• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pendapatan Dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Usahatani Kedelai di Desa Cipeuyeum, Kecamatan Haurwangi, Kabupaten Cianjur

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Pendapatan Dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Usahatani Kedelai di Desa Cipeuyeum, Kecamatan Haurwangi, Kabupaten Cianjur"

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PENDAPATAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG

MEMPENGARUHI PRODUKSI USAHATANI KEDELAI DI

DESA CIPEUYEUM, KECAMATAN HAURWANGI,

KABUPATEN CIANJUR

ASYSTASHA AISHAH SILALAHI

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Pendapatan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Kedelai Di Desa Cipeuyeum, Kecamatan Haurwangi, Kabupaten Cianjur adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2013

Asystasha Aishah Silalahi

(4)

ABSTRAK

ASYSTASHA AISHAH SILALAHI. Analisis Pendapatan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Kedelai Di Desa Cipeuyeum, Kecamatan Haurwangi, Kabupaten Cianjur. Dibimbing oleh YUSALINA.

Kacang kedelai adalah tanaman pangan yang dikonsumsi oleh penduduk Indonesia dalam bentuk produk turunan. Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu daerah penghasil kedelai di Indonesia. Salah satu daerah di Jawa Barat yang memproduksi kedelai adalah Desa Cipeuyeum. Namun, kedelai masih menjadi tanaman selingan bagi petani. Petani di Desa Cipeuyeum menanam kedelai setiap tahun. Keuntungan yang diterima petani dari usahatani kedelai akan diukur melalui analisis pendapatan usahatani dan nilai R-C rasio. Selain itu, pengaruh faktor produksi terhadap hasil produksi akan dilihat dengan menggunakan pendekatan fungsi analisi regresi berganda. Berdasarkan analisis pendapatan, petani yang memanen kedelai pada saat masih muda dan petani kedelai polong tua mengalami kerugian. Faktor-faktor produksi yang digunakan oleh petani antara lain lahan, benih, urea, KCl, phonska, pupuk cair, MOL, tenaga kerja dan insektisida. Faktor produksi yang memberikan pengaruh positif terhadap hasil produksi kedelai adalah urea, phonska, dan insektisida.

Kata kunci: kedelai, analisis pendapatan, dan fungsi produksi

ABSTRACT

ASYSTASHA AISHAH SILALAHI. Analysis of Income And The Influence of Factors of Soy Production At Cipeuyeum Village, Haurwangi Subdistrict, Cianjur District. Supervised by YUSALINA.

Soybean is a crop which is consumed by Indonesian people in the form of refined products. West Java province is one of the largest soybean producing areas in Indonesia. One of the areas in West Java, which produces soy is Cipeuyeum village. However, soy is still become the interlude for the farmers. The benefits received by farmers over soy farming activities will be measured through analysis of the farming income and the value of R-C ratio. In addition, the influence of factors of production to the production of results will be viewed by using the multiple regression analysis. Based on the analysis of income, farmers who harvest the soybeans upon young and old pods suffered losses during the growing season. Factors of production which is used by farmers are land, seed, urea, KCl, phonska, liqiud fertilizer, MOL, workers, dan insecticide. Factors of production which gives a positive influence of soy production results include urea, phonska, dan insecticide.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Agribisnis

ANALISIS PENDAPATAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG

MEMPENGARUHI PRODUKSI USAHATANI KEDELAI DI

DESA CIPEUYEUM, KECAMATAN HAURWANGI,

KABUPATEN CIANJUR

ASYSTASHA AISHAH SILALAHI

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Analisis Pendapatan Dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Usahatani Kedelai di Desa Cipeuyeum, Kecamatan Haurwangi, Kabupaten Cianjur

Nama : Asystasha Aishah Silalahi NIM : H34090099

Disetujui oleh

Dra Yusalina, Msi Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Nunung Kusnadi, MS Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2012 ini ialah usahatani kedelai, dengan judul Analisis Pendapatan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Usahatani Kedelai Di Desa Cipeuyeum, Kecamatan Haurwangi, Kabupaten Cianjur.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dra Yusalina, MSi selaku pembimbing, serta Ibu Ir Narni Farmayanti, MSc sebagai dosen penguji utama dan Ibu Tintin Sarianti, SP, MM sebagai dosen penguji dari Komdik yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Jenal dan petani responden yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, kakak, adik, dan teman-teman yang telah memberikan dukungan, doa, dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2013

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN xi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 4

Tujuan 5

Manfaat 6

TINJAUAN PUSTAKA 6

Kajian Terdahulu Karakteristik Kedelai 6

Kajian Analisis Usahatani 7

Kajian Analisis Faktor Produksi 8

Persamaan dan Perbedaan Dengan Penelitian Terdahulu 8

KERANGKA PEMIKIRAN 9

Kerangka Pemikiran Teoritis 9

Konsep Usahatani 9

Konsep Fungsi Produksi 11

Kerangka Pemikiran Operasional 15

METODE PENELITIAN 16

Lokasi dan Waktu Penelitian 16

Jenis dan Sumber Data 17

Metode Pengumpulan Sampel dan Data 17

Metode Analisis Data 17

Konsep Pengukuran Variabel 21

GAMBARAN UMUM 22

Gambaran Umum Lokasi Penelitian 22

Karakteristik Petani Responden 24

HASIL DAN PEMBAHASAN 26

Keragaan Usahatani 26

Analisis Pendapatan Usahatani 33

Analisis Faktor Produksi 38

SIMPULAN DAN SARAN 43

Simpulan 43

Saran 43

DAFTAR PUSTAKA 44

LAMPIRAN 46

(10)

DAFTAR TABEL

1 Ekspor Impor Pertanian Indonesia Menurut Subsektor Tahun

2009-2012 1

2 Luas Panen dan Produktivitas Komoditas Kedelai Beberapa Provinsi di

Indonesia Tahun 2010-2012 2

3 Luas Tanam, Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Kedelai di

Kabupaten, Provinsi Jawa Barat, Tahun 2011 3

4 Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Kedelai di

Kecamatan, Kabupaten Cianjur Tahun 2011 3

5 Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Kedelai di Tingkat Desa,

Kecamatan Haurwangi Tahun 2012 4

6 Sebaran Usia Penduduk Desa Cipeuyeum Tahun 2012 22 7 Tingkat Pendidikan Penduduk Desa Cipeuyeum Tahun 2012 23 8 Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Tahun 2012 23

9 Karakteristik Umur Petani Responden 24

10 Karakteristik Luas Lahan Garapan Petani Tahun 2013 25 11 Karakteristik Petani Berdasarkan Tingkat Pendidikan Petani Tahun

2013 25

12 Karakteristik Pengalaman Usahatani Tahun 2013 26 13 Rata-Rata Penggunaan Sarana Produksi Tahun 2012 29 14 Rata-rata Penggunaan Tenaga Kerja dalam Budidaya Kedelai per

Hektar pada Musim Tanam 2012 32

15 Biaya Produksi Budidaya Kedelai Musim Tanam Tahun 2012 36 16 Analisis Pendapatan Usahatani Kedelai Desa Cipeuyeum Tahun 2012 38 17 Hasil Analisis Pendugaan Fungsi Produksi Kedelai Desa Cipeuyeum

2012 39

18 Hasil Analisis Pendugaan Fungsi Produksi Kedelai Desa Cipeuyeum

2012 Tanpa Variabel Lahan 40

DAFTAR GAMBAR

1 Tahapan Suatu Proses Produksi 13

2 Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Pendapatan Dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Usahatani Kedelai di Desa

Cipeuyeum 16

3 Benih Kedelai Varietas Dapros yang Digunakan Petani di Desa

Cipeuyeum 27

4 Sketsa Selokan Pada Lahan Tanam Kedelai 30

5 Tanaman Kedelai Usia 2 Minggu di Desa Cipeuyeum 30

6 Proses Penjemuran Kedelai 32

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Karakteristik Petani Responden 46

2 Penggunaan Faktor Produksi 47

(12)
(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang memiliki tanah yang sangat subur, beraneka ragam jenis tanaman dapat tumbuh di tanah Indonesia dan menjadi komoditi unggulan di daerah-daerah tertentu. Potensi untuk mengembangkan sektor pertanian di Indonesia sangat besar apabila kelebihan yang dimiliki Indonesia dapat dimanfaatkan dengan sebaik mungkin. Sektor pertanian merupakan sektor yang penting untuk diperhatikan karena sektor ini merupakan sumber penghasil devisa yang besar bagi Indonesia. Beberapa komoditas pertanian Indonesia sudah mengalami swasembada dan dapat melakukan ekspor. Sektor penyumbang devisa melalui ekspor, yaitu tanaman pangan, peternakan, perkebunan, dan hortikultura (Tabel 1).

