• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bilangan Kardinal Definisi 7.6 Definisi 7.6

Dalam dokumen PENGANTAR DASAR MATEMATIKA (PDM) (Halaman 106-113)

BILANGAN KARDINAL

4. Bilangan Kardinal Definisi 7.6 Definisi 7.6

Definisi 7.7

Bilangan kardinal dari setiap himpunan {}, {1}, {1,2}, {1,2,3}, {1,2,3,4}, ... berturut-turut dinyatakan oleh 0, 1, 2, 3, 4, ... dan

dinamakan bilangan kardinal

berhingga (finite Cardinal).

Jika A dan B dua himpunan sedemikian hingga A ekivalen B maka dikatakan bahwa A dan B mempunyai bilangan kardinal yang sama atau mempunyai kardinalitas yang sama.

PDM-Sugiarto-Isti Hidayah Page 107

Bilangan kardinal dari himpunan-himpunan hingga sering disebut juga banyaknya unsur.

a. Bilangan Kardinal Transfinit Definisi 7.8

Dari definisi 7.6 dan definisi 7.7 didapat:

Bilangan kardinal dari N atau ditulis kard. (N) dan semua himpunan yang ekivalen

dengan N sama dengan 0, dengan demikian kard. (Q) = kard. (A) kard. (N) = 0,

dengan Q dan A berturut-turut himpunan semua bilangan rasional dan semua bilangan aljabar.

Telah kita ketahui bahwa himpunan semua bilangan real R tak terbilang. Bilangan kardinal dari R. disebut c. Jadi kard. (R) = c, juga disebut bilangan kardinal transfinit. Bilangan real yang bukan bilangan aljabar disebut bilangan transeden. Contoh

bilangar transeden antara lain: π, e, log 2, sin 270. Jika T adalah himpunan semua

bilangan transeden, maka R = A T. Seperti contoh 7.6 dapat dibuktikan T himpunan tak terbilang. Dengan demikian dapat disimpilkan bahwa kard. (1) = kard. (T) = kard. (R) = c.

b. Teorema Schroder Bernstein Definisi 7.9

Bilangan kardinal dari himpunan

terbilang dinyatakan dengan 𝒩0 yang

dibaca alef nol, dan dinamakan bilangan kardinal tak hingga atau bilangan kardinal transfinit.

Jika A dan B dua himpunan

sedemikian hingga ada

korespondensi satu-satu antara A dan suatu subset B1 dari B dan

sebaliknya terdapat

kores-pondensi satu-satu antara B dan subset AI dari A maka kard. (A) = kard. (B).

PDM-Sugiarto-Isti Hidayah Page 108

Definisi 7.10

Contoh 7.7

Di antara pernyataan berikut manakah yang benar: a. kard. (R) < kard. (N)

b. kard. (R) = kard. (N) c. kard. (R) > kard. (N) Penyelesaian:

N himpunan terbilang dan R himpunan tak terbilang, N ekivalen Q padahal Q subset dari R, tetapi tidak ada subset N1 dari N sehingga R ekivalen N1. jadi

menurut definisi 7.18(b) maka dapat disimpulkan kard.(N) < kard.(R) atau 0 < c.

Teorema 7.8

Bukti:

Andaikan S himpunan tak kosong, T = {0, 1}. S' suatu subset dari S. Didefinisikan suatu fungsi f: S→T, sebagai berikut:

Jika x S' maka f(x) = 1, dan Jika x S' maka f(x) = 0.

Ini dapat dilakukan dengan subset lain dari S. Dari definisi ini jelaslah bahwa setiap subset S' dari S menentukan fungsi f dari S ke dalam T. Fungsi ini disebut fungsi

karakteristik. Menurut definisi di atas S sendiri dikaitkan dengan I sebab S S,

sedangkan himpunan {} dikaitkan dengan 0 sebab {} S. Sebaliknya setiap fungsi karakteristik menentukan subset S' dari S yang unsur-unsurnya dikaitkan dengan 1. Oleh karena itu ada korespondensi satu-satu antara himpunan kuasa (S) dan E himpunan semua fungsi karakteristik dari S ke dalam T. Jadi dapat dikatakan (S) ekivalen .

Misalkan A dan B dua himpunan, a. Jika A ekivalen dengan suatu

subset dari B maka dikatakan kard. (A) ≤ kard. (B).

b. Jika A ekivalen dengan suatu subset dari B, tetapi tidak berkiku sebaliknya maka dikatakan kard. (A) = kard. (B).

