• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS PARAGRAF ARGUMENTASI MELALUI METODE PEMBELAJARAN SCAFFOLDING METAKOGNISI SISWA KELAS X SMAN 1 BOLO KABUPATEN BIMA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS PARAGRAF ARGUMENTASI MELALUI METODE PEMBELAJARAN SCAFFOLDING METAKOGNISI SISWA KELAS X SMAN 1 BOLO KABUPATEN BIMA"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS PARAGRAF ARGUMENTASI MELALUI METODE PEMBELAJARAN SCAFFOLDING METAKOGNISI

SISWA KELAS X SMAN 1 BOLO KABUPATEN BIMA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra

Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar

Oleh: KASMIR 10533703812

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

(2)

ABSTRAK

Kasmir, 2017. Peningkatan Kemampuan Menulis Paragraf Argumentasi melalui Metode Pembelajaran Scaffolding Metakognisi SMA N 1 Bolo Kab. Bima. Skripsi. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. .Universitas Muhammadiyah Makassar. Di bimbing oleh Munirah dan Andi Paida.

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan menulis paragraf argumentasi melalui metode pembelajaran Scaffolding Metakognisi. Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research). Penelitian ini dilakukan melaui dua siklus, setiap siklus terdapat 4 komponen/bagian yakni : perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Jenis data dalam penelitian ini ada dua yaitu data kualitatif yang diambil melalui observasi dan data kuantitatif melalui tes. Teknik analisis data menggunakan deskriptif kualitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan menulis paragraf argumentasi melalui metode Pembelajaran Scaffolding Metakognisi siswa kelas X SMA N 1 Bolo Kab. Bima meningkat. Hal ini ditunjukan oleh (1). Aktivitas siswa meningkat ditandai dengan meningkatnya kehadiran siswa dalam pembelajaran pada siklus I sebesar 95,32 % meningkat pada siklus II menjadi 99,22 %. (2). Nilai rata-rata siswa pada siklus I sebesar 66,25 % meningkat pada siklus II menjadi 79,53 melebihi target yang ditetapkan, dan (3). Persentase pencapaian ketuntasan hasil tes siswa kelas X SMA N 1 Bolo Kab. Bima, menunjukkan peningkatan dari 45 % pada siklus I menjadi 96,25 % pada siklus II. Untuk itu penulis sarankan agar dalam kegiatan belajar mengajar menjadikan metode pembelajaran Scaffolding metakognisi sebagai suatu alternatif dalam mata pelajaran bahasa Indonesia untuk meningkatkan aktivitas dan kemampuan menulis paragraf argumentasi.

(3)

MOTO

Membuat kesalahan itu manusiawi

Tersandung adalah hal biasa

Yang paling penting bagaimana bisa belajar

dari kesalahan untuk tidak tersandung kemudian

(4)

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karya ini buat Ayahanda Abd. Haris

dan Ibunda Hartati tercinta yang senantiasa

mendokan anaknya dan rela berkorban segalanya

demi keberhasilan anaknya

Buat Keluarga besar komunitas of pecinta art KOPA...

Yang senantiasa memberikan dorongan

Dan untuk yang terkasih Nandri Sugiarti dan seluruh keluarga

besar

(5)

KATA PENGANTAR

Sebagai hamba Allah subhanahu wa taala dan pengikut Rasulullah Muhammad sallallahu alaihi wassallam yang diberikan nikmat Islam, syukur Alhamdulilah, adalah untaian yang senantiasa terucap dari lisan atas limpahan rahmat, hidayah, dan ma‟rifah-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat

merampungkan skripsi dengan judul “ Peningkatan Kemampuan Menulis Paragraf Argumentasi Melalui Metode Pembelajaran Scaffolding Metakognisi Siswa Kelas X .1 SMA Negeri 1 Bolo Kab. Bima, Salawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Rasulullah Muhammad sallallahu alaihim wassallam selaku uswatun hasanah di muka bumi ini. Penulis ucapkan terima kasih dan penghargaan pada ibunda Hartati dan Ayahanda Abd. Haris yang tak bosan-bosannya memberikan arahan, materi, dan berdo‟a demi keberhasilan penulis meraih cita-cita.

Penyusunan skripsi ini menemui banyak tantangan dan hambatan Namun, berkat bantuan, bimbingan, saran, dan dorongan dari berbagai pihak, semua itu bisa diatasi. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih dan

penghargaan, terutama penulis sampaikan kepada Dr. Munirah, M. Pd.,

selaku pembimbing 1 dan Andi Paida, S. Pd., M. Pd., pembimbing II yang telah berusaha dan bersusah payah membimbing penulis mulai dari penyusunan proposal sampai pada akhir penyusunan skripsi ini. Ucapan terima kasih penulis

sampaikan kepada Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar, Dr. Munirah M. Pd., Ketua jurusan pendidikan bahasa dan sastra Indonesi. Ucapan terima kasih pula kepada seluruh dosen dan Program Studi Bahasa Indonesia Fakultas

(6)

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN. ... i PERSETUJUAN PEMBIMBING. ... ii MOTO ... iii PERSEMBAHAN... iv ABSTRAK . ... v KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL. ... viii

DAFTAR LAMPIRAN... ix BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1 B. Rumusan Masalah ... 7 C. Tujuan Penelitian ... 7 D. Manfaat Penelitian... 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka ... 10

1. Penelitian Sebelumnya ... 10

2. Teori Pembelajaran Menulis ... 10

3. Paragraf ... 12

4. Paragraf Argumentasi ... 13

(7)

6. Pembelajaran Bahasa Indonesia dengan Metode Scaffolding Metakognisi. .... 18

7. Paragraf Argumentasi ... 26

8. Metode Pembelajaran Scaffolding Metakognisi ... 29

B. Kerangka Pikir ... 42

C. Hipotesis ... 44

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 45

B. Desain Penelitian... 45

C. Instrumen Penelitian ... 45

D. Definisi Operasional Variabel... 47

E. Populasi dan Sampel... 51

F. Teknik Pengumpulann Data... ... 52

G. Teknik Analisis Data... 53

H. Indikator Keberhasilan... 54

BAB IV PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian………... 55 B. Pembahasan...…... 83 BAB V PENUTUP A. Simpulan………... 87 B. Saran………... 88 DAFTAR PUSTAKA……….. 89 LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP

(8)

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman

Tabel 3.1 Populasi siswa SMA Negeri 1 BOLO...……...……...51

Tabel 3.2 Sampel Penelitian SMA Negeri 1 BOLO...51

Tabel 3.3 Pedoman Penilaian...……...……...54

Tabel 3.4 Daftar Penilaian Peningkatan Paragraf Argumentasi...…...……...54

Tabel 4.1 Data Hasil Observasi Sikap Siswa Siklus I………...58

Table 4.2 Daftar Penilaian Aspek “Menulis Topik”.…...………...60

Tabel 4.3 Daftar Penilaian Aspek “Menyusun Kerangka”...61

Tabel 4.4 Daftar Penilaian Aspek “Mengembangka Kerangka”...62

Table 4.5 Daftar Penilaian Aspek “Menyunting Paragraf”...63

Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Hasil Tes Kemampuan Siswa Menulis Paragraf Argumentasi.………...65

Table 4.7 Deskripsi Ketuntasan hasil tes siklus I.. ……...66

Table 4.8 Data Hasil Observasi Sikap Siswa Siklus II ………...69

Table 4.9 Daftar Penilaian Aspek “Menulis Topik”………...71

Tabel 4.10 Daftar Penilaian Aspek “Menyusun Kerangka”...72

Tabel 4.11 Daftar Penilaian Aspek “Mengembangka Kerangka”...73

Tabel 4.12 Daftar Penilaian Aspek “Menyunting Paragraf..…... 74

Tabel 4.13 Distribusi Frekuensi Hasil Tes Kemampuan Siswa Menulis Paragraf Argumentasi.………...75

Tabel 4.14 Deskripsi Ketuntasan hasil tes siklus II ...77

Tabel 4.15 Angket Siswa Siklus I & II………...78

Tabel 4.16 Gambaran Hasil Peningkatan Kemampuan Menulis Paragraf Argumentasi Pada Aspek “Menulis Topik, Menyusun Kerangka, Mengembangkan Kerangka, Menyunting Paragraf”...84

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A Persuratan ...Xii Lampiran B Kehadiran Siswa... Xiii Lampiran C RPP... Xiv Lampiran D Dokumentasi ... Xv

(10)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pada dasarnya pembelajaran keterampilan berbahasa hendaknya diorientasikan untuk berbagai keperluan komunikasi siswa dan berbagai bentuk strategi. Perspektif ini makin keras dihembuskan oleh kurikulum baru yakni Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Untuk mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, dikembangkan suatu pendekatan yang berorientasi pada suatu pemahaman bahwa belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi baik secara lisan maupun tulisan. Selanjutnya, dinyatakan bahwa pembelajaran Bahasa Indonesia dipersekolahan dalam kurikulum baru ini diarahkan untuk membangun, membina, dan meningkatkan kompetensi berbahasa siswa.

Namun, harapan tersebut tampaknya masih kurang mendapat perhatian yang serius meskipun guru-guru mengetahui bahwa seperti itulah pembelajaran Bahasa Indonesia seharusnya dilakukan sebagai aktualisasi dari KTSP 2006. Akan tetapi masih banyak guru belum berani melakukannya dengan alasan bahwa hal tersebut sulit dan tidak lazim dilakukan. Keadaan seperti inilah yang tampak mencolok dalam keseharian pembelajaran keterampilan berbahasa selama ini.

