1. KEGIATAN BIOFISIK KAWASAN LAHAN GAMBUT
Data biofisik diperoleh dari data sekunder dan dari data analisis di laboratorium. Ada 2 jenis tanah yang terdapat di Desa Pilang, yaitu tanah alluvial atau tanah mineral subur dari endapan sungai yang membentang sepanjang pinggiran sungai Kahayan mencapai 1-2 Km yang cocok diperuntukkan kegiatan pertanian dan perkebunan masyarakat, dan kemudian tanah rawa yang didominasi gambut dangkal dengan kedalaman antara 0,5 – 3 m dengan tingkat kematangan gambut mentah/fibrik. Di wilayah ini biasanya ditumbuhi vegetasi tanaman perintis pakupakuan, tanaman galam, garunggang, tumih, pulai, dan tanaman perkebunan masyarakat.
Topografi atau bentuk bentang atau hamparan permukaan Desa Pilang dapat dilihat dari 2 (dua) pendekatan, yaitu pendekatan vegetasi dan tata guna lahan. Kondisi vegetasi areal akan membedakan jenis dan tata guna lahan yang digunakan. Ketinggian dataran Desa Pilang dari permukaan laut adalah 0-50 m dpl dengan elevasi antara 0 - 8°, yang dipengaruhi juga oleh kondisi pasang surut yang memungkinkan terjadi kondisi banjir di areal-areal tertentu pada musim penghujan.
Kahayan-Sebangau. Wilayah ini merupakan salah satu kawasan prioritas restorasi gambut sebagai salah satu tugas Badan Restorasi Gambut.
Gambar 6. Kawasan Hidrologis Gambut Kahayan-Sebangau (www.brg.go.id)
Lahan gambut di lokasi kegiatan secara tipologi pembentukan, digolongkan sebagai gambut pedalaman, yaitu gambut yang terbentuk tanpa pengaruh pasang surut air laut maupun air sungai. Pada gambut pedalaman hanya dipengaruhi oleh air hujan, sehingga dikenal sebagai gambut ombrogen. Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa substratum di bawah gambut merupakan sedimen pasir, dan tidak mengandung bahan sulfidik.
Ketebalan gambut di lokasi penelitian berdasarkan survey lapangan berkisar 160 - 670 cm. Variabilitas ketebalan gambut di lokasi penelitian disebabkan lokasi penelitian yang terletak pada kubah gambut. KHG Kahayan-Sebangau merupakan kubah gambut yang terletak di antara dua sungai besar, yaitu Sungai Kahayan dan Sebangau. Ketebalan gambut di lokasi kegiatan semakin tebal sejalan dengan semakin jauhnya jarak dari sungai Kahayan.
Gambar 7. Transek dan titik boring di lokasi demplot BRG-Cimtrop UPR dan Ketebalan Gambut di lokasi demplot penelitian
Karakteristik Tanah
Karakteristik tanah di lokasi penelitian (STN 1-STN 3) disajikan dalam Tabel 3. Secara umum kemasaman tanah berkisar 3,20-3,47 dan tergolong sangat. Berbeda dengan tanah mineral, rendahnya pH tanah pada tanah gambut disebabkan tingginya konsentrasi asam-asam organik yang berasal dari dekomposisi senyawa organik. Salampak (1999) menyebutkan bahwa gambut yang berkembang dari bahan induk kayu-kayuan (woody) akan menghasilkan sejumlah asam-asam organik turunan asam fenolik, seperti sinapat, kumarat, siringat dan
Tabel 3. Karakteristik Tanah di Lokasi Kegiatan
C-organik berkisar 42,21-50,95% dan N-total tergolong tinggi hingga sangat tinggi (0,52-1,0%). Tingginya N-total pada tanah gambut tidak menggambarkan ketersediaan N bagi tanaman. Karena N berada dalam bentuk senyawa organik yang tidak tersedia bagi tanaman. Hal ini terlihat dari nisbah C/N yang tergolong sangat tinggi (48-66). Sehingga jika dihubungkan dengan budidaya tanaman di lokasi penelitian, diperlukan masukan hara N berupa pupuk kimia maupun pupuk kandang.
Kadar abu di lokasi penelitian relatif tinggi dibanding lahan gambut di lokasi lain. Pada lokasi penelitian kadar abu berkisar 12-27%, sedangkan pada lokasi yang tidak terlalu jauh yaitu hutan Sebangau kadar abu relatif rendah (<1%). Tingginya kadar abu di lokasi penelitian menunjukkan sejarah kebakaran yang berulang, dan terakhir kebakaran besar terjadi pada tahun 2015. Kebakaran gambut akan menghasilkan sejumlah abu hasil pembakaran yang terdiri dari oksida-oksida basa. Hal ini dapat dilihat dari relatif tingginya basa-basa dapat dipertukarkan (Tabel 3.).
