• Tidak ada hasil yang ditemukan

Best Practices: Sebuah Manajemen Ide

Dalam dokumen manajemen pemerintahan ipem4431 (Halaman 36-42)

kualitas aparatur: reorientasi aparat menuju public servant serta masih kurangnya ketepatan dan kecepatan dalam memberikan pelayanan terhadap publik. Sesungguhnya ada berbagai peluang yang bisa dimanfaatkan, antara lain penerapan otonomi daerah dengan titik berat di kabupaten/kota, percepatan pembangunan di berbagai sektor yang didukung oleh semakin mantapnya struktur perekonomian serta kebudayaan daerah; dorongan yang kuat dari pemerintah pusat.

http://www.balipost.co.id/BaliPostcetak/2006/8/1/o3.htm, 25 Juni 2007.

Best Practices: Sebuah Manajemen Ide

Pendahuluan

Percepatan pelaksanaan tata pemerintahan daerah di era otonomi daerah memerlukan banyak kreativitas, salah satunya melalui konsep best practices. Bagaimana konsep itu sebenarnya dan perkembangannya saat ini dipaparkan pada artikel ini.

Best Practices: Sebuah Manajemen Ide

Konsep best practices merupakan konsep yang sangat menarik. Di dalam Wikipedia disebutkan bahwa best practices adalah sebuah manajemen ide yang meliputi teknik, metode, proses, aktivitas, insentif atau penghargaan, yang keseluruhannya lebih efektif menghasilkan outcome yang lebih baik dibanding teknik, metode, proses yang lain. Ide tersebut dengan proses yang tepat, cek dan uji coba dapat menghasilkan outcome dengan sejumlah tantangan dan komplikasi yang tidak terduga.

Konsep best practices telah banyak digunakan dan berkembang di dunia bisnis, misalnya manajemen risiko, penetapan milestone, prosedur uji coba, manajemen penggunaan lahan dan perencanaan fisik. Best practice juga banyak digunakan dalam dunia industri seperti pembangunan perangkat lunak, konstruksi dan transportasi. Di bidang pembangunan, di mana termasuk di dalamnya termasuk administrasi pemerintahan, best practices merupakan sebuah proses pembangunan yang berulang (iterative), di mana kemajuan yang telah diperoleh dalam suatu tahapan, membantu memfokuskan diri untuk menuju tahapan pembangunan selanjutnya. Best practices membantu pelaku pembangunan memastikan bahwa tahap yang telah dilalui benar-benar berhasil dilaksanakan dengan baik sebelum memasuki tahap pembangunan selanjutnya.

Di bidang pemerintahan daerah di Indonesia, konsep ini merebak sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah yang dimulai secara resmi tahun 1999 dengan diberlakukannya UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian direvisi dan diganti dengan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Pada saat konsep otonomi daerah digulirkan, sebagian pemerintah daerah telah cukup mampu mengelola wewenang yang diberikan pemerintah pusat tersebut. Namun sebagian yang lain masih harus meraba dan memerlukan pendampingan yang intensif.

Keputusan yang diambil Pemerintah Indonesia untuk melaksanakan desentralisasi disambut sangat baik oleh dunia internasional. Dukungan tersebut diwujudkan dengan banyaknya perhatian dunia internasional dalam bentuk pendampingan bagi pemerintah daerah. Salah satu tujuannya adalah meningkatkan kapasitas pemerintah daerah agar dapat menyelenggarakan tata pemerintahan dengan baik. Dalam catatan YIPD tidak kurang dari 35 program dari berbagai lembaga donor di tahun 2000 yang secara aktif ikut mendukung peningkatan kapasitas pemerintahan daerah.

Dalam setiap pendampingan tersebut, pemerintah daerah didorong melakukan upaya kreatif dalam pelaksanaan tata pemerintahan daerah. Upaya kreatif ini merupakan hasil dari sebuah proses, yang kemudian terbukti menghasilkan sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya. Upaya inilah yang kemudian diidentifikasi dan disebarluaskan melalui berbagai media, dibahas dalam berbagai forum baik formal

maupun informal. Upaya kreatif inilah yang kemudian dikenal dan disosialisasikan dengan istilah best practices.

Ketika sebuah upaya dalam rangka pelaksanaan tata pemerintahan yang baik disematkan atau disandang oleh sebuah program pembangunan, maka label tersebut bukanlah label yang akan melekat selamanya. Proseslah yang kemudian menjadi penentu apakah masih menjadi best practices atau kah hanya sebuah program biasa yang tidak memiliki kelebihan apapun. Proses inilah yang kemudian menjadi siklus best practices.

