• Tidak ada hasil yang ditemukan

ang larut da H) pada stru diantaranya -tokoferol m g lain (Surai, amin E men bantu dan m taranya dilak g ayam broile gi menjadi m 70 mg dan 14 ternak itik pe engan pembe sam-asam lem

yai sifat seb bas bila bereaksi

njadi prooksidan. arut dalam le dalam lemak struktur cinci a a-tokoferol l merupakan ai, 2003). Peranan enekan terjad n mempertaha akukan Bou e

iler segar mau menurun de n 140 mg/kg d pekin menem berian perla lemak tidak j sebagai bereaksi rooksidan. m lemak ak dan cin ke rol, ß- n jenis Peranan jadinya hankan et al. aupun dengan g dalam mukan rlakuan k jenuh

Hasil penelitian Randa (2007), pemberian kombinasi vitamin E 400 IU dan vitamin C 250 mg dalam pakan dapat menurunkan bau amis pada daging itik cihateup. Vitamin C dan vitamin E (tokoferol) bersifat sinergis dalam fungsinya sebagai antioksidan, vitamin E yang bekerja pada permukaan membran akan memutuskan perkembangan rantai radikal dengan cara mendonorkan ion hidrogen untuk dapat bereaksi dengan radikal peroksil sebelum radikal peroksil berikatan dengan asam lemak tidak jenuh di membran sel atau komponen lain, sehingga akan terbentuk radikal vitamin E atau radikal tokoperoksil (Sunarti et al., 2008). Vitamin E yang teroksidasi (radikal tokoperoksil) harus bebas kembali (diregenerasi) agar dapat digunakan. Menurut Sies dan Stahl (1995), vitamin C dapat mengurangi radikal tokoperoksil dengan cara mengikat vitamin E radikal sehingga vitamin E bebas dapat digunakan kembali. Struktur bangun tokoferol dapat dilihat pada Gambar 4.

Menurut Almatsier (2006), mekanisme kerja vitamin E sebagai antioksidan yaitu memutuskan rantai proses peroksidasi lemak dengan menyumbangkan satu atom hidrogen dari gugus OH pada cincinnya ke radikal bebas, sehingga terbentuk radikal vitamin E yang stabil dan tidak merusak.

Gambar 4. Struktur Bangun Tokoferol Sumber : Colombo (2010)

Bau Amis (Off-odor)

Secara umum off-odor pada bahan pangan dapat dipahami sebagai odor atau bau yang tidak diharapkan atau yang tidak semestinya terdapat pada bahan pangan tersebut (Kilcast, 1996). Daging itik memiliki ciri khas berbau amis yang berasal dari daging itu sendiri. Bau amis yang terdapat pada daging berpengaruh negatif terhadap konsumen khususnya terhadap selera dan penerimaan masyarakat. Pengaruh adanya bau amis tersebut mengakibatkan beberapa kalangan masyarakat merasa enggan mengkonsumsi daging itik walaupun kandungan gizi daging itik relatif sama dengan

daging ayam (Purba, 2010). Kualitas pada bahan pangan khususnya daging dipengaruhi dari umur, sifat genetiknya, dan jenis pakan yang diberikan (Belitzh dan Grosch, 1999).

Menurut Hustiany (2001), terbentuknya bau amis pada daging itik disebabkan karena terjadinya proses oksidasi lipid atau oksidasi lemak di dalam daging. Proses oksidasi lemak ini terjadi karena kandungan asam lemak tidak jenuh yang tinggi pada itik (Hustiany, 2001). Menurut Ketaren (2008), kerusakan akibat oksidasi pada bahan pangan berlemak antara lain dapat disebabkan oleh reaksi lemak dengan oksigen.

Asam lemak tidak jenuh adalah bahan yang mudah mengalami dekomposisi yang diawali dengan terbentuknya radikal bebas dari otooksidasi asam lemak tidak jenuh. Terbentuknya radikal akan mengakibatkan timbulnya peroksida-peroksida yang bila mengalami dekomposisi akan menghasilkan zat-zat kimia yang masing- masing mempunyai bau yang khas (Kilcast, 1996).

