• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perang Uhud

Dalam dokumen Riwayat Hidup Ahlul Bait as (Halaman 42-45)

Dengan penuh duka yang mendalam, kaum kafir Quraisy menerima informasi kekalahan pasukannya dan kerugian yang berlipat ganda di front pertempuran Badar. Hindun, ibu Mu‗âwiyah, termasuk salah seorang yang begitu merasa terpukul dan berduka dengan kekalahan itu. Ia melarang orang-orang Quraisy, baik kaum laki-laki maupun kaum wanita, untuk menangisi para perajurit yang terbunuh di medan Badar. Duka dan kesedihan itu tidak akan pernah padam di dalam lubuk hati mereka sebelum mereka dapat melakukan balas dendam.

Abu Sufyân bertindak sebagai panglima tertinggi pasukan pada perang Uhud. Dialah yang memberikan semangat kepada masyarakat jahiliah Quraisy untuk memerangi Rasulullah saw. Mereka mengumpulkan harta benda dan dana untuk membeli peralatan dan perbekalan perang. Himbauan Abu Sufyân itu disambut baik oleh masyarakat demi memerangi Rasulullah saw.

Pasukan Abu Sufyân keluar menuju medan Uhud dengan penuh semangat dan hati yang menggelora disertai oleh kaum wanita mereka sampai peperangan berakhir. Hindun memimpin pasukan wanita. Kaum wanita ini bergerak sembari menabuh genderang dan mendendangkan syair:

Bangkitlah wahai putra-putra Abdi Dar.

Bangkitlah wahai para penjaga negeri tak gentar. Pukulkan pedang kalian dengan bak halilintar.

Sementara itu, Hindun sendiri menyanyikan dendang khusus yang ia tujukan kepada pasukan Quraisy dengan suara yang lantang:

Jika kalian maju berperang, kami akan peluk kalian dan gelar permadani. Jika kalian mundur, kami akan berpisah dengan kalian sampai mati.

Pasukan kaum musyrikin Quraisy ketika itu berjumlah tiga ribu orang. Sementara pasukan muslimin hanya berjumlah tujuh ratus orang.

Seorang prajurit musyrikin yang bernama Thalhah bin Abi Thalhah maju ke depan dengan bendera komando di tangannya. Ia mengangkat suranya tinggi-tinggi: ―Hai para sahabat Muhammad, apakah kalian yakin bahwa Allah akan mempercepat kami pergi ke neraka dengan pedang-pedang kalian, dan mempercepat kalian menuju ke surga dengan pedang-pedang kami? Siapakah yang berani duel denganku?‖

Pejuang Islam, Imam Ali as., segera menimpali dan menyerangnya. Dengan sabetan pedangnya, lelaki itu jatuh ke tanah dengan berlumuran darah. Ali as. membiarkannya jatuh dan tidak meneruskan perlawanannya. Tidak lama kemudian, darahnya tumpah dan ia binasa. Kaum muslimin menyambut kemenangan Ali as. itu dengan penuh gembira, sementara kaum musyrikin menjadi hina dan nyali mereka surut. Bendera komando pasukan musyrikin Quraisy diambil alih oleh yang lain. Imam Ali as. menyambut dan melakukan serangan kepada beberapa orang Quraisy seraya menebas kepala-kepala mereka dengan pedangnya yang tajam. Hindun selalu membangkitkan semangat jiwa prajurit kaum musyrikin dan mendorong mereka agar menyerang kaum muslimin. Setiap kali seorang dari mereka gugur, ia menawarkan celak sembari berseloroh: ―Kamu ini hanyalah seorang wanita pengecut. Pakailah celak mata ini ini.‖2

1Kanz Al-„Ummâl, jilid 3, hal. 154. 2Al-Mîzân, jilid 14, hal. 12.