Jika S himpunan tak terbilang maka kard. (S) < kard. (𝒫(S)).

PDM-Sugiarto-Isti Hidayah Page 109

Selanjutnya akan dibuktikan kard. (S) < kard. ( (S)). Langkah 1

Akan dibuktikan kard. (S) ≠ kard. ( (S)).

Umpamakan bahwa kard. (S) = kard. ( (S)), maka ada korespondensi satu-satu

x↔Sx, jadi ada ekivalensi antara S dan ( (S)).

Disefinisikan subset S* dari S sebagai berikut:

a S* jhj a Sa, ∀ a S, artinya jika a=Sa maka a S*. Karena S* juga suatu subset dari

S maka ada korespondensi satu-satu: x↔Sx.

Jadi S* = Sr untuk suatu r↔S, koresp. (1,1): r↔Sr, maka berlaku r S* jhj r S, atau

r Sr jhj r S, (karena S* = Sr).

Ini suatu kontradiksi. Jadi haruslah kard.(S) < kard.( (S))

Langkah 2

Dibuktikan kard.(S) < kard.( (S)).

Ada koresp. (1,1): x*→{x}, yaitu koresp. (1,1) antara S dan koleksi subset-subset dari S yang hanya mempunyai satu unsur. Ini berarti ada koresp. (1,1) antara S dan subset murni (S). Jadi menurut teorema 7.8 kard.(S) < kard.( (S)).

c. Ketidaksamaan Bilangan Kardinal Transfinit

Pada contoh 7.7 telah dibahas bahwa 0 < c. Jika kard.(-(R)) = f, dengan R adalah himpunan semua bilangan real, maka menurut teorema 7.18 kard.(R) < kard.( (R)). Ini berarti bahwa C < f. Proses ini dapat diteruskan tanpa berhenti. Setiap pada suatu bilangan kardinal, dapat diperoleh suatu bilangan kardinal yang lebih besar. Sebagaimana juga halnya dengan himpunan N, sebab setiap n ada suatu (n + 1) yang lebih besar. Maka diperoleh suatu ketidaksamaan sebagai berikut:

c < 0 < c < f < …

Pada bilangan kardinal berhingga berlaku bahwa n N maka < 2n.

Teorema 7.9

Bukti:

Misalkan fungsi karakteristik f: S→T = {0, 1}. Himpunan semua fungsi karakteristik

dilambangkan dengan {0,1}S disingkat dengan 2S. S' suatu subset dari S.

Kard. ( ) = kard. (2S), ditulis dengan 2kard.S .

Jika kard. (S) = sedangkan menurut teorema 7.15 kard. (S) < kard. ( (S)), kard. ( (s)) = kard. ( ).

Bagi setiap bilangan kardinal 𝒯 berlaku bahwa 𝒯 < 𝒯:

PDM-Sugiarto-Isti Hidayah Page 110

Jika kard. (S) < kard. ( ) atau kard. (S) < 2kard.S. Ini berarti bahwa < .

d. Relasi Antara c dan 2, f dan 22

Pada pembahasan ini akan ditunjukkan bahwa e= . Misalkan E = {x| 0<x≤1, x R},

maka kard. (E) = kard. (R).

Jika setiap bilangan real dalam E dinyatakan dalam pecahan biner, maka dapat ditunjukkan bahwa setiap bilangan 0, a1, a2, a3, …,an yang mengandung bilangan asli n, jhj an = 1. Sebagai contoh 0,101100010 ... E ↔ {1,3,4,8, ...} N sebaliknya pula setiap subset dari N menunjuk kepada bilangan real 0, a1, a2, a3, ..., di mana an = 1 jhj n terkandung dalam subset tersebut. Jadi ada korespondensi 1-1 antara E dan himpunan semua pecahan-pecahan biner yang tanpa akhir.

Catatan:

Pecahan 0, a1, a2, a3, ..., an ... mengandung digit-digit yang tak berakhir dan digit-digit yang berakhir.

