• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.4 Tools Yang Digunakan

2.4.1 Big Picture Mapping

Big Picture Mapping adalah suatu tool yang digunakan untuk menggambarkan suatu sistem secara keseluruhan beserta aliran nilai (value stream). Big Picture Mapping adalah pemetaan proses pada level tinggi yang melingkupi proses secara luas namun dengan tingkat kedetailan yang masih rendah. (Pujawan, 2005)

Pengumpulan data diperlukan untuk membangun peta keadaan sekarang (current state) dan keadaan yang diharapkan di masa yang akan datang (future state). Future state menjadi gambaran bagaiman proses produksi dilakukan saat rencana perbaikan telah ditentukan. Ada lima langkah yang perlu dilakukan dalam menggambar Big Picture Mapping yaitu :

a. Mengidentifikasikan kebutuhan pelanggan.

Beberapa perlu dijawab pada fase ini. Misalnya, seberapa banyak pelanggan membutuhkan barang tertentu tiap tahun, bagaimana pola pemesanannya, berapa ukuran pesanan biasanya, berapa banyak pelanggan biasanya menyimpan persediaan, berapa sering pengiriman dilakukan, serta hal-hal lain yang relevan.

b. Pada fase ini, ditambahkan aliran informasi yang melintasi proses yang ditinjau. Untuk melengkapi fase ini perlu dicari tahu apakah informasi yang diberikan pelanggan ke perusahaan (ramalan, call-off, dan sebagainya), kebagian mana informasi-informasi tersebut disampaikan, berapa lama menunggu sebelum informasi tersebut diproses, pihak mana saja atau siapa saja yang dilewati sampai informasi tersebut mengalir ke bagian hulu

perusahaan (supplier), serta informasi-informasi apa yang perusahaan berikan ke supplier.

c. Fase ketiga adalah menambahkan aliran fisik pada peta tersebut.

Aliran fisik yang berasal dari luar dan ke luar perusahaan maupun yang ada di dalam perusahaan harus sama-sama ditambahkan. Informasi seperti pola pengiriman dari supplier, ukuran pengiriman, rata-rata waktu tunggu sebelum pesanan dikirim, dan sebaginya adalah sebagian dari informasi yang perlu diperoleh berkaitan dengan aliran fisik barang dari arah supplier. Selanjutnya, untuk aliran internal perlu diidentifikasikan langkah-langkah kunci yang terlibat, di mana saja persediaan biasanya disimpan, dimana saja biasanya terjadi inspeksi kualitas, berapa lama masing-masing kegiatan tersebut dilakukan, titik mana merupakan bottleneck, dan sebagainya.

d. Hubungkan aliran fisik dan aliran informasi.

Di sini diperlukan informasi di mana informasi seperti rencana material atau rencana produksi turun menjadi pemicu adanya aliran fisik dan sebaliknya. Sebagai contoh, rencana produksi diuraikan menjadi jadwal produksi harian sehingga dapat menjadi pedoman untuk memindahkan material dari gudang ke lantai produksi dan menjadi instruksi kerja operator di lantai produksi untuk mengerjakan suatu produk. Sebaliknya, ada aliran dari bagian bawah ke bagia atas dari peta yang dibuat. Misalnya, hasil kegiatan inspeksi material akan memberikan informasi tentang reject rate. Informasi ini akan masuk ke bagian perencanaan material sehingga bisa digunakan sebagai dasar untuk memperbaiki atau membuat rencana baru.

e. Fase terakhir adalah melengkapi peta di atas dengan informasi lead time dan value adding time dari keseluruhan proses. Informasi ini ditempatkan di bagian bawah dari peta.

Berikut ini adalah simbol-simbol yang digunakan dalam Big Picture Mapping (BPM) : (Hines, P. and D. Taylor, 2000)

Gambar 2.2 Icon Big Picture Mapping

Contohnya penggambaran sistem secara keseluruhan dengan Big Picture Mapping dapat dilihat seperti gambar berikut : 

2.4.2 Value Stream Analysis Tools (VALSAT)

Value stream analysis tools merupakan tools yang tepat untuk memetakan secara detail waste padaaliran nilai yang fokus pada value adding process. Terdapat 7 (tujuh) detail mapping tools yang mempunyai kemampuan dan manfaat masing-masing untuk memetakan waste. Masing-masing tools mempunyai kemampuan bobot low, medium, high sesuai ketentuan peringkatnya sekaligus menunjukan skor yang dapat mengidentifikasikan sedikit atau besarnya pengaruh pemborosan pada mapping yang dipilih.

VALSAT merupakan tool yang dikembangkan untuk mempermudah pemahaman terhadap value stream yang ada dan mempermudah untuk membuat perbaikan berkenaan dengan waste yang terdapat dalam value stream. VALSAT merupakan pembobotan waste-waste, kemudian dari pembobotan tersebut dilakukan pemilihan terhadap tool dengan menggunakan matrik. Tabel 2.2 akan menunjukkan tujuh tools dalam VALSAT. (Hines, P. and Rich, N. 2001)

Keterangan : H (high correlation) : faktor pengali = 9 M (medium correlation) : faktor pengali = 3 L (low correlation) : faktor pengali = 1

Untuk lebih jelasnya berikut detail dari ketujuh tools yang dikemukakan oleh Hines, P (2004) dalam VALSAT :

1. Process Activity Mapping

Pada dasarnya tools ini digunakan untuk merecord seluruh aktivitas dari suatu proses dan berusaha untuk mengurangi aktivitas yang kurang penting, menyederhanakannya sehingga dapat mengurangi waste. Dalam tool ini aktivitas dikategorikan dalam beberapa kategori, seperti : operation, transport, inspection dan storage atau delay.

