• Tidak ada hasil yang ditemukan

Publik dan Hak Pelayanan Profesional Oleh Wayan Gede Suacana

Dalam dokumen manajemen pemerintahan ipem4431 (Halaman 33-36)

{latihan 2 }

Publik dan Hak Pelayanan Profesional

Oleh Wayan Gede Suacana

Komitmen melakukan sistem pelayanan publik yang lebih profesional dan reformis sudah sering kali disampaikan oleh pejabat daerah. Pasalnya, memberikan pelayanan yang profesional bukan saja menjadi kewajiban aparatur pemerintah tetapi menjadi hak masyarakat. Aparat pemerintah diminta bersikap lebih profesional. Sebagai sebuah pendekatan, reformasi administrasi publik masih terus mengalami perkembangan. Artinya, definisinya bisa berbeda-beda dari kurun waktu yang satu ke kurun waktu yang lain. Namun, secara umum dapat dipahami reformasi administrasi publik sebagai segala bentuk perubahan yang direncanakan oleh pemerintah untuk mengoptimalkan kinerja dalam sistem administrasi pelayanan publik.

Ruang lingkup reformasi administrasi publik, menurut Pramusinto (1994), mencakup keseluruhan penyempurnaan organisasi publik dalam skala makro, baik menyangkut aspek formal maupun kultural. Aspek formal meliputi: perbaikan tatanan organisasi, metode, kinerja, struktur organisasi, prosedur, kualitas aparat, administrasi keuangan, administrasi perbekalan, administrasi statistik, administrasi

perubahan-perubahan negara, serta penelitian dan pengembangan organisasi. Sedangkan aspek kultural meliputi antara lain: reorientasi aparat, dan peningkatan kualitas pelayanan.

Pelayanan publik yang direformasi menjadi kunci sangat menentukan untuk tetap menjamin keberhasilan akselerasi pembangunan. Seperti dikatakan oleh Caiden (1982) bahwa pada dasarnya tidak ada satu negara pun yang memiliki sistem administrasi publik yang sempurna. Selalu saja perubahan kondisi memberikan ruang gerak dan kesempatan bagi sebuah sistem administrasi untuk melakukan perubahan-perubahan dalam rangka perbaikan.

Penerapan Unit Pelayanan Terpadu (UPT) di beberapa kabupaten/kota di Bali seyogianya didukung oleh komitmen dan motivasi kerja aparat yang tinggi, ketersediaan prasarana dan sarana, adanya pembagian tugas dan pendelegasian wewenang serta koordinasi dan pengawasan kerja antara atasan dan bawahan.

UPT pola satu atap lebih merupakan unit pelayanan publik yang memerlukan perizinan. Sebagai langkah awal, jenis perizinan pada UPT tersebut meliputi KTP, IMB, HO, SIUP, izin lokasi, sertifikat tanah, pelayanan catatan sipil dan surat izin tempat usaha (SITU). Dengan menerapkan sistem ini diharapkan akan dapat mengubah pola pembiayaan secara lebih efisien serta memungkinkan untuk meningkatkan produktivitas kinerja birokrasi. Namun, beberapa kelemahan yang masih sering menjadi kendala adalah keterbatasan kualitas aparatur: reorientasi aparat menuju public servant serta masih kurangnya ketepatan dan kecepatan dalam memberikan pelayanan terhadap publik.

Sesungguhnya ada berbagai peluang yang bisa dimanfaatkan, antara lain penerapan otonomi daerah dengan titik berat di kabupaten/kota, percepatan pembangunan di berbagai sektor yang didukung oleh semakin mantapnya struktur perekonomian serta kebudayaan daerah; dorongan yang kuat dari pemerintah pusat.

Berbagai tantangan memang masih harus dihadapi, di antaranya persepsi masyarakat yang cenderung negatif terhadap sistem dan prosedur pelayanan publik, serta perubahan etos kerja aparat dari yang semula memposisikan diri sebagai ''pemerintah'' menjadi ''abdi'' atau ''pelayan'' masyarakat.