Kondisi di atas, memperlihatkan sebuah best practices harus tetap melalui tahap evaluasi untuk mengukur sejauh mana kemajuan atau kemunduran yang dicapai, mengetahui tantangan yang dihadapi baik kendala dan kebutuhan pengembangan. Selanjutnya perencanaan perbaikan harus disusun sebagai wujud dari komitmen untuk selalu menghasilkan yang lebih baik dari yang telah ada sebelumnya. Sebuah perencanaan sebaik apapun tidak akan pernah menghasilkan sebuah produk bila tanpa pelaksanaan atau implementasi yang juga baik. Bila semua tahapan pelaksanaan telah dilalui, kembali dilakukan pengukuran untuk mengetahui hasil yang dicapai. Baik atau buruk, berhasil atau tidak berhasil. Bila berhasil tentunya akan tetap menjadi best practices atau best practices baru dengan penekanan proses pada penyelesaian tantangan yang berhasil dilalui. Namun tidak berhasil pun tetap menjadi sebuah catatan penting pembelajaran. Keduanya baik berhasil maupun tidak berhasil akan melalui proses selanjutnya yang juga sama. Terus menerus dan berulang-ulang.

Proses berulang ini di dalam konteks pembangunan daerah, tentunya berhubungan dengan makin meningkat dan berkembangnya program pembangunan tersebut. Bahkan bila terdapat cetak biru suatu program yang jelas, proses ini membantu mengidentifikasi pencapaian pada setiap tahap, sebelum melanjutkan pada tahap berikutnya. Proses berulang tersebut tentunya harus didukung dengan pendokumentasian best practices yang baik. Pendokumentasian yang baik akan mencatat setiap perencanaan, setiap langkah pelaksanaan, setiap kendala, setiap kebutuhan perbaikan, dan akhirnya setiap hasil sekecil apapun baik positif maupun negatif. Pendokumentasian juga harus mencatat teknik dan metode apa yang digunakan, strategi pencapaian yang digunakan, atau bahkan skenario dibalik sebuah

program. Tujuan pendokumentasi yang lain adalah agar pihak lain dapat mengambil pembelajaran dari setiap best practices yang ada. Untuk itulah diperlukan format yang sistematis dalam pendokumentasian best practices.

Best Practices dan Pengakuan

Ketika awal disosialisasikan istilah best practices pada bidang pembangunan daerah, bahkan hingga saat ini, masih terjadi perdebatan dalam penggunaan istilah tersebut. Beberapa pihak mempertanyakan mengapa best practices, mengapa tidak good practices atau lesson learned?

Pertanyaan tersebut sebenarnya merefleksikan adanya suatu kebutuhan akan pengakuan dari sebuah best practices. Setiap pemerintah daerah dalam hal ini selaku pelaksana pembangunan di daerah, tentu dapat mengklaim program apapun yang dilaksanakan di daerahnya sebagai best practices sebagai sebuah indikator keberhasilan pelaksanaan pembangunan. Namun keberhasilan atau best practices itu harus melalui sebuah pembuktian dan pengakuan dari pihak lain. Pembuktian akan lebih obyektif bila dilakukan oleh pihak lain. Pihak yang menilai pun selayaknya memiliki kriteria penilaian atau pembuktian yang dapat dipertanggungjawabkan sehingga mendapat pengakuan yang lebih luas dari pihak lain.

Di Indonesia saat ini, program best practices pertama kali disosialisasikan secara aktif melalui asosiasi pemerintah daerah. Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI – saat ini berubah menjadi Badan Kerja sama Kabupaten Seluruh Indonesia - BKKSI), Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI) merupakan dua asosiasi pemerintah daerah yang memperoleh pendampingan dalam pelaksanaan program best practices. Salah satu kegiatan dalam program best practices mereka adalah mengumpulkan dokumentasi best practices dari kabupaten/kota anggotanya. Dalam hal ini mereka berperan sebagai pihak yang mengevaluasi dan memberikan pengakuan dalam bentuk publikasi dokumentasi best practices.

Selain asosiasi pemda, beberapa lembaga non pemerintah juga melakukan publikasi best practices dari daerah yang didampinginya atau daerah yang memang sepengetahuannya memiliki praktek yang sangat baik. Beberapa lembaga donor pun

melakukan hal yang sama, baik khusus untuk program yang didanainya atau untuk mengidentifikasi lebih jauh best practices di suatu daerah tertentu. Tentunya semua pihak memiliki kepentingan yang berbeda dalam hal ini, namun yang pasti kesemuanya menghasilkan dokumentasi best practices dan menyebarluaskannya.

Bentuk pengakuan yang lain secara lebih formal dan luas diberikan melalui sebuah kompetisi. Sebuah kompetisi memberikan cukup bukti tentunya berdasarkan hasil penelitian pemberian label best practices kepada suatu daerah sehubungan dengan pelaksanaan suatu program. Tanpa sebuah pengakuan dari pihak lain secara obyektif, agak sulit bagi masyarakat menerima best practices yang dilansir oleh suatu pemerintah daerah, khususnya bila masyarakat tidak merasakan dampak perbaikan yang berarti.

Kompetisi Best Practices

Kompetisi best practices di Indonesia, tentunya berkembang seiring perjalanan desentralisasi atau otonomi daerah. Kompetisi best practice yang ada memiliki beragam latar belakang dan memiliki beragam tujuan, namun secara umum dilatarbelakangi oleh pelaksanaan otonomi daerah, dengan tujuan mempercepat pelaksanaan tata pemerintahan yang baik lebih merata.