Tabel 1 Ekspor Impor Pertanian Indonesia Menurut Subsektor, 2009-2012

No Subsektor 2009 2010 2011 2012

TW I 1 Tanaman Pangan

Volume (Ton)

-Ekspor 786 627 892 454 807 265 64 403

-Impor 7 788 215 10 504 604 15 363 009 3 376 666 -Neraca -7 001 588 -9 612 148 -14 555 744 -3 312 263 2. Hortikultura

Volume (Ton)

-Ekspor 447 609 364 139 381 648 89 455

-Impor 1 542 666 1 560 798 2 052 271 524 981

-Neraca -1 077 057 -1 196 678 -1 670 623 -435 526 3. Perkebunan

Volume (Ton)

-Ekspor 27 864 811 27 017 306 27 863 746 7 688 110

-Impor 2 963 532 5 578 061 4 311 982 317 321

-Neraca 24 901 280 23 439 244 23 551 764 7 370 790 4. Peternakan

Volume (Ton)

-Ekspor 473 182 494 086 906 997 45 022

-Impor 1 124 737 1 231 525 1 190 630 258 269

-Neraca -651 555 -737 438 -283 633 -213 247

Sumber: BPS, 2012

(14)

2

tidak dapat memenuhi kebutuhan konsumsi penduduk Indonesia, baik dari tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan. Salah satu solusi untuk memenuhi kebutuhan konsumsi penduduk Indonesia yaitu dengan meningkatkan volume impor.

Subsektor yang memiliki peningkatan volume impor yang tinggi setiap tahunnya yaitu tanaman pangan. Jumlah penduduk yang semakin meningkat menyebabkan terjadinya peningkatan kebutuhan terhadap tanaman pangan. Namun, pemenuhan kebutuhan tersebut tidak dapat dipenuhi apabila hanya mengandalkan tanaman pangan dari dalam negeri. Hal ini yang menyebabkan volume impor untuk tanaman pangan mengalami peningkatan yang sangat besar.

Komoditas tanaman pangan yang termasuk kedalam daftar ekspor impor antara lain beras, gandum, jagung, kacang tanah, kedelai, ubi jalar, dan ubi kayu. Tanaman pangan merupakan tanaman yang dapat menghasilkan karbohidrat dan protein. Berdasarkan studi yang dilakukan oleh FAO (1980), laju pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang akan berdampak pada tingkat kemakmuran. Konsekuensi dari bertambahnya tingkat kemakmuran adalah makin bertambah cepatnya permintaan pangan, serta perubahan bentuk dan kualitas pangan dari penghasil energi kepada produk-produk penghasil protein nabati maupun hewani (BULOG, 1992). Berdasarkan kandungan gizi yang dimiliki oleh beberapa komoditas tanaman pangan, kedelai memiliki potensi yang sangat besar sebagai sumber utama protein bagi masyarakat Indonesia (Indiarto, et. al, 1996).

Kedelai merupakan tanaman pangan terpenting ketiga setelah padi dan jagung. Kebutuhan kedelai terus meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan untuk bahan industri, sepeti tahu, tempe, kecap, susu kedelai, tauco, dan snack. Permintaan kedelai yang tinggi mendorong petani Indonesia untuk mengembangkan lahan pertanian dan produktivitas kedelai. Beberapa provinsi di Indonesia memiliki luas lahan dan produktivitas kedelai yang tinggi, sehingga berpotensi untuk memenuhi permintaan kedelai Indonesia.

(15)

Tabel 2 menunjukkan perkembangan luas lahan dan produktivitas kedelai yang terdapat di beberapa provinsi yang memiliki luas panen kedelai terbesar di Indonesia. Jawa Timur merupakan provinsi yang memiliki luas panen yang tinggi selama tahun 2009-2012, namun produktivitas kedelai Jawa Timur tidak merupakan yang tertinggi. Pada tahun 2009, Jawa Tengah merupakan provinsi dengan produktivitas kedelai tertinggi yaitu 16,48 kw/ha. Jawa Barat dan NTB mengalami penurunan luas panen kedelai tiap tahunnya, namun Jawa Barat memiliki produktivitas yang terbesar pada tahun 2011 dan pada triwulan 1 2012.

Jawa Barat merupakan salah satu sentra penghasil kedelai di Indonesia. Hal tersebut dapat dilihat dari luas lahan dan produktivitas kedelai yang dihasilkan Provinsi Jawa Barat. Akan tetapi, tidak semua kabupaten di Jawa Barat memiliki lahan pertanian yang ditanami oleh kedelai. Topografi dan iklim menjadi salah satu faktor yang menentukan suatu daerah dapat ditanami suatu komoditi. Beberapa daerah yang berpotensi untuk pengembangan kedelai di Jawa Barat adalah Garut, Cianjur, Ciamis, Sumedang, dan Sukabumi. Tabel 3 menunjukkan perkembangan luas tanam, luas panen, produksi, dan produktivitas kedelai di Jawa Barat.

Tabel 3 Luas Tanam, Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Kedelai di Kabupaten, Provinsi Jawa Barat, Tahun 2011

No. Kabupaten Luas

Sumber: Dinas Pertanian Jawa Barat, 2012

Kabupaten Cianjur merupakan daerah penghasil kedelai terbesar kedua di Jawa Barat setelah Kabupaten Garut. Kabupaten Cianjur juga terkenal dengan makanan olahan dengan bahan baku kedelai, yaitu tauco. Berdasarkan potensi luas lahan dan produk yang dapat dihasilkan dari kedelai, maka pengembangan kedelai di kabupaten ini sangat dianjurkan. Terdapat beberapa kecamatan yang menjadi sentra produksi kedelai di Kabupaten Cianjur (Tabel 4)

Tabel 4 Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Kedelai di

(16)

4

Tabel 4 menunjukkan lima kecamatan yang merupakan penghasil kedelai terbesar di Kabupaten Cianjur berdasarkan luas tanam, luas panen, produktivitas, dan produksi kedelai. Kecamatan Haurwangi memiliki potensi yang besar untuk mengembangkan usahatani kedelai. Hal ini dapat dilihat dari Tabel 4, produktivitas kedelai di kecamatan Haurwangi sebesar 15.75 ku/ha dan produksi yang dihasilkan sebesar 1 388 Ton. Menurut petugas dinas Pertanian Kabupaten Cianjur, Kecamatan Haurwangi merupakan pecahan dari Kecamatan Ciranjang.

Pemerintah Kabupaten Cianjur memiliki kebijakan khusus terhadap sektor pertanian. Setiap kecamatan yang terdapat di Kabupaten Cianjur harus menerapkan pola tanam padi-padi-palawija terhadap lahan pertanian. Pola tanam yang diterapkan di Kecamatan Haurwangi yaitu padi-padi-kedelai. Kedelai ditanam satu tahun satu kali. Kecamatan Haurwangi yang merupakan pecahan dari Kecamatan Ciranjang memiliki realisasi produktivitas kedelai tertinggi ketiga di Kabupaten Cianjur.

Terdapat delapan desa yang berada di dalam Kecamatan Haurwangi, yaitu Desa Cihea, Cipeuyeum, Haurwangi, Kertamukti, Kertasari, Mekarwangi, Ramasari, dan Sukatani. Setiap tahun, petani di masing-masing desa menanam kedelai mengikuti kebijakan dari pemerintah Kabupaten Cianjur. Desa Cipeuyeum merupakan desa yang memiliki produktivitas yang tinggi dibanding desa-desa yang lain. Produktivitas kedelai masing-masing desa dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Kedelai di Desa, Kecamatan

Haurwangi 2012

No. Desa Luas Panen (Ha) Produksi (Ton) Produktivitas (Ton/Ha)

1. Cihea 35.50 39.05 1.10

2. Sukatani 45.00 54.00 1.20

3. Haurwangi 265.50 424.80 1.60

4. Ramasari 215.00 290.25 1.35

5. Kertasari 90.00 108.00 1.20

6. Kertamukti 65.75 92.25 1.40

7. Mekarwangi 86.25 112.12 1.30

8. Cipeuyeum 50.00 70.00 1.40

Sumber: BPP Kecamatan Haurwangi, 2012

Desa Cipeuyeum memiliki tingkat produktivitas kedelai yang tinggi di antara delapan desa yang terdapat di Kecamatan Haurwangi. Desa ini memiliki luas panen yang relatif kecil (50.00 Ha), namun memiliki tingkat produktivitas yang lebih tinggi apabila dibandingkan dengan desa lain yang memiliki luas panen yang lebih besar.

Perumusan Masalah

(17)

juga. Kualitas yang baik didapat dari benih yang berkualitas. Benih yang memiliki kualitas baik memiliki harga jual yang mahal. Harga benih salah satu varietas kedelai di pasar Ciranjang mencapai Rp12 000/kg.

Pemerintah juga mengeluarkan bantuan untuk budidaya kedelai melalui Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur. Bantuan benih dari pemerintah memiliki kualitas tidak sebaik benih yang didapat dari pasar. Selain itu, tidak semua petani akan mendapatkan bantuan dari pemerintah. Bantuan tersebut akan diberikan kepada petani secara bergilir, yaitu satu kali selama satu musim tanam. Apabila seluruh petani telah menerima bantuan, maka bantuan akan berputar kembali ke petani yang pertama kali mendapatkan bantuan.