Analisis Sensori

Analisis sensori adalah suatu proses identifikasi, pengukuran ilmiah, analisis, dan interpretasi atribut-atribut produk melalui lima pancaindra manusia yaitu indra penglihatan, penciuman, pencicipan, peraba dan pendengaran. Tujuan dilakukannya analisis sensori adalah untuk mengetahui respon atau kesan yang diperoleh pancaindra manusia terhadap suatu rangsangan yang ditimbulkan oleh suatu produk. Analisis sensori umumnya digunakan untuk menjawab pertanyaan mengenai kualitas suatu produk dan pertanyaan yang berhubungan dengan pembedaan, deskripsi, dan kesukaan atau penerimaan (Setyaningsih et al., 2010).

Menurut Setyaningsih et al. (2010), panelis adalah orang atau sekelompok orang yang menilai dan memberikan tanggapan terhadap produk yang diuji yang dipilih dari konsumen awam pengguna produk sampai seseorang yang sangat ahli dalam menilai kualitas sensori. Jenis panel terdiri dari tujuh jenis yaitu panel pencicip perorangan, panel pencicip terbatas (3-5 orang ahli), panel terlatih (15-25 orang yang mempunyai kepekaan cukup baik dan telah diseleksi atau telah menjalani latihan-latihan), panel agak terlatih, panel tidak terlatih (terdiri dari 25 orang awam yang dapat dipilih berdasarkan jenis kelamin, suku bangsa, tingkat sosial, dan pendidikan), panel konsumen (terdiri dari 30-100 orang tergantung pada target

pemasaran suatu komoditas), dan panel anak-anak (umumnya menggunakan anak- anak berusia 3-10 tahun).

Uji Skalar Garis

Uji skalar garis adalah salah satu uji skalar yang menggunakan garis sebagai parameter penentuan suatu kesan dari suatu rangsangan, dengan melakukan uji skalar garis ini dapat diketahui besaran kesan yang diperoleh dari suatu komoditi sehingga dapat diketahui mutu dari komoditi tersebut (Rahayu, 1998).

Uji Kesukaan (Uji Hedonik)

Menurut Setyaningsih et al. (2010), uji hedonik dilakukan dengan cara meminta panelis untuk memilih satu pilihan diantara pilihan yang lain. Panelis diminta tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau sebaliknya (ketidaksukaan). Selain mengemukakan tanggapan kesukaan atau ketidaksukaan, panelis juga dapat mengemukakan tingkat kesukaan dan tidak sukanya pada produk yang diuji. Tingkat- tingkat kesukaan ini disebut dengan skala hedonik. Skala hedonik yang menyatakan suka diantaranya : amat sangat suka, sangat suka, suka dan agak suka. Sebaliknya, jika tanggapan itu tidak suka maka skala hedoniknya yaitu : agak tidak suka, tidak suka, sangat tidak suka, amat sangat tidak suka.

MATERI DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan bulan September tahun 2010 di Bagian Ilmu Produksi Ternak Unggas Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.

Materi Penelitian

Daging Itik

Daging itik yang digunakan pada penelitian ini adalah daging itik alabio jantan berumur 10 minggu. Kandang yang digunakan untuk pemeliharaan itik alabio adalah kandang alas litter berbahan sekam dengan ukuran 1,25 m x 1,5 m untuk setiap 8 ekor itik. Itik alabio yang dipelihara mendapat pakan perlakuan dari umur 1 minggu sampai 10 minggu. Kandang yang digunakan untuk pemeliharaan itik alabio ditampilkan pada Gambar 5.

Gambar 5. Kandang Pemeliharaan Itik Alabio

Itik alabio yang dipelihara mendapatkan perlakuan pemberian pakan terdiri atas pakan komersial ayam broiler periode starter yang diproduksi PT Charoen Pokphand Indonesia sebagai pakan kontrol (K), pakan komersial yang mengandung tepung daun beluntas 0,5% (KB), pakan komersial yang mengandung tepung daun beluntas 0,5% dan vitamin C 250 mg/kg (KBC), pakan komersial yang mengandung tepung daun beluntas 0,5% dan vitamin E 400 IU/kg (KBE).

