• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengurangan Off-Odor Daging Itik Alabio Jantan Umur 10 Minggu dengan Pemberian Daun Beluntas, Vitamin C dan E dalam Pakan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengurangan Off-Odor Daging Itik Alabio Jantan Umur 10 Minggu dengan Pemberian Daun Beluntas, Vitamin C dan E dalam Pakan"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

PENGURANGAN

OFF-ODOR

DAGING ITIK ALABIO JANTAN

UMUR 10 MINGGU DENGAN PEMBERIAN DAUN

BELUNTAS, VITAMIN C DAN E

DALAM PAKAN

SKRIPSI

DANANG PRIYAMBODO

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(2)

RINGKASAN

Danang Priyambodo. D14086005. 2011. Pengurangan Off-Odor Daging Itik Alabio Jantan Umur 10 Minggu dengan Pemberian Daun Beluntas, Vitamin C dan E dalam Pakan. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Dr. Ir. Rukmiasih, MS. Pembimbing Anggota : Dr. Ir.Sumiati, M.Sc.

Itik merupakan salah satu komoditi unggas sebagai sumber protein hewani bagi manusia. Daging itik memiliki gizi yang baik seperti daging ayam, akan tetapi masih banyak yang tidak menyukai daging itik karena dagingnya berbau amis (off-odor). Pemberian antioksidan dalam pakan diharapkan dapat mengurangi bau amis daging itik sebelum proses pengolahan.

Beluntas (Pluchea indica L. Less.) merupakan salah satu tanaman yang mengandung antioksidan alami, sedangkan vitamin C dan vitamin E merupakan sumber antioksidan sintetis. Tujuan penelitian ini adalah melihat pengaruh pemberian tepung daun beluntas, kombinasi tepung daun beluntas dengan vitamin C, dan kombinasi tepung daun beluntas dengan vitamin E terhadap off-odor pada daging itik. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan bulan September tahun 2010 di bagian Ilmu produksi Ternak Unggas Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.

Daging itik yang digunakan adalah daging itik alabio jantan berumur 10 minggu yang mendapat perlakuan pemberian pakan komersial sebagai pakan kontrol (K), pakan komersial + 0,5% tepung daun beluntas (KB), pakan komersial + 0,5% tepung daun beluntas + vitamin C 250 mg/kg (KBC), pakan komersial + 0,5% tepung daun beluntas + vitamin E 400 IU/kg (KBE). Peubah yang diamati dalam penelitian ini yaitu tingkat intensitas off-odor dan tingkat kesukaan daging dengan kulit itik alabio jantan bagian paha dan dada.

Analisis data sensori yang dilakukan yaitu : (1) Uji intensitas off-odor

dilakukan dengan uji skalar garis ; (2) uji tingkat kesukaan dilakukan dengan uji hedonik. Data hasil uji skalar garis dan uji hedonik dianalisis dengan analisis sidik ragam (ANOVA) dengan metode GLM (Generalized Linear Model) dengan bantuan program SPSS for windows versi 17 dilanjutkan dengan uji Duncan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan KB dapat menurunkan intensitas off-odor daging dengan kulit paha itik sebesar 3,5% dan daging dada dengan kulit itik sebesar 1,9%. Perlakuan KBC meningkatkan intensitas off-odor

daging dengan kulit paha itik sebesar 2,3% dan daging dada dengan kulit itik sebesar 5,3%. Hasil selanjutnya perlakuan KBE dapat menurunkan intensitas off-odor

sebesar 11,2% dan daging dada dengan kulit itik sebesar 10,6%. Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah perlakuan KBE merupakan kombinasi yang paling baik dalam menurunkan intensitas off-odor daging itik, dan secara hedonik panelis lebih menyukai aroma daging dengan kulit itik bagian paha dan dada yang mendapat perlakuan KBE.

(3)

ABSTRACT

Reducing Off-odor of Alabio’s Male Duck Meat of 10 Weeks Age Fed Beluntas

Leaf Meal, Vitamine C and E

Priyambodo, D., Rukmiasih., and Sumiati

Duck is one of poultry commodities as source of animal protein for the human, however the duck’s meat off-odor limits the consumers preferency. The objective of this research was to observe the effect of feeding beluntas leaf powder, combination

beluntas leaf powder with vitamin C and combination beluntas leaf powder with vitamin E in reducing off-odor of the Alabio duck meat. This research was conducted on May until September 2010 at the Laboratory of poultry production, Faculty of Animal Science, Bogor Agricultural University. The duck’s meat of 10 weeks age were used in this study. The duck were reared from DOD up to 10 weeks old. The diet treatments were commercial diet as control (K); commercial feed + 0.5%

beluntas leaf meal (KB), commercial feed + 0.5% beluntas leaf meal + vitamin C 250 mg/kg (KBC), commercial feed + 0.5% beluntas leaf meal + vitamin E 400 IU/kg (KBE). The parameters observed were off-odor intensity and preference test of thigh and breast meat of male alabio duck. The data were analyzed with analyses of variance (ANOVA) with the method of GLM (Generalized Linear Model) and using SPSS program for windows version 17. If there were any significant differences, the data were further analyzed using Duncan multiple range test. The results shows that feeding of 0.5% beluntas leaf meal (KB) reduced off-odor intensity of thigh meat (3.5%) and breast meat (1.9%). Feeding of 0.5% beluntas leaf meal + vitamin C 250 mg (KBC) increased off-odor intensity of thigh meat (2.3%) and breast meat (5.3%). Feeding beluntas leaf meal of 0.5% + vitamin E 400 IU (KBE) reduce off-odor intensity of thigh meat (11.2%) and breast meat (10.6%). Conclusion of this research was that feeding beluntas leaf meal of 0.5% + vitamin E 400 IU (KBE) was the best treatment in reducing the intensity off-odor of duck meat (thigh, breast), and this meat was most prefered by the panelists compared other treatments.

(4)

PENGURANGAN

OFF-ODOR

DAGING ITIK ALABIO JANTAN

UMUR 10 MINGGU DENGAN PEMBERIAN DAUN

BELUNTAS, VITAMIN C DAN E

DALAM PAKAN

DANANG PRIYAMBODO D14086005

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(5)

Judul : Pengurangan Off-odor Daging Itik Alabio Jantan Umur 10 Minggu dengan Pemberian Daun Beluntas, Vitamin C dan E dalam Pakan

Nama : Danang Priyambodo

NIM : D14086005

Menyetujui,

Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota,

(Dr. Ir. Rukmiasih, MS.) (Dr. Ir. Sumiati, M.Sc.)

NIP: 19570405 198303 2 001 NIP: 19611017 198603 2 001

Mengetahui: Ketua Departemen,

Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

(Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc.) NIP: 19591212 198603 1 004

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di kota Palembang pada tanggal 8 November 1987. Penulis

adalah anak kedua dari tiga bersaudara dari keluarga Bapak Ir. Edi Setyawan dan Ibu

Setya Indarsi.

Jenjang pendidikan penulis diawali pada tahun 1992 dengan bersekolah di TK

Fatimah Palembang dan lulus pada tahun 1993. Pada tahun 1993 melanjutkan ke SD

Negeri 405 Palembang dan lulus pada tahun 1999. Pada tahun yang sama penulis

melanjutkan ke SLTP Negeri 53 Palembang sampai tahun 2000 kemudian pindah ke

SLTP Negeri 19 Palembang dan lulus pada tahun 2002. Selanjutnya pada tahun 2002

penulis melanjutkan ke SMU Negeri 10 Bogor dan lulus pada tahun 2005.

Pada tahun 2005 penulis diterima sebagai mahasiswa Program Keahlian

Teknologi dan Manajemen Ternak Direktorat Program Diploma Institut Pertanian

Bogor hingga lulus tahun 2008. Pada tahun 2008 penulis diterima sebagai mahasiswa

di Program Alih Jenis Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor untuk

(7)

KATA PENGANTAR

Puji Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala

rahmat, nikmat dan hidayah-Nya sehingga skripsi dengan judul “Pengurangan

Off-odor Daging Itik Alabio Jantan Umur 10 Minggu dengan Pemberian Daun Beluntas,

Vitamin C dan E dalam Pakan” dapat diselesaikan dengan baik.

Penelitian ini dilakukan dengan latar belakang bahwa sebagai unggas lokal,

itik dapat dijadikan sebagai sumber protein hewani yang berasal dari daging seperti

pada ayam. Sebagian besar masyarakat saat ini tidak menyukai daging itik karena

dagingnya berbau amis, untuk itu penulis bersama rekan-rekan serta dosen Fakultas

Peternakan Institut Pertanian Bogor melakukan penelitian untuk mengurangi bau

amis daging itik tersebut. Penelitian yang dilakukan yaitu menggunakan tepung daun

beluntas, vitamin C dan vitamin E yang ditambahkan dalam pakan.

Penelitian mengenai penggunaan daun beluntas untuk mengurangi bau amis

daging itik telah dilakukan peneliti sebelumnya. Hasil yang didapatkan yaitu

penambahan beluntas 1% dalam pakan dapat mengurangi bau amis daging itik, akan

tetapi performa itik tersebut khususnya konversi pakannya tinggi. Penelitian

mengenai penggunaan vitamin C dan vitamin E untuk mengurangi bau amis daging

itik juga telah dilakukan peneliti sebelumnya. Hasil yang didapatkan pada penelitian

tersebut yaitu kombinasi penggunaan vitamin C dan vitamin E dalam pakan dapat

mengurangi bau amis daging itik.

