• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN

Foto 5. Bibit padi (Pesamaian)

Dahulunya terdapat kepercayaan petani di Pangaribuan bahwa terdapat berbagai larangan-larangan yang harus dipatuhi oleh petani. Larangan-larangan tersebut telah ada semenjak nenek moyang dan diwariskan secara turun-temurun kepada para petani di Pangaribuan. Pelanggaran terhadap beberapa larangan tersebut di percayai mencegah serangan hama terhadap tanaman padi.

4.5. Pengelolaan Bibit

Foto 5. Bibit padi (Pesamaian) Sumber: Dokumentasi Pribadi

Masyarakat petani Pangaribuan dalam mengelola bibit disebut sebagai manabur boni. Manabur boni secara harafiah terdiri dari dua suku kata yaitu; manabur yang berarti menabur dan boni yang berarti bibit. Jadi, manabur boni berarti menabur bibit.

Manabur boni bagi petani Pangaribuan merupakan kegiatan menjadikan sawah sebagai pesamaian dengan menaburkan boni tersebut di petak pembibitan yang telah disediakan sebelumnya khusus untuk pesamaian. Ibu Heni Gultom

mengatakan berupa: Manabur boni ima ulaon nalaho mabibit eme nalaho

sisuanon parjolona di sabur ma di parsamean na di patupa parjolo hian paima

boi disuan. (Manabur boni merupakan kegiatan yang kami lakukan para petani ini

sebagai membibit padi yang akan kami tanami, di pesamaian yang telah kami sediakan terlebih dahulu untuk pengembangan boni tersebut).

Sampai sekarang petani Pangaribuan manabur boni tidak hanya dilakukan di lahan sawah, namun dilakukan juga di lahan ladang. Pendapat tersebut dikemukakan oleh Ibu Parel, yaitu:

Sahattu saonnari akka pangula adong dope mabibit di ordang nangpe so sadia. Manabur boni di ordang dohot di hauma sarupa doi, mulai sian parkarejoanna dohot akka alat nadipargunahon, hami pe hea domabahen same ordang. Alai nahurang denggan do sian nadihauma i molo di ordang alana ikkon siramon dope hape attar dao do parsamean sian aek. Dibahen pe same ordang alani nadao do hauma nabe. Hape hauma dang pola sadia. (Sampai sekarang petani masih ada yang melakukan pembibitan di lahan ladang walaupun tidak seberapa. Manabur boni di ladang dan di sawah adalah sama, mulai dari cara pengerjaanya dan alat-alat yang biasa digunakan, kami pernah melakukannya. Tetapi boni yang dikembangkan kurang bagus jika dibandingkan dengan boni yang dikembangkan di sawah. Boni yang dikembangkan di ladang membutuhkan pekerjaan yang lebih karena boni sangat membutuhkan air untuk proses pengembangannya

apalagi ladang yang jauh dari sumber air kita harus menyediakan air. Dilakukannya pembibitan diladang terkadang karena sawahnya jauh, juga tidak terlalu luas sawah yang dikerjakan).

Pembibitan di ladang mulai ditinggalkan, selain lebih merepotkan boni di sawah jauh lebih bagus dibandingkan pembibitan di ladang. Tidak ada yang mengetahui dengan pasti semenjak kapan pengembangan bibit di ladang mulai ditinggalkan oleh petani Pangaribuan. Beberapa petani hanya mengungkapkan bahwa pengelolaan boni ladang semakin ditinggalkan ketika petani menyadari bahwa bibit di sawah lebih bagus dan terlalu memakan waktu jika pembibitan dilakukan di ladang, karena petani harus memindahkan bibit padi kesawah untuk ditanami. Seperti diungkapkan Ibu sadar gultom, berupa;

Au sandiridang hea be hubahen same ordang , nag pe haumaku marsame 4 liter hutopangkon nama tu hauma ni dongan asa uddenggan jala muse unang repot be mangangkat same tu hauma. (Saya sendiri telah meninggalkan pembibitan di ladang, sekalipun sawah saya hanya berbibitkan 4 liter, saya akan menumpang di sawah tetangga saya untuk melakukan pembibitan, dimana pembibitan di sawah lebih bagus dan juga tidak repot-repot lagi mengangkat bibit padinya untuk ditanami).

Petani Pangaribuan juga memiliki pengetahuan tersendiri dalam memilih bibit yang akan ditanam pada tahun berikutnya. Pemilihan padi yang akan dilakukan pada penanaman berikutnya dilihat dari padi-badi yang lebih baik, baik disini memiliki arti yaitu, pada bagian padi yang tumbuh sangat rata di hamparan pematang sawah.

Menurut petani Pangaribuan, pada bagian padi tersebut memiliki buah padi yang bagus untuk dijadikan boni. Padi tersebut tidak bercampur dengan jenis padi

lainnya atau sering disebut petani sebagai “pita”. Padi yang sudah dipilih ada

sebagian petani yang langsung mengambilnya (disabit) jika diketahui padi tersebut sudah matang dan langsung dipisahkan antara tangkai padi dengan bilur

padinya dengan menggunakan kaki atau mereka sebut sebagai “mardege”.

