• Tidak ada hasil yang ditemukan

B. Biaya operasional – variabel

6. biaya penyusutan

Laba sebelum bunga dan pajak

Bunga (r %)

Laba sebelum pajak

Pajak (x%)

Laba bersih                

Sumber: Nurmalina et al. (2009)

4.8. Arus Kas (Cash Flow)

Aliran kas (Cash flow) merupakan pernyataan atas biaya dan manfaat finansial usaha. Manfaat diperhitungkan sebagai arus kas masuk (inflow), sedangkan biaya diperhitungkan sebagai arus kas keluar (outflow). Sebelum melakukan perhitungan untuk cash flow, terlebih dahulu ditentukan pajak yang berasal dari perhitungan laporan laba rugi.

46

4.9. Analisis Aspek Finansial

Analisis aspek finansial digunakan untuk mengetahui kelayakan usaha pembesaran itik pedaging di Perusahaan Maju Bersama secara finansial. Analisis aspek finansial dilakukan dengan menggunakan kriteria investasi untuk mengetahui apakan usaha pembesaran itik pedaging tersebut layak atau tidak untuk dijalankan. Kriteria kelayakan investasi yang akan digunakan antara lain Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit Cost Ratio (Net B/C), Payback Period (PP), Break even point (BEP), dan Harga Pokok Produksi (HPP).

4.9.1. Net Present Value (NPV)

Net Present Value (NPV) atau nilai kini manfaat bersih adalah selisih antara total present value manfaat dengan total present value biaya, atau jumlah present value dari manfaat bersih tambahan selama umur bisnis (Nurmalina et al. 2009). Nilai yang dihasilkan dalam perhitungan NPV adalah satuan mata uang, yang dalam penelitian ini menggunakan satuan rupiah. Secara matematis, formulasi (rumus) yang digunakan untuk menghitung NPV adalah:

NPV B i C i Dimana:

B = Manfaat (benefit) pada tahun t C = Biaya (cost) pada tahun t

t = Tahun kegiatan bisnis (t = 0, 1, 2, 3, ...., n) tahun awal bisa tahun 0 atau tahun 1 tergantung karakteristik bisnisnya

i = Tingkat discount atau suku bunga (%) Sumber : Nurmalina et al. (2009)

Hasil penilaian kelayakan investasi dalam metode NPV ini adalah dengan menggunakan kriteria:

47 2) Jika NPV = 0, maka proyek dinyatakan “sulit” untuk dilaksanakan, karena manfaat yang diperoleh hanya cukup untuk menutupi biaya yang dikeluarkan, dan

3) Jika NPV < 0, maka proyek dinyatakan “tidak layak” untuk dilaksanakan.

4.9.2. Rasio Biaya dan Manfaat (Net B/C)

Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C) adalah rasio antara manfaat bersih yang bernilai positif dengan manfaat bersih yang bernilai negatif (Nurmalina et al. 2009). Nilai Net B/C menunjukkan besarnya tingkat tambahan manfaat pada setiap tambahan biaya sebesar satu satuan (rupiah). Secara matematis, Net B/C dapat dinyatakan sebagai:

Net BC B C i / , untuk B C ∑ / B Ci , untuk B C Dimana:

Bt = Manfaat pada tahun t Ct = Biaya pada tahun t i = discount rate (DR) t = Tahun

Sumber : Nurmalina et al. (2009)

Hasil penilaian kelayakan investasi dalam metode Net B/C ini adalah dengan menggunakan kriteria:

1) Jika Net B/C > 1, maka proyek dinyatakan “layak” untuk dilaksanakan,

2) Jika Net B/C = 1, maka proyek dinyatakan “sulit” untuk dilaksanakan, karena tidak ada tambahan manfaat dari satu satuan biaya yang dikeluarkan selama umur proyek, dan

48

4.9.3. Internal Rate of Return (IRR)

Internal Rate of Return (IRR) atau tingkat pengembalian internal adalah tingkat discount rate (DR) yang menghasilkan NPV sama dengan 0 (Nurmalina et al. 2009). Perhitungan IRR digunakan untuk mengetahui persentase keuntungan dari suatu proyek setiap tahunnya, yang dapat digunakan kembali untuk mendanai biaya-biaya operasional dan investasi proyek baru, sekaligus untuk menunjukkan kemampuan proyek dalam mengembalikan pinjaman.

