• Tidak ada hasil yang ditemukan

III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 1 Konsep Usahatan

3.1.3 Biaya Usahatan

Menurut Soekartawi dkk (1986) bahwa biaya adalah nilai penggunaan sarana produksi, upah dan lain-lain yang dibebankan pada proses produksi yang bersangkutan. Sedangkan biaya usahatani menurut Rahim A dan Hastuti DRD (2008) merupakan pengorbanan yang dilakukan oleh produsen (petani, nelayan dan peternak) dalam mengelola usahanya dalam mendapatkan hasil yang maksimal. Biaya usahatani biasanya diklasifikasikan menjadi dua, yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost). Biaya tetap diartikan sebagai biaya yang relatif tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun

produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Jadi besarnya biaya tetap ini tidak tergantung pada besar kecilnya produksi yang diperoleh. Sedangkan biaya tidak tetap atau biaya variabel biasanya diartikan sebagai biaya yang besar kecilnya di pengaruhi oleh produksi yang diperoleh (Soekartawi, 2006).

Biaya usahatani dapat berbentuk biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai adalah biaya yang dibayar dengan uang, seperti biaya pembelian sarana produksi, biaya pembelian bibit, pupuk dan obat-obatan serta biaya upah tenaga kerja. Biaya yang diperhitungkan digunakan untuk menghitung berapa sebenarnya pendapatan kerja petani, modal dan nilai kerja keluarga. Tenaga kerja keluarga dinilai berdasarkan upah yang berlaku. Biaya penyusutan alat-alat pertanian dan sewa lahan milik sendiri dapat dimasukkan kedalam biaya yang diperhitungkan. Biaya dapat juga diartikan sebagai penurunan inventaris usahatani. Nilai inventaris suatu barang dapat berkurang karena barang tersebut rusak, hilang atau terjadi penyusutan.

3.1.4 Pendapatan Usahatani

Pendapatan merupakan balas jasa terhadap penggunaan faktor-faktor produksi. Menurut Soekartawi (2006) Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya. Adapun fungsi pendapatan memenuhi kebutuhan sehari-hari dan kebutuhan kegiatan usahatani selanjutnya. Dijelaskan oleh Soekartawi et all (1986) bahwa selisih antara penerimaan tunai usahatani dan pengeluaran tunai usahatani disebut pendapatan tunai usahatani (farm net cash flow) dan merupakan ukuran kemampuan usahatani untuk menghasilkan uang tunai. Soekartawi et all (1986) juga menjelaskan bahwa pendapatan usahatani dibedakan menjadi pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Dimana pendapatan atas biaya tunai merupakan pendapatan yang diperoleh atas biaya-biaya yang benar-benar dikeluarkan oleh petani, sedangkan pendapatan atas biaya total merupakan pendapatan setelah dikurangi biaya tunai dan biaya diperhitungkan

Pendapatan usahatani dapat dirumuskan sebagai berikut: Pd = TR–TC

TR = Y × Py TC = FC + VC

dimana :

Pd = pendapatan usahatani

TR = total penerimaan (total revenue) TC = total biaya (total cost)

FC = biaya tetap (fixed cost)

VC = biaya variabel (variable cost)

Y = produksi yang diperoleh dalam usahatani Py = harga Y

Faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan usahatani dibagi menjadi dua yaitu faktor-faktor intern dan ekstern. Faktor-faktor intern usahatani yang mempengaruhi pendapatan usahatani yaitu kesuburan lahan, luas lahan garapan, ketersediaan tenaga kerja, ketersediaan modal dalam usahatani, penggunaaninput

modern/teknologi, pola tanam, lokasi tanaman, fragmentasi lahan, status penguasaan lahan, cara pemasaran output, efisiensi penggunaaninputdan tingkat pengetahuan maupun keterampilan petani dan tenaga kerja. Sedangkan faktor- faktor ekstern usahatani yang mempengaruhi pendapatan usahatani yaitu sarana transpotasi, sistem tataniaga, penemuan teknologi baru, fasilitas irigasi, tingkat hargaoutputdaninput, ketersediaan lembaga perkreditan, adat istiadat masyarakat dan kebijaksanaan pemerintah.

3.1.5 Rasio Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C)

Salah satu ukuran efisiensi adalah penerimaan untuk rupiah yang dikeluarkan (revenue cost ratio atau R/Cratio). AnalisisReturn Cost(R/C) ratio

merupakan perbandingan (ratioatau nisbah) antara penerimaan dan biaya (Rahim A dan Hastuti DRD, 2008). Analisis R/C digunakan untuk mengetahui keuntungan relatif usahatani berdasarkan perhitungan finansial, dimana R/C dapat menunjukkan besarnya penerimaan yang diperoleh dengan pengeluaran dalam satu satuan biaya.

