• Tidak ada hasil yang ditemukan

3. Dilengkapi bukti-bukti berupa data, tabel, gambar dll 4. Menjelaskan pendapat agar pembaca yakin

5. Memerlukan fakta untuk pembuktian berupa gambar/grafik, dan lain-lain 6. Menggali sumber ide dari pengamatan, pengalaman dan penelitian 7. Ditutup dengan kesimpulan.

c. Bentuk Karangan Argumentasi a. Artikel

b. Tajuk Rencana c. Kritik atau Esai

d. Contoh Paragraf Argumentasi

Meskipun kebiasaan merokok dapat membahayakan kesehatan, pemerintah tetap selalu berharap dari produk tersebut. Hal ini tidak dapat dipungkiri karena penerimaan negara dari cukai rokok dapat mencapai lebih dari Rp 25 Triliun. Berdasarkan kenyataan tersebut, dapat diungkapkan bahwa kebiasaan merokok memang merugikan kesehatan, tetapi menghentikan kebiasaan merokok dapat mengurangi pendapatan negara.

8. Metode Pembelajaran Scaffolding Metakognisi a. Pengertian Scaffolding

Scaffolding merupakan suatu proses yang digunakan orang dewasa atau

orang yang lebih memahami untuk menuntun anak-anak melalui daerah perkembangan terdekatnya (ZPD-nya). Istilah scaffolding ini ditemukan oleh

seorang ahli psikologi perkembangan-kognitif masa kini, Jerome Bruner, yakni scaffolding merupakan jembatan pada daerah ZPD yang membantu siswa dalam menyelesaikan tugas.

Maksud dari ZPD adalah menitikberatkan pada interaksi sosial yang akan memudahkan perkembangan siswa. Ketika siswa mengerjakan pekerjaannya di sekolah sendiri, perkembangan mereka kemungkinan akan berjalan lambat. Untuk memaksimalkan perkembangan, siswa seharusnya bekerja dengan teman yang lebih terampil yang dapat memimpin secara sistematis dalam memecahkan masalah yang lebih kompleks. Melalui perubahan yang berturut-turut dalam berbicara dan bersikap, siswa mendiskusikan pengertian barunya dengan temannya kemudian mencocokkan dan mendalami kemudian menggunakannya.

Tugas dalam zona perkembangan terdekat adalah tugas yang tidak dapat dilakukan sendiri oleh anak, tetapi dia akan membutuhkan bantuan dari teman sebaya, orang dewasa atau orang yang lebih memahami. Tugas-tugas dalam zona ini belum dipelajari oleh seorang anak tetapi dapat dipelajari jika diberi waktu yang sesuai. Untuk melewati ZPD siswa, maka dibutuhkan

Scaffolding.

Dalam dunia pendidikan, istilah Scaffolding merupakan pengembangan dari teori belajar konstruksivisme modern.Scaffolding pertama kali disebut sebagai istilah dalam dunia pendidikan oleh Vygotsky (1846). Dalam pembelajaran Bahasa Indonesia, scaffolding mengambil peran yang sangat penting disetiap aspek menuju pada pencapaian tahap perkembangan kognitif siswa.

Melalui scaffolding siswa bisa mengarahkan perhatiannya, rencananya, dan dapat mengendalikan aktivitasnya. Siswa memerlukan bantuan ketika berada pada Daerah Perkembangan Terdekat (Zone of Proximal Development (ZPD). ZPD adalah daerah antara tingkat kemampuan aktualsiswa yang ditentukan sebagai batas atas kemandirian siswa memecahkan masalah tanpa bantuan dari orang lain dan tingkat kemampuan potensial yang ditentukan sebagai batas bawah kemandirian siswa memecahkan masalah setelah mendapat bantuan dari orang lain.

Scaffolding merupakan pemberian sejumlah bantuan kepada siswa selama tahap-tahap awal pembelajaran, kemudian mengurangi bantuan dan memberikan kesempatan untuk mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar setelah ia dapat melakukannya. Scaffolding merupakan bantuan yang diberikan kepada siswa untuk belajar dan memecahkan masalah. Bantuan tersebut dapat berupa petunjuk, dorongan, peringatan, menguraikan masalah ke dalam langkah-langkah pemecahan, memberikan contoh, dan tindakan-tindakan lain yang memungkinkan siswa itu belajar mandiri.