Perhitungan IRR pada umumnya dilakukan dengan menggunakan metode interpolasi di antara tingkat discount rate yang lebih rendah yang menghasilkan NPV positif dengan tingkat discount rate yang lebih tinggi yang menghasilkan NPV negatif. Secara matematis, rumus untuk menghitung IRR melalui metode interpolasi adalah:

IRR i NPVNPV NPV x i i

Dimana:

i1 = discount rate yang menghasilkan NPV positif i2 = discount rate yang menghasilkan NPV negatif NPV1 = NPV positif

NPV2 = NPV negatif

Sumber : Nurmalina et al. (2009)

Hasil penilaian kelayakan investasi dalam metode IRR ini adalah dengan menggunakan kriteria:

1) Jika IRR > opportunity cost of capital (OCC) atau discount rate (DR), maka proyek dinyatakan “layak” untuk dilaksanakan,

2) Jika IRR = opportunity cost of capital (OCC) atau discount rate (DR), maka proyek dinyatakan “sulit” untuk dilaksanakan (berada dalam posisi pulang modal atau break even point, hanya dapat mengembalikan modal, biaya operasional, dan dapat melunasi bunga penggunaan uang; tidak ada pengembalian internal untuk pengembangan usaha selanjutnya), dan

49 3) Jika IRR < opportunity cost of capital (OCC) atau discount rate (DR), maka

proyek dinyatakan “tidak layak” untuk dilaksanakan.

4.9.4. Payback Periode (PP)

Metode ini mencoba mengukur seberapa cepat investasi akan kembali. Proyek yang memiliki nilai PP kecil atau cepat, dinyatakan baik dan kemungkinan besar akan dipilih. Jika sampai pada saat proyek berakhir belum dapat mengembalikan modal yang digunakan, maka sebaiknya proyek tidak dilaksanakan. Secara matematis, rumus yang digunakan untuk menghitung PP ini adalah:

PP AbI

Dimana :

I = Besarnya biaya investasi yang diperlukan

Ab = Manfaat bersih yang dapat diperoleh pada setiap tahunnya Sumber: Nurmalina, et al. (2009)

4.9.5. Break Even Point (BEP)

Break Even Point (BEP) adalah titik pulang pokok dimana Total Revenue (TR) = Total Cost (TC). Selama usaha masih berada dibawah break even, maka perusahaan masih mengalami kerugian. Analisis BEP dapat dibedakan menjadi beberapa tujuan salah satunya BEP unit yang digunakan untuk mengetahui jumlah produk minimal yang harus diproduksi agar bisnis tidak rugi. Rumus untuk BEP unit adalah sebagai berikut:

BEP unit P AVCTFC

Dimana :

TFC = Total biaya tetap P = Harga jual per unit AVC = Biaya variabel per unit Sumber: Nurmalina, et al. (2009)

50

4.9.6. Harga Pokok Produksi (HPP)

Harga Popok Produksi (HPP) merupakan cara penentuan harga berdasarkan biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi suatu proyek (komoditas) dan besarnya harga pokok produksi merupakan acuan yang digunakan oleh produsen dalam penetapan harga jual produk. Perhitungan HPP dapat dilakukan melalui formula berikut:

HPP TFC TVCQ

Dimana:

TFC = Total biaya tetap TVC = Total biaya variabel

Q = Jumlah output yang dihasilkan Sumber: Ibrahim (2003)

4.10. Analisis Nilai Pengganti (Switching Value)

Gittinger (1986) menyatakan bahwa suatu variasi pada analisis sensitivitas adalah nilai pengganti (switching value). Switching value adalah suatu nilai dimana pada nilai tersebut NPV yang dihasilkan sama dengan nol, Net B/C sama dengan satu, dan IRR sama dengan tingkat suku bunga (pinjaman atau deposito). Menurut Husnan dan Muhammad (2005) analisis nilai pengganti dilakukan dengan cara mengubah besarnya suatu komponen inflow dan outflow misalnya kenaikan biaya produksi, penurunan volume produksi, dan penurunan harga output. Besarnya perubahan ditentukan secara trial and error (coba-coba) hingga diperoleh nilai perubahan maksimum yang dapat ditoleransi oleh suatu usaha dari sudut pandang finansial sehingga usaha masih dinyatakan layak untuk dijalankan (limit kelayakan).