Karakteristik tanah gambut di lokasi penelitian memiliki KTK tanah yang tinggi (129-162 cmol(+).kg-1) yang dihasilkan dari gugus-gugus fungsional pada koloid organic, seperti hidroksil dan fenolik. KTK tanah yang tinggi pada tanah gambut tidak diikuti oleh tingginya kejenuhan basa, yang sangat rendah (2-8%) dan tidak mendukung pertumbuhan tanaman. Sehingga dalam pengelolaan lahan gambut perlu dilakukan peningkatan kejenuhan basa tanah seperti pengapuran dan ameliorasi dengan tanah mineral.
Ketersediaan unsur hara makro terutama N, P dan K di lokasi penelitian tergolong sangat rendah. Hasil analisis tanah menunjukkan P-total (ekstrak HCl 25%) tergolong sangat rendah (<10 mg.100g-1), sedangkan P-tersedia hanya sekitar kurang dari 10% P-total. Hal ini disebabkan pada tanah gambut P berada dalam bentuk organic yang tidak tersedia bagi tanaman. Selain itu rendahnya P-tersedia pada tanah gambut juga disebabkan oleh rendahnya daya jerap koloid gambut terhadap ion fosfat, sehingga P mudah terlindi dan hilang dari sistem tanah.
Status Kesuburan Tanah
Penentuan status kesuburan tanah berdasarkan juknis evaluasi kesuburan tanah PPT (1983) yang mendasarkan pada 5 (lima) parameter tanah, yaitu C-organik, P dan K-total, KTK dan
KB. Status kesuburan tanah di lokasi penelitian disajikan dalam Tabel 4. Berdasarkan hasil evaluasi, status kesuburan tanah di lokasi penelitian tergolong rendah.
Tabel 4. Status Kesuburan Tanah di Lokasi Kegiatan
Keterangan : ST=sangat tinggi; SR=sangat rendah; S=sedang; R=rendah
Dinamika Muka Air Tanah (MAT)
Tinggi muka air selama satu tahun di lokasi demplot penelitian didekati melalui data muka air tanah di sekitar lokasi penelitian yaitu di kawasan hutan dengan tujuan khusus (KHDTK) Tumbang Nusa. Data dalam Gambar 8, didapat dari water logger SESAME Project. Pola MAT secara umum elevasinya meningkat pada bulan November-Juni, dan turun pada Juli-Oktober. Pola tinggi MAT di kawasan penelitian secara umum dipengaruhi oleh curah hujan yang jatuh. Tinggi muka air segera meningkat setelah adanya hujan dan secara perlahan akan menurun apabila tidak terjadi hujan. Pola yang sama juga ditemui pada lahan gambut di lokasi lain, seperti lokasi penelitian ICCTF Desa Jabiren Kalteng (Sosiawan et al., 2014).
Nilai Harkat Nilai Harkat Nilai Harkat Nilai Harkat Nilai Harkat
STN 1 42,21 ST 4,06 SR 4,73 SR 161 ST 3,48 SR R STN 2 50,95 ST 9,6 SR 23,5 S 162 ST 9,38 SR R STN 3 46,36 ST 5,7 SR 7,46 SR 129 ST 4,33 SR R
Status C-organik (%) P-total (mg/100g) K-total (mg/100g) KTK (cmol (+)/kg) KB (%)
Kondisi MAT di demplot selama pelaksanaan penelitian (Oktober-Desember 2018) digambarkan dalam Gambar 9. Data MAT didapat dengan pengamatan manual harian menggunakan metode piezometer. Pada demplot ditempatkan 2 (dua) buah Piezometer, yang diletakkan pada pinggir sekat kanal dan pada jarak 200 meter dari kanal dan diletakkan pada pinggir sekat kanal dan pada jarak 100 meter dari kanal.
Gambar 9. Kondisi tinggi MAT di demplot lokasi penelitian
Secara umum tinggi MAT di demplot Paludikultur masih di bawah permukaan tanah gambut. Selama pengamatan dari tanggal 25 Oktober 2018 hingga 3 Januari 2019, pada dua piezometer hanya beberapa hari saja air menggenang diatas permukaan tanah gambut. Walaupun hujan sudah mulai turun pada bulan Desember. Hal ini menunjukkan peran sekat kanal yang terdapat di samping demplot penelitian tidak berperan secara optimal. Sekat kanal dimaksudkan untuk menahan dan membasahi air di sekitarnya, yang keberhasilannya ditunjukkan oleh tinggi MAT yang dangkal.