Menurut Soekartawi (2006) bahwa R/C adalah perbandingan (nisbah) antara penerimaan dan biaya. secara matematik, hal ini dapat dituliskan sebagai berikut :

R = Py × Y C = FC + VC a = [ (Py × Y) / (FC + VC) ] dimana : R = penerimaan C = biaya Py = hargaoutput Y =output

FC = biaya tetap (fixed cost) VC = biaya variabel (variable cost)

R/C menunjukkan berapa besarnya penerimaan yang diperoleh sebagai manfaat dari setiap rupiah yang dikeluarkan. Analisa R/C dibedakan atas jenis biaya yang dikeluarkan, yaitu R/C atas biaya tunai dan R/C atas biaya total. Adapun kriteria keputusan dari nilai R/C yaitu jika R/C > 1, berarti penerimaan yang diperoleh lebih besar daripada tiap unit biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh penerimaan tersebut. Jika nilai R/C < 1 maka tiap unit yang dikeluarkan akan lebih besar daripada penerimaan yang diperoleh. Sedangkan kegiatan usaha yang memiliki nilai R/C = 1 maka kegiatan usaha berada pada kondisi impas atau kondisi dimana kegiatan usaha tersebut tidak mendapatkan keuntungan dan tidak juga mengalami kerugian.

3.1.6 Teori Produksi

Suatu proses produksi melibatkan suatu hubungan yang erat antara faktor produksi yang digunakan dengan produk yang dihasilkan, dimana output

usahatani yang berupa produk pertanian tergantung pada jumlah dan macaminput

yang digunakan dalam proses produksi. Hubungan antara input dan output ini dapat dilihat dalam suatu fungsi produksi. Menurut Soekartawi et al. (1986), fungsi produksi adalah hubungan kuantitatif antara masukan (input) dan produksi (output).

Fungsi produksi dengan n jenis input X dan satu output Y dinyatakan sebagai berikut :

Menurut persamaan diatas dinyatakan bahwa produksi Y dipengaruhi oleh sejumlah n input, dimana input X1, X2, X3,...,Xn dapat dikategorikan menjadi dua, yaituinputyang dapat dikuasai oleh petani seperti luas tanah, jumlah pupuk, tenaga kerja dan lainnya; dan inputyang tidak dapat dikuasai oleh petani seperti iklim.

Menurut Soekartawi (2008) bahwa untuk megukur tingkat produktivitas dari suatu produksi terdapat dua tolak ukur yaitu produk marjinal (PM) dan produk rata-rata (PR). Produk marjinal adalah tambahan satu-satuaninputX yang dapat menyebabkan pertambahan/pengurangan satu satuan output (Y) sedangkan produk rata-rata adalah perbandingan antara produk total perjumlahinput.

Untuk mengukur perubahan dari jumlah produk yang dihasilkan yang disebabkan oleh faktor produksi yang dipakai dapat dinyatakan dalam elastisitas produksi. Elastisitas produksi (Ep) adalah persentase perubahan dari output

sebagai akibat dari persentase perubahan dari input. Model yang sering digunakan dalam fungsi produksi, terutama fungsi produksi klasik adalahthe law of deminishing return. Model ini menunjukkan hubungan fungsional yang mengikuti hukum pertambahan hasil yang semakin berkurang. Menurut Billas dalam Rahim dan Astuti (2008), bilainputdari salah satu sumber daya dinaikkan dengan tambahan yang sama per unit waktu, sedangkan input dari sumber daya yang lain dipertahankan agar tetap konstan, produk akan meningkat diatas suatu titik tertentu, tetapi peningkatan output tersebut cenderung mengecil. Berikut adalah gambar dari kurva fungsi produksi yang menunjukkan elastisitas produksi.

Gambar 1. Kurva daerah Produksi dan Elastisitas Produksi Sumber : Soekartawi, 2003

Keterangan :

TPP = Produk Total APP = Produk Rata-rata MPP = Produk Marjinal Y = Produksi X = Faktor Produksi

Berdasarkan elastisitas produksi, fungsi produksi dapat dibagi ke dalam tiga daerah (Gambar 1) yaitu sebagai berikut :

1. Daerah produksi I dengan Ep > 1, merupakan daerah yang tidak rasional, karena pada daerah ini penambahan input sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan produk yang selalu lebih besar dari satu persen. Di daerah produksi ini belum tercapai pendapatan yang maksimum karena

Output Y TPP I II III Ep >1 0< Ep<1 Ep <0 InputX dY/dX Y/X APP MP InputX

pendapatan masih dapat diperbesar apabila pemakaian input variabel dinaikkan.