Berdasarkan uraian diatas, pada penelitian ini taraf penggunaan daun beluntas

akan dikurangi agar konversi pakan itik yang diberi daun beluntas menjadi baik.

Penggunaan daun beluntas yang berkurang dalam pakan menyebabkan antioksidan

yang disumbangkan dalam pakan menurun, sehingga pada penelitian ini akan

ditambahkan vitamin C dan Vitamin E sebagai sumber antioksidan lainnya.

Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua

pembaca.

Bogor, April 2011

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN ... i

ABSTRACT ... ii

LEMBAR PERNYATAAN ... iii

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

RIWAYAT HIDUP ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 2

TINJAUAN PUSTAKA ... 3

Itik (Anas platyrhynchos) ... 3

Daging Itik ... 4

Antioksidan ... 6

Beluntas (Pluchea indica L. Less.) ... 6

Vitamin C ... 7

Vitamin E ... 8

Bau Amis (Off-odor) ... 9

Analisis Sensori ... 10

Uji Skalar Garis ... 11

Uji Kesukaan (Uji Hedonik) ... 11

MATERI DAN METODE ... 12

Tempat dan Waktu Penelitian ... 12

Materi Penelitian ... 12

Daging Itik ... 12

Peralatan ... 15

Prosedur Penelitian ... 16

Persiapan Daging Itik ... 16

Uji sensori ... 17

Analisis Data ... 18

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 19

(9)

Intensitas Bau Amis (Off-odor) Daging dengan Kulit Itik

Bagian Paha ... 19

Intensitas Bau Amis (Off-odor) Daging dengan Kulit Itik Bagian Dada ... 21

Tingkat Kesukaan Daging Itik ... 23

Tingkat Kesukaan pada Daging dengan Kulit Itik Bagian Paha ... 23

Tingkat Kesukaan pada Daging dengan Kulit Itik Bagian Dada ... 24

KESIMPULAN DAN SARAN ... 25

Kesimpulan ... 25

Saran ... 25

UCAPAN TERIMA KASIH ... 26

DAFTAR PUSTAKA ... 27

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Komposisi Kimia Daging Ayam dan Itik Segar tanpa Kulit ... 5

2. Komposisi Kimia Pakan Komersial, Tepung Daun Beluntas, dan

Dedak Padi (As Fed) ... 13

3. Susunan Pakan, Kandungan Nutrien, Antinutrien dan Antioksidan dalam Pakan Itik Perlakuan Umur 1-7 Minggu ... 14

4. Susunan Pakan, Kandungan Nutrien, Antinutrien dan Antioksidan dalam Pakan Itik Perlakuan Umur 7-10 Minggu ... 15

5. Uji Skalar Garis Daging dengan Kulit Itik Alabio Jantan Bagian

Paha dan Dada ... 19

6. Uji Hedonik Daging dengan Kulit Itik Alabio Jantan Bagian Paha

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Itik Alabio Jantan (1) dan Itik Alabio Betina (2) (SNI, 2009) ... 4

2. Daun Beluntas (1) dan Tanaman Beluntas (2) ... 7

3. Struktur Kimia Vitamin C (Levy, 2010) ... 8

4. Struktur Bangun Tokoferol (Colombo, 2010) ... 9

5. Kandang Pemeliharaan Itik Alabio ... 12

6. Tepung Daun Beluntas ... 15

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. FormatUji Skalar Garis Daging Itik dengan Kulit ... 30

2. Format Uji Hedonik Daging Itik dengan Kulit ... 31

3. Hasil Analisis Varians (ANOVA) Uji Skalar Garis Intensitas

Off-odor Daging dengan Kulit Itik Bagian Paha ... 32

4. Hasil Analisis Varians (ANOVA) Uji Skalar Garis Intensitas

Off-odor Daging dengan Kulit Itik Bagian Dada ... 33

5. Hasil Analisis Varians (ANOVA) Uji Kesukaan (Hedonik) Daging dengan Kulit Itik Bagian Paha ... 34

5. Hasil Analisis Varians (ANOVA) Uji Kesukaan (Hedonik) Daging

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Daging itik merupakan salah satu sumber protein asal daging unggas yang

dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia. Hal ini

karena daging itik memiliki kandungan gizi yang baik seperti daging ayam. Akan

tetapi daging itik kurang disukai dibandingkan dengan daging ayam. Berdasarkan

data Direktorat Jendral Peternakan Departemen Pertanian (2009), produksi daging

ayam ras pedaging sebanyak 1.101.765 ton, daging ayam buras sebanyak 247.725

ton, daging ayam ras petelur sebanyak 55.099 ton, dan produksi daging itik sebesar

25.782 ton (1,80% dari total produksi asal daging unggas). Kurang disukainya

daging itik oleh sebagian masyarakat, diantaranya karena daging itik memiliki bau

khas yaitu bau amis (off-odor).

Bau amis pada daging itik merupakan hasil proses oksidasi lemak yang

terjadi dalam tubuh itik. Proses oksidasi lemak terjadi karena terdapat radikal bebas

yang berikatan dengan asam lemak tidak jenuh di dalam tubuh itik. Upaya untuk

mengurangi bau amis daging itik tersebut salah satunya yaitu dengan pemberian

antioksidan di dalam pakan. Antioksidan berfungsi sebagai pendonor atom hidrogen

dan atom tersebut dalam waktu yang cepat akan berikatan dengan radikal bebas

sehingga radikal bebas tidak berikatan dengan asam lemak tidak jenuh di dalam

tubuh itik.

Sumber antioksidan terbagi menjadi dua yaitu antioksidan alami dan sintetis.

Beluntas (Pluchea indica L. Less.) merupakan salah satu tanaman obat yang

mengandung antioksidan alami yang banyak digunakan manusia sebagai penghilang

bau badan. Vitamin C dan vitamin E juga merupakan bahan yang sudah diketahui

manfaatnya sebagai sumber antioksidan. Berdasarkan manfaat berbagai bahan

sumber antioksidan tersebut, penggunaan beluntas, vitamin C dan vitamin E

diharapkan dapat menurunkan bau amis daging itik.

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Febriana (2006) menunjukkan

bahwa penggunaan tepung daun beluntas dalam pakan pada taraf 1% dapat

menurunkan bau amis daging itik jantan lokal, tetapi itik dengan pemberian daun

(14)

tidak diberi daun beluntas (Gunawan, 2005). Pemberian vitamin C dan vitamin E

dalam pakan juga dapat menurunkan bau amis pada daging itik (Randa, 2007).

Pada penelitian saat ini digunakan beluntas dalam taraf yang lebih rendah

yaitu sebesar 0,5% dengan tujuan menurunkan bau amis daging itik dan

memperbaiki performa itik. Berkurangnya penggunaan daun beluntas dalam pakan

menyebabkan antioksidan yang disumbangkan dalam pakan menurun, oleh karena

itu pada penelitian ini ditambahkan vitamin C dan vitamin E sebagai sumber

antioksidan.

Daging itik dapat diperoleh dari itik jantan dan itik betina afkir, daging yang

digunakan dalam penelitian ini yaitu daging itik alabio jantan. Itik alabio ini di

daerah asalnya Kalimantan Selatan sudah biasa dijadikan sebagai itik pedaging

karena komposisi karkasnya yang besar.

Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan bau daging itik

dan tingkat kesukaan daging itik dengan penambahan antioksidan dalam pakan

(15)

TINJAUAN PUSTAKA

Itik (Anasplatyrhynchos)

Itik merupakan salah satu unggas air yang lebih dikenal dibanding dengan

jenis unggas air lainnya seperti angsa atau entog. Menurut Srigandono (1998), itik

termasuk ke dalam kelas Aves, ordo Anseriformes, family Anatidae, sub family

Anatinae, rumpun Anatini, genus Anas, spesies Anas platyrhynchos.

Beberapa itik lokal yang ada di Indonesia selain berfungsi sebagai penghasil

telur, juga sebagai penghasil daging yaitu salah satunya itik alabio. Itik ini

merupakan salah satu galur itik lokal yang sudah cukup lama dikenal. Meskipun

tergolong sebagai jenis itik penghasil telur, itik alabio juga dapat dimanfaatkan

sebagai sumber penghasil daging (Hardjosworo et al., 2001). Randa (2007)

melaporkan bahwa itik alabio memiliki karkas yang lebih besar dibandingkan dengan

itik cihateup.

Itik alabio berasal dari Kalimantan Selatan. Ciri-ciri umum itik alabio adalah

postur tubuh tegak membentuk sudut 70º, paruh berwarna kuning sampai kuning

jingga dengan bercak hitam pada bagian ujung, terdapat bulu putih membentuk garis

mulai dari pangkal paruh sampai ke bagian belakang kepala dan kaki berwarna

kuning jingga, bulu leher bagian depan berwarna putih, bulu dada berwarna coklat

kemerahan, bulu punggung dan perut berwarna abu-abu dengan bercak coklat, bulu

sayap sekunder berwarna biru kehijauan dan mengkilap. Itik alabio jantan dan betina

dapat dibedakan dari bulu bagian kepala dan ekor. Bulu bagian kepala sampai leher

itik alabio jantan berwarna hitam, sedangkan betina berwarna coklat. Bulu ekor itik

alabio jantan berwarna hitam dan beberapa helai bulu yang melingkar ke atas,

sedangkan bulu ekor pada itik alabio betina berwarna coklat tanpa bulu yang

melingkar ke atas (Standar Nasional Indonesia, 2009). Ciri-ciri itik alabio jantan dan

(16)

sec

dibandingkan dengan warna daging ayam yang berwarna putih.

sp

dibandingkan dengan warna daging ayam yang berwarna putih.