Pada dasarnya mata pelajaran Bahasa Indonesia khususnya pembelajaran keterampilan berbahasa merupakan pelajaran yang variatif dan sangat menyenangkan dipelajari. Hal itu disebabkan oleh banyaknya wahana, sarana, alat, ataupun lingkungan di sekitar yang dapat dijadikan sebagai sumber belajar. Melalui pembelajaran keterampilan berbahasa yang kreatif dan inovatif, dapat

(11)

meningkatkan motivasi belajar siswa sehingga secara tidak langsung dapat memberikan pengalaman baru kepada siswa untuk memahami, mengkaji, mengeksplorasi, dan menganalisis materi pelajarannya. Siswa memiliki banyak kesempatan untuk dapat mengungkapkan gagasan-gagasannya berdasarkan pengalaman yang diperoleh di lapangan, baik secara lisan maupun tulisan. Dengan demikian, secara tidak langsung terjadi pembelajaran lintas bidang studi antara Bahasa Indonesia dengan bidang studi yang lain.

Hal itu menunjukkan bahwa tujuan berbahasa melalui pembelajaran Bahasa Indonesia adalah untuk membina kemampuan menggunakan Bahasa Indonesia dalam menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Oleh karena itu, bahasa sebagai alat komunikasi sangat berperan dalam kehidupan manusia (Asdam, 2013). Bahasa Indonesia merupakan alat komunikasi yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Belajar bahasa juga dapat membantu untuk bisa saling berkomunikasi dan saling belajar antara satu sama lain.

Dapat mengembangkan keterampilan komunikasi verbal (1) Dapat mengembangkan perbendaharaan bentuk-bentuk ujaran (2) Dapat mengembangkan pengetahuan, kemampuan, mempengaruhi orang lain melalui bahasa (3) Dapat mengembangkan kepuasaan personal dan estetis dalam mengapresiasi bahasa. (Hambali: 2008)

Keterampilan menulis merupakan salah satu aspek keterampilan berbahasa. Pada umumnya keterampilan menulis diperoleh seseorang melalui sekolah formal. Sebagai salah satu aspek keterampilan berbahasa, keterampilan menulis harus dilatihkan sejak dini (bangku pendidikan dasar) agar siswa dapat mengungkapkan ide atau gagasan tertulisnya secara kohesif dan koherensif.

(12)

Meskipun keterampilan menulis sulit, namun peranannya dalam kehidupan manusia sangat penting. Kegiatan menulis dapat ditemukan dalam aktivitas manusia setiap hari, seperti menulis surat, laporan, buku, artikel, pidato dan sebagainya. Dapat dikatakan, bahwa kehidupan menusia hampir tidak bisa dipisahkan dengan kegiatan menulis.

Peranan menulis yang sangat tinggi sejalan dengan pendapat Tompkins, (dalam Paelori, 2005: 16) seorang ahli keterampilan berbahasa, yang menyatakan bahwa masyarakat yang tidak mampu mengekspresikan pikiran dalam bentuk tulisan, akan tertinggal jauh dari kemajuan karena kegiatan menulis dapat mendorong perkembangan intelektual seseorang sehingga mampu berpikir kritis.

Kenyataan di atas mengharuskan pembelajaran keterampilan menulis digalakkan sedini mungkin. Tidak mengherankan jika dalam kurikulum mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi, pembelajaran keterampilan menulis menjadi aspek pembelajaran bahasa Indonesia yang mendapat porsi yang cukup besar. Hal ini terlihat pada banyaknya porsi kegiatan keterampilan menulis dalam pembelajaran bahasa Indonesia.

Dewasa ini dibutuhkan pembenahan serius dalam pembelajaran keterampilan menulis. Meskipun dipahami bahwa banyak faktor yang memengaruhi ketidakmampuan siswa dalam menulis, namun diakui bahwa peranan guru sangat menentukan. Kenyataan dewasa ini adalah pembelajaran keterampilan menulis yang banyak diterapkan di sekolah adalah pendekatan tradisional yakni bagaimana mengajar siswa menulis secara langsung dengan

(13)

memberikan judul, tema, atau topik tertentu. Siswa disuruh mengembangkan kerangka dengan penekanan pada aspek hasil tulisan.

Scaffolding merupakan suatu pembelajaran dimana siswa diberi sejumlah bantuan selama tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian mengurangi bantuan tersebut dan memberikan kesempatan kepada siswa atau pelajar tersebut mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar setelah mampu mengerjakannya sendiri.

Pendekatan konstruktivistik dalam pengajaran adalah salah satu upaya agar dalam pembelajaran bahasa Indonesia, siswa sendiri yang mengkonstruksi pengetahuan yang dipelajari. Piaget merupakan salah satu tokoh konstruktivistik, berpendapat bahwa anak membangun sendiri pengetahuannya dari pengalamannya sendiri dengan lingkungan.

Karena pendekatan konstruktivistik dalam pengajaran bahasa Indonesia lebih menekankan pengajaran top-down daripada bottom-up, maka siswa sering mengalami hambatan dan berada pada daerah perkembangan terdekat atau ZPD (Zone of proximal Development). ZPD siswa terjadi bisa diakibatkan karena belum cukup informasi pengetahuan awal siswa atau karena ketidakmampuan siswa mengorganisasi informasi/pengetahuan awalnya.

Kemampuan mengorganisir informasi pengetahuan awal adalah salah satu wujud kemampuan siswa memikirkan proses berpikir mereka, yang akhirya mereka menggunakan strategi-strategi belajar yang sesuai. Kemampuan mengorganisir ini dikenal dengan istilah kemampuan metakognisi. Dengan kata lain, metakognisi berhubungan dengan pengetahuan siswa tentang cara berpikir

(14)

mereka sendiri dan kemampuan mereka menggunakan strategi-strategi belajardengan tepat dan tertentu.

Selanjutnya untuk melewati ZPD siswa, maka dibutuhkan scaffolding.

Scaffolding adalah suatu proses dimana siswa dibantu untuk memahami suatu

masalah tertentu yang melebihi perkembangan mentalnya melalui bantuan seorang guru atau orang yang memahaminya (teman sebaya atau orang dewasa). Agar proses ini tercapai, guru harus menyediakan sebanyak-banyaknya informasi yang dibutuhkan siswa untuk menyelesaikan tugasnya. Arahan yang terperinci terkait dengan perhatian siswa terlihat dari urutan aktivitas siswa adalah penting sebagai suatu bantuan yang sifatnya berangsur-angsur. Dengan scaffolding siswa bisa mengarahkan perhatiannya, rencananya, dan dapat mengendalikan aktivitasnya.

Teori belajar konstruktivisme menyebutkan pentingnya pemberian scaffolding yang tepat waktu dan dapat ditarik kembali secara bertahap setelah siswa menunjukkan keberhasilan terhadap pencapaian suatu indikator dalam aspek pembelajaran. Siswa membutuhkan scaffolding untuk menuju ketingkat perkembangan potensial (level of potential development). Implementasi scaffolding sebagai bagian dari proses belajar konstruktivisme perlu dikenali dengan baik sehingga tidak perlu berubah menjadi interferensi yang justru akan menghilangkan kesempatan belajar siswa untuk menguasai proses penyelesaian masalah.

Metode Pembelajaran yang digunakan dalam metode ini adalah scaffolding. yang sering dilakukan oleh guru kepada siswanya yaitu dalam bentuk

(15)

mencerna keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis . Namun bentuk scaffolding seperti ini tidak mengarahkan siswa untuk menemukan sendiri prinsip itu, oleh karena itu dalam penelitian ini akan diterapkan scaffolding dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan metakognisi. Lewat pertanyaan-pertanyaan ini diharapkan siswa menggunakan metakognisinya secara optimal, sehingga siswa dapat melewati ZPD-nya dengan memahami materi dan proses yang dilakukan.

Dengan cara ini diharapkan siswa dapat menemukan sendiri bentuk penyelesaian suatu soal atau masalah yang diberikan kepada mereka. Oleh karena itu, siswa harus secara aktif mengkreasi (mengkreasikan kembali) pengetahuan yang ingin dimilikinya. Tugas guru bukan lagi aktif mentransfer pengetahuan, tetapi menciptakan kondisi belajar dan merencanakan jalannya pembelajaran dengan materi yang sesuai dan representatif bagi siswa sehingga siswa memperoleh pengalaman belajar yang optimal.

Untuk melaksanakan pembelajaran yang melibatkan scaffolding

metakognisi, diperlukan perangkat yang sesuai. Pembelajaran Bahasa Indonesia yang melibatkan scaffolding metakognisi masih relatif baru bahkan jarang terdapat di Indonesia sehingga perangkat pembelajaran yang mendukung pelaksanaannya di kelas masih sangat terbatas.

Setelah melakukan wawancara dan observasi pada kelas X.1 SMAN 1 BOLO ternyata ditemukan masih banyak siswa yang nilainya belum memenuhi syarat ketuntasan maksimum (KKM) pada mata pelajaran Bahasa Indonesia yaitu 70. Dari 32 siswa, hanya 11 orang siswa saja yang memenuhi syarat ketuntasan maksimum (KKM) yang lainnya di bawah dari nilai ketuntasan maksimum. Hal in

(16)

berarti ada 67,65% siswa pada kelas X.1 SMAN 1 BOLO yang belum mencapai syarat ketuntasan maksimun dan hanya 32,35% siswa yang mencapai syarat ketuntasan maksimum. Dari data ini dapat disimpulkan bahwa pada X.1 SMAN 1 BOLO terdapat masalah pada pelajaran Bahasa Indonesia khususnya dalam menulis paragraf argummentasi.

Oleh karena itu, penulis mengadakan penelitian tentang peningkatan kemampuan menulis paragraf argumentasi melalui metode pembelajaran

scaffolding metakognisi dengan judul “Peningkatan Kemampuan Menulis

Paragraf Argumentasi melalui Metode Pembelajaran Scaffolding Metakognisi Siswa Kelas X.1 SMAN 1 BOLO”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, adapun masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah “Apakah metode pembelajaran scaffolding metakognisi dapat meningkatkan kemampuan menulis paragraf argumentasi dalam pembelajaran Bahasa Indonesia pada siswa kelas X.1 SMAN 1 BOLO”?