2. Daerah produksi II dengan 0 < Ep ≤ 1, pada daerah ini penambahan input

sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan produksi paling tinggi sama dengan satu persen dan paling rendah nol persen. Pada daerah ini akan tercapai pendapatan maksimum. Daerah produksi ini disebut dengan daerah produksi rasional.

3. Daerah produksi III dengan Ep < 0, pada daerah ini penambahan pemakaian

input akan menyebabkan penurunan produksi total. Daerah ini disebut dengan daerah yang tidak rasional.

Pemilihan model fungsi produksi yang baik dan benar hendaknya fungsi tersebut memenuhi syarat sebagai berikut (Soekartawi, 2003):

1. Sederhana, sehingga mudah ditafsirkan.

2. Mempunyai hubungan dengan persoalan ekonomi. 3. Dapat diterima secara teoritis dan logis.

4. Dapat menjelaskan persoalan yang diamati.

Hasil analisis fungsi produksi menurut Soekartawi (1986) merupakan fungsi pendugaan. Analisis fungsi produksi adalah kelanjutan dari aplikasi análisis regresi. Berbagai macam model fungsi produksi menurut Soekartawi (2003), antara lain : Fungsi produksi linear, Fungsi Produksi Kuadratik, Fungsi produksi Transendental dan Fungsi produksiCobb-Douglass.

Soekartawi (2003) menyatakan bahwa fungsi produksi linier menunjukkan hubungan yang bersifat linier antara peubah bebas dengan peubah tak bebas. Fungsi produksi linear biasanya dibedakan menjadi dua, yaitu fungsi produksi linear sederhana dan linear berganda. Fungsi produksi linear sederhana ialah bila hanya ada satu variabel X yang dipakai dalam model. Penggunaan garis regresi linear sederhana banyak dipakai untuk menjelaskan fenomena yang berkaitan untuk menjelaskan hubungan dua variabel. Model sederhana ini sering digunakan karena analisisnya dilakukan dengan hasil yang lebih mudah dimengerti secara cepat. Kelemahannya terletak pada jumlah variabel X yang hanya satu yang dipakai dalam model sehingga dengan tidak memasukkan variabel X yang lain, maka peneliti akan kehilangan informasi tentang variabel yang tidak dimasukkan

dalam model tersebut. Untuk mengatasi hal ini, maka peneliti biasanya mengunakan garis linear berganda (multiple regressions). Jumlah variabel X yang dipakai dalam garis regresi berganda ini adalah lebih dari satu. Estimasi garis regresi linear berganda ini memerlukan bantuan asumsi dan model estimasi tertentu sehingga diperoleh garis estimasi atau garis penduga yang baik. Keunggulan cara ini dibandingkan dengan analisis regresi sederhana ialah dalam prakteknya, faktor yang mempengaruhi suatu kejadian adalah lebih dari satu variabel serta garis penduga yang didapatkan akan lebih baik dan tidak begitu bias bila dibandingkan dengan cara analisis sederhana.

Fungsi Produksi Kuadratik Berbeda dengan garis linear (sederhana dan berganda) yang tidak mempunyai nilai maksimum, maka fungsi kuadratik justru mempunyai nilai maksimum. Nilai maksimum akan tercapai bila turunan pertama dari fungsi tersebut sama dengan nol. Fungsi produksi transendental mampu menggambarkan fungsi dimana produk marjinal dapat menaik, menurun dan menurun dalam negatif (Negative Marginal Product). Kelemahan yang dimiliki oleh fungsi transdental yaitu model tidak dapat digunakan apabila terdapat faktor produksi yang nilainya nol. Fungsi produksi Cobb-Douglass memiliki beberapa kelebihan, diantaranya yaitu: perhitungannya, b) perhitungannya sederhana karena dapat dibuat dalam bentuk linier, c) pada model ini koefisien pangkatnya menunjukkan besarnya elastisitas produksi dari masing-masing faktor produksi, d) dari penjumlahan koefisien elastisitas masing-masing faktor produksi, dalam fungsi produksi menunjukkan fungsi skala usaha. Kelemahan-kelemahan umum yang ditemukan dalam fungsi produksi Cobb-Douglass diantaranya adalah kesalahan pengukuran variabel akan menyebabkan besarnya elastisitas menjadi terlalu tinggi atau terlalu rendah, dan data tidak boleh ada yang nol atau negatif (Soekartawi dalam Putra, 2011).