Beber

dibandingkan dengan warna daging ayam yang berwarna putih.

erapa faktor

dibandingkan dengan warna daging ayam yang berwarna putih.

or yang mem

Jantan (1) dan Itik Alabio Betina (2) Sumber : SNI (2009)

dibandingkan dengan warna daging ayam yang berwarna putih.

empengaruhi

Jantan (1) dan Itik Alabio Betina (2)

Daging Itik

dibandingkan dengan warna daging ayam yang berwarna putih.

hi warna da

Jantan (1) dan Itik Alabio Betina (2)

pada dagingn

dibandingkan dengan warna daging ayam yang berwarna putih.

daging antara Jantan (1) dan Itik Alabio Betina (2)

(17)

Daging itik memiliki warna lebih merah dibandingkan dengan daging unggas

lainnya seperti ayam, memiliki komposisi nutrisi yang tidak jauh berbeda dengan

daging ayam khususnya kandungan protein, akan tetapi kandungan lemak pada

daging itik khususnya bagian dada lebih tinggi bila dibandingkan dengan lemak pada

daging dada ayam. Komposisi kimia daging ayam dan itik segar tanpa kulit

ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi Kimia Daging Ayam dan Itik Segar tanpa Kulit

Komponen Bagian Daging Ayam Itik

Protein (%) - Dada 23,39 21,34

- Paha 20,97 20,23

Lemak (%) - Dada 1,36 2,15

- Paha 3,80 2,74

Air (%) - Dada 74,24 75,25

- Paha 74,02 76,36

Sumber : Lukman (1995)

Menurut Apriyantono dan Lingganingrum (2001), bau amis pada daging itik

disebabkan karena lemak yang terdapat di dalamnya. Lemak merupakan prekursor

yang sangat mempengaruhi aroma makanan (Belitzh dan Grosch, 1999). Menurut

Purba (2010), itik merupakan salah satu hewan unggas yang memiliki kandungan

lemak yang tinggi karena secara genetik maupun fisiologis, itik memiliki sifat yang

baik untuk mendeposisikan lemak di dalam tubuh. Tempat penimbunan lemak pada

tubuh itik umumnya adalah di bawah permukaan kulit dan di bawah perut. Lemak

yang tinggi pada itik digunakan juga sebagai sumber energi antara lain untuk

menjaga suhu tubuh dan agar bulu itik tidak basah ketika berada di dalam air. Sifat

lemak unggas berbeda dengan lemak ternak ruminansia karena sebagian besar terdiri

atas asam lemak tidak jenuh (Pisulewski, 2005).

Kandungan lemak yang tinggi terutama asam lemak tidak jenuh

menyebabkan daging itik menghasilkan off-odor. Pada daging itik, total asam lemak

tidak jenuh lebih tinggi daripada total asam lemak jenuhnya. Daging itik bagian dada

lebih banyak mengandung asam lemak tidak jenuh dibandingkan bagian paha dan

(18)

tanpa kulit dan berlaku pada bagian dada maupun paha itik yang dianalisis

dalam bentuk segar maupun freezedried (Hustiany, 2001). Menurut Shahidi (1998),

laju oksidasi asam lemak tidak jenuh lebih cepat dari laju oksidasi asam lemak jenuh,

terutama laju oksidasi asam lemak tidak jenuh ganda (Cortinas et al., 2005).

Antioksidan

Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menunda, memperlambat dan

mencegah terjadinya reaksi oksidasi radikal bebas dalam oksidasi lemak (Surai,

2003). Menurut Ketaren (2008), antioksidan adalah suatu senyawa yang dapat

menghambat atau mencegah kerusakan lemak atau bahan pangan berlemak akibat

proses oksidasi. Oksidasi adalah reaksi yang terjadi antara oksigen dengan suatu

substrat yang dapat menyebabkan ketengikan (Winarno, 1991). Penggunaan

antioksidan dalam bahan pangan menurut Ketaren (2008) harus memenuhi

persyaratan tertentu yaitu : (1) tidak beracun dan tidak mempunyai efek fisiologis,

(2) tidak menimbulkan flavor yang tidak enak, rasa dan warna pada bahan pangan,

(3) larut sempurna dalam minyak atau lemak, (4) efektif dalam jumlah yang relatif

kecil, (5) tidak mahal serta selalu tersedia.

Beberapa antioksidan yang sudah banyak dikenal diantaranya vitamin C dan

Vitamin E (Winarno, 1991). Senyawa flavonoid yang terdapat pada buah-buahan dan

daun-daunan seperti daun beluntas mempunyai aktivitas sebagai antioksidan

(Panovskai et al., 2005).

Beluntas (Pluchea indica L. Less.)

Beluntas merupakan tanaman perdu tegak, berkayu, bercabang banyak

dengan ketinggian tanaman dapat mencapai dua meter. Selain itu beluntas memiliki

daun tunggal, bulat berbentuk telur, ujung runcing, berbulu halus, daun muda

berwarna hijau kekuningan dan setelah tua akan berwarna hijau pucat. Panjang daun

beluntas mencapai 3,8 - 6,4 cm (Ardiansyah, 2002). Daun beluntas secara tradisional

biasa digunakan manusia sebagai penghilang bau badan, obat turun panas, obat

batuk, obat diare, dan mengobati sakit kulit.

Menurut Rukmiasih et al. (2010), daun beluntas mengandung senyawa

flavonoid (4,47%), vitamin C (98,25 mg/100g), dan beta-karoten (2.552 mg/100g)

(19)

Senyawa flavonoid menurut Panovskai et al. (2005) mempunyai aktivitas

sebagai antioksidan. Daya kerja flavonoid sebagai antioksidan adalah dengan cara

menghelat logam dan berkeliaran menangkap oksigen radikal dan radikal bebas

sehingga senyawa pembentuk off-odor tidak terbentuk (Cadenas, 2004). Beta-karoten

merupakan provitamin A yang terdapat dalam tanaman hijau (Winarno,1991).

Menurut Kiokias dan Gordon (2003), beta-karoten mempunyai aktivitas sebagai

antioksidan. Beta-karoten diyakini memberikan antioksidan perlindungan terhadap

jaringan lemak (Percival, 1998). Berdasarkan hasil penelitian Febriana (2006),

penambahan tepung daun beluntas pada taraf 1% dalam pakan dapat menurunkan

bau amis daging itik dan bau amis terendah didapatkan dari penambahan tepung

daun beluntas dengan taraf 2% dalam pakan. Ciri-ciri daun dan tanaman beluntas

dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Daun Beluntas (1) dan Tanaman Beluntas (2)

Vitamin C

Vitamin C atau yang dikenal juga sebagai L-ascorbic acid merupakan vitamin

yang bersifat larut air (Niki et al., 1995). Padayatty et al. (2003) menyatakan bahwa

vitamin C dikenal sebagai antioksidan karena kemampuannya dalam mendonorkan

elektron. Menurut Blokhina (2000), vitamin C merupakan antioksidan yang larut

dalam air yang mampu meredam radikal bebas dengan cara memberikan atom

hidrogen dan elektron kepada radikal bebas. Vitamin C merupakan vitamin yang

paling mudah rusak karena selain larut dalam air, vitamin C mudah teroksidasi dan

proses tersebut dipercepat oleh panas, sinar, alkali, enzim, oksidator, serta oleh

(20)

an

kimia vitamin Cdapat dilihat pada Gambar

Gambar 3. Struktur Kimia Vitamin C Sumber : Levy (

dapat dilihat pada Gambar 3.

(21)

Hasil penelitian Randa (2007), pemberian kombinasi vitamin E 400 IU dan

vitamin C 250 mg dalam pakan dapat menurunkan bau amis pada daging itik

cihateup. Vitamin C dan vitamin E (tokoferol) bersifat sinergis dalam fungsinya

sebagai antioksidan, vitamin E yang bekerja pada permukaan membran akan

memutuskan perkembangan rantai radikal dengan cara mendonorkan ion hidrogen

untuk dapat bereaksi dengan radikal peroksil sebelum radikal peroksil berikatan

dengan asam lemak tidak jenuh di membran sel atau komponen lain, sehingga akan

terbentuk radikal vitamin E atau radikal tokoperoksil (Sunarti et al., 2008). Vitamin

E yang teroksidasi (radikal tokoperoksil) harus bebas kembali (diregenerasi) agar

dapat digunakan. Menurut Sies dan Stahl (1995), vitamin C dapat mengurangi

radikal tokoperoksil dengan cara mengikat vitamin E radikal sehingga vitamin E

bebas dapat digunakan kembali. Struktur bangun tokoferol dapat dilihat pada

Gambar 4.

Menurut Almatsier (2006), mekanisme kerja vitamin E sebagai antioksidan

yaitu memutuskan rantai proses peroksidasi lemak dengan menyumbangkan satu

atom hidrogen dari gugus OH pada cincinnya ke radikal bebas, sehingga terbentuk

radikal vitamin E yang stabil dan tidak merusak.

