KEGIATAN 1.4. PEMBUATAN MODEL RETORASI GAMBUT TERINTEGRASI
SUB KEGIATAN 1.4.1. PEMBUATAN BEJE (PERIKANAN)
Beje sudah dibuat dengan bentuk fishpen tetapi masih belum dimasukkan ikan ke dalam beje tersebut karena keadaan kolam masih dalam keadaan surut airnya (karena masih musim kemarau). Panjang kolam beje adalah 70 m dan lebar 3 m.
Pada beje dan pada saluran air yang ada di sekitar lahan telah dipasang perangkat ikan (tampirai=Bahasa lokal) untuk menangkap ikan lokal yang ada di rawa. Ikan yang ditemukan antara lain gabus, betok, tabakang dan lele.
Gambar 14. Kegiatan penangkapan ikan rawa gambut dengan system tampirai, (a) terusan air gambut tempat untuk masang tampirai, (b) tampirai yang dipasang, (c) tampirai yang telah diangkat dan mendapai ikan rawa gambut yang terperangkap di situ.
SUB KEGIATAN 1.4.2. PENGELOLAAN SAYURAN LOKAL PALUDIKULTUR DAN PENDUKUNGNYA
Pada bagian lahan telah dibuat satu petakan untuk membuat tanaman talas yang tahan terhadap lahan yang basah yaitu kumpulan berbagai varietas talas yang dkumpulkan baik dari daerah Kalimantan Tengah maupun dari luar Kalimantan Tengah. Sekitar ada 27 varietas yang telah dikumpulkan yaitu dari provinsi Kalteng (enyuh baputi, enyuh bahandang, bawak bua baputi, bawak bua bahandang, madura 1, madura 2, madura 3, sasapat, tampahas/basuring, pudak, punggu, sentang, kasumba, punggu,
a
langkat/malahoy/bentul, sirau, kereng bangkirai, lilin, bahijau, sulur, bangas 1, bangas 2, b, garuda 1, garuda 2, garuda 3), dari Kalbar (talas hitam), dari Jawa (talas bogor).
Tempat tanaman talas sudah disiapkan tetapi karena lahan masih kering karena kondisi musim kemarau yang agak panjang sehingaga tanaman talas agak terlambat ditanam di demplot yang telah disediakan, tetapi setelah akhir bulan November sampai awal Desember hampir tiap hari hujan sehingga demplot yang semula kering akhirnya terendam air. Ukuran bedeng untuk tanaman talas adalah Panjang 20 m dan lebar 2 m.
Gambar 15. Keadaan bedeng demplot penanaman talas. (a) Bedeng sebelum dibersihkan dan diolan, (b). Bedeng setelah dibersihkan dan diolah, (c). bedeng setelah ditanam tetapi dalam keadaan kering saat musim kemarau, (d). bedang dengan tanaman talas yang telah tergenang saat musim hujan di bulan Desember 2018
Gambar 16. Contoh talas di tempat pembibitan talas, (a). Kasumba, b). Sentang, (c). langkat/malahoy, (d). basuring/tampahas
Gambar 17. Contoh umbi talas yang telah dikoleksi, (a). bawak bua baputi, b). bawak bua bahandang, (c). enyuh bahandang, (d). enyuh baputi, (e). madura 3.
Pada bagian yang tergenang yang ada di kolam beje dan tempat irigasi telah dikembangkan sayuran air lokal yang berpotensi untuk menjadi sumber pendapatan bagi masyarakat yang
a
c
c
mengembangkan paludikultur. Jenis yang dikembangkan adalah Mimosa air (uru mahamen), teratai, kangkung air dan bakung.
Gambar 18. Contoh tanaman paludikultur lokal yang sudah tumbuh: tanaman bakung, teratai dan mimosa
SUB KEGIATAN 1.4.3. PENANAMAN TANAMAN TAHUNAN
Pengolahan tanah dan pemupukan
Tanah yang digunakan untuk media tanam merupakan tanah subur, ditambah dengan pupuk kadang. Media tanah diletakan pada sebuah keranjang besar yang terbuat dari Purun (tas yang terbuat dari Purun Tikus). Dikondisikan dulu selama satu minggu.
Penanaman
Jenis Jelutung (Dyera costulata) yang ditanam didalam wadah keranjang besar Purun. Tinggi anakan Jelutung sebesar > 130 cm dan memeliki > 10 helai daun. Diletakan di bawah
• Bakung
• Teratai
• Mimosa
anakan Jelutung mati, pada akhirnya yang ditanam adalah tanaman balangeran. Sampai saat ini (Desember 2018) semua anakan pohon balangaeran yang ditanam telah tumbuh dengan baik di lahan walaupun tergenang air.