C. Tujuan Penelitian

Sehubungan dengan rumusan masalah tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan meningkatkan kemampuan menulis paragraf argumentasi pada siswa kelas X.1 SMAN 1 BOLO melalui metode pembelajaran scaffolding metakognisi.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik secara teorietis maupun praktis:

(17)

1. Manfaat Teoretis

Memperkaya teori-teori pembelajaran inovatif yang menggunakan media gambar guna peningkatan kualitas proses pembelajaran di kelas.

2. Manfaat Praktis 1. Bagi siswa

Dengan menggunakan perangkat pembelajaran Bahasa Indonesia yang melibatkan scaffolding metakognisi, diharapkan mampu memunculkan kesadaran siswa untuk melakukan perencanaan, pemantauan, dan evaluasi terhadap proses belajar mereka sehingga dapat lebih memahami konsep-konsep Bahasa Indonesia secara mendalam. Penggunaan perangkat pembelajaran Bahasa Indonesia yang melibatkan scaffolding metakognisi juga diharapkan mampu menarik minat siswa untuk lebih termotivasi dalam mempelajari Bahasa Indonesia sehingga dapat meningkatkan hasil belajarnya.

2. Bagi guru

Setelah penelitian ini, diharapkan guru dapat mengembangkan perangkat pembelajaran Bahasa Indonesia yang lebih baik dan dapat menerapkannya di dalam kelas. Serta diharapkan guru dapat mengembangkan kemampuan profesionalnya dalam mengajar sebagai upaya untuk mewujudkan pembelajaran yang bermakna bagi siswa.

3. Bagi sekolah

Perangkat pembelajaran yang dihasilkan dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan untuk mendapatkan pola atau strategi pembelajaran yang efektif dalam setiap proses pembelajaran. Serta diharapkan dapat menjadi

(18)

masukan untuk perbaikan pengajaran di sekolah sehingga dapat meningkatkan mutu pendidikan, khususnya mutu pendidikan Bahasa Indonesia.

(19)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Pustaka

1. Hasil penelitian yang relavan

Beberapa penelitian terdahulu yang relevan telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya diantaranya:

a. Muh. Adil (2009) Peningkatan Kemampuan Menulis Naskah Drama Melalui MetodeScaffolding Metakognisi Pada Siswa Kelas XI SMA Neg. 1 Sinjai Barat. Dalam penelitian ini Muh. Adil menyimpulkan bahwa pembelajaran Menulis naskah drama melalui metode Scaffolding metakognisi pada siswa kelas XI SMA Neg. 1 Sinjai Barat dapat berhasil dengan optimal.

b. Andi Nurwahyuni (2012)Peningkatan Kemampuan Menulis Teks Pidato Melalui Metode Pembelajaran Scaffolding Metakognisi Pada Siswa Kelas X Sma Unggulan Muhammadiyah Limbung Kabupaten Gowa Dalam penelitian ini Andi Nurwahyuni menyimpulkan bahwa metode pembelajaran scaffolding metakognisi bermanfaat dalam meningkatkan kemampuan menulis teks pidato.

c. Muh. Arfan Amir, 2014. Peningkatan Kemampuan Menulis Paragraf Argumentasi melalui Metode Pembelajaran Scaffolding Metakognisi SMA NEG. 1 MARE KABUPATEN BONE. Dalam penelitian ini Muh. Arfan Amir juga menyimpulkan bahwa Metode Pembelajaran Scaffolding

(20)

Metakognisi dapat meningkatkan aktivitas dan kemampuan menulis paragraf argumentasi.

2. Pengertian Metode Scaffolding

Scaffolding merupakan suatu pembelajaran dimana siswa diberi sejumlah

bantuan selama tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian mengurangi bantuan tersebut dan memberikan kesempatan kepada siswa atau pelajar tersebut mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar setelah mampu mengerjakannya sendiri (Gasong, 2007).

Munurut Brunner (dalam Isabella, 2007) scaffolding sebagai suatu proses dimana seorang siswa dibantu menuntaskan masalah tertentu melalui kapasitas perkembangannya melalui bantuan seorang guru atau orang lain yang memiliki kemampuan lebih.

Dari defenisi yang telah dijelaskan di atas dapat disimpulkan bahwa

scaffolding merupakan bantuan, dukungan (support) kepada siswa dari orang yang

lebih dewasa atau lebih kompeten khususnya guru yang memungkinkan penggunaan fungsi kognitif yang lebih tinggi dan memungkinkan berkembangnya kempampuan belajar sehingga terdapat tingkat penguasaan materi yang lebih tinggi yang ditunjukan dengan adanya penyelesaian soal-soal yang lebih rumit.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menentukan metode scaffolding pembelajaran yang akan digunakan.

a. Tujuan pembelajaran

Tujuan pembelajaran adalah pernyataan tentang hasil pembelajaran apa yang diharapkan.

(21)

b. Karakteristik Siswa

Karakteristik siswa berhubungan dengan aspek-aspek yang melekat pada diri siswa seperti motivasi, minat, bakat, kemampuan awal gaya belajar kepribadian dansebagainya. Karakteristik siswa yang amat kompleks tersebut harus juga dijadikan pijakan dasar dalam menentukan metode pembelajaran yang akan digunakan. Tanpa mempertimbangkan karakteristik siswa tersebut maka penerapan metode pembelajaran. Tentunya tidak bisa mencapai hasil belajar secara maksimal.

3. Hakikat Menulis

Hakikat menulis menurut S. Takala (dalam Munirah, 2007: 1) yaitu menulis atau mengarang adalah suatu proses menyusun, mencatat, dan mengkomunikasikan makna ganda, bersifat interaktif, dan diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu dengan menggunakan suatu sistem tanda konvensional yang dapat dilihat (dibaca).

Bahasa tulis sangat diperlukan sebagai penyampaian isi pesan kepada orang lain dalam betuk tulisan. Oleh sebab itu, tulisan harus dapat dipahami oleh pembaca. Dengan demikian, penulis harus memiliki pula pengetahuan dan keterampilan dalam menggunakan bahasa tulis. Agar tulisan tersebut dapat dipahami pembaca, penulis juga harus menguasai bahasa pembaca sebagaimana yang diharapkan.

Hal itu menunjukkan bahwa menulis merupakan kegiatan yang sangat rumit dan kompleks. Oleh sebab itu, penulis hendaknya mengungkapkan gagasannya dengan jelas. Dengan kata lain, dia harus menggunakan bahasa

(22)

dengan tepat, dan siapa pembaca yang dituju. Disamping itu, penulis harus memiliki keterampilan memilih dan menata gagasan sehingga pesan yang disampaikan mudah dipahami oleh para pembaca. Hal itu diperlukan karena kegiatan menulis merupakan bentuk kegiatan komunikasi secara tidak langsung. Sebaliknya, dalam komunikasi tidak langsung digunakan bahasa yang benar-benar efektif agar mudah dipahami oleh orang lain.

Sejalan dengan pendapat tersebut, Syafi‟ie (2001: 45) mengemukakan bahwa untuk menghasilkan tulisan yang baik, penulis harus memiliki kemampuan khusus ke arah itu. Dia terlebih dulu harus (a) mengetahui masalah yang akan ditulis, (b) memahami kondisi pembaca, (c) menyusun perencanaan penilaian, (d) menggunakan bahasa, (e) memulai tulisan, dan (f) memeriksa tulisan.

Tulisan akan menjadi efektif jika pertama-tama penulis memiliki objek yang akan dikemukakan. Bila objek telah ditentukan, penulis harus memikirkan dan utamanya secara jelas dan rinci serta memilih dan menggunakan bahasa secara cermat untuk diungkapkannya.

Setiap kali anak-anak menulis, periode penemuan terjadi dan mereka mendapatkan pengetahuan baru tentang menulis, membaca dan berpikir selain pemaknaan yang lebih baik tentang diri sendiri. Anak-anak tidak tumbuh menjadi penulis melalui kemajuan linear, karena menulis bersifat berulang-ulang(rekursif). Syafi‟ie (2001: 35) telah menegaskan bahwa secara garis besar ada tiga tahapan dalam proses menulis, yaitu persiapan (prewriting), penulisan (composing), dan revisi (revision).

(23)

4. Tujuan Pengajaran Keterampilan Menulis

Salah satu aspek pengajaran keterampilan berbahasa adalah keterampilan menulis. Menulis berkaitan erat dengan tujuan pengajaran Bahasa Indonesia itu sendiri dan meliputi tiga aspek yaitu. (1) tujuan pengajaran yang berkaitan dengan pembinaan sikap positif terhadap Bahasa Indoneia, (2) tujuan pengajaran yang berkaitan dengan pembinaan pengetahuan tentang segi, makna, dan fungsi Bahasa Indonesia, serta (3) tujuan pengajaran yang berkaitan dengan pembinaan kemampuan penggunaan Bahasa Indonesia.

Hal itu berarti bahwa membina siswa mampu atau terampil didalam menggunakan Bahasa Indonesia dengan baik dan benar dalam berbagai peristiwa komunikasi, karena menulis meningkatkan pembelajaran. Sehubungan dengan ini,Arikunto (1998: 27) menyatakan bahwa kemampuan menulis yang merupakan keterampilan berbahasa produktif lisan melibatkan aspek penggunaan ejaan, kemampuan penggunaan diksi kosakata, kemampuan penggunaan kalimat penggunaan jenis komposisi (gaya penulisan , penentuan ide, pengolahan ide, danpengorganisasian ide). Kesemua aspek itulah yang diukur dalam kemampuan menulis. Demikian pula, Syafi‟ie (2001: 56) menyatakan bahwa tujuan pengajaran keterampilan menulis berkaitan erat dengan penggunaan bahasa dalam komunikasi tulis.