Gambar 4. Struktur Bangun Tokoferol Sumber : Colombo (2010)

Bau Amis (Off-odor)

Secara umum off-odor pada bahan pangan dapat dipahami sebagai odor atau

bau yang tidak diharapkan atau yang tidak semestinya terdapat pada bahan pangan

tersebut (Kilcast, 1996). Daging itik memiliki ciri khas berbau amis yang berasal dari

daging itu sendiri. Bau amis yang terdapat pada daging berpengaruh negatif terhadap

konsumen khususnya terhadap selera dan penerimaan masyarakat. Pengaruh adanya

bau amis tersebut mengakibatkan beberapa kalangan masyarakat merasa enggan

(22)

daging ayam (Purba, 2010). Kualitas pada bahan pangan khususnya daging

dipengaruhi dari umur, sifat genetiknya, dan jenis pakan yang diberikan (Belitzh dan

Grosch, 1999).

Menurut Hustiany (2001), terbentuknya bau amis pada daging itik disebabkan

karena terjadinya proses oksidasi lipid atau oksidasi lemak di dalam daging. Proses

oksidasi lemak ini terjadi karena kandungan asam lemak tidak jenuh yang tinggi

pada itik (Hustiany, 2001). Menurut Ketaren (2008), kerusakan akibat oksidasi pada

bahan pangan berlemak antara lain dapat disebabkan oleh reaksi lemak dengan

oksigen.

Asam lemak tidak jenuh adalah bahan yang mudah mengalami dekomposisi

yang diawali dengan terbentuknya radikal bebas dari otooksidasi asam lemak tidak

jenuh. Terbentuknya radikal akan mengakibatkan timbulnya peroksida-peroksida

yang bila mengalami dekomposisi akan menghasilkan zat-zat kimia yang

masing-masing mempunyai bau yang khas (Kilcast, 1996).

Analisis Sensori

Analisis sensori adalah suatu proses identifikasi, pengukuran ilmiah, analisis,

dan interpretasi atribut-atribut produk melalui lima pancaindra manusia yaitu indra

penglihatan, penciuman, pencicipan, peraba dan pendengaran. Tujuan dilakukannya

analisis sensori adalah untuk mengetahui respon atau kesan yang diperoleh

pancaindra manusia terhadap suatu rangsangan yang ditimbulkan oleh suatu produk.

Analisis sensori umumnya digunakan untuk menjawab pertanyaan mengenai kualitas

suatu produk dan pertanyaan yang berhubungan dengan pembedaan, deskripsi, dan

kesukaan atau penerimaan (Setyaningsih et al., 2010).

Menurut Setyaningsih et al. (2010), panelis adalah orang atau sekelompok

orang yang menilai dan memberikan tanggapan terhadap produk yang diuji yang

dipilih dari konsumen awam pengguna produk sampai seseorang yang sangat ahli

dalam menilai kualitas sensori. Jenis panel terdiri dari tujuh jenis yaitu panel

pencicip perorangan, panel pencicip terbatas (3-5 orang ahli), panel terlatih (15-25

orang yang mempunyai kepekaan cukup baik dan telah diseleksi atau telah menjalani

latihan-latihan), panel agak terlatih, panel tidak terlatih (terdiri dari 25 orang awam

yang dapat dipilih berdasarkan jenis kelamin, suku bangsa, tingkat sosial, dan

(23)

pemasaran suatu komoditas), dan panel anak (umumnya menggunakan

anak-anak berusia 3-10 tahun).

Uji Skalar Garis

Uji skalar garis adalah salah satu uji skalar yang menggunakan garis sebagai

parameter penentuan suatu kesan dari suatu rangsangan, dengan melakukan uji skalar

garis ini dapat diketahui besaran kesan yang diperoleh dari suatu komoditi sehingga

dapat diketahui mutu dari komoditi tersebut (Rahayu, 1998).

Uji Kesukaan (Uji Hedonik)

Menurut Setyaningsih et al. (2010), uji hedonik dilakukan dengan cara

meminta panelis untuk memilih satu pilihan diantara pilihan yang lain. Panelis

diminta tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau sebaliknya (ketidaksukaan).

Selain mengemukakan tanggapan kesukaan atau ketidaksukaan, panelis juga dapat

mengemukakan tingkat kesukaan dan tidak sukanya pada produk yang diuji.

Tingkat-tingkat kesukaan ini disebut dengan skala hedonik. Skala hedonik yang menyatakan

suka diantaranya : amat sangat suka, sangat suka, suka dan agak suka. Sebaliknya,

jika tanggapan itu tidak suka maka skala hedoniknya yaitu : agak tidak suka, tidak

(24)

MATERI DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan bulan September

tahun 2010 di Bagian Ilmu Produksi Ternak Unggas Fakultas Peternakan Institut

Pertanian Bogor.

Materi Penelitian

Daging Itik

Daging itik yang digunakan pada penelitian ini adalah daging itik alabio

jantan berumur 10 minggu. Kandang yang digunakan untuk pemeliharaan itik alabio

adalah kandang alas litter berbahan sekam dengan ukuran 1,25 m x 1,5 m untuk

setiap 8 ekor itik. Itik alabio yang dipelihara mendapat pakan perlakuan dari umur 1

minggu sampai 10 minggu. Kandang yang digunakan untuk pemeliharaan itik alabio

ditampilkan pada Gambar 5.

Gambar 5. Kandang Pemeliharaan Itik Alabio

Itik alabio yang dipelihara mendapatkan perlakuan pemberian pakan terdiri

atas pakan komersial ayam broiler periode starter yang diproduksi PT Charoen

Pokphand Indonesia sebagai pakan kontrol (K), pakan komersial yang mengandung

tepung daun beluntas 0,5% (KB), pakan komersial yang mengandung tepung daun

beluntas 0,5% dan vitamin C 250 mg/kg (KBC), pakan komersial yang mengandung

(25)

Pakan yang digunakan pada penelitian terdiri atas pakan untuk itik umur 1-7

minggu dan pakan untuk itik umur 7-10 minggu. Pakan untuk itik umur 1-7 minggu

memiliki kandungan protein sebesar ± 21% dan energi metabolis sebesar ± 2994

kkal/kg, dan pakan untuk itik pada umur 7-10 minggu memiliki kandungan protein

sebesar ± 16% dan energi metabolis sebesar ± 2990 kkal/kg. Pergantian pakan

dilakukan dengan tujuan menurunkan kandungan protein pakan karena itik pada

umur 7-10 minggu sudah melewati puncak pertumbuhan sehingga tidak memerlukan

protein yang tinggi. Penurunan kadar protein pakan kontrol dilakukan dengan

mencampur pakan komersial sebanyak 40% dengan dedak sebanyak 60%. Pergantian

pakan pada umur 7 minggu dilakukan secara bertahap dengan persentase 75% pakan

lama dan 25% pakan baru, 50% pakan lama dan 50% pakan baru, 25% pakan lama

dan 75% pakan baru, yang terakhir adalah 100% pakan baru. Komposisi Kimia

pakan komersial, tepung daun beluntas, dan dedak padi dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi Kimia Pakan Komersial, Tepung Daun Beluntas, dan Dedak Padi (As Fed)

Komponen Pakan Komersial1) Tepung Daun Beluntas2) Dedak3)

Bahan Kering (%) 87 85,83 91

Energi Bruto (kkal/kg) 34484)

EM (kkal/kg) 3000 2068,8 1900

Protein (%) 21 19,02 13

Lemak (%) 5 3,7 5

Serat kasar (%) 5 15,8 12

Abu (%) 7 15,69 11,33

Kalsium (%) 0,9 2,4 0,06

Phospor (%) 0,6 0,29 0,8

Tanin (%) 0 1,885) 0

Vitamin C (mg/100 g) 0 98,255) 0

Vitamin E (IU/kg) 0 0 0

Flavonoid ( %) 0 4,475) 0

Keterangan : 1) Charoen Phokhpan BR 11 (2010) ; 2) Gunawan (2005) ; 3) Leeson & Summers (2005) ; 4) EM = 0,6 x Energi Bruto ; 5) Rukmiasih et al. (2010).

Susunan pakan, kandungan nutrien, antinutrien (tanin) dan antioksidan

(flavonoid, vitamin C dan E) dalam pakan itik perlakuan umur 1-7 minggu dapat

dilihat pada Tabel 3, sedangkan susunan pakan, kandungan nutrien, antinutrien

(tanin) dan antioksidan (flavonoid, vitamin C dan E) dalam pakan itik perlakuan

(26)

Tabel 3. Susunan Pakan, Kandungan Nutrien, Antinutrien dan Antioksidan dalam Pakan Itik Perlakuan Umur 1-7 Minggu

Susunan Pakan K KB KBC KBE

Keterangan : 1) Setara dengan 250 mg/kg, 2) Setara dengan 400 IU/kg, K = pakan komersial; KB = pakan komersial + tepung daun beluntas 0,5%; KBC = pakan komersial + tepung daun beluntas 0,5% + vitamin C 250 mg/kg; KBE = pakan komersial + tepung daun beluntas 0,5% + vitamin E 400 IU/kg.