3.1.7 Fungsi ProduksiCobb-Douglass

Model analisis yang digunakan untuk menduga fungsi produksi di lokasi penelitian adalah dengan menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglass. Rahim dan Hastuti (2008) mengatakan bahwa fungsi produksi Cobb-Douglas adalah suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel (variabel bebas/independent variable dan variabel tidak bebas/dependent variable).

Menurut Soekartawi (2008) bahwa fungsi produksi Cobb-Douglas merupakan suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel, variabel yang satu disebut variabel (Y) atau yang dijelaskan dan variabel lain disebut dengan variabel (X) atau yang menjelaskan. Variabel yang dijelaskan biasanya berupaoutputdan variabel yang menjelaskan biasanya berupainput.

Pemilihan model fungsi produksi Cobb-Douglas didasarkan pada pertimbangan adanya kelebihan dari model ini, antara lain:

a). Koefisien pangkat dari masing-masing fungsi produksi Cobb-Douglas

menunjukkan besarnya elastisitas produksi dari masing-masing faktor produksi yang digunakan dalam menghasilkan output.

b). Merupakan pendugaan terhadap keadaan skala usaha dari proses produksi yang berlangsung.

c). Bentuk linear dari fungsi Cobb-Douglasditransformasikan dalam bentuk log e (ln), dalam bentuk tersebut variasi data menjadi sangat kecil. Hal ini dilakukan untuk mengurangi terjadinya heterokedastisitas.

d). Perhitungannya sederhana karena persamaannya dapat diubah dalam bentuk persamaan linear.

e). Bentuk fungsi Cobb-Douglas paling banyak digunakan dalam penelitian khususnya bidang pertanian.

f). Hasil pendugaan melalui fungsi Cobb-Douglasakan menghasilkan koefisien regresi yang sekaligus juga menunjukkan besaran elastisitas.

g). Besaran elastisitas dapat juga sekaligus menggambarkanreturn to scale.

Disamping kelebihan yang dimiliki, fungsi Cobb-Douglas juga memiliki kelemahan. Kelemahan tersebut menurut Heady dan Dillon (1964) dalam Nugroho (2008) adalah: 1). model menganggap elastisitas produksi tetap sehingga tidak mencakup ketiga tahap yang biasa dikenal dalam proses produksi; 2). Nilai pendugaan elastisitas produksi yang dihasilkan akan bias apabila faktor produksi yang digunakan tidak lengkap; 3). Model tidak dapat digunakan untuk menduga tingkat produksi apabila ada faktor produksi yang taraf penggunaanya adalah nol; dan 4). Apabila digunakan untuk peramalan produksi pada tarafinputdi atas rata- rata akan menghasilkan nilai duga yang berbias ke atas.

Secara matematis, persamaan fungsi produksi Cobb-Douglasdapat ditulis sebagai berikut :

Y = aX1b1 X2b2 X3b3...Xnbn eu dimana :

Y = Variabel yang dijelaskan X = Variabel yang menjelaskan a,b= Besaran yang akan diduga u = kesalahan

e = Logaritma natural (e = 2,718)

Fungsi Cobb-Douglas ditransformasikan kedalam bentuk regresi linier, maka model fungsi produksi dapat dituliskan sebagai berikut :

Ln Y = ln a + b1ln X1+ b2ln X2+ ... + bnln xn+ u

Untuk menganalisis hubungan faktor produksi (input) dengan produksi (output) digunakan analisis numerik menggunakan metodeOrdinary Least Square

(OLS). Metode ini dapat dilakukan jika dipenuhi asumsi-asumsi bahwa : 1. Variasi unsur sisa menyebar normal

2. Harga rata-rata dan unsur sisa sama dengan nol, atau bisa dikatakan nilai yang diharapkan bersyarat (conditional expected value).