Hugo Hartig (dalam Munirah, 2007: 6), merangkum tujuan penulisan sebagai berikut;

(24)

Pada tujuan ini, sebenarnya penulis menulis sesuatu karena ditugasi. Misalnya siswa di tugasi merangkum, membuat laporan, dan sebagainya; 2. Tujuan altruistik. Penulis bertujuan menyenangkan, menghindarkan

kedukaan, ingin menolong para pembaca memahami, menghargai perasaan, ingin membuat hidup para pembaca lebih mudah dan lebih menyenangkan;

3. Tujuan persuasif. Penulis bertujuan menyakinkan para pembaca akan kebenaran yang diutarakan;

4. Tujuan penerangan. Penulis bertujuan memberikan informasi atau keterangan/penerangan kepada pembaca;

5. Tujuan pernyataan diri. Penulis bertujuan memperkenalkan atau menyatakan diri kepada pembaca melalui tulisannya, pembaca dapat memahami sang penulis;

6. Tujuan kreatif. Penulis bertujuan agar para pembaca dapat memiliki nilai artistik atau nilai kesenian. Penulis tidak hanya memberikan informasi, tetapi pembaca terharu tentang hal yang dibacanya;

7. Tujuan pemecahan masalah. Dalam tulisan ini, penulis berusaha memcahkan suatu masalah yang dihadapi. Penulis berusaha memberikan kejelasan kepada para pembaca tentang cara pemecahan suatu masalah. 5. Rambu-Rambu Pembelajaran Menulis

Pada dasarnya, belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi. Pembelajaran Bahasa Indonesia diberikan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi dan berekspresi secara lisan maupun tulisan. Pembelajaran Bahasa

(25)

Indonesia yang disajikan mencakup komponen kebahasaan, pemahaman, serta penggunaan untuk disajikan kembali secara terpadu. Sebaliknya, guru dapat memusatkan perhatiannya pada salah satu komponen dalam pembelajaran.

Pembagian waktu serta penentuan satu fokus komponen dalam satu pertemuan atau seluruh waktunya untuk satu komponen dapat diatur sendiri oleh guru sekolah. Pembelajaran kebahasaan ditujukan untuk meningkatan kemampuan siswa dalam pemahaman dan penggunaan bahasa. Melalui penelitian ini kiranya dapat dioptimalisasikan upaya peningkatan kemampuan menulis paragraf argumentasi dalam pembelajaran Bahasa Indonesia siswa kelas X.1 SMAN 1 BOLO , dengan memperhatikan prinsip-prinsip pengajaran secara urut, mulai dari yang mudah sampai yang sukar, dekat ke jauh, sederhana ke rumit, yang diketahui ke yang tidak diketahui, dan yang konkret ke yang abstrak.

Sasaran pembelajaran Bahasa Indonesia tidak lain untuk mempertajam kepekaan perasaan siswa. Siswa dapat mampu menyikapi informasi yang disampaikan, baik secara langsung maupun secara terselubung melalui peningkatan empat aspek keterampilan berhahasa yaitu, menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Dalam hal itu, siswa akan banyak berlatih tentang bagaimana meningkatkan keterampilan menulis khususnya menulis paragraf argumentasi. Hubungan serta realisasi yang dapat diwujudnyatakan adalah mendengar-menulis,berdiskusi-menulis, bercakap-cakap-menulis, dan membaca-menulis, memerankan-membaca-menulis, atau melaporkan-membahas, atau membahas-menulis.

(26)

Kegiatan pembelajaran tersebut selain untuk peningkatan keterampilan berbahasa juga kemampuan berpikir, bernalar, dan kemampuan memperluas wawasan. Konteks atau tema yang digunakan untuk pengembangan dan perluasan perbendaharaan kata siswa serta pemersatu kegiatan bahasa. Hal itu bertujuan agar pembelajaran bahasa dapat berlangsung dalam suasana kebahasaan yang wajar. Guru dapat memilih metode yang dianggap tepat, sesuai dengan tujuan, materi, dan keadaan siswa sehingga metode pengajaran tidak disajikan secara khusus dalam GBPP. Kegiatan untuk tugas yang beragam baik perorangan, pasangan, kelompok, ataupun keseluruhan kelas dapat dilakukan di dalam ataupun di luar kelas. Buku sumber berupa buku pelajaran wajib, buku pelengkap suplemen. Selain itu, ada pula kamus, dan ensikiopedia, juga media cetak, surat kabar, dan rnajalah serta media elektronik seperti radio, taperecorder, video. televisi, dan kaset. Lingkungan yang ada seperti lingkungan alam, sosial, dan budaya.

Untuk memproduksi suatu hasil penulisan yang baik dapat dilakukan dengan menciptakan kembali separuh dan apa yang dibuat siswa maupun penulis profesional. Dikatakannya bahwa proses menulis tidak bersifat linear tetapi rekursif. Penulis melewati proses menulis sekali atau beberapa kali dan memberikan penekanan pada tahap-tahap yang berbeda dalam setiap jalur penulisannya. Aspek kognitif kepribadian penulis yang singkron dengan pengalaman serta hakikatnya memberikan suatu „support‟ untuk melaksanakantugas menulis walaupun proses menulis itu sangat beragam bentuknya. Guru dalam proses belajar mengajar hendaknya memberikan banyak kesempatan kepada para siswanyà untuk menggambarkan topik yang akan

(27)

ditulisnya sesuai tahapan proses menulis. Sehubungan dengan hal tersebut, Hidayat, dkk (1990: 15) mengatakan bahwa:

Proses menulis merupakan cara mengamati pelajaran menulis, di manapenekanan diubah dan produk akhir siswa menjadi apa yang dipikirkan siswa dan apa yang mereka lakukan saat menulis. Ada lima tahap yakni (1) tahap pramenulis, (2) tahap drafting, (3) tahap merevisi, (4) tahap mengedit, dam (5) tahap mempublikasikan. Tahapan ini terjadi secara berulang kali saatsiswa menulis. Kelima tahap di atas dapat diimplementasikan sebagai berikut: (1) Tahap pra-menulis difokuskan pada penulisan prediksi yang diawali dengan kegiatan motivasi, pembangkitan skemata dan pembacaan dalam hati wacana yang diberikan guru serta dibuatkan pemaparan tentang wacana tersebut. (2) Tahap penulisan perevisikan, prediksi, pengeditan ejaan, tanda baca didahului dengan kegiatan memahami teks wacana lengkap dan diakhiridengan kegiatan penyalinan kembali ringkasan yang sudah dilengkapi,direvisi, dan diedit. Pada tahap pemublikasian difokuskan pada sharingberpasangan dan menginterpretasikan naskah yang sudah siap untuk dipublikasikan.

6. Paragraf

a. Pengertian Paragraf

Paragraf disebut juaga alinea. Kata paragraf diserap kedalam Bahasa Indonesia dari kata Inggris paragraf, sedangkan kata alinea dari Bahasa Belanda dengan ejaan yang sama. Kata Belanda itu sendiri berasal dari kata latin alinea yang berarti “mulai dari baris yang baru”. Kata Inggris paragraf terbentuk dari kata Yunani “para” yang berarti “sebelum” dan “grafein” yang berarti “menulis atau menggores”. Semula kata itu hanyalah kata untuk tanda. Ketika itu, paragraf atau alinea tidak terpisah-pisahkan seperti sekarang tetapi sambung menyambung menjadi satu. Pada sambir didepan, baris pertamanya ditempatkan tanda sebagai ciri awal paragraf (Munirah, 2015:24).

Paragraf adalah sekelompok kalimat yang berkembang secara logis satu subjek. Namun, setiapa bahasa memiliki pola logis yang berbeda. Dengan kata

(28)

lain, Bahasa Arab memiliki pola logis berbeda dari Spanyol. Sebaliknya, adalah logis untuk seorang penulis Inggris untuk mengembangkan subjek secara langsung. Penulis Inggris biasanya dimulai dengan subjek yang tepat, mengembangkan subjek langsung dengan contoh-contoh dan fakta, dan berahir dengan kalimat meringkas. Oleh karena itu, dalam Bahasa Inggris, pengembangan logis adalah pengembangan langsung (Munirah, 2015:24).