Analisis switching value dilakukan terhadap variabel-variabel yang paling mempengaruhi kelayakan usaha pembesaran itik pedaging di Peternakan Maju Bersama. Variabel yang dianggap paling mempengaruhi adalah variabel harga bibit, harga pakan broiler, harga jual karkas, dan volume produksi.

51

4.11. Definisi Operasional

1) Itik pedaging adalah itik yang dipelihara untuk menghasilkan daging bukan untuk menghasilkan telur.

2) Usaha pembesaran itik adalah kegiatan memelihara itik dari mulai itik umur sehari hingga panen yaitu mencapai umur 2-3 bulan. Pada Peternakan Maju Bersama itik dipanen pada umur 10 minggu dan selanjutnya dilakukan kegiatan pasca panen sehingga menghasilkan produk berupa itik karkas.

3) Karkas adalah itik yang telah mengalami kegiatan pasca panen sehingga berupa itik siap dimasak. Pada Peternakan Maju Bersama karkas berupa karkas utuh yaitu memiliki kaki dan kepala.

4) Pupuk kandang merupakan limbah produksi dari usaha pembesaran itik pedaging. Pupuk kandang merupakan campuran kotoran itik dengan sekam yang awalnya digunakan sebagai alas itik.

5) Ati ampela adalah hati dan ampela itik yang merupakan produk sampingan dari karkas itik. Ati ampela dijual per pasang.

6) Pakan broiler merupakan salah satu pakan buatan pabrik.

7) Limbah sayuran pasar adalah bagian-bagian sayuran yang tidak digunakan lagi yang didapatkan dari pasar.

4.12. Asumsi Dasar yang Digunakan

Dalam menyusun analisis kelayakan usaha pada Peternakan Maju Bersama digunakan beberapa asumsi dasar untuk memudahkan perhitungan. Asumsi tersebut berpatokan pada data yang diperoleh dari Peternakan Maju Bersama. Adapun asumsi dasar yang digunakan tersebut antara lain:

1) Usaha yang dilakukan Peternakan Maju Bersama adalah pembesaran itik pedaging yang mencakup mendatangkan bibit, proses budidaya, panen, penangan pasca panen, dan pemasaran.

2) Produk utama yang dihasilkan yaitu daging itik dalam bentuk karkas utuh dalam satuan ekor dengan ukuran satu kilogram per ekor.

3) Data yang digunakan adalah data historis perusahaan dan data estimasi. Data historis yang digunakan adalah data tahun ke-0. Data estimasi dimulai sejak tahun ke-1 sampai ke-5.

52 4) Umur bisnis ditentukan berdasarkan umur ekonomis asset yang paling lama. Pada Peternakan Maju Bersama ditentukan berdasarkan umur kandang. Umur kandang mencapai enam tahun atau lima tahun operasional dan satu tahun investasi. Apabila terdapat aset dengan umur ekonomis kurang dari enam tahun maka dilakukan reinvestasi.

5) Pada tahun ke-2 sampai ke-5, satu tahun terdiri dari lima siklus produksi. Satu siklus produksi lamanya 2,5 bulan atau tepatnya selama 10 minggu, dengan jumlah hari dalam yaitu 7 hari. Sedangkan pada tahun ke-1 sesuai penjadwalan produksi maka hanya memungkinkan dilakukan sebanyak empat siklus produksi.

6) Modal usaha pada Peternakan Maju Bersama menggunakan modal sendiri. Dengan demikian tingkat diskonto yang digunakan yaitu tingkat bunga Bank Indonesia (BI rate) sebesar 6,00 persen.