Scaffolding dapat terjadi dimana saja tempat lingkungan siswa.Scaffolding dapat dilakukan oleh orang dewasa (adult/care giver/parent/teachers), atau orang yang lebih dahulu tahu (knowledgeable person/siblings) atau teman sebaya (peer).

b. Pengertian Metakognisi

Metakognisi adalah kesadaran berpikir seseorang tentang proses berpikinya sendiri. Sedangkan kesadaran berpikir adalah kesadaran seseorang tentang apa yang diketahui dan apa yang akan dilakukan. Metakognisi merupakan

suatu istilah yang diperkenalkan oleh Flavell pada tahun 1976 menyatakan bahwa metakognisi adalah pengetahuan (knowledge)dan regulasi (regulation) pada suatu aktivitas kognitif seseorang dalam proses belajarnya.

Metakognisi adalah pengetahuan tentang kognisi, secara umum sama dengan kesadaran dan pengetahuan tentang kognisi diri seseorang. Karena itu dapat dikatakan bahwa metakognisi merupakan kesadaran tentang apa yang diketahui dan apa yang tidak diketahui. Sedang strategi metakognisi merujuk kepada cara untuk meningkatkan kesadaran mengenai proses berpikir dan pembelajaran yang berlaku sehingga bila kesadaran ini terwujud, maka seseorang dapat mengawal pikirannya dengan merancang, memantau dan menilai apa yang dipelajarinya.

Dari berbagai definisi metakognisi yang dikemukakan beberapa ahli pakar diatas, maka dirumuskan pengertian metakognisi yang digunakan dalam penelitian ini adalah kesadaran seorang siswa untuk mampu mengetahui potensi dirinya dan kemudian berusaha terampil dalam merencanakan, monitoring, dan mengevaluasi berbagai pengetahuan yang didapatkannya.

Strategi-strategi metakognisi merupakan kesadaran tentang proses berpikir seseorang. Dinamakan kesadaran karena dengan strategi-strategi ini, siswa secara sadar memberikan pertanyaan-pertanyaan kepada dirinya sendiri dan sekaligus menjawab pertanyaan-pertanyaan itu. Strategi-strategi metakognisi dapat mengarahkan perencanaan belajar, proses berpikir dan strategi-strategi kognitif. Disisi lain, pengetahuan awal berbentuk fakta, konsep, dan generalisasi yang diketahui siswa. Ketiga isi pengetahuan ini dipelajari melalui proses observasi dan

inferensi terhadap lingkungan. Proses-proses ini memberikan pengalaman kepada siswa baik pengalaman yang berwujud keterampilan intelektual maupun keterampilan dalam menggunakan strategi-strategi kognitif. Dengan demikian, pada dasarnya pengetahuan awal merupakan hasil belajar yang telah dipelajari dimasa lalu. Strategi-strategi metakognisi mengarahkan strategi-strategi kognitif siswa dalam mempelajari isi pengetahuan.

Bagian umum yang utama pengajaran metakognisi adalah melatih siswa bekerja dalam kelompok kecil dan dapat merumuskan tujuan sendiri danmenjawab rangkaian pertanyaan-pertanyaan metakognisi. Pertanyaan pertanyaan yang berfokus pada:

a. Memahami masalah (seperti, "apa masalah dari semua itu?")

b. Membangun hubungan antara pengetahuan sebelumnya dengan yang baru (seperti, "apa persamaan dan perbedaan antara masalah yang sekarang dengan masalah yang telah dipecahkan? dan kenapa?"). c. Menggunakan strategi yang tepat untuk memecahkan masalah (seperti,

strategi/taktik/prinsip apa yang tepat digunakan untuk memecahkan masalah ini dan kenapa?).

Strategi metakognisi adalah seseorang mengatur perilakunya sendiri dalam memperhatikan, belajar, mengingat dan berpikir, tidaklah dipelajari dalam sekali jadi, melainkan melalui perbaikan dalam jangka waktu yang relatif lama. Pendapat ini menunjukkan bahwa pengajaran strategi kognisi tidak cukup hanya dengan penyampaian secara verbal saja, melainkan harus terus dilatihkan dalam

menghadapi tugas-tugas kognisi, seperti mengkonstruk pengetahuan dan pemecahan masalah.

