• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN Keragaan Usahatan

2. Biaya Diperhitungkan Benih 72 000 51

Insektisida - 50 000 Pupuk Organik - 4 167 Penyusutan - 18 400 TKDK 136 650 346 292 Total Biaya Diperhitungkan 91 131 469 866 Total Biaya 704 605 1 727 519 Penerimaan Usahatani

Penerimaan merupakan nilai uang yang diperoleh petani dari hasil penjualan produk usahatani. Pinjaman uang untuk keperluan usahatani tidak termasuk kedalam penerimaan usahatani. Petani memperoleh penerimaan dengan cara menjual hasil produksi kedelai ke seorang bandar. Petani menjual kedelai dengan dua jenis kedelai. Kedua jenis kedelai tersebut yaitu kedelai yang masih hijau (tidak melalui proses pengeringan) dan kedelai yang sudah dikeringkan. Kedelai yang masih hijau dijual dengan sistem borong oleh bandar.

Harga kedelai dengan sistem borong yaitu Rp300 000 per 0.14 Ha. Biji kedelai yang sudah dikeringkan dijual ke bandar kedelai dengan harga antara Rp5 000 dan Rp6 000. Hasil penerimaan yang diterima masing-masing petani berbeda- beda, tergantung dari luas lahan, jumlah produksi kedelai, dan harga jual yang diterima oleh petani. Petani yang menjual kedelai dengan sistem borong tidak melakukan kegiatan panen sendiri. Para pemborong yang memanen langsung kedelai.

Rata-rata produksi kedelai yang dipanen sampai menjadi polong kering sebesar 208.96 Kg/ha. Petani mendapatkan penerimaan dari hasil panen polong tua rata-rata sebesar Rp1 235 000 per hektar, sedangkan petani dengan hasil panen polong muda mendapatkan penerimaan rata-rata Rp625 000 per hektar.

Pendapatan Usahatani

Kegiatan usahatani kedelai di Desa Cipeuyeum menghasilkan kedelai polong tua dan polong muda. Berdasarkan hasil penerimaan, petani yang

memanen kedelai polong tua mendapatkan hasil yang lebih besar (Rp1 235 000) daripada petani yang memanen kedelai polong muda (Rp625 000). Namun, setelah dikurangi dengan biaya total, petani dengan hasil panen polong muda memiliki kerugian pendapatan, yaitu sebesar Rp79 604.00. Sama halnya dengan petani kedelai polong muda, petani dengan hasil panen polong tua mengalami kerugian sebesar Rp492 518.00. Apabila dilihat dari pendapatan atas biaya tunai, petani dengan hasil panen polong muda memiliki pendapatan yang lebih besar. Petani dengan hasil panen polong muda memiliki pendapatan atas biaya tunai sebesar Rp11 526.17, sedangkan petani dengan hasil panen polong tua tetap mengalami kerugian sebesar Rp22 652.78 .

Petani dengan hasil panen kedelai polong tua memiliki nilai pendapatan yang negatif. Hal ini disebabkan besarnya biaya yang harus dikeluarkan oleh petani, baik biaya tunai maupun biaya yang diperhitungkan. Petani kedelai polong tua menggunakan lebih banyak tenaga kerja untuk kegiatan usahatani mereka daripada petani kedelai polong muda. Pemakaian tenaga kerja yang lebih banyak menyebabkan biaya pengeluaran petani yang lebih banyak juga. Selain itu, hasil panen kedelai tahun 2012 tidak lebih baik dari pada tahun 2011. Menurunnya tingkat produksi kedelai di tahun 2012 disebabkan perubahan cuaca yang tidak menentu. Kedelai merupakan tanaman yang sangat sensitif terhadap perubahan cuaca. Kedelai juga tidak bisa ditanam pada kondisi tanah yang terlalu banyak air atau basah. Perubahan cuaca yang ekstrem pada musim tanam 2012 menyebabkan produksi kedelai yang dipanen menjadi menurun. Selain itu, harga jual kedelai ditingkat petani yang rendah juga menjadi penyebab petani mengalami kerugian pada musim tanam 2012. Harga jual kedelai ditingkat petani yang rendah, harga jual benih kedelai di pasar yang mahal, dan adanya penurunan produksi kedelai menyebabkan petani mengalami kerugian untuk musim tanam 2012.