Pembuatan pakan perlakuan untuk setiap 1 kg pakan dilakukan dengan cara

mencampur 995 gram pakan komersial dengan 5 gram tepung daun beluntas hingga

homogen (pakan perlakuan KB). Pakan perlakuan KBC dibuat dengan cara

mencampurkan 994,750 gram pakan komersial dengan 5 gram tepung daun beluntas

dan 250 mg vitamin C hingga homogen. Pakan perlakuan KBE dibuat dengan cara

mencampurkan 994,600 gram pakan komersial dengan 5 gram tepung daun beluntas

dan 400 IU vitamin E. Pencampuran pakan dilakukan dengan mencampur bahan

yang memiliki bobot kecil dengan sebagian pakan komersial terlebih dahulu,

kemudian dilakukan pencampuran hingga seluruh bahan tercampur rata. Jenis

vitamin C yang digunakan yaitu ascorbic acid, dan jenis vitamin E yang digunakan

yaitu a-tokoferol. Tepung daun beluntas yang digunakan pada penelitian ini dapat

(27)

Gambar 6. Tepung Daun Beluntas

Tabel 4. Susunan Pakan, Kandungan Nutrien, Antinutrien dan Antioksidan dalam Pakan Itik Perlakuan Umur 7-10 Minggu

Susunan Pakan K KB KBC KBE

Komersial (%) 40 39,75 39,74 39,73

Dedak (%) 60 59,75 59,73 59,73

Beluntas (%) 0 0,5 0,5 0,5

Vitamin C (%) 0 0 0,025 0

Vitamin E (%) 0 0 0 0,04

Jumlah 100 100 100 100

Kandungan Nutrien, Antinutrien dan Antioksidan

Bahan Kering (%) 89,40 89,37 89,38 89,39

EM (kkal/kg) 2340 2338,09 2337,79 2337,49

Protein (%) 16,20 16,21 16,21 16,20

Lemak (%) 5.00 4,99 4,99 4,99

Serat kasar (%) 9,20 9,23 9,23 9,23

Abu (%) 9.60 9,63 9,63 9,63

Kalsium (%) 0,40 0,41 0,41 0,41

Phospor (%) 0,72 0,72 0,72 0,72

Antinutrien (tanin) (%) 0 0,01 0,01 0,01

Antioksidan :

Vitamin C

(mg/kg) 0 4,91 254,91 4,91

Vitamin E

(IU/kg) 0 0 0 400

Flavonoid (%) 0 0,02 0,02 0,02

(28)

Peralatan

Peralatan yang digunakan pada penelitian ini yaitu sarana pemeliharaan itik

diantaranya kandang, tempat pakan dan tempat minum, alat tulis, pisau, gunting,

pinset, kertas label, plastik sampel. Sarana uji sensori seperti orang (panelis) dan

sheet sensori untuk uji skalar garis dan uji hedonik.

Prosedur Penelitian

Persiapan Daging Itik

Daging itik yang digunakan yaitu daging itik alabio jantan yang dipotong

pada umur 10 minggu. Metode pemotongan yang digunakan yaitu metode kosher.

Setelah itik dipotong, dilakukan pemisahan bagian dada dan paha kemudian

dilanjutkan proses pemisahan daging dan tulang pada bagian dada dan paha. Daging

dengan kulit itik bagian paha dan dada yang diperoleh dimasukkan ke dalam plastik

dan diikat tanpa ada udara di dalamnya, kemudian disimpan dalam freezer. Daging

dengan kulit bagian paha dan dada ini digunakan untuk uji sensori. Sebelum

dilakukan uji sensori, daging paha dan dada dengan kulit dilayukan terlebih dahulu

(thawing) pada suhu ruang sampai daging bisa dipotong dengan pisau, kemudian

dipotong-potong dengan ukuran panjang, lebar dan tinggi 1 x 1 x 1 cm. Daging yang

telah dipotong kemudian dimasukkan ke dalam plastik kedap udara, diberi nomor

atau kode yang berbeda satu sama lainnya secara acak. Sampel daging itik yang

digunakan untuk uji skalar garis dan uji hedonik dapat dilihat pada Gambar 7.

(29)

Uji Sensori

Peubah yang diamati dalam penelitian ini yaitu intensitas off-odor daging

dengan kulit itik alabio jantan bagian paha dan dada, dan tingkat kesukaan panelis

terhadap daging dengan kulit itik alabio jantan bagian paha dan dada.

Intensitas off-odor diketahui melalui uji skalar garis. Pada uji skalar garis,

panelis diminta memberikan penilaian intensitas off-odor pada sampel yang diuji

berdasarkan skala yang ada. Skala yang digunakan yaitu 0-15 cm, skala 0 atau titik

pangkal paling kiri menunjukkan intensitas off-odor yang sangat lemah, sedangkan

skala 15 atau titik pangkal paling kanan menunjukkan intensitas off-odor yang sangat

kuat. Hasil penilaian selanjutnya diukur dengan menggunakan penggaris berskala

milimeter dengan titik nol berada pada ujung kiri skala garis. Nilai pengukuran

merupakan data intensitas off-odor sampel yang diteliti.

Tingkat kesukaan panelis terhadap daging itik dari berbagai perlakuan dalam

pakan diketahui melalui uji hedonik. Pengujian sampel untuk uji hedonik dilakukan

panelis dengan membaui sampel daging yang diberikan, setelah itu panelis

memberikan respon dengan memilih tingkat kesukaan yang diberikan yaitu : (1)

sangat tidak suka; (2) agak tidak suka; (3) tidak suka; (4) agak suka; (5) suka; (6)

sangat suka.

Panelis yang melakukan uji sensori (uji skalar garis dan uji hedonik) yaitu

panelis tidak terlatih yang berasal dari mahasiswa Program Diploma Peternakan

Institut Pertanian Bogor dan mahasiswa Fakultas Peternakan Institut Pertanian

Bogor. Sebelum melakukan uji sensori, panelis diberi penjelasan tentang uji sensori,

jenis bahan yang akan diuji dan tahapan pengujian sampel. Jumlah panelis yang

digunakan sebanyak 71 orang panelis untuk uji sensori daging paha dan 47 orang

untuk uji sensori daging dada. Jumlah panelis yang digunakan ini sudah sesuai

dengan pendapat Setyaningsih et al. (2010) yang menyatakan jumlah panelis tidak

terlatih terdiri atas 25 orang awam yang dapat diambil salah satunya berdasarkan

pendidikan, dan panelis konsumen sebanyak 30-100 orang. Panelis yang dipilih yaitu

panelis yang tidak mempunyai gangguan dengan indra penciuman atau dalam

(30)

Analisis Data

Data hasil uji intensitas off-odor (uji skalar garis) dan data hasil uji tingkat

kesukaan panelis (uji hedonik) terhadap daging dengan kulit itik alabio jantan bagian

paha dan dada dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA) program SPSS for windows

(31)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Intensitas Bau Amis (Off-odor) Daging Itik Alabio

Hasil uji skalar garis daging dan kulit itik alabio jantan bagian paha dan dada

dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Uji Skalar Garis Daging dengan Kulit Itik Alabio Jantan Bagian Paha dan Dada

Keterangan: Superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05). K = pakan komersial; KB = pakan komersial + beluntas 0,5%; KBC = pakan komersial + beluntas 0,5% + vitamin C 250 mg/kg; KBE = pakan komersial + beluntas 0,5% + vitamin E 400 IU/kg.

Intensitas Bau Amis (Off-odor) Daging dengan Kulit Itik Bagian Paha

Data pada Tabel 5, terlihat bahwa pemberian tepung daun beluntas 0,5%

dalam pakan (KB) menghasilkan bau amis daging dengan kulit itik bagian paha 3,5%

lebih rendah dibandingkan kontrol, akan tetapi secara statistik tidak berbeda nyata.

Menurut Febriana (2006), penambahan tepung daun beluntas sebanyak 1% dan 2%

dalam pakan dapat menurunkan bau amis daging itik. Hal ini menunjukkan bahwa

pada taraf pemberian tepung daun beluntas 0,5% dalam pakan, flavonoid sebesar

0,02% yang berasal dari tepung daun beluntas belum mampu menurunkan bau amis

daging itik yang signifikan.

Pemberian tepung daun beluntas 0,5% dengan penambahan vitamin E 400

IU/kg dalam pakan (KBE) nyata (P<0,05) menurunkan bau amis daging dengan kulit

(32)

mengalami penurunan intensitas off-odor hanya sebesar 3,5%, sedangkan pada

perlakuan KBE, intensitas off-odor daging dengan kulit itik bagian paha menurun

sebesar 11,2%. Perlakuan KBE menunjukkan bahwa penambahan vitamin E dapat

menutupi kekurangan konsentrasi antioksidan dari pemberian tepung daun beluntas

0,5% (KB), sehingga penurunan bau amis pada daging perlakuan KBE lebih tinggi

dibandingkan daging dari perlakuan KB. Bau amis daging itik yang menurun pada

perlakuan KBE karena adanya kandungan antioksidan dalam dua bahan yang

digunakan yaitu daun beluntas dan vitamin E. Menurut Panovskai et al.(2005), daun

beluntas mengandung senyawa flavonoid yang berfungsi sebagai antioksidan.

Menurut Surai (2003), bentuk vitamin E yang paling besar aktivitas antioksidannya

yaitu a-tokoferol. Hal ini membuktikan bahwa flavonoid dan tokoferol bekerja

secara sinergis untuk mencegah terjadinya proses oksidasi lemak agar tidak terbentuk

radikal bebas yang dapat menyebabkan off-odor.