3. Homoskedasitas atau ragam merupakan bilangan tetap. 4. Tidak ada korelasi diri (multikolinearitas)

5. Tidak ada hubungan linier sempurna antara peubah bebas.

6. Tidak terdapat korelasi berangkai pada nilai-nilai sisa setiap pengamatan.

3.1.8 Konsep Skala Ekonomi Usaha (Return to Scale)

Rahim A dan Hastuti RDR (2008) menyatakan bahwa untuk mengetahui skala usahatani dapat dengan menjumlahkan koefisien regresi atau parameter elastisitasnya, yaitu :

β1+β2+ ...+βn

Dengan mengikuti kaidahreturn to scale(RTS) yaitu :

1. Skala ekonomi usaha dengan kenaikan hasil yang meningkat (increasing return to scale), bila β1 + β2 + ...+ βn > 1, berarti bahwa proporsi penambahan faktor produksi akan menghasilkan tambahan produksi yang proporsinya lebih besar.

2. Skala ekonomi usaha dengan kenaikan hasil yang tetap (constant return to scale), bila 0 < β1+ β2+ ...+ βn ≤ 1, berarti bahwa dalam keadaan demikian, penambahan faktor produksi akan proporsional dengan penambahan faktor produksi yang diperoleh.

3. Skala ekonomi usaha dengan kenaikan hasil yang menurun (decreasing return to scale), bila β1 + β2 + ...+ βn < 0, berarti bahwa proporsi penambahan faktor produksi melebihi proporsi penambahan produksi.

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional

Tanaman cabai merah keriting sudah cukup lama dibudidayakan dan merupakan salah satu komoditas pertanian yang disukai oleh para petani di Desa Citapen untuk dibudidayakan. Hal ini karena kondisi geografis di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor sangat cocok untuk tanaman cabai merah keriting. Namun kondisi geografis tersebut tidak serta merta meningkatkan produktivitas cabai merah keriting di Desa Citapen, hal ini dikarena dalam peningkatan produktivitas harus di dukung pula dengan penggunaan input-input

produksi yang berimbang.

Masalah bagi petani di Desa Citapen dalam usahatani cabai merah keriting, lebih banyak dikarenakan permasalahan fluktuasi produktivitas yang masih belum mampu mencapai produktivitas optimal, yakni hanya sebesar 7,33 ton per hektar, dimana produktivitas optimal cabai merah keriting seharusnya mampu mencapai 13-17 ton per hektar. Secara teoritis, produktivitas dapat menggambarkan penggunaan input (faktor produksi) dalam suatu usahatani. Selain terkait dengan penggunaan input produksi, produktivitas yang belum optimal juga dapat mempengaruhi pendapatan yang diterima oleh petani cabai merah keriting Desa Citapen. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan dengan melihat fakta di lapangan untuk menganalisis pendapatan dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi produksi usahatani cabai merah keriting di Desa Citapen. Dengan harapan agar bermanfaat bagi petani atau pihak lain dalam penyajian informasi tentang usahatani padi organik dan sebagai rekomendasi bagi pihak pemerintah dalam pembuatan kebijakan.

Pendapatan usahatani petani dapat mengukur tingkat keberhasilan petani. Pendapatan usahatani ini dapat diperoleh setelah analisis penerimaan dan analisis

pengeluaran dilakukan. Pendapatan merupakan hasil akhir yang diperoleh petani sebagai bentuk imbalan atas pengelolaan sumberdaya yang dimiliki dalam usahataninya, sehingga petani harus melakukan tindakan yang efisien dalam menggunakan sumberdaya yang ada. Dan analisis faktor-faktor produksi usahatani cabai merah keriting berfungsi untuk melihat input-inputapa saja yang dapat mempengaruhi produksi usahatani cabai merah keriting di Desa Citapen. Hasil analisis pendapatan dan faktor-faktor produksi usahatani akan menjadi rekomendasi bagi pihak-pihak yang membutuhkan. Berdasarkan uraian diatas, maka kerangka operasional dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian

Produktivitas cabai merah keriting di Desa Citapen masih belum mampu mencapai produktivitas optimal, sehingga diduga mempengaruhi pendapatan usahatani dan sangat erat kaitannya

dengan penggunaan faktor-faktor produksi

Analisi faktor-faktor produksi - Benih (X1) - Pupuk kandang (X2) - Pupuk NPK (X3) - Pupuk SP-36 (X4) - Pupuk KCL (X5) - Pestisida (X6) - Nutrisi (X7) - Tenaga Kerja (X8)

Analisis Fungsi Produksi

Cobb-Douglass Analisis Pendapatan Usahatani - Penerimaan usahatani - Biaya usahatani - Pendapatan usahatani - R/C

Informasi Pendapatan Usahatani dan Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi pada Usahatani Cabai

IV. METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu

Penelitian mengenai analisis pendapatan usahatani dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi cabai merah keriting ini dilakukan di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara purposive (sengaja), dengan pertimbangan bahwa Desa Citapen telah menjadikan cabai merah keriting sebagai komoditas unggulan dimana hal ini di dukung oleh kondisi geografis yang cocok untuk pertumbuhan cabai merah keriting. Pelaksanaan penelitian ini berlangsung pada bulan Mei 2011 sampai dengan Juli 2011 dikarenakan pada bulan-bulan tersebut sedang musim panen cabai merah keriting.

