâ as. dalam buku kami, Hayâh Al-Imam Mûsâ bin Ja„far as., jilid 1.

Karakter dan Jati Diri Imam Mûsâ Al-Kâzhim as.

Sesungguhnya karakter yang agung dan perilaku yang mulia adalah jati diri, ciri khas, dan bagian yang tak terpisahkan dari diri Imam Mûsâ as. Kami akan memaparkan sebagian karakter dan jati dirinya berikut ini:

Dalam dokumen Riwayat Hidup Ahlul Bait as (Halaman 153-156)

Dokumen terkait