Selanjutnya, Rooks (Munirah, 2015:25) mengungkapkan bahwa paragraf adalah sekelompok kalimat yang logis mengembangkan satu subjek, karena setiap kalimat dalam paragraf adalah tentang subjek umum yang sama, setiap kalimat harus terhubung erat dengan kalimat sebelum dan kalimat sesudahnya. Untuk membuat koneksi ketat dalam paragraf anda, gunakana terus konetor dan konektor transisi. Setiap paragraf harus melanjutkan dan konektor transisi.

b. Unsur-Unsur Paragraf

Paragraf merupakan rangakaian kalimat atau seperangkat kalimat yang bertalian secara padu dan kesatuan eskpresi yang digunakan oleh pengarang yang berfungsi untuk menyatakan atau menyampaikan gagasan kepada pembaca. Untuk memudahkan pembaca dalam menerima informasi yang disampaikan oleh penulis, sebuah paragraf harus disusun secara baik, logis dan sistematis. Adapun hal yang perlu diperhatikan untuk membangun sebuah paragraf adalah sebagai berikut

(29)

Transisi adalah kata-kata atau kalimat yang digunakan sebagai penghubung kalimat satu dengan yang lain. Dengan kata lain, transisi berfungsi sebagai penunjang koherensi atau kepaduan antar paragraf dalam suatu karangan.

b. Kalimat Topik

Kalimat Topik adalah kalimat dalam sebuah paragraf yang di dalamnya mengandung ide atau gagasan pokok, dalam Bahasa Indonesia sering ditemukan istilah-istilah seperti pikiran utama, gagasan utama, gagasan pokok, tema paragraf, pokok pikiran dan banyak lagi istilah yang digunakan dalam paragraf. Semua ini mengandung makna yang sama dan merupakan inti masalah yang terkandung dalam paragraf.

c. Kalimat Pengembang

Kalimat pengembang adalah semua kalimat selain kalimat topik yang berfungsi untuk menerangkan kalimat topik. Kalimat pengembang disebut juga kalimat penjelas, paragraf yang baik dapat dikatakan semua kalimat yang terdapat dalam suatu paragraph merupakan kalimat pengembang. Pengembangan kalimat topik bersifat kronologis dan sering berhubungan tentang benda atau waktu.

d. Kalimat Penegas

Kalimat penegas juga berfungsi sebagai penggulanagan atau penengasan kembali pikiran utama. Kalimat penegas juga berfungsi sebagai daya tarik pembaca atau selingan untuk menghindari kejenuhan dalam membaca. Pada dasarnya kalimat penegas merupakan kalimat utama dalam sebuah paragraph yang diulang dengan redaksi berbeda. Penulisan kalimat penegas dalam paragraph tidak

(30)

mutlak, boleh ada dan boleh tidak bila penulis tidak membutuhkan untuk kejelasan informasi.

c. Syarat-Syarat Menulis Paragraf

Paragraf yang baik menuntut adanya syarat-syarat berikut ini, syarat-syarat yang dapat ditempuh bila anda akan menulis paragraf persuasif (Munirah, 2015:46).

a. Kesatuan

Tiap paragraf hanya mengandung satu gagasan pokok/satu gagasan utama. Keduanya menampak pada gagasan utama dan gagasan penjelas. Dengan kata lain, uraian-uraian dalam sebuah paragraf diikat oleh satu gagasan pokok yang menjadi satu kesatuan. Jadi semua kalimat yang terdapat dalam sebuah paragraf harus terfokus pada gagasan pokok/satu gagasan utama.

b. Kepaduan

Setiap paragraf haruslah merupakan kumpulan kalimat yang saling berhubungan secara padu, tidak berdiri sendiri atau terlepas satu sama lain. Dengan kata lain susunannya harus sistematis, logis, dan mudah dipahami. Kepaduan itu dapat dicapai jika kalimat-kalimat tersebut terangkai secara baik,misalnya dengan menggunakan sarana pengait kalimat dalam paragraf berupa pemakaian kata kunci, pemakaian kata ganti tertentu dan pemakaian kata-katatransisi

(31)

Dikatakan lengkap jika berisi kalimat-kalimat penjelas yang cukup untuk menunjang kejelasan kalimat topik. Dikatakan tidak lengkap, jika tidak dikembangkan atau hanya diperluas dengan pengulangan-pengulangan.

Contoh:

Masalah kelautan yang dihadapi dewasa ini ialah tidak adanya peminat atau penggemar jenis binatang laut seperti halnya peminat atau penggemar penghuni darat atau burung-burung yang indah. Tidak adanya penyediaan dana untuk melindungi ketam kenari, kima, atau tiram mutiara sebagaimana halnya untuk panda dan harimau. Jenis makluk laut tertentu tiba-tiba punah sebelum manusia sempat melindunginya. Tiram raksasa dikawasan Indonesia bagian Barat kebanyakan sudah punah.

d. Jenis-Jenis Paragraf

Berikut akan diuraikan beberapa istilah dari Paragraf yaitu. Paragraf adalah suatu bagian dari bab pada sebuah karya ilmiah yang mana cara penulisannya harus dimulai dengan baris baru. Paragraf dikenal juga dengan nama lain alinea. Paragraf dibuat dengan membuat kata pertama pada baris pertama masuk ke dalam (geser ke sebelah kanan) beberapa ketukan atau spasi. Demikian pula dengan paragraf berikutnya mengikuti penyajian seperti paragraf pertama.

Paragraf adalah bagian dari sebuah tulisan yang berisi kumpulan kalimat. Paragraf merupakan istilah lain dari alinea. Tetapi orang-orang menyebut istilah kumpulan kalimat tersebut dengan kata paragraf dan ada yang menyebutnya dengan kata istilah. Dalam kenyataan paragraf terdiri dari beberapa kalimat dan kadang pula hanya terdiri dari satu kalimat atau jumlah kalimat dalam suatu

(32)

tulisan tidak menjadi ukuran dalam penyebutan paragraf, dan yang terpenting kesatuan gagasan yang diungkapkan dalam kalimat tersebut. Oleh karena itu, paragraf dapat diberikan pengertian sebagai suatu bentuk pengungkapan gagasan yang terjalin dalam rangkaian berberapa kalimat.

Ada paragraf yang memberi keterangan terhadap sesuatu hal, atau mengembangkan sebuah gagasan sehingga menjadi konkret. Suatu paragraph berusaha untuk meyakinkan agar pembaca sependapat dengan pengarang. Berikut ini akan dijelaskan pengertian dari masing-masing paragraf.

a. Paragraf Narasi

Paragraf narasi adalah suatu bentuk wacana yang sasaran utamanya adalah tindak-tanduk yang dijalin dan dirangkaikan menjadi sebuah peristiwa yang terjadi dalam satu kesatuan waktu, atau dengan kata lain, narasi adalah suatu bentuk wacana yang berusaha menggambarkan dengan sejelas-jelasnya kepada pembaca suatu peristiwa yang telah terjadi. Pada prinsipnya paragraf narasi adalah jenis paragraf yang menyajikan serangkaian peristiwa atau kejadian yang biasanya disusun menurut suatu kesatuan waktu. Paragraf narasi menguraikan atau menceritakan sesuatu yang dimaksud dari hal yang sekecil-kecilnya sampai yang sebesar-besarnya (dari hal yang terdahulu sampai hal yang terakhir).

b. Paragraf Deskripsi

Lukisan dalam paragraf deskripsi harus diusahakan sedemikian rupa agar pembaca seolah-olah dapat merasakan sendiri suasana yang diceritakan oleh penulis sehingga pembaca atau pendengar secara tidak sadar hanyut oleh isi

(33)

paragraf tersebut. Misalnya, suatu kampung yang begitu damai, tentram dan saling menolong dapat dilukiskan dalam paragraf deskripsi.

Dari itulah paragraf deskripsi adalah paragraf yang bersifat melukiskan dan menggambarkan kesan pancaindera dengan teliti dan sehidup-hidupnya agar pembaca seolah-olah dapat mendengar, merasa, dan menikmatinya. Ciri-ciri paragraf deskripsi adalah sebagai berikut:

a) Menggambarkan atau melukiskan sesuatu.

b) Penggambaran tersebut dilakukan sejelas-jelasnya dengan melibatkan kesan indera.

c) Membuat pembaca atau pendengar merasakan sendiri atau mengalami sendiri.Pola pengembangan paragraf deskripsi:

d) Paragraf Deskripsi Spasial, paragraf ini menggambarkan objek khusus ruangan, benda atau tempat.

e) Paragraf Deskripsi Subjektif, paragraf ini menggambarkan objek seperti tafsiran atau kesan perasaan penulis.

Paragraf Deskripsi Objektif, paragraf ini menggambarkan objek dengan apa adanya atau sebenarnya.

Contoh deskripsi berupa fakta:

Hampir semua pelosok Mentawai indah. Di empat kecamatan masih terdapat hutan yang masih perawan. Hutan ini menyimpan ratusan jenis flora dan fauna. Hutan Mentawai juga menyimpan anggrek aneka jenis dan fauna yang hanya terdapat di Mentawai. Siamang Kerdil, Lutung Mentawai dan Beruk

(34)

Simakobu adalah contoh primata yang menarik untuk bahan penelitian dan objek wisata.

Contoh deskripsi berupa fiksi:

Salju tipis melapis rumput, putih berkilau diseling warna jingga; bayang matahari senja yang memantul. Angin awal musim dingin bertiup menggigilkan, mempermainkan daun-daun sisa musim gugur dan menderaikan bulu-bulu burung berwarna kuning kecoklatan yang sedang meloncat-loncat dari satu ranting ke ranting yang lain.

c. Paragraf Eksposisi

Eksposisi adalah paragraf yang berusaha memberikan informasi ataupenjelasan pada pembaca dengan cara mengembangkan gagasan sehingga menjadi luas dan mudah dipahami oleh pembaca. Salah satu bentuk paragraf eksposisi ialah menguraikan tentang suatu proses. Misalnya proses terjadinya surat kabar atau bagaimana cara kerja otak kita maka baik sekali kita proses dalam beberapa langkah uraian proses tersebut.

Dalam hal ini yang disingkap dalam paragraf eksposisi adalah buah pikiran atau ide, pendapat yang akan diungkapkan, dengan demikian paragraf eksposisi biasanya menerangkan suatu yang berhubungan dengan proses atau prosedur suatu aktivitas. Pada saat menulis paragraf eksposisi ada beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu mendaftarkan topik yang menarik untuk dikembangkan, menyusun kerangka paragraf untuk mengembangkan pokok pikiran.