Sebagian dari petani mengambil bibit tersebut setelah dipisahkan dari petak- petak yang lainnya mereka ambil sebagai yang terakhir setelah petak-petak lainnya disabit semua. Oppung Pada Gultom mengatakan, berupa;

Eme nalao bibit, sai naparpudi ido hubahen asa u toras emenai alana nalaho bibit ikkon butul-butul matoras do jala dang hu bahen marborngin ni di lungguk, disi dibuat disima ni degehon asa binoan mulak tu jabu asa disimpan di inganan na koring. (Padi yang akan saya jadikan bibit saya ambil paling terakhir, supaya padinya lebih

matang lagi atau “matoras” karena bibit yang baik itu harus betul-

betul masak dan setiap padi yang akan saya jadikan bibit tidak dibiarkan bermalam, akan lebih baik di situ diambil langsung dibawa pulang kerumah dan disimpan di tempat yang kering dan ruangan yang agak lembab).

Setelah memilih padi yang akan dijadikan bibit (boni) akan dimasukkan kekarung dan disimpan di tempat yang kering dan lembab, dan terpisah dari padi- padi yang tidak termasuk padi yang akan dijadikan sebagai bibit, setelah padi tersebut dipisahkan dari lapung (padi kosong). Padi kosong ini biasanya dipisahkan dengan dikipas dengan alat pengkipas padi, dan kebanyakan dengan

cara ditampi dan dipur-pur (padi dimasukkan kedalam karung dan di angkat

supaya diterbangkan angin), karena padi yang akan dijadikan bibit tidak baik

bercampur dengan lapung dokdok (padi yang tidak berisi penuh), sedangkan alat

yang digunakan sebagai pengipas padi kadang-kadang bercampur dengan lapung

Ibu Tina Marbun mengatakan, bahwa padi yang akan saya jadikan bibit

akan saya tampi sendiri, karena kadang-kadang kita temukan lapung dok-dok

sekalipun telah dilakukan pengipasan, tidak jadi masalah jika padi tersebut untuk kita makan bisa saja menggunakan alat pengipas padi, tetapi untuk boni saya

menampinya dan kadang-kadang saya pur-pur untuk mendapatkan hasil yang

lebih baik.

Setelah mendapatkan boni yang bagus akan disimpan di tempat yang kering dan lembab juga dipisahkan tempatnya dari padi-padi lainnya. Setibanya masa pembibitan, padi yang dipilih menjadi boni akan direndam di dalam air dan dalam lumpur. Perendaman boni bisa saja di dalam lumpur, juga di dalam air saja. Biasanya petani menggunakan sawah mereka untuk perendaman boni. Boni direndam selama 3-4 hari lamanya untuk mendapatkan kualitas yang baik. Setelah dilakukan perendaman dalam waktu yang dibutuhkan, boni akan diangkat keluar dan dibiarkan hingga memiliki tunas. Biasanya 3 hari setelah pengangkatan dari air, boni tersebut sudah bertunas dan siap untuk disamaikan.

Boni yang sudah memiliki tunas dan siap untuk dikembangkan, maka

petani mulai menaburinya secara merata pada parsamean yang telah disediakan

sebelumnya yaitu dengan tanah yang dilumatkan dan diratakan, kemudian akan diisi air secukupnya (padi setengah tertutupi) hal ini dilakukan supaya boni yang sudah disamaikan tadi tidak dimakan oleh burung.

Apabila boni tersebut sudah tumbuh kira-kira 6 cm atau berumur kira-kira

dua mingguan, air akan dikurangi lagi untuk mempercepat pertumbuhan padi. Setelah usia mencapai satu bulan akan dilakukan pemupukan dan pemasukan air

secukupnya, dan bibit padi pun siap untuk ditanam. Saat pemindahan bibit ke sawah diawali terlebih dahulu dengan pencabutan dengan memakai sabit, bibit tersebut disabit namun tidak sampai patah, pertamanya bibit akan digenggam dan disabit pada akar hal terpenting jangan sampai mematahkan batang padinya. Setelah itu bibit padi tersebut akan diperas dan dimasukkan kedalam ember untuk dibawa ke petak-petak sawah dan ditanami kira-kira 7 sampai 9 batang dengan jarak kira-kira 5 cm.

4.6. Membajak Sawah

Membajak sawah berasal dari bahasa Indonesia yaitu membajak sawah. Membajak sawah merupakan suatu proses pembalikan tanah dengan tujuan menggemburkan tanah, dengan rumput-rumput yang dibalikkan ke dalam tanah dan juga air dapat meresap secara lebih merata lagi. Membajak sawah sering

disebut dengan mangula. Istilah mangula ini sesuai dengan bentuk pekerjaannya

yaitu mengolah kembali, membalikkan tanah dan membersihkan pematang sawah kembali.

Membajak sawah dilakukan pada awal mengolah sawah. Pembajakan mulai dilakukan sebelum penyamain benih dilakukan, supaya benih yang akan menjadi bibit tidak terlalu tua nantinya untuk ditanami. Membajak sawah dilakukan yang pertama sekali dengan membersihkan batang-batang padi yang tinggal dengan cara ditebas, yang kemudian diairi supaya batang-batang padi tersebut mulai membusuk. Peralatan yang digunakan buat ini adalah tajak dan mesin babat. Semua ini dilakukan bertujuan agar pembalikan tanah atau proses

mangula (membajak sawah) lebih mudah dilakukan dengan tanah yang sudah

gembur.

4.6.1. Bajak cangkul

Dokumen terkait