Sangat disayangkan, dalam peperangan ini kaum muslimin mengalami kekalahan yang pahit dan kerugian yang memalukan. Hampir saja bendera Islam jatuh karena itu. Hal itu terjadi karena kecerobohan sekelompok pasukan Islam yang berani menyalahi pesan Rasulullah saw. Ketika itu Rasulullah saw. memerintahkan sekelompok pemanah yang dipimpin oleh Abdullah bin Jubair agar tetap diam di atas bubkit demi menjaga kaum muslimin dari arah belakang. Ia sangat menekankan agar mereka tidak bergeser sedikitpun dari tempat tersebut. Ketika pertempuran sedang terjadi, para pemanah itu berhasil membidikkan panah-panah mereka ke arah pasukan kafir Quraisy dan banyak membunuh mereka. Pasukan Quraisy mengalami kekalahan telak dan mereka kabur tunggang-langgang dengan meninggalkan berbagai senjata dan barang-barang berharga. Kaum muslimin mulai mengumpulkan harta rampasan perang. Melihat harta kekayaan yang melimpah itu, sebagian besar pasukan pemanah meninggalkan pos mereka untuk turut serta berebut harta rampasan perang. Mereka telah lupa akan pesan Nabi saw. untuk tetap tinggal di pos tersebut. Khalid bin Walid, pimpinan pasukan kafir Quraisy, melihat kondisi para pemanah tersebut dan merasa memiliki kesempatan emas. Ia segera melakukan serangan terhadap para pemanah yang masih tersisa di atas bukit itu sehingga banyak pasukan muslimin yang terbunuh. Setelah itu, Khalid dan pasukannya menyerang para sahabat Nabi saw. dari arah belakang dan berhasil memporak- porandakan dan membunuh prajurit muslimin. Dalam serangan ini, prajurit musyrikin banyak membunuh tokok-tokoh pasukan muslimin.

Pembelaan Ali as. Terhadap Nabi saw.

Kekalahan yang sangat menyakitkan menimpa kaum muslimin. Sebagian pasukan mereka kabur. Hal ini membuat mereka takut dan gentar menghadapi kaum musyrikin. Akhirnya sebagian besar mereka meninggalkan Nabi saw. yang telah dikepung oleh musuh-musuh Islam. Nabi saw. mengalami luka-luka parah dan jatuh terjerembab ke dalam lubang yang dibuat oleh Abu Amir dan sengaja ia sembunyikan agar kaum muslimin jatuh ke dalamnya. Ketika itu, Ali as. berada di samping Rasulullah saw. Ia segera memegang tangan Nabi saw., sementara Thalhah bin Abdullah mengangkatnya sehingga ia dapat berdiri.1 Pada saat itu, Nabi saw. menoleh kepada Ali as. seraya bertanya: ―Hai Ali, apa yang telah mereka lakukan?‖ Ali as. menjawab dengan hati yang tersayat: "Ya Rasulallah, mereka menyalahi janji dan kabur tunggang langgang.‖

Sekelompok orang Quraisy berusaha melakukan serangan terhadap Nabi saw. sehingga ia terpojok. Ia berkata kepada Ali: ―Halaulah mereka, hai Ali.‖ Ali as. menyerang mereka tanpa menunggangi kuda, dan berhasil membunuh empat orang anak Abu Sufyân bin ‗Auf dan enam orang dari kelompok penyerang tersebut. Setelah berusaha dengan susah payah, akhirnya Imam Ali as. berhasil menghalau dan mempermalukan mereka. Kemudian datang lagi kelompok yang lain untuk menyerang Nabi saw. Di antara mereka terlihat Hisyâm bin Umayyah. Ali as. pun berhasil membunuhnya, dan mereka yang masih tersisa kabur. Setelah itu, kelompok ketiga datang menyerang Rasulullah saw. Di tengah-tengah mereka terlihat Busyr bin Mâlik. Ali as. juga berhasil membunuhnya, dan sisa kelompok itu pun kabur dengan kekalahan yang memalukan.

Melihat keberanian dan ketangkasan Ali as., Jibril memohon izin kepada Allah untuk turun. Ia berkata kepada Nabi saw.: ―Perlawanannya sungguh membuat kagum para malaikat.‖ Rasulullah saw. bersabda kepadanya: ―Kenapa tidak, karena Ali dariku dan aku darinya.‖ Jibril menimpali: ―Dan aku dari kalian berdua.‖2

Dengan penuh keperkasaan dan ketangkasan, Ali as. senantiasa teguh membela Nabi saw. Selama pembelaan ini, ia tertebas pedang sebanyak enam belas tebasan.

1As-Sîrah An-Nabawiyah, hal. 74.

Setiap tebasan tersebut telah berhasil membuat Ali as. jatuh tersungkur ke atas tanah. Tetapi tak seorang pun yang membangunkannya selain Jibril.1

Seluruh musibah dan bencana gala yang dialami oleh pejuang Islam dan penghulu orang-orang yang bertakwa ini hanyalah demi membela Islam semata.