7) Penerimaan dalam usaha ini terdiri dari penerimaan penjualan itik, penjualan produk sampingan, penjualan ati ampela, dan nilai sisa. Itik yang dipasarkan adalah dalam bentuk karkas utuh yaitu karkas yang lengkap dengan kepala dan ceker sedangkan produk sampingan berupa ati ampela yang dijual per pasang dan kotoran sebagai limbah produksi. Nilai sisa merupakan nilai peralatan reinvestasi yang belum habis umur ekonomisnya. Khusus pada tahun ke-0 peternakan juga menghasilkan produk berupa itik yang dijual hidup.

8) Besarnya penjualan ternak ditentukan berdasarkan jumlah ternak dikalikan dengan harga jual per satuannya. Harga jual karkas per ekor adalah Rp 30.000,00. Penentuan harga didasarkan pada penyesuaian harga di pasaran oleh pihak manajemen perusahaan yang rata-rata Rp 30.000,00 per ekor dengan bobot satu kilogram.

9) Pakan terdiri dari pakan broiler, pakan pur, dedak, limbah sayuran pasar, ubi, dan ampas tempe atau tahu.

10)Kapasitas peternakan disesuaikan dengan kapasitas kandang sebesar 2.000 ekor itik setiap siklus produksi.

11)Tingkat kelangsungan hidup itik (Survival Rate = SR) per siklus produksi sebesar 75 persen. Hal ini didasarkan pada estimasi pihak peternakan yang menyatakan tingkat kelangsungan hidup sekitar 75 persen.

53 12)Perhitungan nilai penyusutan investasi menggunakan metode garis lurus. 13)Pada tahun ke-0 peternakan telah melakukan produksi percobaan dengan

melakukan budidaya sebanyak 900 ekor itik. Itik yang dapat dipanen sebanyak 135 ekor yang dijual hidup dengan harga jual Rp 10.000,00 per ekor. Pada tahun ke-1 sampai ke-5 diproyeksikan peternakan membudidayakan itik sebanyak 2.000 ekor setiap siklus produksi.

14)Pajak pendapatan yang diterapkan berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 tahun 2008, pasal 17 ayat 2 a, yang merupakan perubahan keempat atas undang-undang No. 7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan, yaitu:

• Pasal 17 ayat 1b.

Wajib pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah sebesar 28% (dua puluh delapan persen).

• Pasal 17 ayat 2a.

Tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b menjadi 25 % (dua puluh lima persen) yang mulai berlaku sejak tahun pajak 2010.

54

V.

GAMBARAN UMUM PETERNAKAN MAJU BERSAMA

5.1.Gambaran Umum Desa Cikarawang

Desa Cikarawang merupakan salah satu desa yang yang berada dalam wilayah administrasi Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor Jawa Barat. Berdasarkan tinjauan topografi, Desa Cikarawang merupakan dataran tinggi dengan ketinggian mencapai 700 meter diatas permukaan laut. Suhu udara Desa Cikarawang antara 20 – 30 0 C. Desa Cikarawang memiliki luas wilayah 226,56 ha.

Orbitasi jarak Desa Cikarawang dari pusat pemerintahan yaitu 5 kilometer dari ibukota kecamatan, 35 kilometer dari ibukota kabupaten, 135 kilometer dari ibukota provinsi, dan 85 kilometer dari ibukota negara. Adapun batas-batas Desa Cikarawang sebagai berikut:

Sebelah utara : Sungai Cisadane Sebelah selatan : Sungai Ciapus

Sebelah barat : Sungai Ciaduan (pertemuan Sungai Ciapus dengan Sungai Cisadane.

Sebelah timur : Kelurahan Situ Gede.