Pakan yang digunakan pada penelitian terdiri atas pakan untuk itik umur 1-7 minggu dan pakan untuk itik umur 7-10 minggu. Pakan untuk itik umur 1-7 minggu memiliki kandungan protein sebesar ± 21% dan energi metabolis sebesar ± 2994 kkal/kg, dan pakan untuk itik pada umur 7-10 minggu memiliki kandungan protein sebesar ± 16% dan energi metabolis sebesar ± 2990 kkal/kg. Pergantian pakan dilakukan dengan tujuan menurunkan kandungan protein pakan karena itik pada umur 7-10 minggu sudah melewati puncak pertumbuhan sehingga tidak memerlukan protein yang tinggi. Penurunan kadar protein pakan kontrol dilakukan dengan mencampur pakan komersial sebanyak 40% dengan dedak sebanyak 60%. Pergantian pakan pada umur 7 minggu dilakukan secara bertahap dengan persentase 75% pakan lama dan 25% pakan baru, 50% pakan lama dan 50% pakan baru, 25% pakan lama dan 75% pakan baru, yang terakhir adalah 100% pakan baru. Komposisi Kimia pakan komersial, tepung daun beluntas, dan dedak padi dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Komposisi Kimia Pakan Komersial, Tepung Daun Beluntas, dan Dedak

Padi (As Fed)

Komponen Pakan Komersial1) Tepung Daun Beluntas2) Dedak3)

Bahan Kering (%) 87 85,83 91

Energi Bruto (kkal/kg) 34484)

EM (kkal/kg) 3000 2068,8 1900 Protein (%) 21 19,02 13 Lemak (%) 5 3,7 5 Serat kasar (%) 5 15,8 12 Abu (%) 7 15,69 11,33 Kalsium (%) 0,9 2,4 0,06 Phospor (%) 0,6 0,29 0,8 Tanin (%) 0 1,885) 0 Vitamin C (mg/100 g) 0 98,255) 0 Vitamin E (IU/kg) 0 0 0 Flavonoid ( %) 0 4,475) 0

Keterangan : 1) Charoen Phokhpan BR 11 (2010) ; 2) Gunawan (2005) ; 3) Leeson & Summers (2005) ; 4) EM = 0,6 x Energi Bruto ; 5) Rukmiasih et al. (2010).

Susunan pakan, kandungan nutrien, antinutrien (tanin) dan antioksidan (flavonoid, vitamin C dan E) dalam pakan itik perlakuan umur 1-7 minggu dapat dilihat pada Tabel 3, sedangkan susunan pakan, kandungan nutrien, antinutrien (tanin) dan antioksidan (flavonoid, vitamin C dan E) dalam pakan itik perlakuan umur 7-10 minggu dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 3. Susunan Pakan, Kandungan Nutrien, Antinutrien dan Antioksidan dalam Pakan Itik Perlakuan Umur 1-7 Minggu

Susunan Pakan K KB KBC KBE

Komersial (%) 100 99,5 99,47 99,46 Beluntas (%) 0 0,5 0,5 0,5 Vitamin C (%) 1) 0 0 0,025 0 Vitamin E (%) 2) 0 0 0 0,04 Jumlah 100 100 100 100 Kandungan Nutrien, Antinutrien dan Antioksidan Bahan Kering (%) 87 86,99 87 87 EM (kkal/kg) 3000 2995,34 2994,44 2994,14 Protein (%) 21 20,99 20,99 20,98 Lemak (%) 5 4,99 4,99 4,99 Serat kasar (%) 5 5,05 5,05 5,05 Abu (%) 7 7,04 7,04 7,04 Kalsium (%) 0,9 0,91 0,91 0,91 Phospor (%) 0,6 0,60 0,60 0,60 Antinutrien (tanin) (%) 0 0,01 0,01 0,01 Antioksidan : Vitamin C (mg/kg) 0 4,91 254,91 4,91 Vitamin E (IU/kg) 0 0 0 400 Flavonoid (%) 0 0,02 0,02 0,02

Keterangan : 1) Setara dengan 250 mg/kg, 2) Setara dengan 400 IU/kg, K = pakan komersial; KB = pakan komersial + tepung daun beluntas 0,5%; KBC = pakan komersial + tepung daun beluntas 0,5% + vitamin C 250 mg/kg; KBE = pakan komersial + tepung daun beluntas 0,5% + vitamin E 400 IU/kg.

