• Tidak ada hasil yang ditemukan

BIOGRAFI HASAN AL BANNA

Riwayat Hidup dan Latar Belakang Pendidikan

Di antara sunnatullah adalah adanya tokoh pada masa yang sesuai dengan kebutuhan zaman sehingga pada setiap penghujung abad Allah mengutus orang yang membangkitkan agama untuk umat ini dan mengembalikan vitalitasnya.

Imam Ali bin Abu Thalib mengatakan, “Bumi ini tidak sepi dari orang yang bangkit untuk Allah dengan hujjah”. Sedangkan Abu Al-Hasana An Nadavi memberi catatan dalam bukunya “ Rijal Al-Fikr wa Ad-Da’wah fi Al Islam” (Tokoh Pemikiran dan Dakwah dalam Islam) bahwa sejarah Islam pada setiap periode melahirkan tokoh-tokoh yang memang dibutuhkan oleh keadaan, lalu mereka mengisi kekosongan, memenuhi kebutuhan, melaksanakan tugas yang di butuhkan masa dan tempat untuk membangkitkan umat, merehabilitasi kerusakan-kerusakan yang dialami oleh struktur bangunan umat ini8. Imam Syahid Hasan Al Banna merupakan tokoh yang dinantikan masyarakat Mesir saat itu yang memang sedang mengalami kemerosotan yang diakibatkan penjajahan.

Hasan Al Banna di lahirkan di Mahmudiyah dekat Iskandariyah yaitu kota kecil yang terletak di sebelah Timur laut Kairo, Propinsi Buhairah, pada bulan Rabi’ul Awal tahun 1325 H/ Oktober 1906 M9. Imam Syahid tumbuh di

8

Yusuf Qardhawi. 70 Tahun Ikhwan Al-Muslimin, Kilas Balik Dakwah, Tarbiyah, dan Jihad. Terjemahan: H.Mustofa Maufur dan H.Abdurrahman Husain(Jakarta Timur : Pustaka Al-Kautsar,1999), h.43

9

Muhammad sayyid Al Wakil. Pergerakan Islam Terbesar Abad 14 H. Terjemahan: Fachrudin. (Bandung : Asy Syaamil Press & Grafika, 2001), h.19

bawah asuhan kedua orang tua yang mulia serta sifat yang terpuji kepada putra-putrinya. Ayah beliau Syeikh Ahmad Abd al-Rahman termasuk salah seorang ahli hadits besar yang sudah masyur, yang lebih dikenal dengan panggilan As Sa’ati karena pekerjaannya sebagai tukang reparasi jam.

Imam Hasan Al Banna dididik oleh orang tua yang alim. Bimbingan dan arahan orang tuanya telah memberikan pengaruh yang besar sekali pada diri beliau sehingga menghasilkan buah dan manfaat yang sangat baik serta melimpah. Ketika hampir mencapai usia delapan tahun -yang merupakan batas minimal untuk masuk sekolah- orang tua Hasan Al Banna sudah memasukannya ke Madrasah Diniyah Ar Rasyad. Di madrasah ini beliau menghafal separuh Al Qur’an dan banyak hadis-hadis Rosul SAW. Mengenai hal ini beliau pernah menuturkan : “Saya ingat bahwa sebagian besar hadis-hadis yang saya hafal adalah sebagian dari hadis-hadis-hadis-hadis yang terekan kuat di dalam benakku sejak waktu itu”. Di madrasah ini pula beliau belajar kaidah-kaidah bahasa Arab dan penerapannya serta sastra dan hafalan-hafalan syair dan prosa.10

Suatu hari ia dikejutkan dengan keputusan Majlis Daerah Bukhairah yang menghapuskan sistem pendidikan Madrasah I’dadiyah. Di depan beliau hanya ada dua alternatif yang harus di pilih : pertama, pergi ke Ma’had Diiniy

di Iskandariah, atau kedua, melanjutkan ke Madrasah Mu’alimin di Damanhur. Dan pilihan beliau jatuh pada pilihan kedua yaitu Madrasah

10

Mu’alimin (Sekolah guru) di Damanhur.11 Di sekolah ini beliau menyelesaikan studinya selama 3 tahun sejak tahun 1923 hingga tahun 1927.