Wilayah Desa Cikarawang terbagi atas 3 dusun, 7 Rukun Warga (RW), dan 32 Rukun Tetangga (RT) yang menyebar di 11 kampung. Sebagian besar wilayah Desa Cikarawang merupakan lahan persawahan (termasuk didalamnya palawija) yang mencapai 77,63 persen dari total lahan yang berada di Desa Cikarawang. Luas lahan Desa Cikarawang berdasarkan penggunaannya dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Luas Lahan Desa Cikarawang Menurut Penggunaannya Tahun 2009

Penggunaan Luas (ha) Persentase

Permukiman 37.854,00 15,10 Persawahan 194.572,00 77,63 Perkebunan 18.226,00 7,27 Kuburan 0,60 0,00024 Pekarangan 1,21 0,00048 Perkantoran 0,01 0,000006 Total 250.653,82 100

55

5.2.Gambaran Umum Perusahaan 5.2.1. Lokasi Perusahaan

Peternakan Maju Bersama didirikan di Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Lokasi perusahan berada di tengah-tengah areal pertanaman palawija. Hingga saat ini peternakan memiliki satu buah kandang di lokasi tersebut.

Menurut pemilik, alasan pemilihan lokasi peternakan diantaranya lokasi tersebut terletak di luar permukiman warga. Kondisi demikian dapat menghindarkan itik dari keramaian yang berpotensi menimbulkan stress pada itik. Keberadaan kandang yang di luar permukiman warga juga dengan pertimbangan supaya tidak mencemari lingkungan warga dari pencemaran yang mungkin ditimbulkan peternakan misalnya pencemaran limbah produksi dan bau.

Selain alasan di atas, pemilihan lokasi didasarkan bahwa letak strategis Kabupaten Bogor yang cukup dekat dengan sumber input peternakan. Kabupaten Bogor juga merupakan wilayah Jabodetabek sehingga dapat memudahkan dalam proses pemasaran produk utama Peternakan Maju Bersama di Jabodetabek.

5.2.2. Sejarah dan Perkembangan Perusahaan

Peternakan Maju Bersama merupakan perusahaan peternakan yang bergerak di bidang pembesaran itik pedaging. Peternakan Maju Bersama berdiri pada Maret 2011. Sejarah berdirinya Peternakan Maju Bersama berawal dari adanya informasi mengenai tingginya permintaan itik pedaging. Pemilik mencoba menekuni bisnis itik pedaging dan memulai dengan menjadi penjual dan pembeli itik pedaging. Oleh karena pasokan itik dari para peternak semakin sulit didapat maka pemilik bersama satu rekan bisnisnya mencoba membudidayakan itik.

Budidaya itik pertama kali dilakukan pada kandang tenda karena masih ingin mencoba-coba dan masalah terbatasnya permodalan. Meskipun telah berhasil melakukan budidaya pada kandang tenda, akan tetapi terdapat kendala pada kandang tenda tersebut untuk digunakan sebagai tempat budidaya karena mudah rusak apalagi ketika banyak terjadi hujan dan angin. Akhirnya kandang tenda tersebut dibongkar.

56 Langkah selanjutnya yang dilakukan pemilik adalah mencoba membangun kembali usaha budidaya itik dengan dibantu beberapa rekannya yang lain. Pemilik mulai mengumpulkan modal patungan, membuat nama perusahaan yaitu Peternakan Maju Bersama, mendirikan kandang yang permanen, dan membeli peralatan budidaya dan pasca panen itik pedaging.

Kapasitas kandang yang dibangun yaitu 2.000 ekor itik untuk satu siklus produksi. Satu siklus produksi yang dilakukan membutuhkan waktu sekitar 10 minggu. Dalam penjadwalan produksi didapatkan gambaran jumlah produksi yang terjadi pada tahun ke-2 sampai ke-5 sebanyak lima siklus produksi sedangkan pada tahun ke-1 hanya dapat dilakukan empat siklus produksi. Aktivitas perusahaan dapat dilihat dalam Lampiran 1.

Peternakan Maju Bersama merupakan usaha bersama dari para pendirinya. Hal itu dikarenakan Peternakan Maju Bersama merupakan perusahaan patungan yang didirikan oleh beberapa orang. Modal awal untuk usaha berasal dari modal patungan diantara para pendirinya (pemilik).

