• Tidak ada hasil yang ditemukan

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

X 1 : Konsentrasi papain X 2 : Waktu inkubas

4.8 Prakiraan Biaya Investasi dan Biaya Produksi Tepung Jagung Secara Enzimatis

4.8.2 Prakiraan Biaya Produks

4.8.2.3 Biaya Overhead Pabrik

Biaya overhead pabrik terdiri atas biaya bahan penolong, biaya listrik, biaya air, biaya tenaga kerja tidak langsung, biaya penyusutan, biaya pemeliharaan, dan biaya-biaya lainnya di luar biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung. Untuk menghitung biaya-biaya tersebut, perlu adanya penetapan dan perkiraan produksi dalam satu tahun. Perhitungan prakiraan biaya overhead didasarkan pada kapasitas produksi di UPT pengolahan jagung di Grobogan, yaitu 500 kg jagung pipil per hari.

Prakiraan Biaya Bahan Penolong

Pada proses produksi tepung jagung secara enzimatis, selain digunakan papain sebagai enzim proteolitik untuk menguraikan matriks protein, juga dibutuhkan bahan penolong berupa aktivator untuk meningkatkan aktivitas papain yang digunakan. Beberapa aktivator yang dapat digunakan diantaranya adalah asam askorbat, sisteina, natrium hidrogenbisulfit, dan natrium metabisulfit. Menurut Rachdiati (2006), dari beberapa aktivator tersebut, sisteina memberikan peningkatan aktivitas papain paling tinggi. Oleh karena itu, pada penelitian ini digunakan sisteina sebagai aktivator papain.

Sisteina yang digunakan sebagai aktivator pada penelitian ini adalah L-

Cystein hidrokloric monohidrat. Penggunaan sisteina sebagai aktivator tersebut

terbukti dapat meningkatkan aktivitas papain dari 587 U/g menjadi 709 U/g pada suhu ruang. Mahalnya harga sisteina perlu dijadikan pertimbangan dalam proses produksi tepung jagung secara enzimatis. Prakiraan jumlah kebutuhan sisteina disajikan pada Tabel 4.34.

Tabel 4.34 Prakiraan kebutuhan sisteina Kebutuhan Sisteina

(kg/hari) (kg/th) (Rp/th) 0,264 79,20 236.016.000

Penggunaan sisteina dalam produksi tepung jagung adalah sebesar 0,88 g/l. Berdasarkan harga sisteina komersial yang publikasikan oleh Ajinomoto adalah 298 US$/kg. Dengan asumsi 1 US$(satu USD) = Rp. 10.000,- (sepuluh ribu rupiah), maka harga sisteina adalah Rp. 2.980.000,- per kg (Ajinomoto 2013), maka penggunaan sisteina dalam satu tahun adalah Rp. 236.016.000,- (dua ratus tiga puluh enam juta enam belas ribu rupiah). Mahalnya biaya untuk pengadaan sisteina tersebut, sangat berpengaruh terhadap biaya produksi tepung jagung secara keseluruhan. Untuk itu, dalam perhitungan prakiraan proses produksi tepung jagung secara enzimatis dilakukan perhitungan dengan dua kondisi, yaitu dengan penambahan sisteina sebagai aktivator dan tanpa penggunaan sisteina. Konsekuensi dengan tidak menambahkan sisteina pada proses inkubasi dengan papain adalah naiknya konsentrasi papain yang digunakan dari 0,65% menjadi 0,8% untuk jagung lokal Kodok, dan naik dari 0,8% menjadi 1,0% untuk jagung hibrida P21 pada waktu inkubasi yang sama, yaitu 21 jam. Dengan demikian, prakiraan biaya pengadaan papain sebagai bahan baku utama juga menjadi naik (Tabel 4.35).