Harga jual kedelai yang telah dipanen sangat rendah. Kedelai bisa dibeli dengan harga Rp6 000/kg. Rendahnya harga jual tidak sebanding dengan harga benih yang sangat mahal. Hal ini yang menyebabkan beberapa petani enggan untuk menanam kedelai di musim tanam berikutnya. Selain tingginya harga benih dan rendahnya harga jual kedelai, faktor cuaca juga menjadi salah satu kendala dalam kegiatan usahatani kedelai. Kedelai merupakan tanaman yang tidak memerlukan terlalu banyak air. Apabila pada saat ditanam kemudian turun hujan, maka kedelai tidak bisa dipanen. Perubahan cuaca yang ekstrem menyebabkan sebagian kecil petani tidak berminat untuk menanam kedelai.

Penanaman kedelai di Desa Cipeuyeum tidak mendapatkan perlakuan yang khusus, seperti dilakukannya penyemprotan pada tanaman kedelai. Petani menganggap hal ini wajar dilakukan melihat hasil yang didapat dari produksi kedelai tidak terlalu memuaskan. Selain itu, alasan lain tidak dilakukannya penyemprotan pada budidaya kedelai karena kedelai bukan komoditas utama yang harus ditanam oleh petani. Adanya kebijakan pemerintah yang mewajibkan petani menanam tanama palawija minimal satu kali musim tanam dalam satu tahun menjadi alasan petani untuk menjadikan kedelai sebagai tanaman sampingan. Selain itu, kedelai merupakan tanaman yang sangat rentan terhadap perubahan cuaca. Apabila kedelai terlalu banyak mendapatkan air sebelum waktu panen, kedelai akan menjadi busuk.

Hal tersebut yang menyebabkan pendapatan petani dari kedelai tidak stabil. Pendapatan yang tidak menentu tersebut menyebabkan petani tidak memberikan perlakuan khusus terhadap tanaman kedelai. Apabila petani melakukan proses penyiangan dan penyemprotan, maka petani akan mengeluarkan biaya yang lebih besar lagi. Biaya yang dikeluarkan tersebut tidak sebanding dengan apa yang diterima petani dari hasil panen kedelai mereka.

Berdasarkan uraian tersebut, maka permasalahan yang dapat dikaji dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana keragaan usahatani kedelai di Desa Cipeuyeum, Kecamatan Haurwangi, Kabupaten Cianjur?

2. Bagaimana tingkat pendapatan usahatani di Desa Cipeuyeum, Kecamatan Haurwangi, Kabupaten Cianjur?

(18)

6

Tujuan Penelitian

Sesuai dengan latar belakang dan perumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi keragaan usahatani kedelai di Desa Cipeuyeum 2. Menganalisis pendapatan petani di Desa Cipeuyeum

3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi kedelai di Desa Cipeuyeum.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi banyak pihak. Penelitian ini dapat menjadi sumber informasi bagi pihak-pihak yang berpentingan seperti kelompok tani, dinas pertanian, dan penyuluh pertanian. Bagi para pembaca, diharapkan dapat menjadi bahan rujukan untuk melakukan penelitian selanjutnya. Bagi penulis sebagai media pembelajaran dalam mengidentifikasi masalah yang dihadapi petani.

TINJAUAN PUSTAKA

Kajian Terdahulu Karakteristik Kedelai

Kedelai (Glycine Max) merupakan tanaman semusim berupa perdu, tumbuh tegak, berdaun lebat dengan sifat morfologi yang beragam, tinggi tanaman berkisar antara 10-200 cm, dapat bercabang sedikit atau banyak tergantung dari kulivar dan lingkungan hidup. Penelitian yang dilakukan oleh Fardiaz (1986) menunjukkan bahwa komponen kedelai (tergantung dari varietasnya) terdiri dari sekitar 10 persen air, 38 persen protein, 18 persen lemak, 5 persen serat kasar, 5 persen abu, 12 persen karbohidrat larut, dan 12 persen karbohidrat tidak larut. Tempe merupakan hasil pangan dengan bahan baku kedelai yang hampir semua komponen tersebut dapat dimanfaatkan, sedangkan makanan yang membutuhkan proses pengolahan lebih banyak seperti tahu, kemungkinan ada sebagian karbohidrat yang terbuang.

Terdapat beberapa penelitian terdahulu mengenai budidaya dan penentuan varietas kedelai. Penelitian yang dilakukan oleh Adisarwanto (2008) menyatakan bahwa tanaman kedelai memiliki tiga tipe pertumbuhan, yaitu determinate,

indeterminate, dan semi determinate. Tipe determinate memiliki ciri khas berbunga serentak dan pertumbuhan tinggi berhenti setelah pembungaan, ujung batang hampir sama besar dengan batang bagian tengah, dan daun teratas sama besar dengan daun pada batang bagian tengah. Tipe pertumbuhan indeterminate

memiliki ciri berbunga secara bertahap dari bawah ke atas, batang terus tumbuh walaupun masa berbunga telah selesai, dan ujung batang lebih kecil dari bagian tengah. Tipe semi determinate memiliki karakteristik antara kedua tipe di atas.

(19)

seperti curah hujan, lama penyinaran, dan serangan hama dan penyakit. Lama waktu pembentukan polong juga beragam, tergantung dari kondisi lingkungan tersebut.

Kajian Analisis Usahatani

Ilmu usahatani diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya (lahan, benih, pupuk, dan sebagainya) yang ada secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Petani atau produsen dikatakan efektif apabila dapat mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki sebaik-baiknya dan dikatakan efisien bila pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan keluaran yang melebihi masukan.

Penelitian yang sudah dilakukan analisis terkait dengan analisis usahatani padi dan beberapa komoditas palawija, seperti kedelai, ubi kayu dan ubi jalar. Penelitian-penelitian terdahulu tersebut menganalisis usahatani menggunakan analisis pendapatan dan analisis R/C untuk menentukan apakah usahatani yang dilakukan menguntungkan atau tidak. Penelitian tersebut dilakukan oleh Gultom (2011), Defri (2011), Amri (2011), Meryani (2008), Widayanti (2008), dan Suroso (2006).

Hasil penelitian menunjukkan berapa besar biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan usahatani dan penerimaan dari hasil panen komoditas, sehingga dapat diketahui keuntungan yang diterima petani setelah menjalankan kegiatan usahataninya. Biaya yang dikeluarkan petani terbagi menjadi dua jenis, yaitu biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Besarnya biaya yang dikeluarkan untuk setiap komoditas berbeda-beda tergantung pada faktor produksi yang digunakan.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Amri (2011) menunjukkan pendapatan bersih yang diterima petani ubi kayu lebih besar daripada pendapatan bersih yang diterima oleh petani komoditas lain, yaitu sebesar Rp6 279 598.36. Besarnya biaya yang dikeluarkan hampir sama untuk masing-masing komoditas (Gultom, 2011; Defri, 2011; Amri, 2011), namun biaya usahatani komoditas kedelai lebih rendah apabila dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan komoditas lainnya. Biaya usahatani yang paling banyak dikeluarkan yaitu biaya untuk tenaga kerja, baik tenaga kerja luar keluarga maupun dalam keluarga.

Efisiensi usahatani dilihat dari nilai R/C. Suatu kegiatan usahatani dikatakan efisien apabila nilai R/C > 1. Nilai R/C petani masing-masing komoditas sudah menunjukkan nilai yang efisien. Nilai R/C yang tertinggi didapatkan oleh petani ubi kayu (Amri, 2011), yaitu sebesar 1.59.

Penelitian Widayanti (2008) memiliki satu perbedaan dengan penelitian yang lainnya pada saat menganalisis pendapatan usahatani. Widayanti (2008) melakukan analisis pendapatan pada saat kondisi harga jual ubi jalar berada pada harga normal dan pada saat harga jual menurun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada saat harga jual menurun, pendapatan usatani juga menurun, bahkan mencapai angka negatif. Nilai R/C juga lebih kecil dari 1.

(20)

8

luas lahan yang dimiliki oleh petani. Lahan dibedakan atas petani yang memiliki luas lahan yang besar dan sempit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa petani dengan luas lahan yang besar memiliki pendapatan total dan nilai R/C yang lebih besar daripada petani dengan luas lahan sempit.

Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa usahatani kedelai dan palawija lainnya memberikan keuntungan kepada petani. Walaupun keuntungan yang dihasilkan tidak terlalu besar, tetapi apabila petani memanfaatkan faktor produksi yang tepat, maka keuntungan yang diterima petani bisa lebih besar. Proporsi penggunaan faktor produksi dapat menjadi salah satu solusi untuk meningkatkan kesejahteraan petani.

Kajian Analisis Faktor Produksi

Penelitian yang menganalisi faktor produksi suatu usahatani umumnya menggunakan model fungsi produksi Cobb Douglas. Penelitian yang menganalisis faktor produksi adalah Miranti (1986), Amri (2011), Gultom (2011), dan Defri (2011). Pengaruh faktor produksi terhadap hasil produksi usahatani dilihat dengan menggunakan alat analisis Cobb Douglas dan menggunakan metode penduga OLS (ordinary least square).