Dalam pengelolaan usahanya, perusahaan dikelola oleh salah satu dari pemilik sebagai penanggungjawab keseluruhan perusahaan atau manajer. Pengelola bertanggung jawab sepenuhnya atas keberlangsungan usaha yang dilakukan sedangkan pemilik bertanggung jawab menanggung semua risiko yang akan terjadi. Pengelola usaha terdiri dari ketua atau manajer yang juga merupakan salah satu pemilik yang dibantu penanggung jawab kandang dan anak kandang.

Pemilik telah melakukan investasi pada kandang dan peralatan kerja budidaya dan pasca panen. Kandang yang dibanguan merupakan kandang permanen yang ditujukan untuk pengelolaan itik pedaging secara intensif. Kapasitas kandang dapat mencapai 2.000 ekor itik. Peralatan budidaya merupakan peralatan yang digunakan dalam proses budidaya dari mulai mendatangkan bibit hingga panen. Peralatan pasca panen merupakan peralatan yang dibutuhkan untuk penangan pasca panen sampai itik dijual dalam bentuk karkas.

Kegiatan produksi yang telah dilakukan hanya produksi percobaan. Itik yang dibudidayakan sebanyak 900 ekor. Perusahaan akan berproduksi selama lima tahun ke-depan sesuai dengan umur kandang yang dapat mencapai 6 tahun sejak didirikan. Perusahaan perlu mengetahui kelayakan dari usaha yang akan

57 dijalankannya. Sejauh ini, pemilik belum melakukan studi kelayakan usaha. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis kelayakan usaha untuk mengetahui kelayakan dari usaha pada Peternakan Maju Bersama.

5.2.3. Visi dan Misi Perusahaan

Peternakan Maju Bersama memiliki visi ingin menjadi peternakan yang sukses dalam usaha pembesaran itik pedaging dan menciptakan lapangan pekerjaan yang seluas-luasnya bagi masyarakat sekitar. Misi yang dilakukan peternakan melalui peningkatan pengetahuan berbisnis itik, menyerap tenaga kerja di sekitar lokasi perusahaan, menguasai pangsa pasar Jabodetabek, memiliki perencanaan ekspansi pasar hingga ke luar Jabodetabek, memperbaiki manajemen usaha, memperbaiki tim pemasaran, memperbaiki kemampuan teknis perusahaan dalam melakukan kegiatan pembesaran itik pedaging, dan menambah struktur permodalan perusahaan.

5.2.4. Deskripsi Kegiatan Usaha

Peternakan Maju Bersama merupakan perusahaan peternakan dengan fokus bisnis pada pembesaran itik pedaging. Kegiatan utama yang dilakukan yaitu membesarkan itik pedaging dan menjualnya dalam bentuk produk utama yaitu karkas. Alur produksi pada Peternakan Maju Bersama diawali dengan mendatangkan bibit itik dari pemasok, proses budidaya selama 10 minggu, panen, kegiatan pasca panen, dan pemasaran.

Bibit itik yang didatangkan dari pemasok berupa itik umur sehari atau Day Old Duck (DOD). Untuk selanjutnya itik dipelihara selama 10 minggu untuk mencapai bobot hidup sekitar 1,2 kg dan menjadi karkas dengan bobot sekitar satu kilogram. Setelah proses pemeliharaan, itik kemudian dipanen dan dilakukan proses pasca panen. Proses pasca penen dilakukan karena itik dipasarkan dalam bentuk karkas.

Produk yang dihasilkan berupa produk utama dan sampingan. Produk utama yang dihasilkan yaitu karkas itik pedaging sesuai dengan possitioning peternakan sebagai perusahaan penghasil karkas itik. Ukuran karkas yaitu satu

58 kilogram per satu ekor karkas. Harga jual karkas dengan ukuran tersebut yaitu Rp 30.000,00 per ekor.

Produk sampingan yang dihasilkan berupa ati ampela dan pupuk kandang. Ati ampela dijual per pasang dengan harga Rp 1.000,00. Kotoran dijual dengan harga Rp 3.000,00 per karung.

