• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR LAMPIRAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki daratan yang sangat luas dimana mata pencaharian penduduknya sebagian besar adalah pada sektor pertanian. Pertanian merupakan sektor yang berperan penting dalam perekonomian nasional. Hal ini dikarenakan sektor tersebut adalah salah satu sektor yang memiliki kontribusi besar terhadap total PDB nasional. Peranan sektor pertanian terhadap PDB Indonesia mengalami pertumbuhan dari 14,5 persen pada tahun 2008 menjadi 15,3 persen pada tahun 2009, sehingga sektor pertanian berada pada ranking kedua yang memiliki kontribusi terhadap PDB setelah sektor industri pengolahan yaitu sebesar 26,4 persen.1 Kontribusi subsektor pertanian terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga yang berlaku menurut subsektor lapangan usaha pertanian dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Kontribusi Subsektor Pertanian terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Atas Dasar Harga yang Berlaku Menurut Subsektor Lapangan Usaha Pertanian di Indonesia Tahun 2005-2009

Lapangan Usaha 2005 2006 2007 2008* 2009**

Tanaman Bahan Makanan 181.331 214.346 (18,2) 265.090 (23,7) 349.795 (32,0) 418.963 (19,8) Perkebunan 56.433 63.401 (12,3) 81.664 (28,8) 105.969 (29,8) 112.522 (6,2) Peternakan 44.202 51.074 (15,5) 61.325 (20,1) 82.676 (34,8) 104.040 (25,8) Kehutanan 22.561 30.065 (33,3) 36.154 (20,3) 40.375 (11,7) 44.952 (11,3) Perikanan 59.639 74.335 (24,6) 97.697 (31,4) 137.249 (40,5) 177.773 (29,5) Keterangan : * Angka sementara **

Angka sangat sementara

Angka dalam kurung menunjukkan pertumbuhan dari tahun sebelumnya Sumber : Badan Pusat Statistik (2010), diolah

1

Kementerian Pertanian. 2010. Kontribusi Pertanian Terhadap Sektor PDB. www.bbpp- lembang.deptan.go.id. diakses Tanggal 17 Maret 2011

Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa PDB subsektor tanaman bahan makanan memberikan kontribusi yang besar dibandingkan dengan subsektor lainnya. PDB tanaman bahan makanan menempati urutan pertama yang menyumbang terhadap PDB sektor Pertanian. Pada tahun 2009, PDB tanaman bahan makanan diperkirakan akan meningkat lebih besar dibandingkan tahun sebelumnya yaitu minimal 19,8 persen.

Hortikultura merupakan salah satu subsektor pertanian yang memegang peran penting dan strategis karena perannya sebagai komponen utama pada Pola Pangan Harapan (Direktorat Jenderal Hortikultura, 2010).2 Pertumbuhan tanaman hortikultura sebagian besar mengalami peningkatan pada tahun 2005 sampai tahun 2008, baik dari segi produksi, luas panen dan produktivitas.

Tabel 2. Pertumbuhan Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Hortikultura Tahun 2005-2008

Uraian Tahun Pertumbuhan*

2005 2006 2007 2008

Sayuran

Produksi (Ton) 9.101.986 9.527.463 9.455.463 10.035.093 10,25 Luas panen (Ha) 944.695 1.007.839 1.001.606 1.026.990 8,71

Produktivitas 9,63 9,45 9,44 9,77 1,42

Buah-buahan

Produksi (Ton) 14.786.599 16.171.130 17.116.622 18.027.889 21,92 Luas panen (Ha) 717.428 728.218 756.766 781.333 8,91

Produktivitas 20,61 22,21 22,62 23,07 11,95 Tanaman Hias Produksi (tangkai) 173.240.364 166.645.684 179.374.218 205.564.659 18,66 Luas panen (m) 14.791.004 6.205.093 9.189.976 10.877.307 -26,46 Produktivitas 11,71 26,86 9,52 18,90 61,35 Tan.Biofarmaka Produksi (kg) 321.889.429 416.870.624 444.201.067 398.808.803 23,90 Luas panen (m) 182.917.951 222.662.711 245.253.798 227.952.040 24,62 Produktivitas 1,76 1,87 1,81 1,75 -0,58 Keterangan *

Pertumbuhan tahun 2008 atas tahun 2005

Sumber : Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Hortikultura (2009), diolah 2

Direktorat Jenderal Hortikultura. 2010. Pedoman Umum Pelaksanaan Pengembangan Hortikutura Tahun 2011. Hlm 1

Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa pertumbuhan hortikultura meliputi sayuran, buah-buahan dan tanaman hias mengalami pertumbuhan positif baik dari segi produksi, luas panen dan produktivitas, kecuali luas panen tanaman hias dan produktivitas tanaman biofarmaka. Kelompok komoditi sayuran menunjukkan pertumbuhan produktivitas yang stabil setiap tahunnya yaitu pada angka sembilan persen.