Petani dengan hasil panen polong muda akan mendapatkan keuntungan apabila pendapatan hanya dihitung atas biaya tunai, yaitu Rp11 526. Berdasarkan analisis pendapatan tersebut, maka besarnya rasio antara penerimaan dan biaya (R/C) atas biaya tunai pada petani dengan hasil panen polong tua dan muda berturut-turut adalah 0.982 dan 1.019. Nilai R/C rasio tersebut berarti setiap satu rupiah yang dikeluarkan untuk biaya tunai, maka petani dengan hasil panen polong tua akan mendapatkan penerimaan sebesar 0.982 rupiah atau mengalami kerugian dan petani dengan hasil panen polong muda akan mendapatkan penerimaan sebesar 1.019 rupiah. Nilai R/C rasio atas biaya total oleh petani kedelai polong tua dan muda berturut-turut adalah 0.715 dan 0.887. Nilai R/C ini memiliki arti bahwa setiap satu rupiah biaya total yang dikeluarkan petani, maka petani dengan hasil panen polong tua mengalami kerugian sebesar 0.715 rupiah dan petani dengan hasil panen polong muda mendapatkan penerimaan sebesar 0.887 rupiah. Hasil perhitungan pendapatan usahatani dapat dilihat pada Tabel 16.

38

Tabel 16 Analisis Pendapatan Usahatani Kedelai Desa Cipeuyeum Tahun 2012

No. Uraian Polong Muda Polong Tua

Jumlah Nilai (Rp/ha) Jumlah Nilai (Rp/ha) A. Penerimaan Tunai Produksi (Kg) 2182.542 625 000.00 690.65 1 235 000.00 B. Penerimaan tidak diperhitungkan - - - - C. Total Penerimaan 2182.542 625 000.00 690.65 1 235 000.00 D. Biaya Tunai Pupuk (Kg) 47.614 94 000.00 46.77 130 765.00 Insektisida (L) - - 7.143 50 000.00 Benih (Kg) 50.00 289 000.00 37.22 150 417.00 TKLK (HOK) 25.407 174 188.00 72.39 874 471.00 Pajak Lahan (Ha) 0.28 56 000.00 0.26 52 000.00 E. Total Biaya Tunai 123.021 613 474.00 164.523 1 257 653.00 F. Biaya Diperhitungkan Benih (Kg) 49.206 72 000.00 14.626 51 008.00 Insektisida(L) - - 4.762 50 000.00 Pupuk Organik (L) - - 40.446 4 167.00 Penyusutan - - 18 400.00 TKDK (HOK) 4.555 136 650.00 30.693 346 292.00 G. Total Biaya Diperhitungkan 53.761 579 507.00 90.527 469 866.00 H. Total Biaya 176.782 704 605.00 255.05 1 727 519.00 I. Pendapatan atas Biaya Tunai - 11 526.17 - (22 625.78) J. Pendapatan atas Biaya Total - (79 604.83) - (492 518) K. R/C atas Biaya Tunai - 1.019 - 0.982 L. R/C atas Biaya Total - 0.887 - 0.715

Analisis Faktor Produksi

Analisis faktor produksi dapat menjelaskan hubungan yang saling mempengaruhi antar faktor produksi dengan produksi yang dihasilkan. Faktor- faktor produksi yang digunakan oleh petani antara lain lahan, pupuk, benih, tenaga kerja, dan insektisida. Faktor-faktor produksi ini akan dilihat seberapa besar memberikan pengaruh terhadap hasil produksi. Setiap faktor produksi yang digunakan telah dikonversi ke dalam satuan yang sama.

Model fungsi produksi yang digunakan dalam analisis ini adalah model regresi linier berganda dengan penduga metode Ordinary Least Square. Fungsi produksi dibentuk dari faktor produksi banyak yang digunakan oleh petani, yaitu lahan, benih, urea, KCl, phonska, pupuk cair, MOL, tenaga kerja, dan insektisida. Tabel 17 menunjukkan hasil pendugaan fungsi produksi kedelai di Desa

Cipeuyeum tahun 2012.

Tabel 17 Hasil Analisis Pendugaan Fungsi Produksi Kedelai Desa Cipeuyeum 2012

Penduga Koefisien Regresi T hitung P-value VIF

Konstanta 91.93 47.66 0.068 X1 1067.8 2.89 0.009 11.3 X2 6.800 2.05 0.034 3.7 X3 2.818 1.18 0.961 2.1 X4 -7.935 -1.13 0.293 1.1 X5 10.11 0.41 0.502 1.1 X6 -75.25 -1.41 0.075 1.6 X7 -12.300 -1.76 0.178 1.1 X8 -11.083 -3.26 0.851 8.0 X9 62.14 0.76 0.287 1.7 R-sq= 75.5% R-Sq(adj) = 64.5%

Berdasarkan Tabel 17 di atas, maka model fungsi produksi kedelai di Desa Cipeuyeum dapat ditulis sebagai berikut.