Pendistribusian produk ke pelanggan dilakukan melalui dua alternatif. Alternatif pertama perusahaan mengantarkan produk ke pelanggan. Alternatif kedua pelanggan yang mengambil karkas dari perusahaan.

Kegiatan promosi dilakukan melalui menawarkan langsung ke pelanggan. Pelanggan yang ditargetkan yaitu restoran-restoran. Kegiatan promosi juga dapat dilakukan melalui bantuan dari para peternak lain misalnya ketika terjadi tukar informasi diantara para peternak mengenai bisnis itik pedaging.

5.2.5. Gambaran Umum Aktivitas Perusahaan

Aktivitas perusahaan yang terdapat pada Peternakan Maju Bersama sekaligus memberikan gambaran mengenai penjadwalan produksi atau kegiatan investasi dan operasional perusahaan. Aktivitas perusahaan meliputi pembangunan kandang, pengadaan peralatan, produksi percobaan, dan proses produksi pembesaran itik pedaging. Aktivitas perusahaan dilakukan selama umur ekonomis usaha yaitu 6 tahun. Aktivitas tersebut dimulai dari didirikannya kandang yaitu pada tahun ke-0 hingga tahun ke-5.

Pada tahun ke-0 aktivitas perusahaan meliputi pembangunan kandang, pengadaan peralatan, dan produksi percobaan. Pembangunan kandang dilakukan sendiri oleh pemilik yang dibantu oleh para karyawan. Pembangunan kandang dari awal hingga kandang siap digunakan membutuhkan waktu sekitar dua bulan. Waktu pembanguan kandang juga termasuk pembangunan instalasi air dan listrik.

Setelah pembangunan kandang, pemilik mulai membeli peralatan yang meliputi peralatan budidaya, panen, dan pasca panen. Peralatan budidaya diantaranya tempat pakan dan minum itik, mesin rucah pakan, ember, lampu, dan sepatu boot. Peralatan panen yaitu timbangan dan peralatan pasca penen diantaranya pisau, baskom, panci, dan freezer.

59 Produksi percobaan dilakukan setelah kondisi kandang dan peralatan telah siap untuk digunakan. Produksi percobaan dilakukan selama 10 minggu terhitung dari mendatangkan bibit itik hingga panen. itik yang dibudidayakan dalam produksi percobaan sebanyak 900 ekor. Dari 900 ekor itik yang dibudidayakan, hanya 135 ekor itik yang berhasil dipanen dan sisanya mengalami kematian. Tingkat kematian itik pada produksi percobaan mencapai 85 persen yang dapat dikatakan tinggi. Tingginya tingkat kematian itik (mortalitas) diduga disebabkan oleh pemberian pakan yang salah dimana pada umur 0-4 minggu itik terlalu sedikit diberikan pakan buatan pabrik (pakan broiler) yang mengakibatkan itik mengalami kekurangan gizi dan banyak yang mati pada fase tersebut.

Pada tahun ke-1 perusahaan dapat melakukan produksi sebanyak empat siklus produksi. Setiap siklus produksi dilakukan selama 10 minggu. Dengan 10 minggu waktu yang dibutuhkan per siklus produksi, maka dalam satu tahun memungkinkan untuk dilakukan produksi selama empat siklus produksi. Berdasarkan penjadwalan produksi, pada tahun ke-1 masih ada sisa waktu untuk melakukan produksi selama delapan minggu. Akan tetapi, dalam kurun waktu delapan minggu belum bisa melakukan panen itik karena panen dilakukan pada minggu ke-10 pemeliharaan. Oleh karena itu, aktivitas pada delapan minggu terakhir di tahun ke-1 dimasukkan ke dalam siklus produksi pertama di tahun ke-2 setelah ditambahkan waktu selama dua minggu di tahun ke-2 tersebut. Hal itu dilakukan untuk memudahkan perhitungan keuangan yaitu dengan mencatat biaya dan manfaat pada delapan minggu terakhir di tahun ke-1 ke dalam pembukuan

Dokumen terkait