Uraian diatas menunjukkan suatu cara yang efektif untuk mengatur kondisi yang cocok dalam mempelajari strategi kognisi, namun siswa tetap perlu diberikan kesempatan untuk menerapkan strategi-strategi tersebut dan barangkali memperbaikinya, dengan cara menghadapkannya pada berbagai situasi pemecahan masalah dan konstruk pengetahuan. Jadi, pengajaran pengetahuan dan keterampilan metakognisi secara integratif kedalam materi bahan ajar Bahasa Indonesia merupakan cara yang paling efektif. Dengan demikian, pemberian pengajaran pelatihan metakognisi siswa dalam pembelajaran dapat mengoptimalkan kemampuan metakognisi siswa. Sedangkan cara-cara mengimplementasikan strategi metakognisi dalam pembelajaran Bahasa Indonesia adalah sebagai berikut:

Memilih strategi dengan beberapa pertanyaan metakognisi yang sesuai dengan pengetahuan Bahasa Indonesia yang akan dikonstruk (misal, memahami suatu konsep):

a. Mendeskripsikan dan menyusun pertanyaan tersebut paling sedikit 3 kali;

b. Mengecek pemahaman siswa dan memastikan mereka mehamami pertanyaan-pertanyaan metakognisi tersebut dan bagaimana menggunakannya;

c. Menyediakan kesempatan yang cukup bagi siswa untuk mempraktekkan strategi tersebut;

d. Menyediakan waktu untuk mengoreksi umpan balik dan menyusun kembali pertanyaan-pertanyaan tersebut sesuai kebutuhan;

e. Menyediakan lembaran petunjuk bagi siswa untuk memulai sendiri menggunakan pertanyaan-pertanyaan tersebut;

f. Memberi penguatan bagi siswa yang mampu menggunakan pertanyaan-pertanyaan tersebut secara tepat. Secara implisit, digunakan pertanyaan-pertanyaan tersebut ketika melakukan korespondensi (mengkomunikasikan) keterampilan Bahasa Indonesia dalam kelas.

Selanjutnya salah satu bentuk strategi kognisi yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu kemampuan seseorang dalam bertanya dan menjawabbeberapa tipe pertanyaan berkaitan dengan tugas yang dihadapi. Pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah sebagai berikut:

a. Apa yang saya ketahui tentang materi, topik, atau masalah ini? b. Tahukah saya apa yang dibutuhkan untuk mengetahuinya?

c. Tahukah saya dimana dapat memperoleh informasi atau pengetahuan? d. Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mempelajarinya?

e. Strategi-strategi atau taktik-taktik apa yang dapat digunakan untuk mempelajarinya?

f. Dapatkah saya pahami dengan hanya mendengar, membaca, atau melihat?

h. Bagaimana saya dapat membuat sedikit kesalahan jika saya mengerjakansesuatu?

c. Pembelajaran Bahasa Indonesia dengan Metode Scaffolding Metakognisi

Perubahan paradigma pembelajaran dari pandangan mengajar kepandangan belajar atau pembelajaran yang berpusat pada guru kepembelajaran yang berpusat pada guru dan siswa membawa konsekuensi perubahan yang mendasar dalam proses pembelajaran di kelas. Perubahan tersebut menuntut agar guru tidak lagi sebagai sumber informasi, melainkan sebagai teman belajar. Siswa dipandang sebagai makhluk yang aktif dan memiliki kemampuan untuk membangun pengetahuannya sendiri.

Pembelajaran bahasa Indonesia dengan menerapkan paradigma barutersebut sesuai dengan pembelajaran dengan pendekatan konstruktivistik yangmemiliki ciri khusus dalam proses pembelajaran yaitu penekanan kepada siswaharus menemukan dan mengkonstruk sendiri. Siswa yang harus mentransformasikan informasi yang kompleks, mengorganisasi informasi-informasi itu, dan merevisinya sesuai kebutuhan. Pada saat mentrasformasikan,bisa secara individu atau secara berkelompok.