Sayuran merupakan salah satu komoditas hortikultura yang berkembang pesat di Indonesia. Selain sebagai komoditas yang esensial bagi pemenuhan kebutuhan dasar manusia dalam menyediakan vitamin dan mineral, sayuran juga telah memberikan kontribusi PDB sebesar 38,07 persen pada tahun 2008 terhadap sub sektor hortikultura.3 Saat ini, kecenderungan minat masyarakat terhadap sayuran terus meningkat, hal tersebut merupakan adanya akibat dari pola hidup sehat yang telah menjadi gaya hidup masyarakat. Perubahan paradigma menuju pemahaman hidup yang sehat tidak hanya memerlukan protein dan kalori saja, tetapi juga vitamin dan mineral yang terkandung dalam sayuran dan buah-buahan untuk menjalani pola konsumsi gizi yang seimbang. Tingkat konsumsi sayuran masyarakat Indonesia mengalami peningkatan, dimana pada tahun 2005 sebesar 35,30 kg/kapita/tahun, kemudian tahun 2006 sebesar 34,06 kg/kapita/tahun dan tahun 2007 sebesar 40,90 kg/ kapita/tahun serta tahun 2008 meningkat sebesar 51,31 kg/kapita/tahun (Departemen Pertanian, 2009).

Seiring dengan meningkatnya konsumsi sayuran masyarakat Indonesia diikuti pula dengan peningkatan produksi tanaman sayuran. Data perkembangan produksi sayuran di Indonesia selama tahun 2006-2009 dapat dilihat pada Tabel 3.

3

Direktorat Budidaya dan Pascapanen Sayuran dan Tanaman Obat. 2010. Pedoman Teknis Kegiatan Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Produk dan Tanaman Obat Berkelanjutan (1771). Hlm 1

Tabel 3. Perkembangan Produksi Tanaman Sayuran Indonesia Periode 2006- 2009 Komoditas Sayuran Produksi (Ton) Perkembang- an*(%) 2006 2007 2008 2009 Bawang Merah 794.931 802.810 853.615 965.164 13,07 Kentang 1.011.911 1.003.732 1.071.543 1.176.304 9,78 Kubis 1.267.745 1.288.738 1.323.702 1.358.113 2,60 Cabai 1.185.057 1.128.793 1.153.060 1.378.727 19,57 Sawi/Petsai 590.401 564.912 565.636 562.838 -0,49 Wortel 391.371 350.170 367.111 358.014 -2,48 Bawang Putih 21.050 17.312 12.339 15.419 24,96 Daun Bawang 571.268 479.924 547.743 549.365 0,30 Kembang Kol 135.518 124.252 109.497 96.038 -12,29 Lobak 49.344 42.076 48.376 29.759 -38,48 Kacang Merah 125.250 112.271 115.817 110.051 -4,98 Kacang Panjang 461.239 488.499 455.524 483.793 6,21 Tomat 629.744 635.474 725.973 853.061 17,51 Terung 358.095 390.846 427.166 451.564 5,71 Buncis 269.532 266.790 266.551 290.993 9,17 Ketimun 598.890 581.205 540.122 583.139 7,96 Labu siam 212.697 254.056 394.386 321.023 -18,60 Kangkung 292.950 335.086 323.757 360.992 11,50 Bayam 149.435 155.863 163.817 17.375 -89,39 Blewah 67.708 57.725 55.991 75.124 34,17 Sayuran lainnya 447.956 410.596 513.367 560.188 9,12 Total 9.632.092 9.491.130 10.035.093 10.597.044 5,60 Keterangan : *

Perkembangan dari tahun 2008 sampai tahun 2009 Sumber : Badan Pusat Statistik (2009)

Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa sebagian tanaman sayur mengalami penurunan produksi dari tahun 2008 ke tahun 2009, antara lain sayuran bayam dengan penurunan sebesar 89,39 persen. Tetapi tidak sedikit pula tanaman sayuran yang mengalami kenaikan produksi dari tahun 2008 ke tahun 2009.

Perkembangan yang cukup baik ditunjukkan oleh cabai, dimana komoditas tersebut menunjukkan perkembangan produksi yang positif pada angka sebesar 19,57 persen. Hal ini menunjukkan bahwa komoditas cabai merupakan komoditas komersial karena sebagian besar ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pasar.

Cabai adalah hasil pertanian yang sudah menjadi bagian dari budaya kuliner Indonesia dimana pada umumnya masyarakat Indonesia sangat menyenangi makanan pedas. Pada tahun 2002, 2005 dan 2008 pola konsumsi masyarakat Indonesia terhadap cabai mengalami peningkatan, yaitu masing- masing sebesar 1,42 kg/tahun/kapita, 1,51 kg/tahun/kapita, dan 1,54 kg/tahun/kapita (Ditjen Hortikultura, 2009). Selain dengan meningkatnya pola konsumsi masyarakat Indonesia terhadap cabai, cabai juga dikatakan penting jika dilihat dari total areal pertanaman cabai di Indonesia, dimana pada tahun 2007 areal pertanaman cabai sebesar 20,3 persen dari total areal pertanaman sayuran, kemudian mengalami peningkatan pada tahun 2008 sebesar 20,6 persen dari total luas areal sayuran di Indonesia (Departemen Pertanian, 2009).