Muka air tanah yang dalam menyebabkan penanaman untuk demplot Paludikultur menjadi terlambat. Sistem Paludikultur membutuhkan tinggi air tanah yang dangkal, bahkan hingga tergenang. Sehingga pada masa yang akan datang dalam pengembangan Paludikultur di demplot perlu dilakukan perbaikan pintu-pintu air pada sekat kanal, maupun perbaikan konstruksi. Kondisi eksisting saat ini konstruksi sekat kanal gagal untuk menahan air di saluran sekaligus membasahi lahan gambut di sekitarnya. Selain itu untuk keberhasilan sistem Paludikultur, perlu dilakukan penyesuaian musim tanam. Hal ini berkaitan dengan curah hujan yang secara langsung berkorelasi dengan MAT di lokasi demplot.
Analisis kegiatan kelayakan sosial ekonomi ini masih belum selesai pada awal Oktober, yang dilakukan masih input pemetaan data sosial ekonomi di daerah Pilang. Pengumpulan data dilakukan dengan beberapa cara, yaitu menggunakan teknik wawancara dan memberikan kuisioner dengan buku panduan khusus, juga mengumpulkan data sekunder. Wawancara dilakukan dengan teknik pertanyaan terbuka pada masyarakat Desa Pilang yang dianggap memiliki pengetahuan dan pengalaman mengenai topik atau keadaan di wilayahnya.
a. Lokasi Desa
Desa Pilang berada pada titik koordinat Lintang Selatan S02’29’14,3’ dan Bujur Timur E.114’11’43,4’ dengan luas wilayah 33.113,36 Ha. Desa Pilang terletak di tengah tengah Ibukota Kabupaten Pulang Pisau dan Ibukota Provinsi Kalimantan Tengah. Luas wilayah Desa Pilang adalah 33.133,36 Ha membentang sepanjang jalur Sungai Kahayan dari Utara ke Selatan dengan Panjang mencapai 10 Km, dan dari Timur ke Barat sepanjang 18 Km.
Ke Palangka Raya
Desa Pilang
Lokasi dan posisi Desa Pilang berada tepat di antara Ibukota Provinsi Kalimantan Tengah dan Ibukota Kabupaten Pulang Pisau sehingga memudahkan untuk berkoordinasi Pemerintahan di Kabupaten, dan akses yang mudah mencapai Ibukota Provinsi.
Desa Pilang berbatasan dengan 2 Wilayah Desa di Kecamatan Jabiren Raya yaitu Desa Tumbang Nusa di bagian Utara handel dengan titik koordinat lintang selatan s.02.30.084– dan bujur timur e.114.11.434, dan Desa Jabiren di bagian selatan desa yang ditandai dengan patok batas wilayah desa yang dikuatkan juga dengan batas aliran sungai atau handel dengan titik koordinat lintang selatan = s.02.27.512 – dan bujur timur e.114.11.140.
Bagian timur Desa Pilang berbatasan langsung dengan Desa Lamunti Kecamatan Mantangai Kabupaten Kapuas, dan sebelah barat berbatasan langsung dengan Taman Nasional Sebangau. Batas antara Desa Pilang dengan Taman Nasional Sebangau adalah Parit Kanal eks PLG yang membelah dua wilayah , dan batas timur desa Pilang adalah batas administrasi yang sudah ditetapkan oleh kabupaten sebagai wilayah administrasi Kabupaten Pulang Pisau. Batas antara Desa Pilang dan Desa Jabiren disisi bagian barat Sungai Kahayan masih menjadi pembahasan antara kedua desa walaupun sudah dilakukan pemetaan tapal batas. Begitu pula sisi utara yang berbatasan dengan Desa Tumbang Nusa sisi bagian barat jalur Sungai Kahayan.
b. Fasilitas Umum dan Sosial
Pembangunan yang terjadi sejak berdirinya Desa Pilang sampai saat ini, memprioritaskan akses sarana transportasi permukiman, usaha tani dan perkebunan masyarakat. Sarana umum lainnya seperti sarana pendidikan dasar dan pelayanan kesehatan dasar juga terdapat di Desa Pilang, begitu juga sarana keagamaan dan kebudayaan.
c. Kependudukan
Desa Pilang berpenduduk 1.687 Jiwa yang terdiri dari 866 Laki-laki dan 821 Perempuan dengan jumlah KK 455. Mata Pencaharian utama masyarakat adalah usaha tani karet. Selain itu juga melakukan kegiatan pekerjaan penambangan pasir dan usaha wiraswasta lainnya.