Piaget (dalam Confrey, 1990:79) memberikan kunci dasar dalam pengajarannya di mana ia menunjukkan bahwa seorang anak bisa memahami suatu gagasan matematis atau ilmiah dengan cara yang agak berbeda dari yang dipahami oleh orang dewasa yang ahli atau berpengalaman dengan gagasan itu.Hal ini terjadi karena gagasan anak juga memiliki bentuk argumen yang

berbeda, dibangun dari materi yang berbeda, dan didasarkan pada pengalaman yang berbeda pula. Secara kualitatif, gagasan anak bisa berbeda dalam arti bahwa gagasan tersebut hanyalah sebuah altenatif bagi anak, gagasan itu bisa jadi sangat menyenangkan, dan tidak akan diganti dengan gagasan atau model lainnya karena yakin bahwa gagasan tersebut pasti memerankan tujuan tertentu. Sebelum anak mengubah keyakinan itu, mereka harus dibujuk bahwa gagasan tersebut tidak efektif lagi atau altenatif lain lebih baik.

Sering kali kita dianggap bahwa siswa sebagai seorang individu yang tidak bisa apa-apa, yang perlu kita bentuk pemahamannya terhadap pelajaran Bahasa Indonesia sedemikian rupa sehingga tercapai tujuan yang diharapkan. Padahal, sesungguhnya siswa juga telah memiliki ide-ide tentang pelajaran Bahasa Indonesia. Tentu saja, ide yang dimiliki oleh siswa akan berbeda dengan gagasan kebahasaan yang dimiliki oleh guru. Jika guru cenderung mengungkapkan ide kebahasaannya melalui kaidah Bahasa Indonesia, maka siswa biasanya akan lebih sederhana daripada itu, biasanya mereka melakukannya melalui suatu pengungkapan bahasa lisan. Contoh dari ide-ide pelajaran Bahasa Indonesia yang bisa muncul dari seorang siswa adalah pada materi menulis paragraf, siswa dapat membuat paragraf naratif, deskripsi, eksposisi, maupun paragraf argumentasi,pada aspek membaca , siswa dapat memahami wacana tulis melalui kegiatan membaca ekstensif, membaca intensif, membaca nyaring, membaca memindai dan membaca cepat.

Dalam pembelajaran siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuan yang dimilikinya, dibutuhkan kesadaran siswa untuk melakukan hal tersebut baik

secara individu maupun secara kelompok. Dengan demikin guru diharapkan hanya menjadi fasilitator dalam pembelajaran. Kemudian sistem pemberian materi yang digunakan yaitu top down.Top-Down berarti bahwa siswa mulai dengan masalah-masalah yang kompleks untuk dipecahkan dan selanjutnya memecahkan atau menemukan (dengan bantuan guru) keterampilan-keterampilan dasar yang diperlukan.

Apabila dalam pemberian materi digunakan sistem top-down, maka siswa sering mengalami hambatan dan berada pada daerah perkembangan terdekat atau ZPD (Zone of proximal Development). Pada daerah ini siswa memerlukan bantuan dari guru atau orang yang lebih memahami. Dalam proses tersebut, siswa mempelajari keterampilan-keterampilan dasar yang diperlukan untuk memecahkan masalah kompleks dengan bantuan guru atau teman sebaya yang lebih memahami. Bantuan yang diperoleh siswa dari guru atau teman sebaya yang lebih memahami telah kita kenal dengan istilah scaffolding yang dapat mendorong siswa untuk mengarahkan proses kognitifnya.

Ada beberapa cara yang dapat dilakukan dalam pemberian scaffolding oleh guru kepada siswa diantaranya: (1) mengingatkan kembali materi-materi prasyarat, sehingga pemikiran siswa terkait dengan pengetahuan yang dikonstruk (2) menjelaskan makna pengetahuan konsep/tugas yang sedang dikonstruk, sehingga siswa mengerti apa yang akan dilakukan selanjutnya, (3) memberikan pertanyaanpertanyaan metakognisi dengan tujuan siswa dapat merancang strategi yang digunakan dalam memahami/ menyelesaikan pengetahuan konsep/tugas tersebut, dan lain sebagainya.