2. Supply Chain Response Matrix

Tool ini merupakan sebuah diagram sederhana yang berusaha menggambarkan the critical lead-time constraint untuk setiap bagian proses dalam supply chain, yaitu cumulative lead-time di dalam distribusi sebuah perusahaan baik suppliernya dan downstream retailernya. Diagram ini terdapat 2 axis dimana untuk vertical axis menggambarkan rata-rata jumlah inventory (hari) dalam setiap bagian supply chain. Sedangkan untuk horizontal axis menunjukan comulative lead-timenya.

3. Production Variety Funnel

Pendekatan ini sama dengan metode analisa IVAT yang melihat operasi internal perusahaan sebagai aktivitas yang disesuaikan ke I, V, A, atau T merupakan pemetaan visual yang mencoba memetakan jumlah variasi produk

tiap tahapan proses manufaktur. Tools ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi titik dimana sebuah produk generic diproses menjadi beberapa produk yang spesifik. Tool ini dapat digunakan untuk membantu menentukan target perbaikan, pengurangan inventory dan membuat perubahan untuk proses dari produk.

4. Quality Filter Mapping

Quality Filter Mapping merupakan tool untuk mengidentifikasi dimana terdapat problem kualitas. Hasil dari pendekatan ini menunjukkan dimana tiga tipe defect terjadi. Ketiga tipe defect tersebut adalah product defect (cacat fisik produk yang lolos ke customer), service defect (permasalahan yang dirasakan customer berkaitan dengan cacat kualitas pelayanan), dan internal defect (cacat masih berada dalam internal perusahaan, sehingga berhasil diseleksi dalam tahap inspeksi). Ketiga tipe defect tersebut digambarkan secara letitudinal sepanjang supply chain.

5. Demand Amplification Mapping

Merupakan diagramyang menggambarkan bagaimana demand berubah-ubah sepanjang jalur supply chain dalam interval waktu tertentu. Informasi yang dihasilakn dari diagram ini merupakan dasar untuk mengatur fluktuasi dan menguranginya, membuat keputusan berkaitan dengan value stream configuration. Dalam diagram ini vertical axis menggambarkan interval waktu, grafik di dapatkan untuk setiap chain dari supply chain configuration yang ada.

6. Decision Point Analysis

Merupakan tool yang digunakan untuk menentukan titik dimana aktual demand dilakukan dengan sistem pull sebagai dasar untuk membuat forecast pada sistem push pada supply chain atau dengan kata lain titik batas dimana produk dibuat berdasarkan demand aktual dan setelah titik ini selanjtnya produk harus dibuat dengan melakukan forecast. Dengan tool ini dapat diukur kemampuan dari proses upstream dan downstream berdasarkan titik tersebut, sehingga dapat ditentukan filosofi pull atau push yang sesuai. Selain itu juga dapat digunakan sebagai scenario apabila titik tersebut digeser dalam sebuah value stream mapping.

7. Phisical Structure

Tool ini digunakan untuk memahami kondisi dan fungsi bagian-bagian dari supply chain untuk berbagai level industri. Dengan pemahaman tersebut dapat dimengerti kondisi industri tersebut, bagaimana beroperasi dan dapat memberikan perhatian pada level area yang kurang diperhatikan. Untuk level yang lebih kecil tool ini dapat menggambarkan inbound supply chain di lantai produksi.

2.4.2.1 Penggunaan VALSAT

Dari ketujuh tool tersebut akan datang dalam usaha untuk memahami kondisi yang terjadi di lantai produksi, penggunaan tool tersebut dilakukan dengan melakukan pemilihan dengan menggunakan matrik. Untuk langkah pertama dan penting dalam pemilihan tool yang sesuai dengan kondisi yang bersangkutan antar lain melakukan pembobotan terhadap waste. Pembobotan ini merupakan hal yang sangat penting sekali menurut Hines, P (2004) karena dengan

prmbobotan waste yang sempurna maka tool yang akan datang juga tepat sehingga mudah dalam melakukan usulan perbaikan, kemudian dilakukan pemilihan dengan menggunakan matrik. Matrik ini dikemukakan oleh Hines, P (2004) sebagai berikut : waste structure weight tools [B] competitor analysis [A] [E] [C] [D] total weight [F]

Gambar 2.4Matrix VALSAT

Dari matriks diatas bagian E diisi dengan bobot dari setiap waste, dimana maksimum untuk bobot dari setiap waste adalah 10 dan total untuk seluruh waste 35, sedangkan untuk bagian F diisi dengan melakukan perkalian antara bobot waste dengan nilai korelasi antara waste dengan masing-masing tool. Dimana korelasi setiap waste terdapat korelasi high dengan nilai 9, medium dengan nilai 3 dan low dengan nilai 1. Nilai korelasi yang dibuat oleh Hines, P (2004) dimasukkan pada tabel 2.2 the seven value stream mapping.

Dokumen terkait