Pembuatan pakan perlakuan untuk setiap 1 kg pakan dilakukan dengan cara mencampur 995 gram pakan komersial dengan 5 gram tepung daun beluntas hingga homogen (pakan perlakuan KB). Pakan perlakuan KBC dibuat dengan cara mencampurkan 994,750 gram pakan komersial dengan 5 gram tepung daun beluntas dan 250 mg vitamin C hingga homogen. Pakan perlakuan KBE dibuat dengan cara mencampurkan 994,600 gram pakan komersial dengan 5 gram tepung daun beluntas dan 400 IU vitamin E. Pencampuran pakan dilakukan dengan mencampur bahan yang memiliki bobot kecil dengan sebagian pakan komersial terlebih dahulu, kemudian dilakukan pencampuran hingga seluruh bahan tercampur rata. Jenis vitamin C yang digunakan yaitu ascorbic acid, dan jenis vitamin E yang digunakan yaitu a-tokoferol. Tepung daun beluntas yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Tepung Daun Beluntas

Tabel 4. Susunan Pakan, Kandungan Nutrien, Antinutrien dan Antioksidan dalam Pakan Itik Perlakuan Umur 7-10 Minggu

Susunan Pakan K KB KBC KBE

Komersial (%) 40 39,75 39,74 39,73 Dedak (%) 60 59,75 59,73 59,73 Beluntas (%) 0 0,5 0,5 0,5 Vitamin C (%) 0 0 0,025 0 Vitamin E (%) 0 0 0 0,04 Jumlah 100 100 100 100 Kandungan Nutrien, Antinutrien dan Antioksidan Bahan Kering (%) 89,40 89,37 89,38 89,39 EM (kkal/kg) 2340 2338,09 2337,79 2337,49 Protein (%) 16,20 16,21 16,21 16,20 Lemak (%) 5.00 4,99 4,99 4,99 Serat kasar (%) 9,20 9,23 9,23 9,23 Abu (%) 9.60 9,63 9,63 9,63 Kalsium (%) 0,40 0,41 0,41 0,41 Phospor (%) 0,72 0,72 0,72 0,72 Antinutrien (tanin) (%) 0 0,01 0,01 0,01 Antioksidan : Vitamin C (mg/kg) 0 4,91 254,91 4,91 Vitamin E (IU/kg) 0 0 0 400 Flavonoid (%) 0 0,02 0,02 0,02

Keterangan : 1) Setara dengan 250 mg/kg, 2) Setara dengan 400 IU/kg, K = pakan komersial; KB = pakan komersial + tepung daun beluntas 0,5%; KBC = pakan komersial + tepung daun beluntas 0,5% + vitamin C 250 mg/kg; KBE = pakan komersial + tepung daun beluntas 0,5% + vitamin E 400 IU/kg.

Peralatan

Peralatan yang digunakan pada penelitian ini yaitu sarana pemeliharaan itik diantaranya kandang, tempat pakan dan tempat minum, alat tulis, pisau, gunting, pinset, kertas label, plastik sampel. Sarana uji sensori seperti orang (panelis) dan

sheet sensori untuk uji skalar garis dan uji hedonik. Prosedur Penelitian

Persiapan Daging Itik

Daging itik yang digunakan yaitu daging itik alabio jantan yang dipotong pada umur 10 minggu. Metode pemotongan yang digunakan yaitu metode kosher. Setelah itik dipotong, dilakukan pemisahan bagian dada dan paha kemudian dilanjutkan proses pemisahan daging dan tulang pada bagian dada dan paha. Daging dengan kulit itik bagian paha dan dada yang diperoleh dimasukkan ke dalam plastik dan diikat tanpa ada udara di dalamnya, kemudian disimpan dalam freezer. Daging dengan kulit bagian paha dan dada ini digunakan untuk uji sensori. Sebelum dilakukan uji sensori, daging paha dan dada dengan kulit dilayukan terlebih dahulu (thawing) pada suhu ruang sampai daging bisa dipotong dengan pisau, kemudian dipotong-potong dengan ukuran panjang, lebar dan tinggi 1 x 1 x 1 cm. Daging yang telah dipotong kemudian dimasukkan ke dalam plastik kedap udara, diberi nomor atau kode yang berbeda satu sama lainnya secara acak. Sampel daging itik yang digunakan untuk uji skalar garis dan uji hedonik dapat dilihat pada Gambar 7.

Uji Sensori

Peubah yang diamati dalam penelitian ini yaitu intensitas off-odor daging dengan kulit itik alabio jantan bagian paha dan dada, dan tingkat kesukaan panelis terhadap daging dengan kulit itik alabio jantan bagian paha dan dada.