Dalam perang Uhud ini, pejuang Islam abadi yang bernama Hamzah, paman Nabi saw. meneguk cawan syahadah. Ketika mengetahui kesyahidannya, Hindun sangat gembira dan berusaha mencari jenazahnya. Tatkala berhasil menemukan jenazahnya, bagaikan anjing hutan ia merobek perut Hamzah dan mengeluarkan hatinya, kemudian mengunyahnya dan memuntahkannya kembali. Ia juga mengiris hidung dan kedua telinga Hamzah, dan kedua anggota tubuh mulia itu ia jadikan kalung. Hal itu menggambarkan betapa kedengkian dan kebuasan Hindun yang sangat mendalam serta fanatismenya yang sangat tinggi. SuAmînya, Abu Sufyân, juga tidak mau ketinggalan. Ia bergegas menuju jenazah Hamzah dan berbicara kepadanya dengan penuh caci maki dan kedengkian seraya berkata: "Hai Abu Amârah, masa telah berganti. Kini telah tiba saatnya, dan dendam nafsuku menjadi reda.‖ Kemudian Abu Sufyân mengangkat tombaknya dan menancapkannya ke badan Hamzah yang sudah tak bernyawa lagi itu sembari berkata: ―Rasakanlah, rasakanlah!‖2 ... Setelah berbuat demikian, ia berpaling

dengan hati gembira dan suka ria. Hatinya yang penuh dengan kemusyrikan, kedengkian, dan sifat-sifat buruk itu merasa puas dengan terbunuhnya Hamzah.

Setelah peperangan usai, Nabi saw. menghampiri jenazah pamannya, Hamzah, yang telah dirobek-robek perutnya oleh Hindun. Dengan hati yang sangat sedih dan pilu, ia memandang jasad pamannya itu seraya berkata: ―Hai Hamzah, aku belum pernah ditimpa musibah seperti musibah yang kualami lantaran kepergianmu ini. Aku tidak pernah merasa murka sebagaimana kemurkaanku atas tragedi ini. Sekiranya Shafiyyah tidak berduka dan setelah wafatku nanti tidak dijadikan tradisi, niscaya sudah aku tinggalkan tubuhmu sehingga menjadi mangsa binatang-binatang buas dan burung- burung ganas. Jika sekiranya Allah memenangkanku atas orang-orang kafir Quraisy dalam sebuah peperangan nanti, maka aku akan mencacah-cacah tiga puluh orang dari mereka.‖

Muslimin yang lain pun bangkit menuju jasad Hamzah. Mereka berkata: ―Jika kami dapat mengalahkan orang-orang kafir itu pada suatu hari nanti, pasti kami akan mencacah-cacah badan mereka dengan cara yang tidak pernah dilakukan oleh seorang Arab pun.‖

Melihat hal ini, Jibril turun menyampaikan ayat yang berbunyi: “Jika engkau menyiksa mereka, maka siksalah sesuai dengan apa yang mereka lakukan terhadapmu. Tetapi jika kamu bersabar, maka hal itu lebih baik bagi orang-orang yang sabar. Bersabarlah, kesabaranmu tiada lain kecuali hanya karena Allah. Janganlah bersedih atas mereka dan janganlah merasa sempit hati terhadap tipu daya mereka.” (QS. An- Nahl [16]:129-127)

Mendengar ayat ini, Nabi saw. memaafkan para musuh dan bersabar, dan juga melarang muslimin untuk melakukan pencacahan terhadap tubuh-tubuh musuh. Ia bersabda: ―Sesungguhnya mencacah tubuh itu haram sekalipun tubuh anjing galak.‖

Satu-satunya peperangan yang membawa kekalahan telah bagi kaum muslimin adalah perang Uhud. Ibn Ishâq berkata: ―Sesungguhnya Uhud merupakan hari duka, bencana, ujian berat. Allah menguji orang yang beriman dengannya dan menampakkan orang munafik yang melahirkan keimanan pada lisannya, sementara ia menyimpan kekufuran dalam hatinya. Lebih dari itu, Uhud adalah hari kehormatan bagi orang-orang yang dimuliakan dengan mati syahid.‖3

1Usud Al-Ghâbah, jilid 4, hal. 93.

2Al-Imam Ali bin Abi Thalib, jilid 1, hal. 82. 3As-Sîrah An-Nabawiyah, jilid 2, hal. 105.

Seusai peperangan, Rasulullah saw. memberitahukan kepada Ali as. bahwa selepas peperangan Uhud ini, kaum musyrikin tidak akan dapat mengalahkan kaum muslimin hingga Allah memberikan kemenagan bagi muslimin.1

Demikianlah perang Uhud ini berakhir. Sebagian kisah perang Uhud ini telah kami jelaskan dalam buku kami, Mawsû„ah Al-Imam Amiril Mukminin, jilid ke-2.

Dalam dokumen Riwayat Hidup Ahlul Bait as (Halaman 42-45)

Dokumen terkait