(35)

d. Paragraf Persuasif

Paragraf persuasif adalah salah satu jenis paragraf atau tulisan yang

bertujuan untuk mempengaruhi pembaca. Oleh karena itu, sebuah tulisan persuasif memerlukan data sebagai penunjang. Data yang digunakan dalam tulisan atau paragraf persuasif lebih baik berupa fakta. Dalam tulisan persuasif biasanya menggunakan kalimat-kalimat yang sifatnya mengajak atau mempengaruhi pembaca agar bersikap atau melakukan sesuatu.

e. Paragraf Argumentasi

Paragraf argumentasi bertujuan untuk meyakinkan pembaca agar pembaca mau mengubah pandangan dan keyakinannya kemudian mengikuti pandangan dan keyakinan penulis. Keberhasilan sebuah paragraf argumentasi ditentukan oleh adanya pernyataan/pendapat penulis, keseluruhan data, fakta, atau alasan alasan yang secara langsung dapat mendukung pendapat penulis. Keberadaan data, fakta, dan alasan sangat mutlak dalam paragraf argumentasi. Bukti-bukti ini dapat berupa benda-benda konkret, angka statistik, dan rasionalisasi penalaran penulis.

7. Paragraf Argumentasi

a. Pengertian Paragraf Argumentasi

Kata-kata argumentative adalah kata-kata yang berarti alasan. Jadi, paragraf atau karangan argumentative adalah suatu karangan yang memberikan alasa kuat dan meyakinkan. Karangan argumentasi adalah jenis paragraf yang mengungkapkan ide, gagasan, atau pendapat penulis dengan disertai bukti dan fakta (benar-benar terjadi). Tujuannya adalah agar pembaca yakin bahwa ide, gagasan, atau pendapat tersebut adalah benar dan terbukti.

(36)

Dalam argumentative, penulis menyampaikan pendapat yang disertai penjelasan dan alasan yang kuat dengan maksud agar pembaca bisa terpengaruh. Lanjut dalam berargumentasi, kita boleh mempertahankan pendapat, tetapi juga harus mempertimbangkan pendapat orang lain yang berbeda dengan pendapat kita. Penalaran yang sehat dan didukung oleh penggunaan bahasa yang baik dan efektif sangat menunjang sebuah karangan argumentative. Paragraf argumentasi adalah paragraf yang berisi ide/gagasan dengan diikuti alasan yang kuat untuk meyakinkan pembaca.

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam membuat karangan argumentasi sebagai berikut (Munirah, 2015:173):

a) Berpikir sehat, kritis, dan logis.

b) Mencari, mengumpulkan, memilih fakta yang sesuai dengan tujuan dan topk, serta mampu merangkaikan untuk membuktikan keyakinan atau pendapat. c) Menjauhkan emosi dan unsur subjektif.

d) Menggunakan bahasa secara baik dan benar, evektif, dan tidak menimbulkan salah penasiran.

Dasar karangan argumentasi adalah berpikir kritis dan logis. Oleh karena itu, harus berdasarkan pada fakta-fakta yang dapat dipertanggungjawabkan. Fakta-fakta tersebut dapat diperoleh dengan berbagai cara, antara lain:

a) Bahan bacaan (buku, majalah, surat kabar, atau internet); b) Wawancara atau angket;

(37)

Paragraf argumentatisi dapat dikembangkan dengan pola penalaran sebab akibat, yakni menyampaikan terlebih dahulu sebab-sebabnya dan diakhiri dengan dengan pernyataan sebagai akibat dari sebab tersebut. Dalam penggunaannya, penalaran sebab akibat dapat disajikan menjadi akibat sebab. Artinya, menyampaikan terlebih dahulu akibatnya, kemudian dicari sebab-sebabnya. Agar lebih mudah, anda dapat menulis paragraf argumentasi dengan langkah-langkah sebagai berikut :

1) Daftarkan topic-topik pendapat yang dapat dikembangkan. 2) Susunlah kerangka paragraf yang akan dibuat.

3) Kembangkan kerangka tersebut menjadi paragraf.

4) Anda dapat menggunakan kata penghubung antar kalimat (oleh karena itu, dengan demikian, oleh sebab itu, dan lain-lain).

Tahapan menulis argumentasi, sebagai berikut (Munirah, 2015:174): a) Menentukan tema atau topic permasalahan,

b) Merumuskan tujuan penulisan,

c) Mengumpulkan data atau bahan berupa bukti-bukti, fakta, atau pernyataan yang mendukung,

d) Menyusun kerangka karangan, dan

e) Mengembangkan kerangka menjadi karangan. b. Ciri-ciri Paragraf Argumentasi

Ciri-ciri paragraf argumentasi adalah (Munirah, 2015:175): 1. Bersifat non fisik/ilmiah

(38)

2. Bertuuan meyakinkan orang lain bahwa apa yang dikemukakan merupakan kebenaran

3. Dilengkapi bukti-bukti berupa data, tabel, gambar dll 4. Menjelaskan pendapat agar pembaca yakin

5. Memerlukan fakta untuk pembuktian berupa gambar/grafik, dan lain-lain 6. Menggali sumber ide dari pengamatan, pengalaman dan penelitian 7. Ditutup dengan kesimpulan.

c. Bentuk Karangan Argumentasi a. Artikel

b. Tajuk Rencana c. Kritik atau Esai

d. Contoh Paragraf Argumentasi

Meskipun kebiasaan merokok dapat membahayakan kesehatan, pemerintah tetap selalu berharap dari produk tersebut. Hal ini tidak dapat dipungkiri karena penerimaan negara dari cukai rokok dapat mencapai lebih dari Rp 25 Triliun. Berdasarkan kenyataan tersebut, dapat diungkapkan bahwa kebiasaan merokok memang merugikan kesehatan, tetapi menghentikan kebiasaan merokok dapat mengurangi pendapatan negara.

8. Metode Pembelajaran Scaffolding Metakognisi a. Pengertian Scaffolding

Scaffolding merupakan suatu proses yang digunakan orang dewasa atau

orang yang lebih memahami untuk menuntun anak-anak melalui daerah perkembangan terdekatnya (ZPD-nya). Istilah scaffolding ini ditemukan oleh

(39)

seorang ahli psikologi perkembangan-kognitif masa kini, Jerome Bruner, yakni scaffolding merupakan jembatan pada daerah ZPD yang membantu siswa dalam menyelesaikan tugas.

Maksud dari ZPD adalah menitikberatkan pada interaksi sosial yang akan memudahkan perkembangan siswa. Ketika siswa mengerjakan pekerjaannya di sekolah sendiri, perkembangan mereka kemungkinan akan berjalan lambat. Untuk memaksimalkan perkembangan, siswa seharusnya bekerja dengan teman yang lebih terampil yang dapat memimpin secara sistematis dalam memecahkan masalah yang lebih kompleks. Melalui perubahan yang berturut-turut dalam berbicara dan bersikap, siswa mendiskusikan pengertian barunya dengan temannya kemudian mencocokkan dan mendalami kemudian menggunakannya.

Tugas dalam zona perkembangan terdekat adalah tugas yang tidak dapat dilakukan sendiri oleh anak, tetapi dia akan membutuhkan bantuan dari teman sebaya, orang dewasa atau orang yang lebih memahami. Tugas-tugas dalam zona ini belum dipelajari oleh seorang anak tetapi dapat dipelajari jika diberi waktu yang sesuai. Untuk melewati ZPD siswa, maka dibutuhkan

Scaffolding.

Dalam dunia pendidikan, istilah Scaffolding merupakan pengembangan dari teori belajar konstruksivisme modern.Scaffolding pertama kali disebut sebagai istilah dalam dunia pendidikan oleh Vygotsky (1846). Dalam pembelajaran Bahasa Indonesia, scaffolding mengambil peran yang sangat penting disetiap aspek menuju pada pencapaian tahap perkembangan kognitif siswa.

(40)

Melalui scaffolding siswa bisa mengarahkan perhatiannya, rencananya, dan dapat mengendalikan aktivitasnya. Siswa memerlukan bantuan ketika berada pada Daerah Perkembangan Terdekat (Zone of Proximal Development (ZPD). ZPD adalah daerah antara tingkat kemampuan aktualsiswa yang ditentukan sebagai batas atas kemandirian siswa memecahkan masalah tanpa bantuan dari orang lain dan tingkat kemampuan potensial yang ditentukan sebagai batas bawah kemandirian siswa memecahkan masalah setelah mendapat bantuan dari orang lain.

Scaffolding merupakan pemberian sejumlah bantuan kepada siswa selama tahap-tahap awal pembelajaran, kemudian mengurangi bantuan dan memberikan kesempatan untuk mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar setelah ia dapat melakukannya. Scaffolding merupakan bantuan yang diberikan kepada siswa untuk belajar dan memecahkan masalah. Bantuan tersebut dapat berupa petunjuk, dorongan, peringatan, menguraikan masalah ke dalam langkah-langkah pemecahan, memberikan contoh, dan tindakan-tindakan lain yang memungkinkan siswa itu belajar mandiri.

Scaffolding dapat terjadi dimana saja tempat lingkungan siswa.Scaffolding dapat dilakukan oleh orang dewasa (adult/care giver/parent/teachers), atau orang yang lebih dahulu tahu (knowledgeable person/siblings) atau teman sebaya (peer).

b. Pengertian Metakognisi

Metakognisi adalah kesadaran berpikir seseorang tentang proses berpikinya sendiri. Sedangkan kesadaran berpikir adalah kesadaran seseorang tentang apa yang diketahui dan apa yang akan dilakukan. Metakognisi merupakan

(41)

suatu istilah yang diperkenalkan oleh Flavell pada tahun 1976 menyatakan bahwa metakognisi adalah pengetahuan (knowledge)dan regulasi (regulation) pada suatu aktivitas kognitif seseorang dalam proses belajarnya.

Metakognisi adalah pengetahuan tentang kognisi, secara umum sama dengan kesadaran dan pengetahuan tentang kognisi diri seseorang. Karena itu dapat dikatakan bahwa metakognisi merupakan kesadaran tentang apa yang diketahui dan apa yang tidak diketahui. Sedang strategi metakognisi merujuk kepada cara untuk meningkatkan kesadaran mengenai proses berpikir dan pembelajaran yang berlaku sehingga bila kesadaran ini terwujud, maka seseorang dapat mengawal pikirannya dengan merancang, memantau dan menilai apa yang dipelajarinya.