Senyawa flavonoid bekerja dalam mencegah terjadinya oksidasi lemak yaitu

dengan cara menghelat atau menangkap logam, oksigen radikal dan radikal bebas

sehingga senyawa pembentuk off-odor tidak terbentuk (Cadenas, 2004). Mekanisme

kerja vitamin E sebagai antioksidan menurut Almatsier (2006) yaitu memutuskan

rantai proses peroksidasi lemak dengan menyumbangkan satu atom hidrogen ke

radikal bebas, sehingga terbentuk radikal vitamin E yang stabil dan tidak merusak.

Penurunan bau amis daging dan kulit itik bagian paha yang lebih tinggi pada

perlakuan KBE, selain karena flavonoid dan tokoferol yang sinergis, diduga karena

daun beluntas yang juga mengandung vitamin C (Rukmiasih et al., 2010).

Berdasarkan hasil penelitian Randa (2007), intensitas off-odor daging itik yang

mendapat pakan mengandung kombinasi vitamin E dengan vitamin C nyata (P<0,05)

lebih rendah daripada bila hanya mendapat pakan yang mengandung vitamin E

secara individu. Sumbangan vitamin C yang berasal dari tepung daun beluntas

sebesar 4,91 mg/kg pakan. Kandungan vitamin C yang terdapat dalam daun beluntas

diduga dapat memaksimalkan kerja dari vitamin E sebagai antioksidan sehingga

dapat menghambat laju oksidasi lemak. Hal ini disebabkan vitamin C dan vitamin E

bersifat sinergis dalam fungsinya sebagai antioksidan. Vitamin E yang bekerja pada

permukaan membran akan mendonorkan ion hidrogen untuk dapat bereaksi dengan

(33)

tokoperoksil (Sunarti et al., 2008). Vitamin E yang teroksidasi (radikal

tokoperoksil) harus bebas kembali (diregenerasi) agar dapat digunakan. Menurut Sies

dan Stahl (1995), vitamin C dapat meregenerasi vitamin E dengan cara mengikat

vitamin E radikal (radikal tokoperoksil), sehingga kemampuan vitamin E dalam

menangkap radikal bebas tetap berlangsung.

Pemberian tepung daun beluntas 0,5% dengan penambahan vitamin C 250

mg/kg dalam pakan (KBC) menghasilkan intensitas off-odor daging dengan kulit itik

bagian paha yang tidak berbeda nyata dengan daging itik kontrol (K). Pada perlakuan

KBC, bau amis daging dengan kulit itik bagian paha tidak menurun, tetapi terjadi

peningkatan intensitas off-odor sebesar 2,3%. Meningkatnya bau amis (off-odor)

pada daging dengan kulit itik bagian paha menunjukkan antioksidan yang terdapat

pada tepung daun beluntas dan vitamin C yang ditambahkan dalam pakan tidak dapat

saling bekerja sama dalam menurunkan intensitas off-odor pada daging dengan kulit

itik bagian paha. Hasil yang diperoleh ini tidak sesuai dengan pendapat Padayatty et

al.,(2003) yang menyatakan vitamin C dikenal sebagai antioksidan karena

kemampuannya dalam mendonorkan elektron. Hal ini diduga vitamin C bertemu

dengan Fe2+. Menurut Winarno (1991), vitamin C mudah teroksidasi jika terdapat

katalis besi (Fe). Kandungan logam Fe tersebut menurut Ketaren (2008) terdapat di

dalam hemoglobin dan mioglobin yang ada pada daging. Apabila vitamin C bertemu

dengan ion-ion Fe2+ dapat memicu pembentukan radikal bebas (Metzler, 1977).

Banyaknya radikal bebas memicu terjadinya oksidasi lemak, sehingga intensitas

off-odor pada daging itik meningkat.

Intensitas Bau Amis (Off-odor) Daging dengan Kulit Itik Bagian Dada

Data pada Tabel 5, dapat dilihat bahwa pemberian tepung daun beluntas 0,5%

(KB) pada daging dengan kulit itik bagian dada menunjukkan hasil yang sama

seperti perlakuan KB pada daging paha yaitu tidak berpengaruh nyata dalam

menurunkan bau amis daging itik dibandingkan daging perlakuan kontrol (K).

Intensitas off-odor daging dengan kulit itik bagian dada perlakuan KB menurun

sebesar 1,9%. Tingkat penurunan bau amis pada daging dengan kulit itik bagian dada

perlakuan KB ini lebih rendah jika dibandingkan dengan penurunan bau amis daging

(34)

Pemberian tepung daun beluntas 0,5% dengan penambahan vitamin E 400

IU/kg dalam pakan (KBE) pada daging dengan kulit itik bagian dada menghasilkan

intensitas off-odor yang tidak berbeda nyata dengan daging perlakuan kontrol (K),

akan tetapi daging dengan kulit itik bagian dada pada perlakuan KBE mengalami

penurunan intensitas off-odor paling tinggi dibandingkan daging dada pada perlakuan

lainnya yaitu mengalami penurunan sebesar 10,6%. Namun demikian, penurunan bau

amis ini masih lebih rendah dibandingkan dengan penurunan bau amis daging

dengan kulit itik bagian paha.

Pemberian tepung daun beluntas 0,5% dengan penambahan vitamin C 250

mg/kg dalam pakan (KBC) pada daging dengan kulit itik bagian dada memiliki

intensitas off-odor yang tidak berbeda nyata dengan daging perlakuan kontrol (K).

Hasil yang diperoleh pada daging dengan kulit itik bagian dada perlakuan KBC ini

menunjukkan hasil yang sama seperti perlakuan KBC pada daging dengan kulit itik

bagian paha yaitu terjadi peningkatan intensitas off-odor daging itik. Peningkatan

intensitas off-odor pada daging dengan kulit itik bagian dada perlakuan KBC sebesar

5,3%. Peningkatan ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan peningkatan intensitas

off-odor pada daging dengan kulit itik bagian paha.

Berdasarkan hasil uji skalar garis di atas, jika dibandingkan antara daging itik

berkulit bagian paha dengan daging itik berkulit bagian dada, penurunan intensitas

off-odor daging dada lebih rendah dibandingkan dengan daging paha. Hal ini

disebabkan kandungan asam lemak tidak jenuh pada daging dada itik lebih tinggi

daripada daging paha (Hustiany, 2001). Laju oksidasi asam lemak tidak jenuh

menurut Shahidi (1998) lebih cepat dari laju oksidasi asam lemak jenuh. Asam lemak

tidak jenuh adalah bahan yang mudah mengalami dekomposisi yang diawali dengan

terbentuknya radikal bebas dari otooksidasi asam lemak tidak jenuh. Terbentuknya

radikal akan mengakibatkan timbulnya peroksida-peroksida yang bila mengalami

dekomposisi akan menghasilkan zat-zat kimia yang masing-masing mempunyai bau

yang khas (Kilcast, 1996). Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Russell

et al.(2003) yang menunjukkan bahwa laju oksidasi pada daging dada itik lebih

tinggi daripada daging paha. Kondisi inilah mungkin yang menyebabkan konsentrasi

antioksidan yang diberikan tidak mampu menurunkan bau amis pada daging dada.

(35)

dibutuhkan untuk melindungi asam lemak dari oksidasi pada daging dada lebih

banyak dibandingkan pada daging paha (Rukmiasih, 2010).

Tingkat Kesukaan Daging Itik

Hasil uji hedonik atau tingkat kesukaan panelis terhadap daging dengan kulit

itik alabio jantan bagian paha dan dada disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Uji Hedonik Daging dengan Kulit Itik Alabio Jantan Bagian Paha dan Dada

Peubah Perlakuan

K KB KBC KBE

Daging Paha dengan Kulit

Tingkat Kesukaan 3,30±1,28ab 3,41±1,29ab 3,23±1,22a 3,49±1,25b

Jumlah Panelis yang

menyatakan suka (%) 45,07 51,17 42,25 52,58

Daging Dada dengan Kulit

Tingkat Kesukaan 3,43 ± 1,28a 3,55 ± 1,16a 3,54 ± 1,19a 3,60 ± 1,16a

Jumlah Panelis yang

menyatakan suka (%) 48,23 51,77 49,65 53,90

Keterangan: Superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05). K= pakan komersial; KB = pakan komersial + beluntas 0,5%; KBC = pakan komersial + beluntas 0,5% + vitamin C 250 mg/kg; KBE = pakan komersial + beluntas 0,5% + vitamin E 400 IU/kg.

Skala hedonik: (1) sangat tidak suka; (2) agak tidak suka; (3) tidak suka; (4) agak suka; (5) suka; (6) sangat suka.

Tingkat Kesukaan pada Daging dengan Kulit Itik Bagian Paha

Hasil uji hedonik pada Tabel 6 menunjukkan tingkat kesukaan panelis

terhadap daging dengan kulit itik bagian paha yang mendapatkan perlakuan KB,

KBC, dan KBE tidak berbeda nyata dibandingkan daging paha itik kontrol (K). Nilai

rataan untuk tingkat kesukaan panelis terhadap daging dengan kulit itik bagian paha

berkisar antara 3,23-3,49 yang menunjukkan bahwa panelis kurang menyukai daging

dengan kulit itik bagian paha pada berbagai perlakuan yang diberikan.