Dalam pembelajaran yang melibatkan scaffolding, dibutuhkan kesadaran siswa untuk melakukan hal tersebut baik secara individu maupun secara kelompok,hal ini dapat dilakukan dengan strategi metakognisi. Pemberian scaffolding dengan menggunakan pertanyaan-pertanyan metakognisi penting dilakukan agar siswa terbiasa menggunakan metakognisinya. Dengan cara itu siswa akan terbiasa memanfaatkan metakognisinya dengan jalan menanyakan diri mereka sendiri dengan pertanyaan-pertanyaan metakognisi.

Berpikir metakognisi adalah perilaku mental yang disengaja, biasa berkembang, diarahkan pada tujuan dan berorientasi ke masa depan yang digunakan untuk menyelesaikan masalah. Oleh karena itu, strategi-strategi metakognisi dapat mengarahkan proses berpikir dan perencanaan belajar. Dengan cara ini, siswa dapat membuat keputusan sendiri tentang tujuan belajarnya, pengetahuan awal yang diperlukan, waktu yang digunakan untuk belajar, dan strategi-strategi kognitif yang bisa digunakan agar ia dapat memahami pengetahuan baru.

Dengan demikian pembelajaran dimana siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuan yang dimilikinya dalam pelajaran Bahasa Indonesia memerlukan orang dewasa (yang lebih memahami pengetahuan/konsep yang dikonstruk) untuk memberikan scaffolding. Dalam penggunaannya,scaffolding termasuk pemberian kepada siswa bantuan yang lebih terstruktur pada awal pelajaran dan secara bertahap mengaktifkan tanggung jawab belajar kepada siswa untuk bekerja atas pengendalian diri sendiri.

Pemberian scaffolding oleh guru kepada siswa dalam penelitian itu dapat diwujudkan dalam bentuk mengaktifkan metakognisi siswa. Salah satu cakupan metakognisi siswa yaitu kemampuan bertanya dan menjawab pertanyaan berkaitan dengan tugas atau pengetahuan yang sedang dikonstruksi.

Pertanyaan-pertanyaan yang digunakan sebagai media scaffolding dalah menurut Kramarski dengan cara sebagai berikut:

1. Ketika siswa sementara melakukan konstruksi pengetahuan/konsep/tugas yang sifatnya top down, kemudian mengalami kesulitan, maka guru memberi scaffolding. Ketika siswa melakukan konstruksi yang salah (tidak sesuai dengan yang diharapkan), maka guru memberikan pertanyaan-pertanyaan yang mengarahkan terjadinya konflik kognitif, sehingga siswa bisa menyadari kesalahannya dan mencari lagi altenatif lain yang bisa dia lakukan.

2. Selanjutnya, contoh bentuk-bentuk pertanyaan yang diajukan oleh guru yaitu sebagai berikut:

Pertama, Tahap perencanaan:

a) pengetahuan awal apa yang membantu anda dalam tugas ini? b) petunjuk apa yang dapat anda gunakan dalam berpikir? c) apa yang pertama akan anda lakukan?

d) berapa lama anda mengerjakan tugas ini secara lengkap? Kedua, Tahap monitoring rencana tindakan:

a) bagaimana anda melakukannya?

c) bagaimana anda meneruskannya?

d) informasi apa yang penting untuk anda ingat? e) akankah anda pindah pada petunjuk lain?

f) akankah anda mengatur langkah-langkah bergantung pada kesulitan? g) apa yang perlu dilakukan jika anda tidak mengerti?

Ketiga, Tahap evaluasi rencana tindakan: a) seberapa baik anda melakukannya?

b) apakah anda memerlukan pemikiran khusus yang lebih banyak atau yang lebih sedikit dari yang anda perkirakan?

c) apakah anda dapat mengerjakan dengan cara yang berbeda?bagaimana anda dapat mengaplikasikan cara berpikir ini pada masalah yang lain? Penggunaan pertanyaan-pertanyaan metakognisi ini disampaikan oleh guru pada saat memberi scaffolding, ketika siswa mengalami hambatan untuk melanjutkan proses konstruknya. Dengan terbiasanya siswa menggunakan pertanyaan-pertanyaan metakognisi tersebut diharapkan metakognisi siswa terpakai secara optimal disetiap mengkonstruksi suatu pengetahuan/konsep/tugas pelajaran Bahasa Indonesia.