Pelaksanaan otonomi daerah membawa imbas negatif merupakan sebuah fakta yang tidak dapat ditolak, namun berbagai keberhasilan pun tidak seharusnya ditampik untuk mendapat pengakuan yang baik. Demikian salah satu latar belakang Otonomi Award yang diselenggarakan oleh Jawa Pos Institute Pro Otonomi (JPIP). JPIP telah melakukan pemantauan perkembangan pelaksanaan otonomi daerah khususnya di Jawa Timur sejak tahun 2003 dan masih berlangsung hingga kini.

Otonomi award yang diselenggarakan oleh JPIP merupakan salah satu kompetisi best practices di Indonesia. Selain JPIP, Komite Pengawasan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) juga melakukan hal yang sama, namun memiliki konsentrasi yang berbeda. JPIP berkonsentrasi pada peningkatan pelayanan publik, sedangkan KPPOD memantau pelaksanaan otonomi daerah yang terkait dengan aktivitas perekonomian. KPPOD memberikan penghargaan kepada pemerintah daerah yang memiliki peringkat

investasi terbaik. Dengan penghargaan itu, diharapkan tiap-tiap daerah dapat terangsang untuk menciptakan iklim investasi yang lebih baik di daerahnya.

Kompetisi best practices tersebut mendapat pengakuan sebagai salah satu upaya mendorong percepatan pelaksanaan tata pemerintahan daerah yang baik. Pemeringkatan dari kompetisi tersebut juga merupakan sebuah prestasi dan indikator keberhasilan pembangunan bagi pemerintah daerah yang bersangkutan.

Kompetisi yang telah berlangsung saat ini, pasti akan diikuti oleh beberapa kompetisi lain untuk memperluas dan memperbanyak identifikasi upaya kreatif pemda dan mendorong pemda melakukan inisiatif-inisiatif kreatif terbaik dalam melaksanakan tata pemerintahan daerahnya dengan baik.

Potensi Best Practices

Sebuah best practices akan terus bergulir sebagai sebuah proses perbaikan yang terus menerus. Begitu pula halnya dengan kebutuhan pembelajaran dari setiap best practices tersebut. Pembelajaran yang salah satunya mungkin berujung pada replikasi atau transfer juga merupakan sebuah proses. Replikasi di sini bukanlah replikasi sebuah produk melainkan replikasi sebuah proses. Dan transfer di sini bukanlah sekedar transfer ide, pengetahuan, namun juga teknik, metodologi dan manajemen di mana keseluruhannya membentuk sebuah proses.

Dalam pelaksanaan tata pemerintahan daerah di Indonesia, setelah masa sosialisasi best practices, yang kemudian dilanjutkan dengan pendokumentasian best practices, saat ini pelaksana pemerintahan daerah didorong melakukan replikasi best practices.

Dengan replikasi diharapkan terjadi reformasi pelaksanaan tata pemerintahan daerah yang baik lebih meluas. Akselerasi yang terjadi dari proses replikasi ini juga tidak semahal bila melakukan perubahan yang dimulai dari nol. Kemungkinan sukses replikasi pun lebih besar ketimbang melakukan sebuah inisiatif tanpa referensi sama sekali.

Serupa dengan sebuah best practices dalam pelaksanaan tata pemerintahan yang baik, replikasi pun sebenarnya merupakan potensi best practices yang lain.

Penekanannya adalah pada proses replikasi tersebut. Melakukan replikasi juga membutuhkan upaya tersendiri, walaupun tahapan pelaksanaan suatu ide atau program telah terpapar dengan sistematis dan jelas, namun pelaksanaan di lapangan di mana terdapat perbedaan-perbedaan mungkin budaya, ekonomi, lingkungan atau faktor lainnya menjadikan daerah yang melakukan replikasi harus kreatif dan inovatif melakukan adaptasi. Proses adaptasi tersebut pun patut di dokumentasi dan dihargai sebagai sebuah best practices.

Iterative dan Berlanjut

Begitu banyak dan beragamnya upaya-upaya mendorong pelaksanaan tata pemerintahan daerah yang baik dan pasti akan terus berkembang seiring dengan perkembangan pelaksanaan tata pemerintahan yang baik itu sendiri.

Upaya-upaya kreatif tersebut merupakan sebuah upaya berulang (iterative), dinamis, inovatif, terus berlanjut, bertahap, dan menghasilkan perbaikan yang nyata. Tujuan akhirnya tidak lain adalah tercapainya kesejahteraan masyarakat melalui pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah.

Upaya kreatif tersebut terus harus didorong, diberikan iklim yang kondusif, di berbagai level yang berbeda. Upaya memberikan iklim kondusif itu pun memerlukan kreativitas tinggi sehingga mampu menjangkau dan mendorong semua pemerintah daerah di republik tercinta ini.

Dalam dokumen manajemen pemerintahan ipem4431 (Halaman 36-42)

Dokumen terkait