Tabel 4.35 Rincian kebutuhan papain dalam proses produksi tepung jagung secara enzimatis tanpa penambahan sisteina

Varietas Kebutuhan Papain

(kg/hari)* (kg/th) (Rp./th)

Lokal Kodok 2,4 720 63.360.000

Hibrida P21 3,0 900 79.200.000

*Waktu inkubasi selama 21 jam

Pada Tabel 4.33 dan 4.35 dapat dilihat terjadinya kenaikan biaya papain sekitar 12-16 juta rupiah apabila tidak dilakukan penambahan sisteina. Kenaikan biaya pengadaan papain tersebut jauh lebih kecil apabila dibandingkan dengan penambahan biaya untuk pengadaan sisteina yang mencapai lebih dari 236 juta rupiah (Tabel 4.34). Besarnya selisih biaya produksi akibat penggunaan sisteina tersebut menjadi dasar dipilihnya proses produksi tepung jagung secara enzimatis tanpa menggunakan sisteina sebagai aktivator dalam perhitungan biaya produksi tepung jagung secara enzimatis.

Prakiraan Biaya Listrik

Kebutuhan listrik dihitung berdasarkan beban motor listrik pada tiap-tiap peralatan dan lama waktu peralatan tersebut digunakan. Besarnya beban motor listrik peralatan-peralatan pada proses produksi secara konvensional adalah 37,72 kW dan pada proses enzimatis adalah 30,74 kW (Tabel 4.22 dan 4.23). Dengan mempertimbangkan kapasitas peralatan, maka dapat diketahui waktu bekerjanya masing-masing peralatan. Dari hasil perhitungan diperoleh bahwa besarnya kebutuhan listrik untuk mengolah 500 kg jagung adalah 63,06 kwh dan 57,12 kwh masing-masing untuk proses konvensional dan enzimatis. Dengan mempertimbangkan beban penggunaan (peralatan-peralatan pendukung dan lampu penerangan, diasumsikan beban listrik per hari untuk proses konvensional dan enzimatis masing-masing 65 kwh dan 60 kwh. Berdasarkan daftar harga listrik per kwh yang berlaku mulai 1 April 2013 (PLN 2013), yaitu Rp.882,- per kwh untuk industri di atas 14 kVA, maka perkiraan biaya listrik untuk proses konvensional adalah Rp.1.433.250,- per bulan (Rp.17.199.000,- per tahun) dan Rp.1.323.000,- per bulan (Rp. 15.876.000,- per tahun) untuk proses enzimatis. Prakiraan Biaya Air

Penggunaan air pada proses produksi tepung jagung secara konvensional tidak sebanyak pada proses enzimatis. Air pada proses konvensional hanya dibutuhkan untuk perendaman awal biji jagung sebelum dilakukan proses degerminasi. Akan tetapi, pada proses enzimatis, air dibutuhkan untuk inkubasi dan pencucian setelah proses inkubasi. Jumlah air yang dibutuhkan untuk perendaman awal adalah 208,3 l untuk 1 (satu) kali perendaman (250 kg jagung pipil), sehingga untuk 2 (dua) kali perendaman dibutuhkan 416,7 l air.

Jumlah air yang dibutuhkan pada proses inkubasi adalah 150 l per batch

dengan perbandingan 1 : 1 (b : v) antara grits jagung dengan larutan enzim, dengan asumsi bahwa rendemen grits jagung hasil degerminasi adalah 60%. Jadi jumlah kebutuhan air untuk inkubasi adalah 300 l untuk 1 (satu) hari inkubasi. Sementara itu, kebutuhan air untuk proses pencucian dan pembilasan adalah 150 l untuk dua batch, dengan asumsi perbandingan 1 : 1 (b : v)antara jumlah grits

dengan volume air untuk pencucian. Dengan ulangan pencucian hingga 3 (tiga) kali, maka dibutuhkan air sejumlah 900 l. Dengan demikian, jumlah air yang dibutuhkan pada proses produksi secara enzimatis adalah 1616,7 l per hari dan untuk proses konvensional adalah 416,7 l per hari (Tabel 4.24). Dengan rata-rata harga air PDAM di Jawa Tengah Rp.2.000,- per m3 (PDAM 2013), maka biaya pengadaan air untuk proses konvensional adalah Rp.20.800,- per bulan atau Rp. 249.600,- per tahun. Sementara itu, biaya pengadaan air untuk proses enzimatis adalah Rp.80.800,- per bulan atau Rp. 969.600,-. Tingginya perbedaan biaya pengadaan air tersebut berkontribusi langsung terhadap kenaikan biaya produksi pada proses enzimatis.