Dari berbagai definisi metakognisi yang dikemukakan beberapa ahli pakar diatas, maka dirumuskan pengertian metakognisi yang digunakan dalam penelitian ini adalah kesadaran seorang siswa untuk mampu mengetahui potensi dirinya dan kemudian berusaha terampil dalam merencanakan, monitoring, dan mengevaluasi berbagai pengetahuan yang didapatkannya.

Strategi-strategi metakognisi merupakan kesadaran tentang proses berpikir seseorang. Dinamakan kesadaran karena dengan strategi-strategi ini, siswa secara sadar memberikan pertanyaan-pertanyaan kepada dirinya sendiri dan sekaligus menjawab pertanyaan-pertanyaan itu. Strategi-strategi metakognisi dapat mengarahkan perencanaan belajar, proses berpikir dan strategi-strategi kognitif. Disisi lain, pengetahuan awal berbentuk fakta, konsep, dan generalisasi yang diketahui siswa. Ketiga isi pengetahuan ini dipelajari melalui proses observasi dan

(42)

inferensi terhadap lingkungan. Proses-proses ini memberikan pengalaman kepada siswa baik pengalaman yang berwujud keterampilan intelektual maupun keterampilan dalam menggunakan strategi-strategi kognitif. Dengan demikian, pada dasarnya pengetahuan awal merupakan hasil belajar yang telah dipelajari dimasa lalu. Strategi-strategi metakognisi mengarahkan strategi-strategi kognitif siswa dalam mempelajari isi pengetahuan.

Bagian umum yang utama pengajaran metakognisi adalah melatih siswa bekerja dalam kelompok kecil dan dapat merumuskan tujuan sendiri danmenjawab rangkaian pertanyaan-pertanyaan metakognisi. Pertanyaan pertanyaan yang berfokus pada:

a. Memahami masalah (seperti, "apa masalah dari semua itu?")

b. Membangun hubungan antara pengetahuan sebelumnya dengan yang baru (seperti, "apa persamaan dan perbedaan antara masalah yang sekarang dengan masalah yang telah dipecahkan? dan kenapa?"). c. Menggunakan strategi yang tepat untuk memecahkan masalah (seperti,

strategi/taktik/prinsip apa yang tepat digunakan untuk memecahkan masalah ini dan kenapa?).

Strategi metakognisi adalah seseorang mengatur perilakunya sendiri dalam memperhatikan, belajar, mengingat dan berpikir, tidaklah dipelajari dalam sekali jadi, melainkan melalui perbaikan dalam jangka waktu yang relatif lama. Pendapat ini menunjukkan bahwa pengajaran strategi kognisi tidak cukup hanya dengan penyampaian secara verbal saja, melainkan harus terus dilatihkan dalam

(43)

menghadapi tugas-tugas kognisi, seperti mengkonstruk pengetahuan dan pemecahan masalah.

Uraian diatas menunjukkan suatu cara yang efektif untuk mengatur kondisi yang cocok dalam mempelajari strategi kognisi, namun siswa tetap perlu diberikan kesempatan untuk menerapkan strategi-strategi tersebut dan barangkali memperbaikinya, dengan cara menghadapkannya pada berbagai situasi pemecahan masalah dan konstruk pengetahuan. Jadi, pengajaran pengetahuan dan keterampilan metakognisi secara integratif kedalam materi bahan ajar Bahasa Indonesia merupakan cara yang paling efektif. Dengan demikian, pemberian pengajaran pelatihan metakognisi siswa dalam pembelajaran dapat mengoptimalkan kemampuan metakognisi siswa. Sedangkan cara-cara mengimplementasikan strategi metakognisi dalam pembelajaran Bahasa Indonesia adalah sebagai berikut:

Memilih strategi dengan beberapa pertanyaan metakognisi yang sesuai dengan pengetahuan Bahasa Indonesia yang akan dikonstruk (misal, memahami suatu konsep):

a. Mendeskripsikan dan menyusun pertanyaan tersebut paling sedikit 3 kali;

b. Mengecek pemahaman siswa dan memastikan mereka mehamami pertanyaan-pertanyaan metakognisi tersebut dan bagaimana menggunakannya;

c. Menyediakan kesempatan yang cukup bagi siswa untuk mempraktekkan strategi tersebut;

(44)

d. Menyediakan waktu untuk mengoreksi umpan balik dan menyusun kembali pertanyaan-pertanyaan tersebut sesuai kebutuhan;

e. Menyediakan lembaran petunjuk bagi siswa untuk memulai sendiri menggunakan pertanyaan-pertanyaan tersebut;

f. Memberi penguatan bagi siswa yang mampu menggunakan pertanyaan-pertanyaan tersebut secara tepat. Secara implisit, digunakan pertanyaan-pertanyaan tersebut ketika melakukan korespondensi (mengkomunikasikan) keterampilan Bahasa Indonesia dalam kelas.

Selanjutnya salah satu bentuk strategi kognisi yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu kemampuan seseorang dalam bertanya dan menjawabbeberapa tipe pertanyaan berkaitan dengan tugas yang dihadapi. Pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah sebagai berikut:

a. Apa yang saya ketahui tentang materi, topik, atau masalah ini? b. Tahukah saya apa yang dibutuhkan untuk mengetahuinya?

c. Tahukah saya dimana dapat memperoleh informasi atau pengetahuan? d. Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mempelajarinya?

e. Strategi-strategi atau taktik-taktik apa yang dapat digunakan untuk mempelajarinya?

f. Dapatkah saya pahami dengan hanya mendengar, membaca, atau melihat?

(45)

h. Bagaimana saya dapat membuat sedikit kesalahan jika saya mengerjakansesuatu?

c. Pembelajaran Bahasa Indonesia dengan Metode Scaffolding Metakognisi

Perubahan paradigma pembelajaran dari pandangan mengajar kepandangan belajar atau pembelajaran yang berpusat pada guru kepembelajaran yang berpusat pada guru dan siswa membawa konsekuensi perubahan yang mendasar dalam proses pembelajaran di kelas. Perubahan tersebut menuntut agar guru tidak lagi sebagai sumber informasi, melainkan sebagai teman belajar. Siswa dipandang sebagai makhluk yang aktif dan memiliki kemampuan untuk membangun pengetahuannya sendiri.

Pembelajaran bahasa Indonesia dengan menerapkan paradigma barutersebut sesuai dengan pembelajaran dengan pendekatan konstruktivistik yangmemiliki ciri khusus dalam proses pembelajaran yaitu penekanan kepada siswaharus menemukan dan mengkonstruk sendiri. Siswa yang harus mentransformasikan informasi yang kompleks, mengorganisasi informasi-informasi itu, dan merevisinya sesuai kebutuhan. Pada saat mentrasformasikan,bisa secara individu atau secara berkelompok.

Piaget (dalam Confrey, 1990:79) memberikan kunci dasar dalam pengajarannya di mana ia menunjukkan bahwa seorang anak bisa memahami suatu gagasan matematis atau ilmiah dengan cara yang agak berbeda dari yang dipahami oleh orang dewasa yang ahli atau berpengalaman dengan gagasan itu.Hal ini terjadi karena gagasan anak juga memiliki bentuk argumen yang

(46)

berbeda, dibangun dari materi yang berbeda, dan didasarkan pada pengalaman yang berbeda pula. Secara kualitatif, gagasan anak bisa berbeda dalam arti bahwa gagasan tersebut hanyalah sebuah altenatif bagi anak, gagasan itu bisa jadi sangat menyenangkan, dan tidak akan diganti dengan gagasan atau model lainnya karena yakin bahwa gagasan tersebut pasti memerankan tujuan tertentu. Sebelum anak mengubah keyakinan itu, mereka harus dibujuk bahwa gagasan tersebut tidak efektif lagi atau altenatif lain lebih baik.

Sering kali kita dianggap bahwa siswa sebagai seorang individu yang tidak bisa apa-apa, yang perlu kita bentuk pemahamannya terhadap pelajaran Bahasa Indonesia sedemikian rupa sehingga tercapai tujuan yang diharapkan. Padahal, sesungguhnya siswa juga telah memiliki ide-ide tentang pelajaran Bahasa Indonesia. Tentu saja, ide yang dimiliki oleh siswa akan berbeda dengan gagasan kebahasaan yang dimiliki oleh guru. Jika guru cenderung mengungkapkan ide kebahasaannya melalui kaidah Bahasa Indonesia, maka siswa biasanya akan lebih sederhana daripada itu, biasanya mereka melakukannya melalui suatu pengungkapan bahasa lisan. Contoh dari ide-ide pelajaran Bahasa Indonesia yang bisa muncul dari seorang siswa adalah pada materi menulis paragraf, siswa dapat membuat paragraf naratif, deskripsi, eksposisi, maupun paragraf argumentasi,pada aspek membaca , siswa dapat memahami wacana tulis melalui kegiatan membaca ekstensif, membaca intensif, membaca nyaring, membaca memindai dan membaca cepat.

Dalam pembelajaran siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuan yang dimilikinya, dibutuhkan kesadaran siswa untuk melakukan hal tersebut baik

(47)

secara individu maupun secara kelompok. Dengan demikin guru diharapkan hanya menjadi fasilitator dalam pembelajaran. Kemudian sistem pemberian materi yang digunakan yaitu top down.Top-Down berarti bahwa siswa mulai dengan masalah-masalah yang kompleks untuk dipecahkan dan selanjutnya memecahkan atau menemukan (dengan bantuan guru) keterampilan-keterampilan dasar yang diperlukan.