Gambar 19. Proses pembibitan balangeran yang dimasukkan ke dalam keranjang purun
Penyulaman
Tindaklanjutnya selanjutnya melakukan kegiatan menyulaman, menganti tanaman anakan Jelutung yang mati, karena musim kering seperti ini ternyata ada beberapa bibit tanaman yang mati. Dengan anakan Jelutung yang baru. Dimana kondisi anakan dengan tinggi minimal 30 cm serta memiliki daun minimal 10 helai, terlebih dahulu dilakukan klimatisasi untuk 2 minggu dilahan. Penanam sebaiknya diwaktu musim penghujan. Hendaknya dilakukan pemeliharaan secara rutin khususnya penyiraman dan pemupukan tanaman.
Gambar 20. Pohon balangeran yang telah ditanam dan dimasukkan ke dalam keranjang purun, (a) pada saat musim kemarau, (b) saat musim hujan, lokasi penanaman terendam air.
Gambar 21. Kondisi tanaman revegetasi
SUB KEGIATAN 1.4.4. PENGEMBANGAN LEBAH MADU PADA KAWASAN POHON HUTAN GELAM
Keberadaan pohon Gelam ini dapat menjadi sumber penghasil nectar bagi serangga termasuk lebah madu. Pengembangan lembah madu ini diharapkan dapat memberikan alternated sumber pendapatan bagi masyarakat yang nantinya mengembangkan model paludikultur ini. Lebah madu yang dibudidayakan ada jenis yaitu lebah Aphis dan lebah Trigona.
Keadaan musim kemarau dan pada saat di lapangan ada beberapa lokasi yang menimbulkan asap sehingga untuk sementara stup atau sarang lebahnya dipindahkan ke lokasi yang lebih aman. Sistem pemeliharaan lebah yang digunakan adalah system penggembalaan, di mana disesuaikan dengan kondisi yang lebih aman dan banyak menghasilkan bunga, sebagai sumber pakan lebah.
Gambar 22. Proses pengembangan lebah madu pada Kawasan pohon hutan (a) stup lebah madu Aphis, (b) stup lebah madu Trigona, (c). Alat ekstraktor untuk lebah madu
Setelah keadaan memungkinkan dimana tidak ada asap, sarang lebah madu dipindahkan ke lokasi demplot yang telah disediakan semula. Pada sekitar pohoh galam juga ditanam sebagaian bunga matahari dan bunga pukul Sembilan, sebagian di sela tanaman galam juga di dekat tanaman balangeran yang baru di tanam.
Gambar 23. Budidaya lebah madu di rawa gambut, (a) setup lebah madu yang ada di lahan, (b) bunga yang ditanam di antara pohon galam dan balangeran.
SUB KEGIATAN 1.4.5. PENGEMBANGAN PENGOLAHAN HASIL PALUDIKULTUR
Hasil dari pengelolaan model paludikultur ini akan dikembangkan menjadi produk bernilai-tambah dimana pada awal bulan Desember 2018 telah diberi pelatihan pada 13 orang peserta pelatihan dari masyarakat Desa Pilang yaitu Pelatihan pengolahan makan dari talas (kripik dan kue) dan bakung (kripik) dengan tenaga ahli bidang Teknologi Industri Pertanian.
Gambar 24. Pengembangan paludikultur menjadi produk bernilai tambah, (a). proses pembuatan kripik dan kue dari talas dan bakung, (b) proses pengemasan produk
SUB KEGIATAN 1.4.6. PEMBUATAN PONDOK PERTEMUAN
Pondok pertemuan telah dibuat sebagai pusat kegiatan Tim dan kegiatan bersama masyarakat.
Gambar 25. Pondok pertemuan telah selesai dibangun
SUB KEGIATAN 1.4.7 PEMBUATAN TRACK JALAN DAN JEMBATAN TITIAN
Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan fasilitasi kepada tim dan juga masyarakat untuk bisa secara langsung melihat plot-plot demontrasi model paludikultur yang dikembangkan di lokasi. Lokasi ini diharapkan dapat menjadi show window bagi masyarakat. Track yang akan dibuat akan menyesuaikan dengan lanskap lokasi yang ada.
Gambar 26. Pembuatan track kayu
KEGIATAN 2. PENGEMBANGAN PELATIHAN PEMANFAATAN LAHAN GAMBUT