Faktor-faktor produksi yang dianggap memberikan pengaruh nyata pada hasil produksi untuk keempat penelitian tersebut antara lain luas lahan, benih, pupuk organik maupun kimia, obat-obatan dan pestisida, dan tenaga kerja. Gultom (2011) memiliki satu perbedaan faktor produksi dengan penelitian lainnnya, yaitu tidak memasukkan lahan sebagai faktor produksi. Faktor-faktor produksi tersebut dapat memberikan pengaruh yang positif dan negatif apabila dilakukan penambahan satuan faktor.

Penelitian yang dilakukan oleh Defri (2011) menunjukkan bahwa penambahan benih memberikan pengaruh negatif terhadap produksi ubi jalar. Petani menggunakan benih yang melebihi anjuran penyuluh pertanian, sehingga penambahan benih akan mengurangi produksi ubi jalar. Gultom (2011) juga memiliki faktor yang memberikan pengaruh negatif terhadap hasil produksi padi. Penambahan pupuk urea akan memberikan pengaruh negatif terhadap hasil produksi disebabkan oleh kondisi lahan di lokasi penelitian yang sudah mulai subur dan penggunaan pupuk urea sudah mulai diminimalisir.

Besarnya pengaruh tiap faktor produksi dapat dilihat dari elastisitas produksi. Pada fungsi Cobb Douglas, nilai elastisitas produksi dapat dilihat dari nilai koefisien regresi. Penelitian yang dilakukan oleh Amri (2011) menunjukkan nilai koefisien regresi pupuk kandang adalah yang tertinggi diantara faktor produksi lainnya, yaitu sebesar 0.34. Selang kepercayaan yang digunakan antara 85 persen sampai dengan 99 persen.

Persamaan dan Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu

(21)

produksi. Kegiatan usahatani dianalisis dengan menggunakan analisis pendapatan usahtani dan R/C. Metode penduga yang digunakan untuk mengetahui pengaruh faktor produksi adalah asumsi OLS.

Perbedaan yang terdapat dengan penelitian terdahulu yaitu pada lokasi, waktu, dan komoditas yang akan diteliti. Komoditas yang akan diteliti adalah kedelai, sedangkan komoditas yang menjadi penelitian terdahulu adalah padi dan tanaman palawija. Pengaruh faktor produksi dianalisis dengan menggunakan fungsi analisis regresi berganda. Penelitian yang dilakukan saat ini berlokasi di Desa Cipeuyeum, Kecamatan Haurwangi, Kabupaten Cianjur, sedangkan penelitian terdahulu berlokasi di Bogor.

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis

Kerangka pemikiran teoritis merupakan teori-teori yang digunakan dalam penelitian untuk menjawab tujuan penelitian. Teori-teori yang digunakan adalah konsep usahatani, penerimaan usahatani, pengeluaran usahatani, pendapatan usahatani, return cost ratio (R-C rasio), dan konsep fungsi produksi.

Konsep Usahatani

Menurut Soekartawi, et. al (1986), ilmu usahatani biasa diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Efektif berarti produsen dapat mengalokasikan sumberdaya yang dimiliki dengan sebaik mungkin, sedangkan efisien berarti pemanfaatan sumberdaya menghasilkan output yang memuaskan.

Usahatani pada dasarnya memperhatikan cara-cara petani memperoleh dan memadukan sumberdaya (lahan, tenaga kerja, modal, waktu, dan pengelolaan) yang terbatas untuk mencapai tujuannya. Menurut Hastuti dan Rahim (2008), usahatani merupakan ilmu yang mempelajari tentang cara mengorganisasikan dan mengkoordinasikan penggunaan faktor-faktor produksi secara efektif dan efisien sehingga produksi pertanian dapat menghasilkan pendapatan petani yang lebih besar.

Biaya Usahatani

(22)

10

1. Berdasarkan jumlah output yang dihasilkan terdiri dari:

a. Biaya tetap adalah biaya yang besar kecilnya tidak tergantung pada besar kecilnya produksi, misalnya pajak tanah, sewa tanah, penyusutan alat-alat bangunan pertanian, dan bunga pinjaman.

b. Biaya variabel adalah biaya yang berhubungan langsung dengan jumlah produksi, misalnya pengeluaran untuk benih, pupuk, obat-obatan, dan biaya tenaga kerja.

2. Berdasarkan biaya yang langsung dikeluarkan dan langsung diperhitungkan terdiri dari:

a. Biaya tunai adalah biaya tetap dan biaya variabel yang langsung dibayar tunai. Biaya tetap misalnya pajak tanah dan bunga pinjaman, sedangkan biaya variabel misalnya biaya untuk pengeluaran benih, obat-obatan pupuk, dan tenaga kerja keluarga. Biaya tunai ini berguna untuk melihat pengalokasian modal yang dimiliki petani.

b. Biaya nontunai (diperhitungkan) adalah biaya penyusutan alat-alat pertanian, sewa lahan milik sendiri (biaya tetap) dan tenaga kerja dalam keluarga (biaya variabel). Biaya tidak tunai untuk melihat bagaimana manajemen suatu usahatani.

Pendapatan Usahatani

Pendapatan usahatani Pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan dan semua biaya usahatani. Penerimaan usahatani merupakan nilai uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi usahatani. Penerimaan usahatani meliputi jumlah penambahan investaris, nilai penjualan hasil, nilai penggunaan rumah dan yang dikonsumsi (Hernanto, 1989). Penerimaan usahatani dibedakan menjadi dua yaitu penerimaan total usahatani dan penerimaan tunai usahatani.

Penerimaan tunai usahatani didefinisikan sebagia nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani. Penerimaan tunai usahatani tidak termasuk pinjaman uang untuk keperluan usahatani (Soekartawi, et. al, 1986). Penerimaan total adalah nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang diijual maupun tidak dijual. Jangka waktu pembukuan umumnya setahun dan mencakup semua produk yang dijual, dikonsumsi rumah tangga petani, digunakan dalam usahatani untuk benih atau pakan ternak, digunakan untuk pembayaran, dan disimpan atau ada di gudang pada akhir tahun (Soekartawi, et. al, 1986).

Pengeluaran tunai usahatani didefinisikan sebagai jumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi usahatani. Sama seperti penerimaan tunai usahatani, pengeluaran usahatani tidak mencakup bunga pinjaman dan jumlah pinjaman pokok. Pengeluaran total usahatani didefinisikan sebagai nilai semua masukan yang habis terpakai atau dikeluarkan dalam produksi tetapii tidak termasuk tenaga kerja dalam keluarga. Biaya usahatani merupakan pengeluaran usahatani.

(23)

usahatani disebut pendapatan bersih usahatani (net farm income). Pendapatan bersih usahatani mengukur umbalan yang diperoleh keluarga petani dari penggunaan faktor-faktor produksi kerja, pengelolaan, dan modal milik sendiri atau modal pinjaman yang diinvestasikan ke dalam usahatani.

R-C Rasio

R-C rasio merupakan alat untuk mengukur efisiensi pendapatan. Hernanto (1989) menytakan bahwa R/C menunjukkan pendapatan kotor yang diterima untuk sejumlah biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi. Menurut Soekartawi,

et.al (1986), analisis R/C akan lebih baik apabila dibagi menjadi dua bagian, yaitu analisis R/C dengan biaya tunai dan analisis R/C dengan biaya yang diperhitungkan.

Nilai R/C menunjukkan besarnya pendapatan kotor yang diterima untuk setiap rupiah yang dikeluarkan untuk produksi. Jika nilai R/C > 1 berarti penerimaan yang diperoleh akan lebih besar daripada tiap unit biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh penerimaan tersebut. Sebaliknya, jika R/C < 1 maka tiap unit biaya yang dikeluarkan akan lebih besar daripada penerimaan yang diperoleh. Alat yang digunakan untuk menganalisis keuntungan usahatani adalah R/C atas biaya total dan R/C atas biaya tunai.

Konsep Fungsi Produksi

Fungsi produksi merupakan hubungan fisik antara masukan dan produksi. Masukan seperti tanah, pupuk, tenaga kerja, modal, iklim, dan sebagainya dapat mempengaruhi besar kecilnya produksi yang diperoleh. Seorang produsen yang maju dalam melakukan usahatani akan selalu berpikir bagaimana mengalokasikan input atau faktor produksi sefisien mungkin untuk memperoleh produksi yang maksimum. Secara matematis, fungsi produksi dapat ditulis sebagai berikut.

Y = f (X1, X2, X3,..., Xn)

Dimana :

Y = jumlah produksi yang dihasilkan X = faktor produksi yang digunakan

Persamaan diatas menyatakan bahwa produksi Y dipengaruhi oleh sejumlah n masukan. Menurut Soekartawi, et. al (1986), masukan X1, X2, X3, Xn

dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu masukan yang dapatt dikuasai oleh petani seperti tanah, jumlah pupuk, tenaga kerja dan masukan yang tidak dapat dikuasai oleh petani seperti iklim.