Cabai merupakan produk hortikultura sayuran yang digolongkan ke dalam tiga kelompok yaitu cabai besar, cabai kecil dan cabai hias. Diantara ketiga jenis cabai tersebut, cabai merah merupakan jenis yang paling banyak diperdagangkan dalam masyarakat. Cabai merah terdiri dari cabai merah besar dan cabai merah keriting. Cabai merah besar memiliki kulit permukaan yang lebih halus dibandingkan cabai merah keriting, sedangkan cabai merah keriting memiliki rasa yang lebih pedas dibandingkan cabai merah besar (Sari, 2009).

Cabai merah keriting adalah jenis cabai yang paling digemari di kalangan masyarakat, hal ini dikarenakan hasil pertanian ini sudah menjadi bagian dari budaya makanan kuliner masyarakat Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa cabai merah keriting sangat potensial untuk dibudidayakan oleh petani Indonesia.

Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi cabai terbesar di Indonesia pada tahun 2006 sampai 2008. Hal ini dapat dilihat dari hasil produksi cabai Provinsi Jawa Barat dari tahun 2006 sampai 2008 masing-masing sebesar (Ton) 254.667; 264.477; dan 241.362. Angka tersebut merupakan angka produksi cabai tertinggi jika di bandingkan dengan provinsi lain di seluruh Indonesia dengan total produksi cabai Indonesia masing masing sebesar (Ton) 1.185.059

tahun 2006; 1.128.792 tahun 2007 dan 1.153.060 tahun 2008. Hal ini menunjukkan bahwa Jawa Barat memberikan sumbangan produksi cabai pada tahun 2006 sampai 2008 masing-masing sebesar 21,48 persen, 23,43 persen dan 20,93 persen (Departemen Pertanian, 2009).

Salah satu daerah yang menghasilkan cabai merah keriting di Provinsi Jawa Barat adalah Kabupaten Bogor. Komoditas unggulan di Kabupaten Bogor adalah buah-buahan seperti pisang, manggis raya, papaya dan durian, sedangkan sayuran seperti cabai, buncis, dan sawi, serta tanaman hias seperti anggrek, agrasena dan masih banyak lagi. Produktivitas cabai merah tertinggi di Kabupaten Bogor terjadi pada tahun 2007 yaitu 8,82 ton per hektar, kemudian mengalami penurunan sebesar 2,25 persen pada tahun 2008 dan pada tahun 2009 mengalami penurunan kembali dari tahun 2008 dengan persentase yang lebih tinggi yaitu sebesar 27,4 persen. Penurunan produktivitas tersebut berlawanan dengan peningkatan luas panen pada tahun 2009. Data tentang usahatani cabai merah di Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Cabai Merah di Kabupaten Bogor Tahun 2004 sampai 2009

Tahun Produksi (Ton) Luas Panen (Ha) Produktivitas (Ton/Ha)

2004 3726 713 5,23 2005 6391 741 8,62 2006 6880 943 7,30 2007 4683 531 8,82 2008 6215 721 8,62 2009 5181 828 6,26 Rata-rata 5512,67 746,17 7,47

Sumber : Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor (2010), diolah

Dari 40 kecamatan yang ada di Kabupaten Bogor, Kecamatan Ciawi merupakan salah satu penghasil cabai merah keriting. Kecamatan Ciawi memiliki kemiringan yang relatif tinggi dari 5 persen sampai dengan 40 persen dengan tingkat kesuburan sedang sampai tinggi. Sedangkan curah hujan yang tinggi mengakibatkan udara sejuk alam pegunungan, hal ini di karenakan letaknya diapit oleh tiga buah gunung, yaitu Gunung Pangrango, Gunung Gede dan Gunung

Salak sehingga Kecamatan Ciawi sangat cocok dijadikan sebagai salah satu daerah sentra produksi sayuran.

Desa Citapen merupakan satu dari 13 desa yang ada di Kecamatan Ciawi, dimana saat ini Desa Citapen sedang mengoptimalkan potensi daerahnya sendiri dengan mengembangkan komoditas sayuran bersama gapoktan (gabungan kelompok tani) yang dapat meningkatkan pendapatan desa dalam bidang pertanian. Selain itu daerah ini juga mempunyai kondisi geografis yang sangat mendukung untuk pertumbuhan cabai merah keriting yaitu dengan ketinggian tempat 450 sampai 700 diatas permukaan laut (DPL), pH Tanah 5,0 sampai 7,0 dan beriklim basah (BP3K Wilayah Ciawi, 2010). Kondisi geografis ini sangat mendukung untuk pertumbuhan cabai merah keriting dimana menurut Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (2008) bahwa ketinggian tempat yang sesuai untuk pertumbuhan cabai merah keriting adalah 0 sampai 1000 meter dpl, dengan kondisi tanah yang gembur, subur, banyak mengandung bahan organik dan PH tanah antara 6 sampai 7.