4.2 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder, baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data primer diperoleh dari hasil pengamatan (observasi) dan wawancara langsung di lapangan dengan petani responden. Kegiatan wawancara dilakukan untuk mengetahui kondisi dan kegiatan yang dilakukan oleh para petani baik dari kegiatan budidaya sampai pada tahap pemasaran.

Pengambilan data yang diperoleh melalui data primer, menurut waktu penggunaannya adalah menggunakan jenis data cross section dimana data yang diambil adalah data yang menunjukkan titik waktu tertentu, yaitu data yang diambil dari petani cabai merah keriting yang melakukan musim tanam Oktober 2010 sampai dengan Januari 2011. Sedangkan untuk data sekunder diperoleh dari laporan atau catatan setiap petani, Perpustakaan Pertanian Kota Bogor, BP3K Kecamatan Ciawi, Biro Pusat Statistik Kabupaten Bogor, artikel dan literatur yang relevan dengan penelitian yang dilakukan serta catatan atau laporan dari Gapoktan Rukun Tani yang terletak di Desa Citapen.

4.3 Metode Pengambilan Responden

Petani yang dijadikan responden dalam penelitian ini adalah petani cabai merah keriting Desa Citapen yang membudidayakan cabai merah keriting pada msim tanam Oktober 2010 sampai dengan Januari 2011. Pemilihan petani

responden pertama diperoleh melalui informasi dari Ketua Gapoktan Rukun Tani yang ada di Desa Citapen. Sedangkan untuk petani responden selanjutnya dilakukan dengan metode snowball sampling, yaitu responden dipilih melalui rekomendasi dan saran dari responden sebelumnya, yang diambil sesuai dengan kriteria sebaran normal yakni sebanyak 30 petani. Metode ini dilakukan karena tidak terdapat data mengenai daftar petani cabai merah keriting yang ada di Desa Citapen.

4.4 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan langkah yang sangat penting dalam penelitian. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode pengamatan langsung (obsevasi) dan metode kuesioner. Pengamatan langsung (observasi) dilakukan dengan mengamati proses terjadinya beberapa kegiatan budidaya cabai merah keriting yang berlangsungnya di lokasi penelitian. Peneliti juga melakukan wawancara dengan para petani dan ketua Gapoktan Rukun Tani untuk mengetahui sistem budidaya cabai merah keriting.

4.5. Metode Analisis Data

Data yang diperoleh baik data primer maupun data sekunder dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Data yang diperoleh diolah dan disajikan dalam bentuk deskriptif tabulasi dan statistik sederhana dengan bantuanMicrosof Office Exceldan bantuanMinitabversi 15.

4.5.1 Analisis Pendapatan Usahatani

Menurut Rahim dan Hastuti (2008) biaya usahatani merupakan pengorbanan yang dilakukan oleh produsen (petani, nelayan dan peternak) dalam mengelola usahanya dalam mendapatkan hasil yang maksimal. Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan dan semua biaya, dimana pendapatan dianalisis berdasarkan biaya tunai dan biaya tidak tunai atau biaya diperhitungkan. Biaya tunai digunakan untuk melihat seberapa besar pengeluaran tunai yang dibutuhkan petani untuk mejalankan kegiatan usahataninya. Biaya tidak tunai digunakan untuk menghitung berapa sebenarnya

pendapatan kerja petani jika penyusutan, sewa lahan dan nilai kerja keluarga diperhitungkan. Untuk menghitung pendapatan usahatani dapat digunakan rumus :

- Pendapatan (π) = TR- TC

- Pendapatan (π) = (P× Q)–(Biaya Tunai + Biaya Diperhitungkan) dimana :

TR = Total Penerimaan

TC = Biaya Tunai + Biaya Diperhitungkan

4.5.2 Analisis R/C

Setelah melakukan analisis penerimaan dan biaya usahatani selanjutnya akan dianalisis efisiensi usahatani dengan menggunakan analisis rasio penerimaan dan biaya (R/C). Analisis R/C bertujuan untuk menguji sejauh mana hasil yang