Produksi = 91,9 + 1068 X1 + 6,80 X2 + 2,82 X3 - 7,94 X4 + 10,1 X5 - 75,2 X6 - 12,3 X7 - 11,1 X8 + 62,1 X9

Nilai R-Sq (koefisien determinasi) adalah 75.5 persen, hal ini memiliki arti bahwa sebesar 75.5 persen hasil produksi kedelai dapat dijelaskan oleh variabel yang terdapat di dalam model, sisanya dijelaskan oleh variabel di luar model. Parameter di dalam model dapat dilihat pengaruhnya terhadap produksi kedelai berdasarkan nilai t hitung. Variabel dapat berpengaruh terhadap produksi pada selang kepercayaan tertentu.

Model dugaan dapat dikatakan signifikan apabila nilai f hitung lebih besar dari pada f tabel. Hasil uji F menunjukkan bahwa bahwa nilai F hitung 6.85 lebih besar daripada F tabel, yaitu 2.39 pada tingkat kesalahan 5 persen. Hal ini berarti variabel independen, yaitu lahan, benih, urea, KCl, phonska, pupuk cair, MOL tenaga kerja, dan insektisida berpengaruh nyata terhadap variabel dependen, yaitu produksi. Namun, model produksi tersebut diduga memiliki multikolinieritas. Hal ini dapat dilihat dari nilai VIF faktor lahan lebih dari 10.

Model yang memiliki masalah multikolinier dapat diperbaiki dengan banyak cara. Salah satu cara untuk memperbaiki multikolinier adalah dengan mengeluarkan variabel bebas yang berkorelasi kuat dengan variabel bebas lainnnya. Oleh karena itu, variabel bebas yang akan dikeluarkan adalah variabel lahan yang memiliki korelasi kuat dengan variabel bebas lainnya. Setelah variabel lahan dikeluarkan dari model, maka model sudah tidak mengalami multikolinier. Selain mengeluarkan lahan dari model, yang perlu untuk diperhatikan dalam perbaikan multikolinier adalah mengubah variabel produk menjadi produktivitas. Setelah variabel lahan dikeluarkan, model juga tidak mengalami autokorelasi. Hal ini dapat dilihat dari gambar grafik yang menunjukkan residu regresi yang tidak memiliki pola atau acak. Grafik residu regresi dapat dilihat pada Lampiran 4. Hasil uji variabel terhadap model dugaan baru dapat dilihat pada Tabel 18.

40

Tabel 18 Hasil Analisis Pendugaan Produktivitas Kedelai Desa Cipeuyeum 2012 Tanpa Variabel Lahan

Penduga Koefisien Regresi T hitung P-value VIF

Konstanta 3063 2.37 0.028 X2 -21.00 -0.80 0.433 2.1 X3 5.601 1.68 0.108 1.4 X4 -10.746 -1.55 0.137 1.7 X5 13.64 1.01 0.322 1.1 X6 -129.02 -1.32 0.202 1.2 X7 -9.760 -1.04 0.312 1.4 X8 -14.010 -4.07 0.001 1.7 X9 32.74 0.74 0.467 1.5 R-sq= 66.7% R-Sq(adj)= 54.1%

Berdasarkan Tabel 18 di atas, maka model fungsi produksi kedelai di Desa Cipeuyeum dapat ditulis sebagai berikut.

Produktivitas = -21.00 X2 + 5.6X3 – 10.746 X4 + 13.64 X5 – 129.02 X6 – 9.769 X7 – 14.010 X8 + 32.74 X9.

Variabel tak bebas hasil analisis model dugaan pada Tabel 17 adalah produktivitas kedelai. Model dugaan baru setelah variabel lahan dikeluarkan memiliki nilai R-Sq sebesar 66.7 persen, hal ini memiliki arti bahwa sebesar 66.7 persen produktivitas kedelai dapat dijelaskan oleh variabel yang terdapat di dalam model, sisanya dijelaskan oleh variabel di luar model. Hasil uji signifikansi model menunjukkan bahwa variabel bebas sudah signifikan untuk memprediksi variabel produksi. Hal ini dilihat dari nilai F hitung yang lebih besar (5.27) daripada nilai F tabel (2.42) pada selang kepercayaan 5 persen.