Ada beberapa strategi alternatif untuk mengembangkan kinerja UPT. Pertama, peningkatan kualitas sumber daya aparat yang ada dapat dilakukan melalui: 1) pendidikan dan latihan fungsional; 2) mengadakan alih tugas/mutasi secara berkala sesuai dengan kebutuhan unit kerja, kemampuan dan pangkat pegawai di lingkungan UPT guna mengurangi kejenuhan pada salah satu bidang pekerjaan; serta 3) mengadakan pembinaan kepegawaian serta terus menerus baik menyangkut administrasi kepegawaian maupun pembinaan terhadap pegawai itu sendiri. Kedua, pemantapan kerja sama antar unit organisasi dilakukan dengan memperbarui struktur, menyesuaikan tata kerja: memperbaiki sikap dan pengetahuan pegawai, serta melengkapi peralatan kerja. Di samping itu untuk merealisasikan terobosan-terobosan demi kepentingan organisasi, para pemimpin dan pegawai pada semua unit dan tingkatan perlu diberi pengertian dan dilibatkan secara aktif dalam perencanaan perubahan struktur tersebut. Ketiga, penerapan sistem informasi manajemen (SIM) secara efektif dan produktif diawali dengan penyempurnaan konfigurasi perangkat keras; format database hendaknya disesuaikan dengan kebutuhan pengolahan data yang efisien sehingga otorisasi pemakaian data, proses up-dating, dan pencetakan data dapat dilakukan secara cepat; proses pengolahan data secara manual harus disesuaikan dengan format pengolahan data yang lebih canggih. Keempat, penyederhanaan sistem dan prosedur kerja dengan menyusun sistem dan prosedur tersebut berdasarkan segi-segi tujuan, fasilitas, peralatan, material, biaya dan waktu yang tersedia serta segi-segi yang lebih luas, macam dan sifat dari tugas atau pekerjaan. Dalam pembuatan prosedur kerja harus ditetapkan pula tentang skill atau kecakapan dan keterampilan tenaga kerja yang diperlukan untuk penyelesaian bidang tugas yang dimaksud. Sistem dan prosedur kerja harus disusun sedemikian rupa sehingga memiliki stabilitas serta disesuaikan dengan ciri organisasi modern, yakni cepat, tepat, akurat dengan mempertahankan kualitas (quality), biaya (cost), dan ketepatan waktu dalam menghasilkan produk-produk pelayanan (delivery). Kelima, penerapan pola kepemimpinan dan manajemen yang terbuka, kolegial dan partisipatif diarahkan untuk pengembangan visi manajemen ke arah kualitas pelayanan publik yang semakin efektif dan efisien.

Beberapa kelemahan yang masih sering menjadi kendala adalah keterbatasan kualitas aparatur: reorientasi aparat menuju public servant serta masih kurangnya ketepatan dan kecepatan dalam memberikan pelayanan terhadap publik. Sesungguhnya ada berbagai peluang yang bisa dimanfaatkan, antara lain penerapan otonomi daerah dengan titik berat di kabupaten/kota, percepatan pembangunan di berbagai sektor yang didukung oleh semakin mantapnya struktur perekonomian serta kebudayaan daerah; dorongan yang kuat dari pemerintah pusat.

http://www.balipost.co.id/BaliPostcetak/2006/8/1/o3.htm, 25 Juni 2007.

Best Practices: Sebuah Manajemen Ide

Pendahuluan

Percepatan pelaksanaan tata pemerintahan daerah di era otonomi daerah memerlukan banyak kreativitas, salah satunya melalui konsep best practices. Bagaimana konsep itu sebenarnya dan perkembangannya saat ini dipaparkan pada artikel ini.

Best Practices: Sebuah Manajemen Ide

Konsep best practices merupakan konsep yang sangat menarik. Di dalam Wikipedia disebutkan bahwa best practices adalah sebuah manajemen ide yang meliputi teknik, metode, proses, aktivitas, insentif atau penghargaan, yang keseluruhannya lebih efektif menghasilkan outcome yang lebih baik dibanding teknik, metode, proses yang lain. Ide tersebut dengan proses yang tepat, cek dan uji coba dapat menghasilkan outcome dengan sejumlah tantangan dan komplikasi yang tidak terduga.

Dalam dokumen manajemen pemerintahan ipem4431 (Halaman 33-36)

Dokumen terkait