Intensitas off-odor diketahui melalui uji skalar garis. Pada uji skalar garis, panelis diminta memberikan penilaian intensitas off-odor pada sampel yang diuji berdasarkan skala yang ada. Skala yang digunakan yaitu 0-15 cm, skala 0 atau titik pangkal paling kiri menunjukkan intensitas off-odor yang sangat lemah, sedangkan skala 15 atau titik pangkal paling kanan menunjukkan intensitas off-odor yang sangat kuat. Hasil penilaian selanjutnya diukur dengan menggunakan penggaris berskala milimeter dengan titik nol berada pada ujung kiri skala garis. Nilai pengukuran merupakan data intensitas off-odor sampel yang diteliti.

Tingkat kesukaan panelis terhadap daging itik dari berbagai perlakuan dalam pakan diketahui melalui uji hedonik. Pengujian sampel untuk uji hedonik dilakukan panelis dengan membaui sampel daging yang diberikan, setelah itu panelis memberikan respon dengan memilih tingkat kesukaan yang diberikan yaitu : (1) sangat tidak suka; (2) agak tidak suka; (3) tidak suka; (4) agak suka; (5) suka; (6) sangat suka.

Panelis yang melakukan uji sensori (uji skalar garis dan uji hedonik) yaitu panelis tidak terlatih yang berasal dari mahasiswa Program Diploma Peternakan Institut Pertanian Bogor dan mahasiswa Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Sebelum melakukan uji sensori, panelis diberi penjelasan tentang uji sensori, jenis bahan yang akan diuji dan tahapan pengujian sampel. Jumlah panelis yang digunakan sebanyak 71 orang panelis untuk uji sensori daging paha dan 47 orang untuk uji sensori daging dada. Jumlah panelis yang digunakan ini sudah sesuai dengan pendapat Setyaningsih et al. (2010) yang menyatakan jumlah panelis tidak terlatih terdiri atas 25 orang awam yang dapat diambil salah satunya berdasarkan pendidikan, dan panelis konsumen sebanyak 30-100 orang. Panelis yang dipilih yaitu panelis yang tidak mempunyai gangguan dengan indra penciuman atau dalam kondisi sehat.

Analisis Data

Data hasil uji intensitas off-odor (uji skalar garis) dan data hasil uji tingkat kesukaan panelis (uji hedonik) terhadap daging dengan kulit itik alabio jantan bagian paha dan dada dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA) program SPSS for windows

HASIL DAN PEMBAHASAN

Intensitas Bau Amis (Off-odor) Daging Itik Alabio

Hasil uji skalar garis daging dan kulit itik alabio jantan bagian paha dan dada dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Uji Skalar Garis Daging dengan Kulit Itik Alabio Jantan Bagian Paha dan Dada

Peubah Perlakuan

K KB KBC KBE

Daging Paha dengan Kulit

Intensitas Bau Amis

(off-odor) 6,872 ± 4,34

a

6,635 ± 3,67ab 7,032 ± 3,57a 6,101 ± 3,77b

Persentase Bau Amis

(%) 100 96,5 102,3 88,8

Penurunan Bau Amis

(%) -3,5 2,3 -11,2

Daging Dada dengan Kulit

Intensitas Bau Amis

(off-odor) 7,381 ± 3,79

ab

7,244 ± 3,39 ab 7,775 ± 3,76a 6,596 ± 3,33b

Persentase Bau Amis

(%) 100 98,1 105,3 89,4

Penurunan Bau Amis

(%) -1,9 5,3 -10,6

Keterangan: Superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05). K = pakan komersial; KB = pakan komersial + beluntas 0,5%; KBC = pakan komersial + beluntas 0,5% + vitamin C 250 mg/kg; KBE = pakan komersial + beluntas 0,5% + vitamin E 400 IU/kg.

Intensitas Bau Amis (Off-odor) Daging dengan Kulit Itik Bagian Paha

Data pada Tabel 5, terlihat bahwa pemberian tepung daun beluntas 0,5% dalam pakan (KB) menghasilkan bau amis daging dengan kulit itik bagian paha 3,5% lebih rendah dibandingkan kontrol, akan tetapi secara statistik tidak berbeda nyata. Menurut Febriana (2006), penambahan tepung daun beluntas sebanyak 1% dan 2% dalam pakan dapat menurunkan bau amis daging itik. Hal ini menunjukkan bahwa pada taraf pemberian tepung daun beluntas 0,5% dalam pakan, flavonoid sebesar 0,02% yang berasal dari tepung daun beluntas belum mampu menurunkan bau amis daging itik yang signifikan.