Keluarga pra sejahtera adalah keluarga yang dinilai dari tingkat survey ekonomi dan pendapatannya tidak memenuhi kebutuhan keluarga seharihari atau jauh di bawah minimal standar yang ditetapkan daerah. Sedangkan keluarga sejahtera 3+ adalah keluarga yang memenuh kriteria pangan, papan dan sandang secara berlebih dengan adanya aset berupa kendaraan, kebun, tingkat pendapatan, pekerjaan sebagai PNS, memiliki sarang burung walet, ijin tambang galian C dan lain-lain. Keluarga Prasejahtera di Desa Pilang merupakan kepala keluarga dengan usia lanjut, mereka menumpang hidup bersama dengan keluarga anak-anak mereka. Meski tergolong prasejahtera, para keluarga dengan usia lanjut ini memiliki lahan kebun karet dan kebun campuran. Usia dan hasil kebun ini bervariasi tergantung dari luas dan usia pohon. Klasifikasi Keluarga Prasejahtera, Keluarga Sejahtera-1 dan Keluarga Sejahtera 02 masing-masing adalah pemilik kebun karet dan kebun campuran minimal 1 Ha dimiliki masing-masing Kepala Keluarga.
d. Struktur Pemerintahan
Desa Pilang dipimpin oleh seorang Kepala Desa Bp.Leson Idar (2015-2020), dibantu oleh Sekdes PNS Bp.Garutak. Badan Permusyawaratan Rakyat atau BPD diketuai oleh Bp. Tri Boy dan dibantu oleh 4 Anggota BPD.
Wilayah Desa Pilang terbagi menjadi 4 RT. RT.01 dengan penduduk 611 dengan Ketua RT. Bp.Junedi, RT.02 dengan penduduk berjumlah 285 dengan Ketua RT Bp.Sintuk, RT.03 dengan penduduk berjumlah 376 dengan Ketua RT.Bp.Jagau Effendi, dan RT.04 dengan penduduk berjumlah 454 dengan Ketua RT Bp.Apo.
Gambar 11. Struktur Organisasi dan Tata Kerja Pemerintahan Desa Pilang
Seiring dengan pengembangan status desa dari desa swadaya menjadi desa swakarya, Desa Pilang mendapatkan penambahan 1 perangkat desa. Proses pemilihan perangkat desa melalui seleksi yang dilakukan secara terbuka sesuai dengan amanat peraturan pemerintah mengenai pengangkatan dan pemberhentian perangkat desa. Jumlah Kaur ada 3 dan Kasie ada 3 yang membantu pelaksanaan pelayanan umum desa.
e. Kepemimpinan adat
Wilayah Desa Pilang berada di bawah Pemerintahan Adat Dayak, Damang. Damang berkedudukan di kecamatan. Perpanjangan pemerintahan adat Damang, adalah mantir adat yang terdiri dari 3 orang perwakilan masyarakat adat suku Dayak. Ketiga orang ini dipilih berdasarkan kriteria kepemahaman mengenai adat istiadat dan budaya tradisional serta
merupakan periode pertama kali pemerintahan Adat Dayak diakui secara resmi oleh pemerintah. SK ini kemudian diperbaharui, untuk memperpanjang masa kepemimpinan kedua, yaitu terhitung sejak 22 Oktober 2014 sampai tahun 2020.
Dalam menjalankan aturan adat istiadat, ada hukum-hukum adat yang mengikat seluruh masyarakat adat Desa Pilang. Mantir Adat sebagai pemimpin adat desa berkewajiban menjalankan seluruh peraturan adat untuk dilaksanakan dan tidak dilanggar. Aturan-aturan dalam hukum adat mengatur tata cara dalam hidup bermasyarakat, dan urusan rumah tangga serta norma-norma sosial lainnya. Hukum adat yang diberlakukan berupa denda untuk berbagai pelanggaran norma adat diatur dalam kitab undang-undang hukum adat.
. Struktur pemimpin adat
f. Organisasi sosial
Proses pembentukan kelembagaan secara umum dilakukan dengan musyawarah yang dibuktikan dengan terbentuknya pengurus kelembagaan tersebut. Pembentukan kelembagaan ada yang memang berdasarkan kesepakatan kelompok atau memang sudah menjadi ketetapan Peraturan Daerah dan Peraturan Pemerintah dengan Surat Keputusan Pembentukan yang disyahkan oleh instansi tertentu.