Prakiraan Biaya Tenaga Kerja Tidak Langsung

Jumlah tenaga kerja tidak langsung pada UPT pengolahan jagung terpadu di Grobogan adalah 2 (dua) orang, yaitu satu orang manager pabrik dan satu orang tenaga administrasi. Gaji untuk manager pabrik adalah Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah) per bulan dan untuk tenaga administrasi adalah Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) per bulan. Dengan demikian biaya tenaga kerja tidak langsung selama satu tahun adalah Rp. 36.000.000,- (tiga puluh enam juta rupiah).

Prakiraan Biaya Penyusutan

Adapun biaya penyusutan adalah 10% dari nilai sisa dibagi umur ekonomis proyek, sehingga diperoleh penyusutan 6% per tahun. Jadi nilai penyusutan bangunan dan mesin peralatan adalah Rp.14.730.000,- per tahun untuk proses konvensional dan Rp.15.270.000,- per tahun untuk proses enzimatis. Perincian biaya penyusutan disajikan pada Tabel 4.36.

Tabel 4.36 Rincian prakiraan biaya penyusutan proses konvensional dan enzimatis Fasilitas Umur (Th) Nilai Awal (Rp) Nilai Akhir (Rp) Penyusutan (Rp/Th) Konvensional

1. Bangunan dan pekerjaan sipil 15 100.000.000 10.000.000 6.000.000

2. Mesin dan peralatan 15 145.500.000 14.550.000 8.730.000

Jumlah 245.500.000 24.550.000 14.730.000

Enzimatis

1. Bangunan dan pekerjaan sipil 15 100.000.000 10.000.000 6.000.000

2. Mesin dan peralatan 15 154.500.000 15.450.000 9.270.000

Jumlah 254.500.000 25.450.000 15.270.000

Dari Tabel 4.36 dapat dilihat bahwa biaya penyusustan untuk proses enzimatis lebih besar daripada proses konvensional. Hal tersebut karena nilai awal harga mesin peralatan pada proses enzimatis lebih besar daripada proses konvensional.

Prakiraan Biaya Pemeliharaan

Biaya pemeliharaan yaitu berupa pemeliharaan bangunan, mesin dan peralatan. Biaya pemeliharaan diperlukan untuk menjaga agar bangunan, mesin dan peralatan berfungsi dengan baik. Biaya yang dibutuhkan untuk pemeliharaan bangunan adalah 1% dari harga awal, dan biaya pemeliharaan mesin peralatan adalah 2,0% dari harga awal, sehingga diperoleh biaya pemeliharaan bangunan

dan perbaikan rutin mesin peralatan adalah Rp.3.910.000,- per tahun untuk proses konvensional dan Rp.4.090.000,- per tahun untuk proses enzimatis.

Tabel 4.37 Rincian prakiraan biaya pemeliharaan pada proses konvensional dan enzimatis

Fasilitas Nilai Investasi

(Rp.) Biaya Perawatan (%/Th) Biaya Perawatan (Rp./Th) Konvensional 1. Bangunan 100.000.000 1,0% 1.000.000

2. Mesin dan Peralatan 145.500.000 2,0% 2.910.000

Jumlah 3.910.000

Enzimatis

1. Bangunan 100.000.000 1,0% 1.000.000

2. Mesin dan Peralatan 154.500.000 2,0% 3.090.000

Junlah 4.090.000

Dengan demikian, prakiraan kebutuhan biaya produksi tepung jagung secara konvensional dan enzimatis, baik yang menggunakan penambahan aktivator sisteina maupun yang tidak menggunakan aktivator sisteina ditunjukkan pada Tabel 4.38 dan 4.39.

Tabel 4.38 Prakiraan biaya produksi tepung jagung secara konvensional

Uraian Jumlah

(Rp./Th)

Persentase (%)