Hasil uji hedonik menunjukkan bahwa panelis lebih menyukai daging dengan

kulit itik bagian paha perlakuan KBE dibandingkan dengan daging pada perlakuan

lainnya (K, KB, KBC). Jumlah panelis yang menyatakan suka terhadap daging

dengan kulit itik bagian paha perlakuan KBE yaitu sebanyak 52,58%, kemudian

diikuti dengan kesukaan terhadap daging paha dengan perlakuan KB sebanyak

(36)

perlakuan kontrol (K) sebanyak 45,07% dan daging dengan perlakuan KBC

memiliki tingkat kesukaan yang paling rendah yaitu sebesar 42,25%.

Hasil uji hedonik yang ditunjukkan pada daging dengan kulit itik bagian paha

ini sesuai dengan hasil yang ditunjukkan pada uji intensitas off-odor daging dengan

kulit itik bagian paha pada Tabel 5. Pada uji intensitas off-odor, daging dengan kulit

itik bagian paha perlakuan KBE merupakan daging yang mengalami penurunan

intensitas off-odor paling tinggi dibandingkan daging paha dari perlakuan lainnya,

sehingga bau amis pada daging dengan perlakuan KBE lebih rendah. Bau amis yang

rendah tersebut membuat panelis lebih menyukai daging dengan kulit itik bagian

paha yang mendapat pakan perlakuan KBE dibandingkan dengan daging dengan

kulit itik bagian paha dari perlakuan lainnya.

Tingkat Kesukaan pada Daging dengan Kulit Itik Bagian Dada

Pada daging dengan kulit itik bagian dada, perlakuan KB, KBC, KBE

menghasilkan tingkat kesukaan konsumen yang sama seperti daging paha dengan

kulit itik yaitu tidak berbeda nyata dengan kontrol. Nilai rataan tingkat kesukaan

panelis terhadap daging dengan kulit itik bagian dada berkisar antara 3,43-3,60.

Kisaran angka tersebut menunjukkan bahwa daging dengan kulit itik bagian dada

untuk semua perlakuan kurang disukai panelis.

Jumlah panelis yang menyatakan suka terhadap daging dengan kulit itik

bagian dada paling tinggi terdapat pada daging dada dengan perlakuan KBE yaitu

sebanyak 53,90%, kemudian diikuti dengan kesukaan terhadap daging dengan

perlakuan KB sebanyak 51,77%, kesukaan pada daging dengan kulit itik bagian dada

perlakuan KBC sebanyak 49,65%. Tingkat kesukaan panelis yang paling rendah ada

pada daging dengan kulit itik bagian dada tanpa perlakuan (K) dengan jumlah panelis

yang menyatakan suka sebanyak 48,23%.

Hasil uji hedonik yang ditunjukkan pada daging dengan kulit itik bagian dada

ini sesuai dengan hasil yang ditunjukkan pada uji intensitas off-odor daging dengan

kulit itik bagian dada (Tabel 5). Daging dengan kulit itik bagian dada perlakuan KBE

pada hasil uji intensitas off-odor merupakan daging dengan penurunan intensitas

off-odor yang paling tinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Penurunan intensitas

off-odor pada daging ini menghasilkan bau amis yang rendah pada daging, sehingga

(37)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa

pemberian tepung daun beluntas 0,5% dan vitamin E 400 IU/kg dalam pakan (KBE)

merupakan kombinasi yang paling baik dalam menurunkan bau amis daging itik dan

daging itik tersebut paling disukai panelis.

Saran

Daging itik yang mendapat perlakuan pemberian tepung daun beluntas 0,5%

dan vitamin C 250 mg/kg (KBC) memiliki tingkat bau amis yang paling tinggi. Suatu

penelitian perlu dilakukan lebih lanjut dengan mengkombinasikan penggunaan

tepung daun beluntas, vitamin C dan vitamin E untuk mengurangi bau amis daging

(38)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan

hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi

dengan judul “Pengurangan Off-odor Daging Itik Alabio Jantan Umur 10 Minggu

dengan Pemberian Daun Beluntas, Vitamin C dan E dalam Pakan”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir.

Rukmiasih, MS. sebagai dosen pembimbing utama dan Dr. Ir. Sumiati, M.Sc.

sebagai dosen pembimbing anggota yang telah banyak memberi ilmu, membantu

sejak penelitian hingga penyelesaian skripsi ini. Dosen penguji sidang Maria Ulfah,

S.Pt, M.Agr. Sc., Ir. Widya Hermana, M.Si dan Ir. Lucia Cyrilla ENSD, M. Si., dan

dosen penguji seminar Ir. Komariah, M.Si terima kasih atas ilmu dan masukkannya.

Kepada Dr. Ir. Henny Nuraini, M.Si selaku dosen pembimbing akademik. Tidak lupa

penulis ucapkan terima kasih kepada Prof. Emiritus. Dr. Peni S. Hardjosworo, M.Sc.

yang telah banyak membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini.

Penulis ucapkan terima kasih kepada bapak dan ibu tercinta, kakakku Sigit

Aditya Putra dan adikku Daru Widianto, yang telah banyak memberikan dukungan

moral, spiritual, material, dan kasih sayangnya sehingga penulis dapat menyelesaikan

kewajiban belajar selama ini.

Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada anggota tim penelitian :

Benny Yedri, Fitriani Eka, Fety Mirfat, Ika Saraswati, dan Suci Agustina untuk

bantuan, kerjasama, dan kekompakan selama penelitian. Procula R. Matitaputty,

M.Si (Pak Rudi), Eka Koswara, S.Pt, Pak Hamzah, Mas Iyan, Mas Sutisna dan

semua pegawai kandang, penulis ucapkan terima kasih atas segala bantuannya.

Penulis ucapkan terima kasih juga kepada Nur Hilma Hastiani yang selalu setia

memberi semangat dan doa dari awal kuliah hingga akhir penulisan skripsi ini dan

kepada teman-teman kuliah (TMT 42 dan alih jenis peternakan), terima kasih telah

menjadi teman yang selalu memberi dukungan, bantuan, kerjasama dan semangat.

Terakhir penulis ucapkan terima kasih kepada semua dosen dan pegawai di

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi

semua pihak.

Bogor, April 2011

(39)

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S. 2006. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Andarwulan N, R. Batari, D.A. Sandrasari, & H.Wijaya. 2008. Identifikasi senyawa flavonoid dan kapasitas antioksidannya pada ekstrak sayuran indigenous Jawa Barat. Makalah Seminar pada “Half Day Seminar on Natural Antioxidants: Chemistry, Biochemistry and Technology”, Biopharmaca Research Center-SEAFAST Center IPB, Bogor, 16 September 2008.

Apriyantono, A & F. S. Lingganingrum. 2001. Off-Flavor pada daging unggas. Lokakarya Nasional Unggas Air. Ciawi, Bogor. 58-71.

Ardiansyah. 2002. Kajian aktivitas antimikroba ekstrak daun beluntas (Plucea indica L.). Tesis. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Belitzh H. D &W. Grosch. 1999. Food Chemistry. Second Edition. Tranlation from the fourth German edition by M.M Burghagen, D. Hadzyeu, P. Hessel,S. Jordan and C. Sprinz. Springer, Jerman.

Blokhina, O. 2000. Anoxia and Oxidative Stress: Lipid peroxidation, antioxidant status and mitochondrial functions in plants. Academic dissertation. To be presented with the permission of The Faculty of Science, University of Helsinki, for public criticism in the auditorium 1041 at Viikki Biocente, Helsinki.

Bou, R, F. Guardiola, A. Tres, A. C. Barroetat, & R. Codony. 2004. Effect of dietary fish oil, a-tocopheryl acetate, and zinc supplementation on the composition and consumer acceptability of chicken meat. Poult. Sci. 83 : 282-292.

Cadenas E. 2004. Flavonoid. Review article. http://www.antioxidantes.com.ar/ 12/Ref 00019.htm. [10 Desember 2010].

Colombo, M.L. 2010. Review. An update on vitamin, tocopherol and tocotrienol perspectives. Molecules 15 : 2103-2113.

Cortinas, L., A. Barroeta, C. Villaverde, J. Galobart, F. Guardiola, & M. D. Baucells. 2005. Influence of the dietary polyunsaturation level on chicken meat quality: Lipid oxidation. Poult. Sci. 84: 48–55

Direktorat Jendral Peternakan. 2009. Populasi Ternak dan Produksi Daging, Telur dan Susu Per Provinsi Tahun 2000-2009. Departemen Pertanian Republik Indonesia.

Febriana, D. 2006. Sifat organoleptik daging dan sosis dari itik yang mendapat tepung daun beluntas (pluchea indica L.) dalam pakan. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Ternak. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Gunawan, A. 2005. Penampilan itik lokal jantan yang diberi tepung daun beluntas (Pluchea indica L.) dalam pakan. Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

(40)

Unggas Air sebagai Peluang Usaha Baru. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Bogor-Balai Penelitian Ternak. 22-41.

Hustiany, R. 2001. Identifikasi dan karakterisasi komponen off-odor pada daging itik. Tesis. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Ketaren, S. 2008. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Universitas Indonesia (UI)-Press, Jakarta.

Kilcast, D. 1996. Sensory evaluation of taints and off-flavors. Dalam: Saxby, M.J. Food Taints and Off-flavors. Second edition. Blackie Academic & Professional, London. 1-38.

Kiokias, S. & M, H, Gordon. 2003. Dietary supplementation with a natural carotenoid mixture decreases oxidative stress. Europe. J. Clin. Nutr. 57 : 1135–1140.