Hubungan antara input dengan poduksi pertanian mengikuti kaidah kenaikan hasil yang semakin berkurang (law of diminishing returns). Tiap tambahan unit masukan akan mengakibatkan proporsi unit tambahan produksi yang semakin kecil dibandingkan unit tambahan masukan tersebut. Kemudian suatu ketika sejumlah unit tambahan akan menghasilkan produksi yang terus berkurang.

(24)

12

setiap penambahan satu unit input akan menyebabkan penurunan jumlah output. Kondisi diminishing returns terjadi pada saat tertentu, yaitu pada saat suatu usahatani berproduksi pada titik optimal, lalu setiap jumlah input yang ditambahkan akan menyebabkan turunnya jumlah produksi.

Menurut Soekartawi (2003), fungsi produksi menggambarkan hubungan antara faktor produksi (input) dan produksi (output) secara langsung dan hubungan tersebut dapat dimengerti dengan mudah. Hubungan ini dapat dijelaskan dengan setiap penambahan satu satuan input tertentu akan mempengaruhi produksi komoditas. Pengaruh yang diberikan dapat bernilai positif atau negatif. Soekartawi (2003) mendefenisikan produk marjinal (PM) sebagai tambahan satu satuan input (X) dapat menyebabkan pertambahan atau pengurangan satu satuan output (Y). Secara sistematis, tolak ukur produktivitas dapat dituliskan sebagai berikut.

Perubahan produk yang dihasilkan yang disebabkan oleh penggunaan faktor produksi dapat dilihat melalui elastisitas produksi. Elastisitas produksi merupakan persentase perubahan output sebagai akibat persentase perubahan dari input (Soekartawi, 2003). Elastisitas produksi dapat dirumuskan sebagai berikut.

Dimana:

Ep = Elastisitas Produksi

∂y = Perubahan hasil produksi

∂x = perubahan faktor produksi Y = Hasil Produksi

Xi = Faktor produksi ke-i (i=1,2,3,...) PM = Produk marjinal

PR = Produk rata-rata

(25)

Keterangan:

TP = Total Produksi

MP = Marginal Product (produk marjinal) AP = Average Product (produk rata-rata) Y = Output

X = Input

Ep = Elastisitas Produksi

Gambar 2 Tahapan Suatu Proses Produksi Sumber : Soekartawi, 2003

Pada gambar 1, terlihat tiga daerah produksi yang terbagi berdasarkan nilai elastisitas produksi. Ketiga daerah produksi tersebut dapat diuraikan sebagai berikut.

1. Daerah I dengan Ep > 1, sering disebut dengan daerah irrasional atau inefisiensi. Produksi menjadi tidak rasional karena pada daerah ini penambahan input sebesar 1 satuan akan menyebabkan penambahan produk yang selalu lebih besar dari 1 satuan. Di daerah produksi ini belum tercapai pendapatan yang maksimum karena pendapatan masih dapat diperbesar apabila pemakaian input variabel dinaikkan.

(26)

14

atau rational stage of production). Daerah II dimulai dari PR maksimum dan berakhir pada PM = 0. Kurva PR akan selalu berada diatas kurva PM setelah mencapai titik maksimum PR. Titik maksimum PR tercapai pada saat PR = PM. Daerah II ini menjadi daerah produksi yang menjadi kejaran para produsen (Hernanto, 1989).

3. Daerah produksi III dengan Ep < 0. Pada daerah ini, penambahan pemakaian input akan menyebabkan penurunan produksi total. Daerah ini disebut daerah produksi irrasional (Hastuti dan Rahim, 2008). Menurut Hernanto (1989), daerah ini memiliki nilai PM negatif atau turun secara tajam, dan total produksinya akan mengalami penurunan. Daerah ini dimulai dari titik C, yakni pada saat kurva PM memotong sumbu X dan kurva total produksi mencapai titik optimum. Kondisi penambahan output yang optimum tidak mencerminkan efisiensi karena penambahan output yang tinggi belum tentu dapat menutupi biaya input yang digunakan.

Pada Gambar 2 tidak hanya menunjukkan daerah-daerah produksi, namun juga menggambarkan skala usaha (return to scale). Hubungan antara produk marjinal (PM) dan total produk (TP) serta produk marjinal dengan produk rata-rata dapat dilihat dari besar kecilnya elastisitas produk (Hastuti dan Rahim, 2008) a. Nilai Ep = 1 jika produk rata-rata (PR) mencapai maksimum atau pada saat

PR=PM

b. Jika PM = 0 pada saat PR sedang turun, maka nilai Ep = 0

c. Nilai Ep > 1 apabila TP meningkat pada tahapan increasing rate dan PR juga meningkat di daerah I. Pada keadaan ini petani akan mendapatkan tambahan produksi yang sesuai dengan peningkatan jumlah input.

d. Nilai 0 < Ep < 1 terjadi pada saat tambahan input tidak menghasilkan output yang menguntungkan. Keadaan seperti ini disebut juga decreasing rate.

e. Nilai Ep < 0 pada daerah III menunjukkan keadaan yang menurun. Total produk menurun, nilai produk marjinal menjadi negatif, dan produk rata-rata juga menurun. Pada keadaan ini, penambahan input akan tetap merugikan petani.

Fungsi Produksi Regresi Berganda

Fungsi produksi menurut Soekartawi (2003) adalah analisis yang menjelaskan hubungan sebab akibat antara faktor produksi dengan hasil produksi. Apabila produksi (Y) dipengaruhi oleh luas lahan (X1), maka luas lahan akan

selalu mempengaruhi produksi. Pengaruh faktor produksi terhadap produksi kedelai dilihat dengan menggunakan analisis regresi berganda karena terdapat banyak faktor produksi atau variabel bebas yang mungkin mempengaruhi atau tidak mempengaruhi variabel tak bebas (produksi)

Model hubungan antara produksi kedelai (Y) yang dipengaruhi oleh lebih dari satu variabel bebas faktor produksi dapat diformulasikan sebagai berikut.

Yt = bo + b1X1 +b2X2 + b3X3 + ... + b9X9 + e

Dimana :

Yt : variabel terikat (produksi kedelai) pada penelitian ke-t

X1,X2,...,X9 : variabel bebas (faktor produksi)

B1, b2, ..., b9 : slope

(27)

e : error pada penelitian ke-t t : penelitian ke-t

Kerangka Pemikiran Operasional

Kedelai merupakan salah satu komoditas subsektor tanaman pangan yang potensial untuk dikembangkan. Kedelai memiliki kandungan protein yang tinggi, sehingga baik untuk dikonsumsi oleh masyarakat. Kedelai juga dapat diolah menjadi makanan ringan ataupun minuman, tempe, tahu, tauco, dan sebagainya. Salah satu daerah penghasil kedelai terbesar di Propinsi Jawa Barat adalah Kabupaten Cianjur. Salah satu daerah penghasil kedelai di Kabupaten Cianjur yaitu di Desa Cipeuyeum, Kecamatan Haurwangi.

Usahatani kedelai di Desa Cipeuyeum akan memberikan keuntungan yang besar kepada petani kedelai apabila para petani tersebut dapat mengelola usahataninya dengan efektif dan efisien. Salah satu kelebihan yang mendukung usahatani yang dapat memberi keuntungan kepada petani adalah Cianjur yang merupakan sentra penghasil kedelai. Namun, terdapat beberapa kendala yang menyebabkan minat petani untuk melakukan usahatani kedelai menjadi berkurang. Namun, masih terdapat beberapa petani yang menjalani usahatani kedelai walaupun mereka menghadapi beberapa kendala, salah satunya harga jual kedelai yang rendah ditingkat petani. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk menganalisis apakah pendapatan petani kedelai di Desa Cipeuyeum memberikan keuntungan dan dapat terus menjalankan usahatani secara efektif dan efisien.

(28)

16

Usahatani kedelai

 Kedelai merupakan komoditas selingan di Desa Cipeuyeum

 Produktivitas kedelai di Desa Cipeuyeum yang tinggi

 Harga kedelai di tingkat petani rendah

Keragaan usahatani kedelai

Analisis Pendapatan Usahatani

1. Penerimaan Usahatani 2. Biaya Usahatani 3. Analisis Efisiensi

Biaya

Faktor-faktor yang mempengaruhi

produksi kedelai 1. Luas lahan 2. Benih 3. Urea 4. KCl 5. Phonska 6. Pupuk cair 7. MOL 8. Pestisida 9. Tenaga kerja

Rekomendasi dan informasi ke petani

Gambar 2 Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Usahatani dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Kedelai di Desa Cipeuyeum, Kecamatan Haurwangi, Kabupaten Cianjur.

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

(29)

secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa daerah tersebut merupakan salah satu sentra penghasil kedelai di daerah Kabupaten Cianjur.

Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan petani yang dijadikan sampel dan pihak-pihak lain yang terkait. Teknik wawancara yang digunakan kepada para petani adalah menggunakan daftar wawancara (kuisioner) yang telah disediakan. Data sekunder diperoleh dari buku-buku yang sesuai dengan topik penelitian, jurnal penelitian, skripsi, Badan Pusat Statistik, dan Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur.