Apabila dalam pemberian materi digunakan sistem top-down, maka siswa sering mengalami hambatan dan berada pada daerah perkembangan terdekat atau ZPD (Zone of proximal Development). Pada daerah ini siswa memerlukan bantuan dari guru atau orang yang lebih memahami. Dalam proses tersebut, siswa mempelajari keterampilan-keterampilan dasar yang diperlukan untuk memecahkan masalah kompleks dengan bantuan guru atau teman sebaya yang lebih memahami. Bantuan yang diperoleh siswa dari guru atau teman sebaya yang lebih memahami telah kita kenal dengan istilah scaffolding yang dapat mendorong siswa untuk mengarahkan proses kognitifnya.

Ada beberapa cara yang dapat dilakukan dalam pemberian scaffolding oleh guru kepada siswa diantaranya: (1) mengingatkan kembali materi-materi prasyarat, sehingga pemikiran siswa terkait dengan pengetahuan yang dikonstruk (2) menjelaskan makna pengetahuan konsep/tugas yang sedang dikonstruk, sehingga siswa mengerti apa yang akan dilakukan selanjutnya, (3) memberikan pertanyaanpertanyaan metakognisi dengan tujuan siswa dapat merancang strategi yang digunakan dalam memahami/ menyelesaikan pengetahuan konsep/tugas tersebut, dan lain sebagainya.

(48)

Dalam pembelajaran yang melibatkan scaffolding, dibutuhkan kesadaran siswa untuk melakukan hal tersebut baik secara individu maupun secara kelompok,hal ini dapat dilakukan dengan strategi metakognisi. Pemberian scaffolding dengan menggunakan pertanyaan-pertanyan metakognisi penting dilakukan agar siswa terbiasa menggunakan metakognisinya. Dengan cara itu siswa akan terbiasa memanfaatkan metakognisinya dengan jalan menanyakan diri mereka sendiri dengan pertanyaan-pertanyaan metakognisi.

Berpikir metakognisi adalah perilaku mental yang disengaja, biasa berkembang, diarahkan pada tujuan dan berorientasi ke masa depan yang digunakan untuk menyelesaikan masalah. Oleh karena itu, strategi-strategi metakognisi dapat mengarahkan proses berpikir dan perencanaan belajar. Dengan cara ini, siswa dapat membuat keputusan sendiri tentang tujuan belajarnya, pengetahuan awal yang diperlukan, waktu yang digunakan untuk belajar, dan strategi-strategi kognitif yang bisa digunakan agar ia dapat memahami pengetahuan baru.

Dengan demikian pembelajaran dimana siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuan yang dimilikinya dalam pelajaran Bahasa Indonesia memerlukan orang dewasa (yang lebih memahami pengetahuan/konsep yang dikonstruk) untuk memberikan scaffolding. Dalam penggunaannya,scaffolding termasuk pemberian kepada siswa bantuan yang lebih terstruktur pada awal pelajaran dan secara bertahap mengaktifkan tanggung jawab belajar kepada siswa untuk bekerja atas pengendalian diri sendiri.

(49)

Pemberian scaffolding oleh guru kepada siswa dalam penelitian itu dapat diwujudkan dalam bentuk mengaktifkan metakognisi siswa. Salah satu cakupan metakognisi siswa yaitu kemampuan bertanya dan menjawab pertanyaan berkaitan dengan tugas atau pengetahuan yang sedang dikonstruksi.

Pertanyaan-pertanyaan yang digunakan sebagai media scaffolding dalah menurut Kramarski dengan cara sebagai berikut:

1. Ketika siswa sementara melakukan konstruksi pengetahuan/konsep/tugas yang sifatnya top down, kemudian mengalami kesulitan, maka guru memberi scaffolding. Ketika siswa melakukan konstruksi yang salah (tidak sesuai dengan yang diharapkan), maka guru memberikan pertanyaan-pertanyaan yang mengarahkan terjadinya konflik kognitif, sehingga siswa bisa menyadari kesalahannya dan mencari lagi altenatif lain yang bisa dia lakukan.

2. Selanjutnya, contoh bentuk-bentuk pertanyaan yang diajukan oleh guru yaitu sebagai berikut:

Pertama, Tahap perencanaan:

a) pengetahuan awal apa yang membantu anda dalam tugas ini? b) petunjuk apa yang dapat anda gunakan dalam berpikir? c) apa yang pertama akan anda lakukan?

d) berapa lama anda mengerjakan tugas ini secara lengkap? Kedua, Tahap monitoring rencana tindakan:

a) bagaimana anda melakukannya?

(50)

c) bagaimana anda meneruskannya?

d) informasi apa yang penting untuk anda ingat? e) akankah anda pindah pada petunjuk lain?

f) akankah anda mengatur langkah-langkah bergantung pada kesulitan? g) apa yang perlu dilakukan jika anda tidak mengerti?

Ketiga, Tahap evaluasi rencana tindakan: a) seberapa baik anda melakukannya?

b) apakah anda memerlukan pemikiran khusus yang lebih banyak atau yang lebih sedikit dari yang anda perkirakan?

c) apakah anda dapat mengerjakan dengan cara yang berbeda?bagaimana anda dapat mengaplikasikan cara berpikir ini pada masalah yang lain? Penggunaan pertanyaan-pertanyaan metakognisi ini disampaikan oleh guru pada saat memberi scaffolding, ketika siswa mengalami hambatan untuk melanjutkan proses konstruknya. Dengan terbiasanya siswa menggunakan pertanyaan-pertanyaan metakognisi tersebut diharapkan metakognisi siswa terpakai secara optimal disetiap mengkonstruksi suatu pengetahuan/konsep/tugas pelajaran Bahasa Indonesia.

Dalam pembelajaran mata pelajaran tertentu khususnya Bahasa Indonesia, yang ditekankan pada pencapaian proses belajar mengajar di kelas adalah siswa dapat memahami bahan ajar yang diajarkan oleh guru, dan tidak ditekankan pada pencapaian hasil akhir pembelajaran saja. Dengan kata lain bahwa bagaimana kegiatan belajar itu bermakna dan siswa memahami, mengkonstruksi sendiri pengetahuan/informasi yang diperoleh, dan mampu mengaplikasikannya atas

(51)

pengetahuan yang diperolehnya. Ini dimaksudkan agar siswa tidak hanya sekedar mengingat kemudian melupakan, tapi mengetahui bagaimana proses sehingga suatu pengetahuan/konsep itu terbentuk,dan apa tujuan penggunaan pengetahuan/konsep pelajaran Bahasa Indonesia tersebut dalam permasalahan yang sesuai.

Oleh karena itu, pemahaman konsep siswa, penalaran siswa, dan bagaimana memecahkan masalah pada pelajaran bahasa Indonesia itu yang diperlu dibangun dalam proses berpikirnya. Salah satu strategi yang tepat untuk memudahkan ketercapaian proses belajar dan berpikir siswa dalam pelajaran bahasa Indonesia adalah dengan menggunakan metode scaffoldingmetakognisi. B. Kerangka Pikir

Pembelajaran keterampilan berbahasa tampaknya masih kurang mendapat perhatian yang serius meskipun guru-guru mengetahui bahwa seperti itulah pembelajaran bahasa Indonesia seharusnya dilakukan sebagai aktualisasi dari KTSP 2006. Disamping itu, metode pembelajaran yang digunakan dalam proses belajar mengajar masih relatif monoton, sehingga dapat kreativitas siswa tidak menunjukkan kemajuan yang signifikan.Jika kondisi pembelajaran dalam kelas sebagaimana uraian di atas, maka guru sebaiknya melakukan upaya untuk menggunakan metode pembelajaran yang bervariasi. Salah satu upaya yang dapat ditempuh guru adalah dengan menerapkan metode scaffoldingmetakognisi sehingga siswa dapat mengetahui bagaimana cara menyelesaikan masalah yang terdapat dalam tugas dan juga menambah kreativitas siswa. Siswa secara individu belum menguasai dengan utuh sempurna kaidah Bahasa Indonesia, namun

Gambar

Gambar 2.1 : bagan kerangka pikir  C. Hipotesis Tindakan
Gambar 3.1 : Skema penelitian tindakan kelas  (Suharsimi Arikunto 2010:16)
Tabel 3.2 Sampel Penelitian SMAN 1 BOLO
Tabel 3.4 : Aspek Kemampun Menulis Paragraf Argumentasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkatnya, penulis dapat menyelesaikan Proyek Akhir ini tepat waktu dengan judul “Perancangan Buku Mengen ai Budaya Ziarah

Tabel 4.4 Analisis hubungan self efficacy dengan tingkat kecemasan menghadapi OSCE pada mahasiswa D3 keperawatan semester 4 FIKES

piranti pengendali beban arus searah adalah seperti yang ditunjukkan pada

Jadi dapat disimpulkan bahwa manajemen sarana pendidikan adalah suatu proses penataan yang bersangkutan dengan pengadaan, pendayagunaan, pengelolaan semua fasilitas yang

Input dari responden kemudian terformulasikan dalam tiga strategi yang terkait dengan: Peningkatan kualitas komunikasi, jejaring dan profesionalisme di sektor kepariwisataan,

Malah amalan pemberian mahar dan hantaran merupakan amalan yang tidak dapat dielakkan daripada kalangan masyarakat Islam, sedikit sebanyak telah dipengaruhi oleh

Dari hasil simulasi yang telah dibuat, dapat dikatakan bahwa Generator induksi tereksitasi sendiri ( Self-Excited Induction Generator /SEIG) mampu beroperasi dengan

Penggunaan ekstrak akar Derris elliptica sebenarnya dapat dilakukan penelitian lebih lanjut dengan mencoba mengaplikasikannya sebagai bioinsektisida di sawah untuk