Hasil uji T menunjukkan bahwa seluruh variabel bebas berpengaruh nyata terhadap produksi kedelai. Selang kepercayaan variabel bebas terhadap produksi kedelai bervariasi. Tenaga kerja berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 99 persen. Hal ini menunjukkan bahwa tenaga kerja memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap produktivitas kedelai. Variabel urea dan KCl berpengaruh nyata terhadap produktivitas kedelai pada selang kepercayaan 90 persen. Hal ini berarti urea dan KCl memberikan pengaruh yang kuat terhadap produktivitas kedelai. Pupuk cair berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 85 persen. MOL dan phonska berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 80 persen. Variabel benih dan insektisida berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 75 persen, berarti bahwa benih dan insektisida memiliki pengaruh yang kurang kuat terhadap produksi kedelai.

Interpretasi Model Analisis Regresi Berganda

Berikut ini merupakan interpretasi dari masing-masing faktor produksi dalam model fungsi produksi.

1. Benih

Benih memiliki nilai koefisien regresi yang negatif, yaitu sebesar -21.00 dan berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 75 persen. Berdasarkan uji variabel, nilai T hitung benih sebesar 0.80 lebih besar daripada nilai T tabel 0.686 pada selang kepercayaan 75 persen. Hal ini menyebabkan variabel benih berpengaruh nyata terhadap produksi kedelai.

jumlah benih sebesar satu kg/ha akan menurunkan produktivitas kedelai sebesar 21.00 kg/ha, ceteris paribus. Penggunaan benih kedelai oleh petani saat ini sudah optimal, sehingga apabila dilakukan penambahan benih akan menyebabkan penurunan produktivitas. Petani menggunakan benih untuk setiap hektar rata-rata sebesar 51.4 kg. Setiap 0.14 hektar lahan, petani menggunakan benih rata-rata 7 kg. Varietas benih yang digunakan saat ini termasuk kedalam varietas unggulan, sehingga kedelai yang dihasilkan memiliki kualitas yang baik.

2. Urea

Urea memiliki nilai koefisien regresi yang positif, yaitu sebesar 5.601 dan nyata pada selang kepercayaan 90 persen. Berdasarkan hasil uji variabel, nilai T hitung urea lebih besar (1.68) daripada nilai T tabel (1.323) pada selang kepercayaan 90 persen. Hal ini berarti bahwa setiap penambahan pemakaian urea sebesar 1 kg/ha akan meningkatkan produktivitas kedelai sebesar 5.601 kg, ceteris paribus. Hasil dugaan ini akan memberikan pengaruh kepada seluruh petani, namun tidak semua petani di Desa Cipeuyeum menggunakan urea. Sebagian besar petani lebih memilih urea sebagai pupuk yang digunakan dalam budidaya kedelai karena urea dapat membantu menghasilkan kedelai dengan kualitas yang baik.

3. KCl

Pupuk KCl memiliki nilai koefisien yang negatif (-10.746) dan berpengaruh nyata pada selang kepercayaan 90 persen. Nilai T hitung tenaga kerja lebih besar (-1.55) daripada nilai T tabel pada selang kepercayaan 90 persen (1.323). Uji variabel T adalah nilai mutlak, sehingga nilai T hitung dianggap lebih besar daripada T tabel. Nilai koefisien yang negatif menunjukkan bahwa penambahan jumlah KCl sebesar satu kg/ha akan menurunkan produktivitas kedelai sebesar 10.746 kg/ha, ceteris paribus, nyata pada selang kepercayaan 90 persen.

Pemakaian KCl yang sangat sedikit menyebabkan variabel ini memiliki nilai koefisien yang negatif. Petani yang tidak menggunakan pupuk KCl tidak merasakan secara langsung penurunan produksi apabila dilakukan penambahan KCl pada proses budidaya kedelai. Begitu juga halnya dengan petani yang menggunakan pupuk KCl. Uji variabel menunjukkan nilai negatif karena pada variabel tersebut, terlalu banyak responden yang memiliki nilai 0 yang menyebabkan KCl dianggap nyata memberikan pengaruh negatif terhadap produksi kedelai.

4. Phonska

Phonska memiliki nilai koefisien yang positif (13.64) dan nyata pada selang kepercayaan 80 persen. Berdasarkan hasil uji variabel, nilai T hitung phonska lebih besar (1.01) daripada nilai T tabel (0.683) pada selang kepercayaan 80 persen. Hal ini berarti, penambahan penggunaan phonska sebesar satu kg/ha akan meningkatkan produktivitas sebesar 13.64 kg/ha, ceteris paribus, pada selang kepercayaan 80 persen.