Metode Penarikan Sampel dan Pengumpulan Data

Penentuan sampel petani di Desa Cipeuyeum dilakukan dengan menggunakan metode quota sampling. Petani dipilih berdasarkan karakteristik yang dikehendaki peneliti dan dipilih setelah mendapatkan lokasi penelitian sampel. Setelah peneliti menjumpai sampel petani yang sesuai dengan karakteristik yang dikehendaki, kemudian peneliti mengajukan permintaan kepada petani responden untuk berpartisipasi dalam penelitian ini.

Petani yang menjadi responden dibedakan menjadi petani dengan hasil panen kedelai polong tua dan polong muda. Petani dibedakan berdasarkan hasil panen setelah melalui proses wawancara secara acak dan kedelai yang dipanen oleh petani responden berbeda. Petani dengan hasil panen kedelai polong muda yang menjadi responden sebanyak 6 orang, sedangkan petani dengan hasil panen kedelai polong tua sebanyak 24 orang.

Metode Analisis Data

Pengolahan dan analisis data penelitian dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan untuk mengetahui gambaran umum mengenai keragaan usahatani yang dijelaskan secara sistematis, akurat sesuat fakta-fakta yang ada. Data kualitatif untuk menjelaskan keragaan usahatani disajikan dalam bentuk paragraf deskriptif dan tabel. Analisis kuantitatif dilakukan untuk mengetahui gambaran tentang pendapatan usahatani, R-C rasio dan pengaruh penggunaan faktor-faktor produksi usahatani di lokasi penelitian. Data kuantitatif diolah dengan menggunakan bantuan kalkulator, microsoft Excel, MINITAB versi 14 for windows.

Analisis Pendapatan Usahatani

(30)

18

Rumus penerimaan total, biaya dan pendapatan adalah: TR = PyY

TC = FC + VC

Π = TR – (TCtunai + biaya diperhitungkan)

Keterangan:

TR = Total penerimaan usahatani (Rupiah) TC = Total biaya usahatani (Rupiah)

Π = Pendapatan (Rupiah) Py = Harga output (Rupiah) Y = Jumlah output

Sumber : Soekartawi (2003)

Return cost ratio adalah perbandingan antara total penerimaan dengan total biaya yang dikeluarkan dalam suatu proses produksi usahatani. Analisis R-C rasio digunakan untuk mengetahui sebeapa besar penerimaan yang dihasilkan setiap rupiah yang dikeluarkan pada suatu usahatani. Apabila R/C > 1, berarti usahatani memberikan keuntungan kepada petani. Selanjutnya, apabila nilai R/C = 1, berarti usahatani impas dan apabila nilai R/C < 1, berarti usahatani yang dilakukan merugikan petani. R-C rasio dapat ditulis sebagai berikut.

R/C atas biaya tunai = TR/TCtunai

R/C atas biaya total = TR/(TCtunai + biaya diperhitungkan) Analisis Fungsi Produksi

Pengaruh penggunaan faktor produksi akan dianalisis dengan menggunakan analisis regresi berganda. Menurut Soekartawi (2003), fungsi regresi berganda adalah satu fungsi yang melibatkan dua atau lebih variabel, dimana variabel yang satu bersifat dependen (variabel Y), sedangkan yang satunya bersifat independen (variabel X). Analisis regresi berganda merupakan suatu teknik untuk merepresentasikan pola hubungan fungsional produksi yang dipengaruhi oleh lebih dari satu faktor produksi. Analisis ini dapat digunakan untuk memprediksi besar perubahan produksi kedelai sebagai respon terhadap perubahan salah satu faktor produksi.

Tahap-tahap dalam menganalisis fungsi produksi adalah sebagai berikut. 1. Mengidentifikasi variabel bebas dan terkait

Digunakan untuk mendaftar faktor-faktor produksi yang diduga berpengaruh dalam proses produksi kedelai. Faktor-faktor produksi secara umum adalah luas lahan, benih, urea, KCl, phonska, pupuk cair semiorganik, MOL, tenaga kerja, dan pestisida. Faktor-faktor produksi merupakan variabel bebas.

2. Analisis regresi

Dalam analisis regresi, pendekatan fungsi produksi yang digunakan adalah analisis regresi berganda, yaitu

Yt = bo + b1X1t + b2X2t + ... + b9X9t + et

Dimana:

Y = hasil produksi kedelai permusim tanam (kg) X1 = faktor produksi luas lahan

X2 = faktor produksi benih

(31)

X4 = faktor produksi KCl X5 = faktor produksi phonska X6 = faktor produksi pupuk cair X7 = faktor produksi MOL X8 = faktor produksi tenaga kerja X9 = faktor produksi pestisida

b0 = intersep, merupakan besaran parameter

e = bilangan natural (e=2.7182) u = unsur galat

b1, b2, b3, ... = nilai dugaan parameter

3. Pengujian Hipotesis

a. Pengujian Terhadap Model Penduga

Pengujian ini digunakan untuk mengetahui apakah faktor produksi yang digunakan secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap produksi kedelai.

Hipotesis:

H0 : produksi usahatani kedelai tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor

produksi

H1 : bahwa faktor-faktor produksi berpengaruh nyata terhadap produksi

usahatani kedelai.

Uji statistik yang digunakan adalah uji F

1

Koefisien determinasi mempunyai keterkaitan erat dengan nilai F pada analisis ragam. Uji statistik F selain digunakan untuk menguji signifikansi parameter penduga secara serempak juga merupakan uji signifikansi koefisien determinasi. Koefisien determinasi dapat dirumuskan sebagai berikut:

R2 = Jumlah Kuadrat Regresi/Jumlah Kuadrat Total b. Pengujian untuk masing-masing parameter

Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui masing-masing variabel independen yang berpengaruh terhadap variabel dependen.

Hipotesis:

H0 : faktor produksi lahan tidak berpengaruh positif terhadap produksi

kedelai.

H1 : faktor produksi lahan berpengaruh positif terhadap produksi kedelai.

H0 : faktor produksi benih tidak berpengaruh positif terhadap produksi

kedelai

H2 : faktor produksi benih berpengaruh positif terhadap produksi kedelai.

H0 : faktor produksi urea tidak berpengaruh positif terhadap produksi

(32)

20

H3 : faktor produksi urea berpengaruh positif terhadap produksi kedelai.

H0 : faktor produksi KCl tidak berpengaruh positif terhadap produksi

kedelai.

H4 : faktor produksi KCl berpengaruh positif terhadap produksi kedelai.

H0 : faktor produksi phonska tidak berpengaruh positif terhadap produksi

kedelai.

H5 : faktor produksi phonska berpengaruh positif terhadap produksi kedelai.

H0 : faktor produksi pupuk cair tidak berpengaruh positif terhadap produksi

kedelai.

H6 : faktor produksi pupuk cair berpengaruh positif terhadap produksi

kedelai.

H0 : faktor produksi MOL tidak berpengaruh positif terhadap produksi

kedelai.

H7 : faktor produksi MOL berpengaruh positif terhadap produksi kedelai.

H0 : faktor produksi tenaga kerja tidak berpengaruh positif terhadap

produksi kedelai.

H8 : faktor produksi tenaga kerja berpengaruh positif terhadap produksi

kedelai.

H0 : faktor produksi insektisida tidak berpengaruh positif terhadap produksi

kedelai.

H9 : faktor produksi insektisida berpengaruh positif terhadap produksi

kedelai.

Uji statistika yang digunakan adalah uji T

T-hitung = Dimana:

bj = Koefisien model dugaan untuk variabel Xj

βj = nilai koefisien model untuk variabel Xj StDev = standar deviasi dari bj

Kriteria uji:

Pendugaan parameter dari fungsi produksi dilakukan dengan metode kuadrat terkecil (OLS = Ordinary Least Square) sehingga dengan sendirinya asumsi

(33)

dari uji-t banyak variabel bebas yang tidak signifikan atau dapat diukur dengan Variance Inflation Faktor (VIF), secara matematis dirumuskan sebagai berikut:

VIF(Xj) =

Dimana, Rj merupakan koefisien determinasi dari model regresi dengan Xj sebagai variabel independen. Jika VIF(Xj) > 10, maka dapat disimpulkan

bahwa model dugaan memiliki multikolinieritas. Autokorelasi dapat dideteksi dengan beberapa cara, salah satunya yaitu dengan pengajian grafis. Autokorelasi terlihat apabila dalam penyajian grafis, dengan memplotkan pada sumbu kartesius, et terhadap et-k membentuk suatu pola.

Konsep Pengukuran Variabel

Variabel-variabel yang diamati merupakan data dan informasi mengenai usahatani kedelai yang diusahakan petani pada satu kali panen. Variabel yang diamati dalam menganalisis pendapatan uahatani kedelai adalah modal, tenaga kerja yang digunakan dalam kegiatan usahatani kedelai, biaya tunai, biaya yang diperhitungkan, produksi total, dan harga produk. Sedangkan variabel-variabel yang digunakan dalam faktor produksi usahatani kedelai adalah:

1. Produksi (Y) : hasil produksi kedelai (kg) permusim tanam yang dihasilkan petani pada luas lahan tertentu.

2. Lahan (X1) : jumlah luas lahan (Ha) yang digunakan dalam proses

produksi kedelai persatu kali musim tanam.

