• Tidak ada hasil yang ditemukan

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Protein pada Biji Jagung

Protein mengisi hampir 10% dari seluruh biji jagung. Ikatan antara protein dan pati dalam endosperma biji jagung cukup kuat. American Physiological

Society (1987) mengklasifikasikan protein jagung berdasarkan sifat kelarutannya,

yaitu albumin (larut dalam air), globulin (larut dalam larutan garam), prolamin

atau zein (larut dalam etanol 70%), dan glutelin (larut dalam larutan NaOH). Pada jagung biasa, kandungan zein, glutelin, albumin, dan globulin masing-masing adalah 47,2%, 35,1%, 3,2% dan 1,5% (Inglett 1987), sedangkan menurut Vasal (1994) Porsi fraksi protein pada endosperma adalah 3% albumin, 3% globulin, 60% zein, dan 26% glutelin. Adanya perbedaan tersebut menunjukkan fraksi protein dalam biji jagung dapat direkayasa seiring dengan kemajuan bioteknologi.

Zein merupakan protein penyimpanan terbesar pada endosperma jagung. Berdasarkan pada konstanta sedimentasi dan difusi, molekul zein mempunyai bentuk globula panjang (rasio axial 15:1). Protein zein mempunyai komposisi asam amino dengan kadar asam glutamat, prolina, leusina, dan alanina yang tinggi, serta kadar lisina, triptofan, histidina, dan metionina yang rendah. Berdasarkan pada perbedaan kelarutan, ada 2 (dua) jenis protein zein, yaitu α-zein

yang larut pada etanol 95% dan β-zein yang larut pada etanol 60%. α-zein

mengandung lebih banyak histidina, arginina, prolina, dan metionina daripada β- zein (Laszity 1986).

Menurut Subandi et al. (1988), mutu protein merupakan salah satu kriteria untuk menentukan nilai gizi suatu komoditi. Faktor yang mempengaruhi mutu protein adalah kadar protein itu sendiri dan pola asam amino penyusunnya. Kadar dan komposisi asam amino penyusun protein dipengaruhi oleh varietas dan lingkungan tumbuhnya. Komposisi asam-asam amino jagung hibrida biasa dan varietas hasil mutasi genetik (opaque 2) disajikan pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Kandungan asam-asam amino pada endosperma jagung

opaque 2 dan hibrida biasa (g per 100 g protein)

Asam amino Opaque 2 Jagung biasa

Lisina 3,4 2,0 Histidina 3,4 2,8 Amida amonia 3,4 3,3 Arginina 5,1 3,8 Asam aspartat 8,4 6,2 Asam glutamat 19,1 21,3 Treonina 3,9 3,5 Serina 5,0 5,2 Prolina 9,4 9,7 Glisina 4,0 3,2 Alanina 7,0 8,1 Valina 5,0 4,7 Sisteina 2,4 1,8 Metionina 2,0 2,8 Isoluesina 3,9 3,8 Leusina 11,6 14,3 Tirosina 4,7 5,3 Fenilalanina 5,0 5,3

Kedua endosperma mengandung 8,69% protein kasar (N x 6,25) Sumber : Paulis dan Wall (1969) dalam Subandi et al. (1988)

Protein prolamin jagung (zein) dihubungkan dengan dua jenis struktur endosperma. Chandrashekar dan Mazhar (1999) telah melaporkan hubungan antara vitrous dan opaque endosperm dengan proporsi masing-masing jenis zein. Secara umum telah disepakati bahwa keberadaan α-zein dan β-zein keduanya penting dalam struktur endosperma biji jagung karena keduanya mempunyai pengaruh pada kenampakan dari endosperma dan kekuatan biji (ketahanan terhadap penggilingan), sebagai akibat dari cara granula-granula pati terkemas dalam berbagai matriks protein. Bila biji jagung diletakkan di atas kaca dan disinari dari bawah, maka akan terlihat bahwa vitrous endosperm cenderung transparan dan dapat meneruskan cahaya, sedangkan opaque endosperm nampak berwarna hitam dan tidak dapat meneruskan cahaya.

2.3 Papain

Penggunaan papain pada penelitian ini didasarkan pada besarnya potensi tanaman pepaya yang ada di Indonesia, baik yang dibudidayakan oleh petani maupun kelompok petani dan pengusaha besar. Data BPS (2012) menunjukkan luas areal tanaman pepaya sebesar 11679 Ha tahun 2012, tumbuh 5,64% dari tahun 2011 yang mencapai 11055 Ha.

Papain merupakan enzim proteolitik pada getah pepaya (lateks), baik batang, daun, dan buahnya. Nama lain papain adalah papayatin atau vegetable

pepsin karena mempunyai mekanisme kerja yang serupa dengan pepsin dan

tripsin dalam kemampuannya mencerna. Berdasarkan Nomenclature Commission

The International Union of Biochemistry tahun 1978, nomor kode enzim papain

adalah EC3.4.22.2 yang berarti masuk klas utama hidrolase, subklas enzim yang mempunyai keaktifan spesifik pada ikatan peptida, sub-subklas enzim thiol

proteinase dan mempunyai nomor urut 2(dua) pada kelompok proteinase (Menard

dan Storer 1998).