Pengaruh pupuk phonska tidak terlalu kuat terhadap produksi kedelai, yaitu hanya mencapai 80 persen. Hanya satu orang petani yang menggunakan phonska, sehingga pengaruh terhadap produksi tidak terlalu kuat. Mungkin apabila seluruh petani mengombinasikan pemakaian pupuk urea dengan phonska, maka produksi kedelai akan lebih tinggi daripada biasanya.

5. Pupuk Cair

42

Berdasarkan hasil uji variabel, pengaruh pupuk cair terhadap produksi kedelai adalah nyata. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai T hitung pupuk cair lebih kecil (- 1.32) dari nilai negatif T tabel (-1.063) pada selang kepercayaan 85 persen. Setiap penambahan pemakaian pupuk cair sebesar satu L/ha akan menyebabkan penurunan produktivitas kedelai sebesar 129.01 kg/ha, ceteris paribus, pada selang kepercayaan 95 persen.

Kondisi ini sama seperti variabel KCl. Petani yang menggunakan pupuk cair hanya dua orang, namun dari hasil uji variabel menunjukkan bahwa seluruh petani akan mengalami penurunan produksi apabila penambahan pupuk cair dilakukan. Kondisi ini tidak dapat menjelaskan penurunan produksi yang sebenarnya pada setiap penambahan penggunaan pupuk cair. Petani yang tidak menggunakan pupuk cair tidak akan merasakan penurunan produksi tersebut.

6. MOL

Pupuk organik MOL memiliki nilai koefisien yang negatif, yaitu -9.760. Berdasarkan hasil uji variabel, pengaruh MOL terhadap produksi kedelai adalah nyata. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai T hitung MOL lebih kecil (-1.04) dari nilai negatif T tabel (-0.859) pada selang kepercayaan 80 persen. Setiap penambahan pemakaian MOL sebesar satu liter akan menyebabkan penurunan produksi kedelai sebesar 10.830 kg, ceteris paribus, pada selang kepercayaan 80 persen.

Seperti halnya pupuk KCl, phonska, dan pupuk cair, MOL hanya digunakan oleh dua orang petani. Dampak nyata bahwa peningkatan penggunaan MOL sebesar satu satuan akan mengurangi produksi kedelai tidak dirasakan oleh seluruh petani. Petani yang menggunakan MOL juga belum pasti merasakan dampak nyata pengaruh MOL berdasarkan hasil uji variabel.

7. Tenaga Kerja

Tenaga kerja memiliki nilai koefisien regresi negatif, yaitu -14.010. Berdasarkan hasil uji variabel, faktor tenaga kerja berpengaruh nyata terhadap produksi. Hal ini dapat dilihat dari nilai T hitung tenaga kerja lebih kecil (-4.07) daripada nilai negatif T tabel (-2.518) pada selang kepercayaan 99 persen. Hal ini berarti setiap penambahan penggunaan tenaga kerja sebesar 1 HOK/ha akan menurunkan produktivitas sebesar 14.010 kg/ha, ceteris paribus, pada selang kepercayaan 99 persen.

Pengaruh negatif yang diberikan oleh vaiabel tenaga kerja dapat disebabkan penggunaan tenaga kerja saat ini sudah optimal. Apabila penggunaan tenaga kerja ditingkatkan, maka produksi kedelai akan turun dan juga berpengaruh ke pendapatan petani. Peningkatan tenaga kerja tidak diikuti dengan peningkatan penggunaan faktor produksi lainnya, sehingga kedelai akan mendapatkan perlakuan perawatan yang berlebih. Perawatan berlebih yang diterima oleh kedelai akan menyebabkan penurunan poduksi kedelai.

8. Insektisida

Insektisida memiliki nilai koefisien regresi yang positif yaitu sebesar 32.74. Berdasarkan hasil uji variabel, nilai T hitung insektisida lebih besar (0.74) daripada nilai T tabel (0.686) pada selang kepercayaan 75 persen. Hal ini berarti setiap penambahan penggunaan insektisida sebesar satu L/ha akan menyebabkan peningkatan produktivitas kedelai sebesar 32.74 kg/ha, ceteris paribus, pada selang kepercayaan 75 persen.

kedelai. Hal ini disebabkan penggunaan insektisida yang belum sesuai dengan anjuran pertanian dan hanya empat orang petani yang mau menggunakan insektisida. Banyak petani yang tidak menggunakan insektisida karena petani beranggapan bahwa kedelai tidak memerlukan perlakuan yang khusus. Kedelai merupakan tanaman selingan bagi petani. Pengaruh peningkatan produktivitas tidak dapat dirasakan seluruh petani responden.

Dokumen terkait