3. Benih (X2) : jumlah benih (Kg) yang digunakan dalam proses produksi

kedelai persatu kali musim tanam pada luas lahan tertentu.

4. Urea (X3) : jumlah urea (Kg) yang digunakan dalam proses produksi

kedelai persatu kali musim tanam pada luas lahan tertentu.

5. KCl (X4) : jumlah KCl (Kg) yang digunakan dalam proses produksi

kedelai persatu kali musim tanam pada luas lahan tertentu.

6. Phonska (X5) : jumlah phonska (Kg) yang digunakan dalam proses

produksi kedelai persatu kali musim tanam pada luas lahan tertentu.

7. Pupuk cair (X6) : jumlah pupuk cair (L) yang digunakan dalam proses

produksi kedelai persatu kali musim tanam pada luas lahan tertentu.

8. MOL (X7) : jumlah MOL (L) yang digunakan dalam proses produksi

kedelai persatu kali musim tanam pada luas lahan tertentu.

9. Tenaga Kerja (X8) : jumlah tenaga kerja (HOK) yang digunakan dalam proses

produksi kedelai persatu kali musim tanam pada luas lahan tertentu.

10.Insektisida (X9) : jumlah insektisida (Kg) yang digunakan dalam proses

(34)

22

GAMBARAN UMUM

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kabupaten Cianjur memiliki luas wilayah sebesar 350.148 hektar. Secara geografis, Kabupaten Cianjur terbagi dalam 3 wilayah, yaitu wilayah utara, wilayah tengah, dan wilayah selatan dengan jumlah kecamatan sebanyak 32 kecamatan, 342 desa, dan enam kelurahan. Wilayah pengembangan utara merupakan dataran tinggi yang terletak di kaki Gunung Gede yang terdiri dari dataran tinggi pegunungan dan dataran yang digunakan untuk areal persawahan. Wilayah pengembangan tengah merupakan daerah yang berbukit-bukit kecil dengan struktur tanahnya labil, sehingga sering terjadi longsor. Dataran lainnya terdiri dari areal perkebunan, ladang, dan sawah. Wilayah pengembangan selatan merupakan dataran rendah dengan bukir-bukit kecil yang diselingi pegunungan yang melebar sampai ke pantai Samudera Indonesia.

Lokasi yang dipilih untuk penelitian adalah Desa Cipeuyeum, Kecamatan Haurwangi, Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat. Desa Cipeuyeum memiliki luas wilayah sebesar 291.867 hektar. Desa ini berbatasan wilayah dengan beberapa desa yang ada di Kecamatan Haurwangi dan Ciranjang. Sebelah utara berbatasan dengan Desa Kertamukti, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Mekarwangi, sebelah timur berbatasan dengan Desa Kertamukti, dan sebelah barat berbatasan dengan Desa Gunungsari.

Desa Cipeuyeum memiliki suhu rata-rata harian 28 sampai 35 oC. Desa ini terletak diketinggian 2 500 meter di atas permukaan laut. Lahan pertanian yang digunakan untuk pertanian seluas 103.33 hektar. Lahan pertanian di desa ini ditanami oleh komoditas padi dan palawija, khususnya kedelai. Tanah kering di desa ini digunakan untuk pemukiman, ladang, dan pekarangan. Luas tanah kering yang berada di wilayah ini sebesar 99.65 hektar (Data Potensi Desa Cipeuyeum, 2012).

Desa Cipeuyeum terdiri atas 25 RT, 11 RW, dan 3 dusun. Jumlah penduduk desa ini pada tahun 2012 sebanyak 5 497 orang yang terdiri dari penduduk berjenis kelamin laki-laki berjumlah 2 878 orang dan penduduk berjenis kelamin perempuan berjumlah 2 619 orang. Jumlah penduduk berdasarkan sebaran usia dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Sebaran Usia Penduduk Desa Cipeuyeum Tahun 2012

No. Umur (Tahun) Jumlah (Orang) Persentase (%)

1. 0-19 2 247 40.84

2. 20-54 2 587 47.02

3. >54 668 12.14

Total 5 502 100.00

Sumber: Data Potensi Desa Cipeuyeum, 2012

(35)

formal sampai tingkat Sekolah Dasar (SD). Tingkat pendidikan penduduk desa dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Tingkat Pendidikan Penduduk Desa Cipeuyeum Tahun 2012

No. Tingkat Pendidikan Jumlah (Orang) Persentase (%)

1. TK 32 0.74

2. SD 3386 78.76

3. SMP 488 11.35

4. SMA 368 8.56

5. D3 25 0.58

Total 4299 99.99

Sumber: Data Potensi Desa Cipeuyeum, 2012

Tingkat pendidikan penduduk Desa Cipeuyeum tergolong rendah. Sebanyak 78.76 persen dari total warga desa yang mendapatkan kesempatan untuk bersekolah hanya sampai tingkat sekolah dasar. Penduduk desa yang dapat menyelesaikan pendidikan sampai tingkat perguruan tinggi tidak sampai satu persen dari jumlah total penduduk desa bersekolah. Tingkat pendidikan warga desa berkaitan dengan mata pencaharian yang dimiliki oleh warga desa. Daftar mata pencaharian warga Desa Cipeuyeum dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Desa Cipeuyeum Tahun 2012

No. Pekerjaan Jumlah (Orang) Persentase (%)

1. Buruh 1098 57.51

2. Petani 328 17.18

3. Pedagang Keliling 219 11.47

4. PNS 87 4.56

5. Karyawan Swasta 83 4.35

6. Pembantu Rumah Tangga 58 3.04

7. Pengusaha Kecil dan Menengah 18 0.94

8. Pengrajin Industri Rumah Tangga 8 0.42

9. POLRI 5 0.26

10 TNI 4 0.21

11. Arsitek 1 0.05

Total 1909 99.99

Sumber: Data Potensi Desa Cipeuyeum, 2012

(36)

24

mata pencaharian sebagai petani, buruh tani, pembantu rumah tangga, pedagang keliling, pengusaha kecil dan menengah, dan pengrajin industri rumah tangga.

Karakteristik Petani Responden

Petani yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah petani kedelai yang ada di Desa Cipeuyeum. Petani menanam kedelai hanya satu kali musim tanam dalam satu tahun. Jumlah petani yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah 30 orang. Beberapa karakteristik petani yang akan diuraikan adalah umur petani, luas lahan garapan, tingkat pendidikan petani, pengalaman usahatani. Karakteristik petani responden memiliki kaitan yang penting terhadap pelaksanaan usahatani, terutama pada proses budidaya kedelai.

Umur Petani Responden

Umur produktif seorang pekerja yaitu antara 20 dan 55 tahun. Beberapa petani kedelai yang menjadi responden memiliki umur yang tidak produktif lagi. Kemampuan mengelola usahatani pada saat umur produktif akan jauh berbeda dengan umur yang tidak produktif. Sebaran umur petani responden akan dijelaskan pada Tabel 9.

Tabel 9 Karakteristik Umur Petani Responden di Desa Cipeuyeum Tahun 2013 No. Sebaran Umur (Tahun) Jumlah Responden (Orang) Persentase (%)

1. 30-45 8 26.67

2. 46-55 7 23.33

3. > 55 15 50.00

Total 30 100.00

Persentase umur petani yang termasuk kategori umur produktif dan umur tidak produktif terbagi merata. Umur petani responden yang masih produktif yaitu 50 persen dari total petani responden, sedangkan umur petani yang tidak produktif juga 50 persen dari total responden. Banyaknya petani yang berumur lebih dari 55 tahun disebabkan para pemuda yang berada di desa saat ini tidak memiliki minat untuk berusahatani. Hal ini membuat para petani terpaksa melanjutkan kegiatan usahatani walaupun umur mereka sudah mencapai umur yang tidak produktif lagi. Petani responden dengan umur lebih dari 55 tahun (10 petani responden) menggunakan lebih banyak tenaga kerja luar keluarga. Anggota keluarga yang paling banyak membantu petani hanya istri petani. Namun, terdapat beberapa petani yang memiliki umur lebih dari 55 tahun yang menggunakan tenaga kerja dalam keluarga untuk membantu kegiatan usahatani mereka. Anggota keluarga yang banyak dipakai oleh petani responden tersebut yaitu anak petani yang tetap tinggal di Desa Cipeuyeum dan memilih untuk bekerja sebagai petani.