Getah pepaya sebagai sumber papain terdapat pada semua bagian tanaman pepaya (Carica papaya Linn) kecuali pada akar dan biji, dan paling banyak terdapat pada buah pepaya muda. Menurut Dawson (1998) getah pepaya banyak mengandung enzim proteolitik papain dan kimopapain, menurut Suhartono (1992) selain mengandung dua senyawa di atas juga mengandung lisozim. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa pepaya varietas semangka paris menghasilkan getah paling banyak, yaitu 221,2 g per lima butir buah selama 14 kali penyadapan. Getah yang disadap dari buah pepaya muda akan sangat mudah rusak oleh penyinaran ultraviolet dan kontaminasi ion-ion logam yang mengkatalisis proses oksidasi, sehingga proses penyadapan dilakukan pada pagi hari sebelum matahari terbit dan pada sore hari. Di pasaran dikenal ada 3 (tiga) jenis papain yang diperdagangkan, yaitu Papain kasar (Crude papain) merupakan getah pepaya segar yang langsung dikeringkan tanpa perlakuan sebelumnya, kecuali penambahan antioksidan dengan aktifitas proteolitiknya 50-70 U/g. Kedua adalah jenis papain bersih (Refined papain) merupakan getah segar yang sudah diberi perlakuan seperti pemisahan kotoran, penambahan antioksidan dan dikeringkan menjadi papain dengan aktifitas proteolitiknya 700-1000 U/g. Ketiga adalah jenis papain murni (Pure papain) merupakan getah setelah dibersihkan dari benda asing dan zat yang bukan enzim (Muhidin 1999).

Untuk mendapatkan mutu papain kasar yang baik, pengeringan dilakukan dengan oven, cabinet dryer, dan pengering vakum pada suhu antara 50–60OC selama enam jam. Cara ini lebih baik dibandingkan dengan pengeringan matahari, karena tidak tergantung pada cuaca dan proses pengeringan dapat lebih merata (Muhidin 1999). Jagtiani et al. (1988) menyatakan bahwa pengering vakum merupakan alat pengering terbaik untuk mengeringkan papain. Setelah proses pengeringan selesai, selanjutnya lapisan tipis getah kering yang diperoleh dihancurkan hingga berbentuk tepung.

Sisi aktif papain adalah satu gugus sulfhidril (-SH) dalam asam amino sistein 25 dan histidin 159 yang merupakan bagian utama dalam proses katalisis. Berdasarkan keaktifan gugus sulfhidril, papain dikelompokkan menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu pertama papain aktif dengan gugus –SH yang bebas; kedua adalah papain inaktif dengan gugus –SH membentuk ikatan disulfida dengan sistein lain; dan ketiga adalah papain inaktif dengan gugus –SH teroksidasi menjadi asam sulfenat. Menurut Kirsch (2001), modifikasi oksidatif dari gugus –RSH akan membentuk asam sulfenat (RSOH), dan oksidasi lebih lanjut akan menghasilkan asam sulfinat (RSO2H) dan selanjutnya menjadi asam sulfonat (RSO3H). Dimana reaksi gugus sulfhidril menjadi asam sulfinat dan asam sulfonat dianggap sebagai reaksi yang tidak dapat balik (irreversible), sementara asam sulfenat terlalu reaktif untuk tetap bertahan dan merupakan hasil antara yang tidak stabil serta masih dapat balik (reversible).

Untuk mempertahankan keaktifan papain harus ditambahkan antioksidan untuk mencegah terjadinya oksidasi yang dapat menurunkan aktifitas proteolitik papain. Sedangkan untuk mengaktifkan kembali perlu ditambahkan aktivator. Beberapa antioksidan yang lazim digunakan adalah asam askorbat, natrium hidrogenbisulfit, dan natrium metabisulfit. Adapun aktivator yang umum digunakan adalah sisteina. Rachdiati (2006) melaporkan bahwa panambahan natrium metabisulfit 0,01M pada pH 4,0 menghasilkan peningkatan aktivitas papain kasar sebesar 26,56%, dan penggunaan sistein 0,04M pada pH 6,0 menghasilkan peningkatan aktifitas papain kasar sebesar 78,63%.

Kemampuan proteolitik papain tersebut, menjadikan papain banyak digunakan sebagai pelunak daging, pembuat konsentrat protein, penghidrolisis protein, pelembut kulit pada industri penyamakan kulit, anti dingin pada industri bir, sebagai bahan baku obat, kosmetik dan lain-lain. Distribusi penggunaan papain untuk industri di negara maju adalah untuk industri bir 75%, industri daging 10%, industri ikan 5%, industri makanan lainnya 5%, industri farmasi 3%, dan penggunaan lainnya 2%.

Sebagai penghidrolisis protein, papain mempunyai daya memecahkan molekul protein atau hidrolisis protein. Hidrolisis protein tersebut dapat berlangsung pada pH, suhu, kemurnian, dan konsentrasi papain berada pada kondisi yang tepat (Suhartono 1989). Hal ini sering digunakan pada pembuatan pepton dan asam amino. Pada penelitian ini papain akan digunakan untuk memecahkan matriks protein yang melingkupi granula pati yang berada pada bagian horny endosperm pada biji jagung.