Suatu bilangan rasional 0, 1 dan E dapat dinyatakan sebagai 0,01111 ... yang menyatakan bilangan ½. Oleh karena himpunan bilangan rasional dalam E terbilang, sedangkan himpunan bilangan real dari E adalah tak terbilang maka pecahan-pecahan biner yang berakhir ini tidak akan mempengaruhi kard(E). Jadi ada korespondensi 1-1 antara E dan (N). Jadi dapat ditulis: c = , dan juga f = 2kard(R) = 2c = . Jadi didapat relasi sebagai berikut.

0 < c < f < … atau 0 < < < … .

e. Proplema Continum

Masalah yang timbul, apakah ada suatu bilangan kardinal transfinit antara 0 dan ?

Pertanyaan ini disebut proplema Continum.

Sampai saat ini pertanyaan tersebut belum dapat dijawab. Tetapi keras sekali dugaan dari para ahli bahwa pertanyaan tersebut harus dijawab secara negatif, yaitu:

Tidak ada bilangan transfinit antara 0 dan . Hipotesa ini disebut hipotesa Continum.

Ada dua alasan untuk berpendirian demikian:

1. Saat ini belum ada yang memecahkan problema Continum. (alasan lemah)

2. Jika hipotesa Continum ditambah sebagai aksioma tambahan ke dalam sistem aksioma yang telah ada (sistematika dari ZarmeloFraenkel), maka hal ini tidak akan menyebabkan kontradiksi.

PDM-Sugiarto-Isti Hidayah Page 111

Dikatakan bahwa hipotesa Continum sejalan (konsisten) dalam sistem aksioma teori Himpunan. Pertanyaan lain adalah apakah ada bilangan kardinal transfinit yang terbesar?

Tidak ada artinya untuk menyebut himpunan dari semua himpunan, atau bilangan kardinal yang terbesar, hal ini disebabkan kedua konsep tersebut menimbulkan kontradiksi. Andaikan himpunan semua himpunan dan kard.( ). Setiap himpunan dalam adalah unsur dari Sehingga ( ) .

Ini berarti bahwa kard.( ( )) ≤ kard.( ) atau Sedangkan menurut teorema

7.9 < . Jadi < < atau < . Hal ini suatu kontradiksi.

Demikian juga tidak ada artinya kita menyebut bilangan kardinal terbesar sebab:

Andaikan bilangan terbesar, maka menurut teorema 7.9 < , sehingga

bukanlahl bilangan kardinal yang terbesar. Hal ini tidak ubahnya juga pada himpunan N semua bilangan asli, di mana tidak ada bilangan asli yang terbesar.

1. Buktikan bahwa selang-selang berikut ekivalen: a. (0,1] ekivalen [0,1]

b. [0,1] ekivalen [0,1]

2. Jika T adalah himpunan semua bilangan real yang bukan bilangan aljabar (bilangan transeden) maka buktikan bahwa:

a. T I dengan I himpunan semua bilangan irasional, dan b. T himpunan tak terbilang.

3. Misalkan A = [0,1] buktikan bahwa A hi mpunan tak terbilang.

4. Misalkan N himpunan semua bilangan asli, buktikan bahwa N x N himpunan terbilang.

5. Misalkan G = [0,1] dan H = [3,7] buktikanlah bahwa G ekivalen H.

6. Misalkan A, B, dan C himpunan-himpunan yang saling lepas dan kard.(A) = a, kard.(B) = b, dan kard.(C) = c, buktikanlah.

a. (a + b) + c = a + (b + c) b . a + b = b + c

c . a b = b a d . ( a b ) c = a (b c ) e. a(b+c) = ab ac

7. Yang manakah di antara bilangan-bilangan kardinal berikut yang sama?

PDM-Sugiarto-Isti Hidayah Page 112

, +n, c, , c+ , 2, c+ +, c .

8. Jika S suatu himpunan tak hingga dan T suatu himpunan terbilang, buktikanlah kard.(ST) = kard.(S)?

9. Apakah kardinalitas semua himpunan terbilang sama? Bagaimanakah halnya dengan kardinalitas semua himpunan yang tak terbilang?

PDM-Sugiarto-Isti Hidayah Page 113

DAFTAR PUSTAKA

AN

Bahtiar Sjarif, 1990. Pengantar Dasar Matematika. Fakultas MIPA ITB, Bandung.

Patrick Suppes, 1993. Introduction to Logic. Mac Milian Publishing Co. Inc. New York,

1993.

Dalam dokumen PENGANTAR DASAR MATEMATIKA (PDM) (Halaman 106-113)

Dokumen terkait