Dalam pembelajaran mata pelajaran tertentu khususnya Bahasa Indonesia, yang ditekankan pada pencapaian proses belajar mengajar di kelas adalah siswa dapat memahami bahan ajar yang diajarkan oleh guru, dan tidak ditekankan pada pencapaian hasil akhir pembelajaran saja. Dengan kata lain bahwa bagaimana kegiatan belajar itu bermakna dan siswa memahami, mengkonstruksi sendiri pengetahuan/informasi yang diperoleh, dan mampu mengaplikasikannya atas

pengetahuan yang diperolehnya. Ini dimaksudkan agar siswa tidak hanya sekedar mengingat kemudian melupakan, tapi mengetahui bagaimana proses sehingga suatu pengetahuan/konsep itu terbentuk,dan apa tujuan penggunaan pengetahuan/konsep pelajaran Bahasa Indonesia tersebut dalam permasalahan yang sesuai.

Oleh karena itu, pemahaman konsep siswa, penalaran siswa, dan bagaimana memecahkan masalah pada pelajaran bahasa Indonesia itu yang diperlu dibangun dalam proses berpikirnya. Salah satu strategi yang tepat untuk memudahkan ketercapaian proses belajar dan berpikir siswa dalam pelajaran bahasa Indonesia adalah dengan menggunakan metode scaffoldingmetakognisi. B. Kerangka Pikir

Pembelajaran keterampilan berbahasa tampaknya masih kurang mendapat perhatian yang serius meskipun guru-guru mengetahui bahwa seperti itulah pembelajaran bahasa Indonesia seharusnya dilakukan sebagai aktualisasi dari KTSP 2006. Disamping itu, metode pembelajaran yang digunakan dalam proses belajar mengajar masih relatif monoton, sehingga dapat kreativitas siswa tidak menunjukkan kemajuan yang signifikan.Jika kondisi pembelajaran dalam kelas sebagaimana uraian di atas, maka guru sebaiknya melakukan upaya untuk menggunakan metode pembelajaran yang bervariasi. Salah satu upaya yang dapat ditempuh guru adalah dengan menerapkan metode scaffoldingmetakognisi sehingga siswa dapat mengetahui bagaimana cara menyelesaikan masalah yang terdapat dalam tugas dan juga menambah kreativitas siswa. Siswa secara individu belum menguasai dengan utuh sempurna kaidah Bahasa Indonesia, namun

perkembangan fisik dan psikis mengalami perubahan dalam hal menulis paragraf argumentasi. Perilaku tersebut memengaruhi mereka dalam pembelajarannya serta cepat menyesuaikan dirinya dengan lingkungan sosialnya. Sesuai dengan kenyataan, metode scaffolding metakognisi membantu siswa untuk menjadi makhluk yang aktif dan memiliki kemampuan untukmembangun pengetahuannya sendiri. Rancangan penelitian tindakan kelas dilakukan untuk mengetahui bagaimana proses pembelajaran menulis paragraf argumentasi dilaksanakan dalam 1 kelas dengan menggunakan metode scaffolding metakognisi pada proses menetukan topik, menyusun kerangka paragraf argumentasi ,mengembangkan kerangka paragraf argumentasi tersebut, dan menyunting paragraf tersebut.

Adapun bagan kerangka pikir sebagai berikut : Bagan Kerangka Pikir

Gambar 2.1 : bagan kerangka pikir C. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan latar belakang, kajian pustaka, dan kerangka pikir di atas, hipotesis dalam penelitian ini adalah jika metode pembelajaran Scaffolding metakognisi diterapkan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia, maka kemampuan menulis paragraf argumentasi siswa kelas X.1 SMAN 1 BOLO dapat meningkat.

Pembelajaran Bahasa Indonesia SMA

Menyimak Berbicara Membaca Menulis

Paragraf Argumentasi

Evaluasi Pelaksanaan

Perencanaan

Siklus I & Siklus II

Temuan/ Hasil Analisis

BAB III

METODE PENELITIAN