Leeson, S & J. D. Summer. 2005. Commercial Poultry Nutrition. 3rd Edition. University Books. Ontario. Canada.

Levy, T. E. 2010. Curing the Incurable: Vitamin C, Infectious Deasease and Toxins. 3rd Edition. The Health Journal Club. file:///G:/book-review-curing-incurable-vitamin-c.html. [14maret 2011].

Lukman, H. 1995. Perbedaaan karakteristik daging, karkas, dan sifat olahannya antara itik afkir, dan ayam petelur afkir. Tesis. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Mattjik, A. A. & I. M. Sumertajaya. 2002. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Metzler, D. A. 1977. Biochemistry the Chemical Reactions of Living Cells. International Edition. Academic Press INC. London.

Niki, E., N. Noguchi, H. Tsuchihashi, & N. Gotoh. 1995. Interaction among vitamin C, vitamin E, and ß-carotene. Am J Clin Nutr 62(Suppl): 1322S-1326S.

Padayatty, S. J., A. Katz, Y. Wang, P. Eck, O. Kwon, J-H. Lee, S. Chen, C. Corpe, A. Dutta, S. K. Dutta, & M. Levine. 2003. Review. Vitamin C as an antioxidant: evaluation of its role in disease prevention. J. Am. Coll. Nutr. 22:18-35.

Panovskai, T. K., S. Kulevanova & M. Stefova. 2005. In vitro antioxidant activity of some teucrium species lamiaceae. Acta. Pharm. 55: 207-214.

Percival, M. 1998. Antioxidants. Clinical nutrition insights. Advanced nutrition publications, inc. Nut031 1/96 Rev. 10/98.

Pisulewski, P.M. 2005. Nutritional potential for improving meat quality in poultry. Animal Science Papers and Reports. 23 (4): 303-315.

(41)

Rahayu, W. P. 1998. Penuntun Praktikum Penilaian Organoleptik. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Randa, S.Y. 2007. Bau daging dan performa itik akibat pengaruh perbedaan galur dan jenis lemak serta kombinasi komposisi antioksidan (vitamin A, C dan E) dalam pakan. Disertasi. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Rukmiasih. 2010. Penurunan bau amis (off-odor) daging itik lokal dengan pemberian tepung daun beluntas (Pluchea Indica L.) dalam pakan dan dampaknya terhadap performa. Disertasi. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Rukmiasih, P. S. Hardjosworo, W. G. Piliang, J. Hermanianto, & A. A. Apriyantono. 2010. Penampilan, kualitas kimia, dan off-odor daging itik (Anas plathyrynchos) yang diberi pakan mengandung beluntas (Pluchea indica L. Less). Med. Pet. 33(2): 68-75.

Russel, E.A., A. Lynch, K. Galvin, P.B. Lynch, & J.P. Kerry. 2003. Quality of raw, frozen and cooked duck meat as affected by dietary fat and Tocopheryl acetate supplementation. Poult. Sci. 2(5) : 324-334.

Setyaningsih, D, A. Apriyantono & M. P. Sari. 2010. Analisis Sensori untuk Industri Pangan dan Agro. Institut Pertanian Bogor (IPB)-Press, Bogor.

Shahidi F. 1998. Assessment of Lipid Oxidation and Off-flavour Development in Meat, Meat Products and Seafoods. In: Flavor of Meat, Meat Products and Seafoods. Shahidi, F. (Editor). 2nd Ed. Blackie Academic & Professional. Chapman & Hall. London.

Sies, H, & W. Stahl. 1995. Vitamin E and C, ß-carotene, and other carotenoids as antioxidants. Am J Clin Nutr 62(Suppl): 1315S-1321S.

Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University (UGM)-Press, Yogyakarta.

Srigandono, B. 1998. Produksi Unggas Air. Gadjah Mada University (UGM)-Press, Yogyakarta.

Standar Nasional Indonesia. 2009. Bibit Induk (parent stock) Itik Alabio Muda. SNI 7556 : 2009. Badan Standar Nasional, Jakarta.

Sunarti, R. Maudisa, R. H. Asdie, & M. Hakimi. 2008. Effect of homocysteine and antioxidants on peroxidation lipid of essential hypertension in Central Java, Indonesia. Jurnal Berkala Ilmu Kedokteran. 40(4) : 165-171.

Surai, P.F. 2003. Natural Antioxidants in Avian Nutrition and Reproduction. Nottingham University press, Thrumpton.

(42)

(43)

Lampiran 1. FormatUji Skalar Garis Daging Itik dengan Kulit

UJI SKALAR GARIS

Nama Panelis : ………..…. /PS: ……….

No. HP :………..………

Tanggal : ………..…….

Jenis Pengujian: Intensitas Bau Amis Daging Itik

Jenis sampel : Daging itik dengan kulit

Instruksi : Dihadapan anda disajikan 4 sampel daging.

1. Catat kode sampel yang ada dihadapan anda pada kotak kode sampel

2. Buka tutup plastik sampel, bauilah sampel dengan jarak sekitar 1cm dari hidung anda, Kemudian berilah tanda “x” pada garis dibawah ini sesuai respon yang diberikan setelah anda membaui sampel yang disajikan

3. Istirahat selama satu menit, lalu lanjutkan pada sampel berikutnya.

4. Lakukan hal seperti di atas sampai semua sampel selesai diuji.

Kode Sampel

tidak amis sangat amis

tidak amis sangat amis

tidak amis sangat amis

(44)

Lampiran 2. Format Uji Hedonik Daging Itik dengan Kulit

UJI HEDONIK

Nama :………/PS: ………

HP : ………...

Tanggal uji : ……….

Jenis Pengujian: Tingkat Kesukaan Daging Itik

Jenis sampel : Daging itik dengan kulit

Intruksi : Dihadapan anda disajikan 4 sampel daging.

1. Ambil satu sampel yang telah disediakan, lalu baui dan beri tanda ( v ) pada kolom yang telah disediakan sesuai penilaian anda.

2. Istirahat satu menit

3. Ambil sampel berikutnya, lakukan seperti pada petunjuk 1, lalu petunjuk 2 sampai semua sampel habis (diuji).

Kode sampel

Sangat tidak suka

Tidak suka

Kurang suka

Agak suka

Suka Sangat suka

102 121 143 125

(45)

Lampiran 3. Hasil Analisis Varians (ANOVA) Uji Skalar Garis Intensitas Off-odor

Daging dengan Kulit Itik Bagian Paha

Sumber

Keragaman db JK KT Fhitung Ftabel

Perlakuan 3 105,850 35,283 2,565 8,534

Panelis 70 2095,688 29,938 2,176

Galat 778 10702,344 13,756

Total 851 12903,882

Sampel N

Subset

1 2

KBE 213 6,101

KB 213 6,635 6,635

K 213 6,872

KBC 213 7,032

(46)

Lampiran 4. Hasil Analisis Varians (ANOVA) Uji Skalar Garis Intensitas Off-odor

Daging dengan Kulit Itik Bagian Dada

Sumber

Keragaman db JK KT Fhitung Ftabel

Perlakuan 3 101,663 33,888 3,172 8,540

Panelis 46 1669,738 36,299 3,397

Galat 514 5492,109 10,685

Total 563 7263,510

Sampel N

Subset

1 2

KBE 141 6,596

KB 141 7,244 7,244

K 141 7,381 7,381

KBC 141 7,775

(47)

Lampiran 5. Hasil Analisis Varians (ANOVA) Uji Kesukaan (Hedonik) Daging dengan Kulit Itik Bagian Paha

Sumber

Keragaman db JK KT Fhitung Ftabel

Perlakuan 3 9,099 3,033 2,500 8,534

Panelis 70 404,864 5,784 4,768

Galat 779 943,568 1,213

Total 852 1357,531

Gambar

Tabel 1. Komposisi Kimia Daging Ayam dan Itik Segar tanpa Kulit
Gambar 2. Daun Beluntas (1) dan Tanaman Beluntas (2)
Gambar 3Gambar 3. Struktur Kimia Vitamin C     . Struktur Kimia Vitamin C. Struktur Kimia Vitamin C
Gambar 5. Kandang Pemeliharaan Itik Alabio
+7

Referensi

Dokumen terkait

Memahami, menerapkan,  menganalisis pengetahuan faktual,  konseptual, prosedural, dan  metakognitif berdasarkan rasa ingin

Sumber data yang digunakan adalah data primer yang diperoleh melalui kuesioner (angket)..Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis regresi linier

Berdasarkan hasil pengujian dengan menggunakan analisis SEM untuk menguji pengaruh harga, label dan kemasan terhadap keputusan pembelian produk rokok A Mild, maka dapat diambil

Dan diperoleh nilai 18,908 &gt; 3,07 yang berarti bahwa variabel display toko dan motivasi belanja hedonic secara simultan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap

Tentukanlah nilai x jika

Tidak hanya pentas musik keroncong secara rutin setiap bakhir bulan, ada juga kegiatan yang mencakup pada kegiatan sosial, berkecimpung di dunia pendidikan dengan

1) Setiap jenis makanan ditempatkan dalam wadah terpisah dan tertutup agar tidak terjadi kontaminasi silang serta dapat memperpanjang masa saji makanan sesuai

Selain itu juga, wisata masjid bersejarah pun akan mampu meningkatkan kekuatan sosial; dan hal tersebut sejalan dengan temuan Azmi &amp; Ismail yang menunjukkan