Pemberian tepung daun beluntas 0,5% dengan penambahan vitamin E 400 IU/kg dalam pakan (KBE) nyata (P<0,05) menurunkan bau amis daging dengan kulit itik bagian paha. Pada perlakuan KB, daging dengan kulit itik bagian paha

mengalami penurunan intensitas off-odor hanya sebesar 3,5%, sedangkan pada perlakuan KBE, intensitas off-odor daging dengan kulit itik bagian paha menurun sebesar 11,2%. Perlakuan KBE menunjukkan bahwa penambahan vitamin E dapat menutupi kekurangan konsentrasi antioksidan dari pemberian tepung daun beluntas 0,5% (KB), sehingga penurunan bau amis pada daging perlakuan KBE lebih tinggi dibandingkan daging dari perlakuan KB. Bau amis daging itik yang menurun pada perlakuan KBE karena adanya kandungan antioksidan dalam dua bahan yang digunakan yaitu daun beluntas dan vitamin E. Menurut Panovskai et al.(2005), daun beluntas mengandung senyawa flavonoid yang berfungsi sebagai antioksidan. Menurut Surai (2003), bentuk vitamin E yang paling besar aktivitas antioksidannya yaitu a-tokoferol. Hal ini membuktikan bahwa flavonoid dan tokoferol bekerja secara sinergis untuk mencegah terjadinya proses oksidasi lemak agar tidak terbentuk radikal bebas yang dapat menyebabkan off-odor.

Senyawa flavonoid bekerja dalam mencegah terjadinya oksidasi lemak yaitu dengan cara menghelat atau menangkap logam, oksigen radikal dan radikal bebas sehingga senyawa pembentuk off-odor tidak terbentuk (Cadenas, 2004). Mekanisme kerja vitamin E sebagai antioksidan menurut Almatsier (2006) yaitu memutuskan rantai proses peroksidasi lemak dengan menyumbangkan satu atom hidrogen ke radikal bebas, sehingga terbentuk radikal vitamin E yang stabil dan tidak merusak.

Penurunan bau amis daging dan kulit itik bagian paha yang lebih tinggi pada perlakuan KBE, selain karena flavonoid dan tokoferol yang sinergis, diduga karena daun beluntas yang juga mengandung vitamin C (Rukmiasih et al., 2010). Berdasarkan hasil penelitian Randa (2007), intensitas off-odor daging itik yang mendapat pakan mengandung kombinasi vitamin E dengan vitamin C nyata (P<0,05) lebih rendah daripada bila hanya mendapat pakan yang mengandung vitamin E secara individu. Sumbangan vitamin C yang berasal dari tepung daun beluntas sebesar 4,91 mg/kg pakan. Kandungan vitamin C yang terdapat dalam daun beluntas diduga dapat memaksimalkan kerja dari vitamin E sebagai antioksidan sehingga dapat menghambat laju oksidasi lemak. Hal ini disebabkan vitamin C dan vitamin E bersifat sinergis dalam fungsinya sebagai antioksidan. Vitamin E yang bekerja pada permukaan membran akan mendonorkan ion hidrogen untuk dapat bereaksi dengan radikal peroksil sebelum terbentuk radikal bebas sehingga terbentuk radikal

tokoperoksil (Sunarti et al., 2008). Vitamin E yang teroksidasi (radikal tokoperoksil) harus bebas kembali (diregenerasi) agar dapat digunakan. Menurut Sies dan Stahl (1995), vitamin C dapat meregenerasi vitamin E dengan cara mengikat vitamin E radikal (radikal tokoperoksil), sehingga kemampuan vitamin E dalam menangkap radikal bebas tetap berlangsung.