Luas Lahan Garapan Petani Responden

(37)

Tabel 10 Karakteristik Luas Lahan Garapan Petani di Desa Cipeuyeum Tahun 2013

No. Luas Lahan (Hektar) Jumlah Responden (Orang) Persentase (%)

1. 0-0.5 21 70.00

2. > 0.5 9 30.00

Total 30 100.00

Tabel 9 menunjukkan jumlah luas lahan garapan petani, lahan sendiri maupun lahan sewa. Petani yang memiliki luas lahan garapan sampai dengan 0.5 hektar sebanyak 21 orang. Dari 21 orang petani, sebanyak tujuh orang petani yang memiliki lahan sawah sendiri. Sedangkan untuk petani dengan luas lahan garapan lebih dari 0.5 hektar, hanya dua orang petani yang memiliki lahan sawah sendiri. Banyaknya petani yang tidak memiliki lahan sendiri disebabkan lahan sawah yang pernah dimiliki oleh petani telah dijual ke orang-orang yang berdomisili di Jakarta dan Bandung. Petani menjual lahan mereka untuk mendapatkan uang tambahan. Tingkat Pendidikan Petani

Tingkat pendidikan petani akan mempengaruhi kemampuan petani dalam mengaplikasikan setiap teknologi pertanian yang ada. Teknologi terus berkembang di dunia pertanian diharapkan dapat membantu peningkatan produksi usahatani. Apabila tingkat pendidikan petani rendah, maka kemampuan petani untuk mengaplikasi teknologi juga rendah. Tingkat pendidikan petani responden dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11 Karakteristik Tingkat Pendidikan Petani Desa Cipeuyeum 2013 No. Tingkat Pendidikan Jumlah Responden (Orang) Persentase (%)

1. SD 19 63.33

2. SMP 9 30.00

3. SMA 2 6.67

Total 30 100.00

Petani yang hanya memiliki tingkat pendidikan sampai sekolah dasar lebih banyak dibandingkan petani dengan pendidikan terakhir SMP dan SMA. Mata pencaharian petani sudah menjadi pekerjaan turun temurun dalam satu keluarga di Desa Cipeuyeum. Rendahnya tingkat pendidikan dapat didasari oleh pemikiran bahwa untuk menjadi seorang petani tidak memerlukan pendidikan yang tinggi. Pengalaman usahatani cukup menjadi modal seseorang untuk menjadi petani. Hanya terdapat dua orang petani yang bersekolah sampai tingkat SMA. Keadaan ini sesuai dengan usahatani yang dijalankan oleh petani responden tidak memakai teknologi yang dapat mempermudah kegiatan usahatani.

Pengalaman Usahatani

(38)

26

kemampuan para petani untuk melakukan kegiatan usahatani. Pengalaman petani dalam berusahatani dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12 Karakteristik Pengalaman Usahatani di Desa Cipeuyeum Tahun 2013 No. Pengalaman (Tahun) Jumlah Responden (Orang) Persentase (%)

1. 0-10 6 20.00

2. 11-20 8 26.67

3. 21-30 13 43.33

4. > 30 3 10.00

Total 30 100.00

Pengalaman usahatani tiap petani berbeda-beda. Petani yang memiliki pengalaman usahatani kurang dari 10 tahun sebanyak enam orang atau 20 persen. Lamanya pengalaman menanam kedelai yang paling banyak dimiliki oleh petani responden adalah antara 21 dan 30 tahun. Petani responden yang memiliki pengalaman menanam kedelai lebih dari 30 tahun sebanyak 3 orang atau 10 persen.

Petani yang memiliki pengalaman usahatani kurang dari 10 tahun tidak berarti petani tersebut memiliki sebaran usia dari 30-45 tahun. Petani tersebut baru memiliki pengalaman usahatani yang masih sedikit dibandingkan petani lain karena mereka baru memulai untuk berusahatani. Petani yang memiliki pengalaman usahatani kurang dari 10 tahun memiliki sebaran umur mulai dari 45-55 tahun. Petani tersebut baru memulai kegiatan usahatani karena mereka ingin melakukan suatu kegiatan. Petani yang memiliki pengalaman usahatani antara 21-30 tahun memulai kegiatan usahatani mereka sejak usia remaja. Petani biasanya membantu usaha orang tua mereka dan melanjutkan kegiatan usahatani sampai dewasa.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keragaan Usahatani

Usahatani kedelai yang terdapat di Desa Cipeuyeum merupakan kegiatan yang dilakukan secara turun menurun oleh petani-petani yang terdapat desa tersebut. Hal ini dapat dilihat dari lamanya pengalaman petani dalam melakukan kegiatan usahatani kedelai. Usahatani kedelai telah dimulai sejak tahun 1980. Kedelai ditanam selama satu musim tanam dalam setahun. Penanaman kedelai biasanya dilakukan pada saat musim kemarau. Apabila sudah memasuki waktu tanam kedelai, namun terlalu sering turun hujan, maka petani tidak akan menanam kedelai pada saat musim tanamnya. Hal ini untuk menghindari risiko hasil panen yang buruk. Pembahasan mengenai kegiatan usahatani kedelai meliputi analisis pendapatan usahatani dan seberapa besar faktor produksi yang mempengaruhi kegiatan usahatani ini selama musim tanam tahun 2012.

Penggunaan Sarana Produksi

(39)

kedelai di Desa Cipeuyeum terdiri dari lahan, benih, pupuk, obat-obatan, tenaga kerja, dan alat-alat pertanian.

1. Lahan

Lahan pertanian yang terdapat di Desa Cipeuyeum sebagian besar merupakan lahan sewa. Namun, ada beberapa petani responden yang memiliki lahan sawah sendiri. Besarnya luas lahan yang digarap petani beragam, mulai dari 0.098 sampai 0.84 hektar. Rata-rata luas lahan yang digarap oleh petani untuk tanaman kedelai adalah 0.3 hektar. Petani yang menggarap lahan sewa tidak dikenakan biaya sewa lahan. Hal ini disebabkan kedelai yang merupakan tanaman selingan, sehingga petani bisa saja tidak menanam kedelai. Oleh karena itu, pemilik lahan tidak meminta biaya sewa lahan kepada petani pada saat musim tanam kedelai. Petani mengeluarkan biaya sewa lahan hanya untuk tanaman padi.

2. Benih

Benih merupakan salah satu faktor yang menentukan produksi suatu komoditas. Hasil produksi yang baik akan didapat apabila benih yang digunakan memiliki kualitas yang tinggi. Benih yang digunakan oleh petani responden beragam varietasnya. Beberapa petani menggunakan benih bantuan dari pemerintah. Tidak terdapat kriteria khusus yang diwajibkan kepada petani untuk mendapatkan benih bantuan pemerintah. Petani cukup memiliki lahan garapan, baik sewa maupun milik sendiri, dan menjadi anggota kelompok tani. Varietas benih bantuan pemerintah adalah jenis anjasmoro. Tetapi, terdapat juga beberapa petani yang membeli benih sendiri. Varietas benih yang dibeli sendiri oleh petani adalah jenis dapros.

Beberapa petani memilih untuk membeli sendiri benih kedelai karena benih kedelai yang berasal dari bantuan pemerintah memiliki kualitas yang kurang baik. Selain itu, benih yang berasal dari bantuan pemerintah tidak seluruhnya jenis anjasmoro. Menurut petani, benih bantuan telah dicampur dengan benih yang kualitasnya rendah. Oleh karena itu, kedelai yang dihasilkan akan memiliki kualitas yang rendah juga. Banyaknya benih kedelai yang dipakai petani selama musim tanam 2012 adalah 499 kg. Rata-rata setiap petani menggunakan benih kedelai sebanyak 16.63 kg.

Gambar

Tabel 1 Ekspor Impor Pertanian Indonesia Menurut Subsektor, 2009-2012
Tabel 2 Luas Panen dan Produktivitas Komoditas Kedelai Beberapa Provinsi di
Tabel 5 Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Kedelai di Desa, Kecamatan
Gambar 2 Tahapan Suatu Proses Produksi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Ada 3 tahap proses pembelajaran, yaitu: tahap perencanaan yang meliputi penentuan alokasi waktu, persiapan materi dan buku pembelajaran, juga persiapan media yang akan digunakan

Pendapatan bersih usahatani padi diperoleh dari hasil pengurangan antara penerimaan usahatani dengan biaya yang dikeluarkan selama proses produksi.. Analisis pendapatan

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaim ana hasil belajar keterampilan menulis karangan deskripsi dengan model pembelajaran concept sentence siswa kelas

Setelah dilakukan redesain fasilitas kerja pada proses penggilingan biji kedele yang membuat rangkaian kerja berkurang menjadi tiga rangkaian kerja selanjutnya akan

Dengan mengucapkan syukur Alhamdulillah kepada Allah SWT, karena dengan pertolongan, rahmat, hidayah, dan kemudahan-Nya maka Penulis dapat menyelesaikan Laporan

Dari hasil penelitian tentang Analisis Sikap Konsumen terhadap Atribut Produk Minuman Isotonik Merek Mizone di Kota Pekanbaru maka dapat diambil kesimpulan sebagai

Metode ini digunakan penulis sebagai acuan yang akurat bagi penelitian dengan mengumpulkan informasi dan data terkait iklan Ramadhan Ramayana 2018 melalui pihak

pemimpin adalah menjadi seorang pelayan, dimana yang dimaksud adalah Jokowi. secara langsung terjun kedalam kehidupan masyarakat dan mengetahui