Data kelompok atau Lembaga di desa ada 4 yaitu: 1) Lembaga pengelola hutan Desa, 2). Lembaga pembudidaya Ikan “Kahinje”, 3). Masyarakat pengelola tabat, 4). Kelompok Tani Ternak “Hakadohop Mahaga”
Proses pembentukan organisasi atau kelembagaan sosial non formal pada umumnhya adalah menyesuaikan dengan kebutuhan dan tujuan pembentukan. Proses musyawarah hanya menjadi sarana untuk menentukan kepengurusan atau pemilihan pengurus. Kemudian dilanjutkan dengan melengkapi berbagai syarat yang dibutuhkan untuk berdirinya kelompok organisasi atau kelembagaan sesuai dengan syarat yang ditentukan oleh inisiator atau syarat-syarat yang ditetapkan sebagai kelengkapan organisasi atau kelembagaan untuk mencapai tujuan tertentu yang pada umumnya adalah untuk melaksanakan kegiatan tertent Hubungan sosial kemasyarakatan desa cukup banyak berperan dalam hal kematian atau apabila salah satu anggota masyarakat melakukan kegiatan. Masih kental budaya Handep /
gotong royong dimana masyarakat saling berbalas budi untuk menyumbangkan materi dan non materi.
Kelembagaan sosial yang ada di desa juga memiliki peran yang besar dalam kegiatan kemasyarakatan. Hubungan kedekatan dengan masyarakat dalam berbagai aktivitas, menentukan dan mengambil sikap, serta keputusan bersama lebih didominasi oleh tokoh tokoh RT yang memimpin di desa. Peran kelompok Posyandu juga dinilai sangat dekat karena kegiatan rutin yang dilakukan kepada bayi dan balita sangat dibutuhkan oleh warga. Peran kelompok Yassinan dan RKM serta Kelembagaan Gerejawi dinilai sangat dekat hubungannya dengan masyarakat dalam sisi pelayanan keagamaan. Untuk hal-hal kemasyarakatan yang bersifat pembangunan desa secara umum, seperti RT dan Pemdes memiliki peranan yang sangat besar untuk menentukan keputusan melalui musyawarah dan mufakat.
Hubungan antar desa juga terjalin dengan baik. Anggota Tim Pemetaan Tapal Batas dapat melaksanakan proses penetapan tapal batas desa dengan baik. Begitupula dengan jaringan kerja yang dilakukan oleh Anggota MPA dalam melaksanakan kegiatan patroli pencegahan kebakaran, terdapat kesepakatan diantara mereka dengan warga untuk saling mendukung dalam kegiatan pencegahan dan pemadaman kebakaran lahan.
Tabel 7. Organisasi formal yang ada di Desa Pilang (lanjutan)
g. Perekonomian Desa
Dana Desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD) sebagai dana pembangunan bagi Desa Pilang sangat berperan dalam kegiatan pengembangan dan kemajuan desa. Sumber-sumber pendapatan desa selain dari DD dan ADD adalah dari pembagian hasil pajak dan retribusi daerah. Pendapatan Asli Desa / PADes masih belum dapat memberikan sumbangan bagi kegiatan pembangunan desa.
Tabel 8. Pemasukan anggaran desa tahun 2108
Sebagian besar masyarakat Desa Pilang memiliki lahan kebun karet (75,8%). Selain karet, mereka juga menanam tanaman buah-buahan, rotan, dan tanaman perkebunan lainnya seperti sengon.
Selain pekebun, warga Desa Pilang juga banyak yang bekerja sebagai nelayan tangkap. Biasanya dilakukan oleh kelompok Laki-laki dalam rumah tangga nelayan. Perempuan biasanya melaksanakan sebagian kegiatan pertanian padi lokal dan sayur-sayuran yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga saja, tidak untuk dijual. Peternak yang berjumlah 17,3 % dari seluruh keluarga Desa Pilang melakukan kerja sama usaha dengan pengusaha ternak dari luar yang berasal dari Palangkaraya dan Banjarmasin dimana peternak desa hanya menyediakan tempat dan perawatan. Sementara proses persiapan bibit ternak, pakan dan suplemen vitamin serta vaksin dan proses pemasaran dilakukan oleh pihak yang bekerja sama dengan peternak desa. Hewan yang diternakan adalah ayam ras potong.
h. Perkembangan capaian desa
Berdasarkan hasil wawancara sementara, hasil capaian desa Pilang sampai bulan Desember 2018 dapat dilihat dalam tabel berikut.
Gambar 12. Wawancara dan diskusi dengan masyarakat dalam kegiatan pemetaan sosial ekonomi