Pemberian tepung daun beluntas 0,5% dengan penambahan vitamin C 250 mg/kg dalam pakan (KBC) menghasilkan intensitas off-odor daging dengan kulit itik bagian paha yang tidak berbeda nyata dengan daging itik kontrol (K). Pada perlakuan KBC, bau amis daging dengan kulit itik bagian paha tidak menurun, tetapi terjadi peningkatan intensitas off-odor sebesar 2,3%. Meningkatnya bau amis (off-odor) pada daging dengan kulit itik bagian paha menunjukkan antioksidan yang terdapat pada tepung daun beluntas dan vitamin C yang ditambahkan dalam pakan tidak dapat saling bekerja sama dalam menurunkan intensitas off-odor pada daging dengan kulit itik bagian paha. Hasil yang diperoleh ini tidak sesuai dengan pendapat Padayatty et al.,(2003) yang menyatakan vitamin C dikenal sebagai antioksidan karena kemampuannya dalam mendonorkan elektron. Hal ini diduga vitamin C bertemu dengan Fe2+. Menurut Winarno (1991), vitamin C mudah teroksidasi jika terdapat katalis besi (Fe). Kandungan logam Fe tersebut menurut Ketaren (2008) terdapat di dalam hemoglobin dan mioglobin yang ada pada daging. Apabila vitamin C bertemu dengan ion-ion Fe2+ dapat memicu pembentukan radikal bebas (Metzler, 1977). Banyaknya radikal bebas memicu terjadinya oksidasi lemak, sehingga intensitas off- odor pada daging itik meningkat.

Intensitas Bau Amis (Off-odor) Daging dengan Kulit Itik Bagian Dada

Data pada Tabel 5, dapat dilihat bahwa pemberian tepung daun beluntas 0,5% (KB) pada daging dengan kulit itik bagian dada menunjukkan hasil yang sama seperti perlakuan KB pada daging paha yaitu tidak berpengaruh nyata dalam menurunkan bau amis daging itik dibandingkan daging perlakuan kontrol (K). Intensitas off-odor daging dengan kulit itik bagian dada perlakuan KB menurun sebesar 1,9%. Tingkat penurunan bau amis pada daging dengan kulit itik bagian dada perlakuan KB ini lebih rendah jika dibandingkan dengan penurunan bau amis daging dengan kulit itik bagian paha.

Pemberian tepung daun beluntas 0,5% dengan penambahan vitamin E 400 IU/kg dalam pakan (KBE) pada daging dengan kulit itik bagian dada menghasilkan intensitas off-odor yang tidak berbeda nyata dengan daging perlakuan kontrol (K), akan tetapi daging dengan kulit itik bagian dada pada perlakuan KBE mengalami penurunan intensitas off-odor paling tinggi dibandingkan daging dada pada perlakuan lainnya yaitu mengalami penurunan sebesar 10,6%. Namun demikian, penurunan bau amis ini masih lebih rendah dibandingkan dengan penurunan bau amis daging dengan kulit itik bagian paha.

Pemberian tepung daun beluntas 0,5% dengan penambahan vitamin C 250 mg/kg dalam pakan (KBC) pada daging dengan kulit itik bagian dada memiliki intensitas off-odor yang tidak berbeda nyata dengan daging perlakuan kontrol (K). Hasil yang diperoleh pada daging dengan kulit itik bagian dada perlakuan KBC ini menunjukkan hasil yang sama seperti perlakuan KBC pada daging dengan kulit itik bagian paha yaitu terjadi peningkatan intensitas off-odor daging itik. Peningkatan intensitas off-odor pada daging dengan kulit itik bagian dada perlakuan KBC sebesar 5,3%. Peningkatan ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan peningkatan intensitas

off-odor pada daging dengan kulit itik bagian paha.

Berdasarkan hasil uji skalar garis di atas, jika dibandingkan antara daging itik berkulit bagian paha dengan daging itik berkulit bagian dada, penurunan intensitas

off-odor daging dada lebih rendah dibandingkan dengan daging paha. Hal ini disebabkan kandungan asam lemak tidak jenuh pada daging dada itik lebih tinggi daripada daging paha (Hustiany, 2001). Laju oksidasi asam lemak tidak jenuh menurut Shahidi (1998) lebih cepat dari laju oksidasi asam lemak jenuh. Asam lemak tidak jenuh adalah bahan yang mudah mengalami dekomposisi yang diawali dengan terbentuknya radikal bebas dari otooksidasi asam lemak tidak jenuh. Terbentuknya radikal akan mengakibatkan timbulnya peroksida-peroksida yang bila mengalami dekomposisi akan menghasilkan zat-zat kimia yang masing-masing mempunyai bau

Dokumen terkait