1. Biaya bahan baku 440.850.000 82,10

2. Biaya tenaga kerja langsung 24.000.000 4,47

3. Biaya overhead

Biaya bahan penolong 0 0,00

Biaya listrik 17.199.000 3,20

Biaya air 249.600 0.05

Biaya tenaga kerja tidak langsung 36.000.000 6,70

Biaya penyusutan 14.730.000 2,74

Biaya pemeliharaan 3.910.000 0,73

Jumlah 536.938.600 100,00

Dria Tabel 4.38 dan 4.39 dapat diketahui bahwa biaya produksi tepung jagung secara konvensional adalah Rp.640,-/kg, sedangkan untuk proses enzimatis dengan penambahan sisteina adalah Rp.2.588,-/kg dan Rp.2.637,2,-/kg untuk jagung lokal dan hibrida. Adapun biaya produksi tanpa penambahan sisteina adalah Rp.1.063,8,-/kg dan Rp.1.169,4,-/kg untuk jagung lokal dan hibrida. Biaya produksi tepung jagung secara enzimatis lebih tinggi dibandingkan dengan biaya produksi tepung jagung secara konvensional. Dapat juga diketahui bahwa biaya produksi tepung jagung secara enzimatis tanpa penambahan sisteina jauh lebih rendah dibandingkan dengan penambahan sisteina. Hal tersebut sebagai akibat adanya penambahan biaya untuk pengadaan sisteina. Di samping itu, pada proses secara enzimatis, biaya produksi tepung jagung dengan bahan baku jagung lokal Kodok lebih rendah dibandingkan dengan menggunakan bahan baku jagung hibrida P21. Hal tersebut menunjukkan lebih kerasnya biji jagung hibrida berdampak pada lebih tingginya biaya produksi tepung jagung hibrida daripada tepung jagung lokal.

Tabel 4.39 Prakiraan biaya produksi tepung jagung secara enzimatis

Uraian

Jagung Lokal Kodok Jagung Hibrida P21

Jumlah (Rp/Th) Persentase (%) Jumlah (Rp/Th) Persentase (%) Penambahan Sisteina

1. Biaya bahan baku

Jagung Pipil Kering 440.850.000 53,47 440.850.000 52,71

Papain 51.480.000 6,24 63.360.000 7,58

2. Biaya tenaga kerja langsung 24.000.000 2,91 24.000.000 2,87

3. Biaya overhead

Biaya bahan penolong (sisteina) 236.016.000 28,62 236.016.000 28,22

Biaya listrik 15.876.000 1,93 15.876.000 1,90

Biaya air 969.600 0,12 969.600 0,12

Biaya tenaga kerja tidak langsung 36.000.000 4,37 36.000.000 4,30

Biaya penyusutan 15.270.000 1,85 15.270.000 1,83

Biaya pemeliharaan 4.090.000 0,50 4.090.000 0,49

Jumlah 824.551.600 100,00 836.431.600 100,00

Tanpa Penambahan Sisteina 1. Biaya bahan baku

Jagung Pipil Kering 440.850.000 73,42 440.850.000 71,54

Papain 63.360.000 10,55 79.200.000 12,85

2. Biaya tenaga kerja langsung 24.000.000 4,00 24.000.000 3,89

3. Biaya overhead

Biaya bahan penolong 0 0,00 0 0,00

Biaya listrik 15.876.000 2,64 15.876.000 2,58

Biaya air 969.600 0,16 969.600 0,16

Biaya tenaga kerja tidak langsung 36.000.000 6,00 36.000.000 5,84

Biaya penyusutan 15.270.000 2,54 15.270.000 2,48

Biaya pemeliharaan 4.090.000 0,68 4.090.000 0,66

Jumlah 600.415.600 100,00 616.255.600 100,00

Dari Tabel 4.38 dan 4.39 dapat dilihat bahwa untuk kedua proses produksi tepung jagung, baik konvensional maupun enzimatis, komponen biaya terbesar adalah biaya pengadaan bahan baku yang mencapai lebih dari 80% dari total biaya produksi. Hal tersebut mengindikasikan bahwa pabrik sangat sensitif terhadap gejolak fluktuasi harga bahan baku. Oleh karena itu, pada umumnya pabrik pengolahan jagung terintegrasi dengan unit pasca panen sebagai penyedia bahan baku supaya bisa mengurangi risiko terjadinya fluktuasi harga bahan baku. Di samping itu, dibutuhkan dukungan pemerintah untuk menjaga harga jagung supaya tetap stabil, melalui pemberian penyuluhan, bantuan peralatan, dan subsidi-subsidi yang dibutuhkan oleh para petani jagung agar dapat meningkatkan produktivitas pertaniannya.