Dalam mengisi hari-harinya Al Banna muda sangat di sibukkan dengan berbagai kegiatan di sekolahnya, sampai akhirnya ia mendirikan sebuah organisasi yang bernama Jam’iyah Man’il Muharramat (Perhimpunan Anti Haram ) dengan Hasan Al Banna sebagai ketuanya.

Misi perhimpunan ini adalah menjaga aspek-aspek keagamaan dan memantau orang-orang yang menyepelekannya atau melakukan salah satu perbuatan dosa. Misi ini dijalankan dengan mengirimkan surat peringatan kepada setiap orang yang melakukan pelanggaran atau menyia-nyiakan kebaikan. Surat tersebut berisi larangan berbuat kemungkaran dan menunjukkan jalan kebaikan. Dan aktivitas ini menimbulkan kegoncangan di masyarakat, para pelaku kemaksiatan memberikan reaksi yang keras terhadap surat-surat yang ditujukan kepada mereka dan berusaha mencari tahu siapa dalang dibaliknya.12

Kesibukan berorganisasi tidak membuat Al Banna terlena dan lupa akan tugasnya sebagai pelajar, namun justru semakin membuat ia memiliki pengetahuan yang lebih disbanding para pelajar yang lain. Hal tersebut dapat terlihat dari diperolehnya predikat lulusan terbaik ke-5 untuk seluruh Sekolah Menengah Umum (SMU) di Mesir.

Kecerdasan otak sang Imam yang sejak remaja sudah turut ambil bagian dalam tarekat sufi Hasyafiyah ini memang sudah tidak dapat diragukan

11

Muhammad sayyid Al Wakil. Pergerakan Islam Terbesar Abad 14 H, h.22

12

lagi keabsahannya. Hal tersebut kembali dapat dibuktikan dengan dinobatkannya sebagai mahasiswa yang berhasil lulus dengan yudisium pertama tingkat Universitas yang didirikan oleh Muhammad Abduh itu.13

Sesungguhnya disanalah kehidupan Hasan Al Banna mulai terasa semakin “hidup”, karena di kota besar itulah beliau benar-benar memahami arti kehidupan dengan banyak berkenalan dan berinteraksi dengan orang-orang ternama disekitarnya. Mengenal Rasyid Ridha beserta gerakan Salafiyahnya merupakan awal pembentukan pola pikir Al Banna muda dalam menyikapi berbagai persoalan kehidupan di dunia. Apalagi hal tersebut didukung oleh rajinnya sang imam untuk membaca majalah Al Manar yang memang merupakan kumpulan beberapa tulisan tokoh-tokoh ternama seperti Jamaludin Al Afghani, Muhammad Abduh serta Rasyid Ridha.

Tetapi yang paling berpengaruh pada pembentukan pandangan Hasan Al Banna muda adalah karya tulis Ridha tentang aspek politik dan sosial, tentang pembaharuan Islam, serta perlunya didirikan negara/pemerintahan Islam dan diberlakukannya hukum Islam. Dengan kata lain, dari tiga serangkai tokoh salafiyah, Al Afghani, Abduh, dan Ridha, yang terakhir itulah yang besar pengaruhnya pada Al Banna muda, terutama keyakinan Ridha bahwa Islam adalah agama sempurna dan lengkap dengan segala sistem yang dibutuhkan bagi kehidupan umat Islam, termasuk sistem politik, ekonomi dan

13

sosial, dan bahwa untuk meraih kembali kejayaan umat Islam tidak perlu meniru Barat.14

Setelah menyelesaikan studinya di Universitas Dar Al-Ulum yang sempat dimasyurkan oleh Muhammad Rasyid Ridha tersebut, pada September 1927 Al Banna mulai mengajar di sekolah dasar di Isma’iliyah. Di tengah kesibukan kegiatan barunya, ia masih tetap menjadi koresponden majalah Pemuda Muslim Kairo yang bernama Al Fath serta menjalin hubungan baik dengan kelompok maktabah Salafiyah atau penerbit Al Manar pimpinan Rasyid Ridha.

Latar belakang keluarga yang penuh dengan keilmuan dan pengetahuan agama merupakan dasar yang sangat dominan dalam pembentukan diri sang imam Al Banna. Hal tersebut dapat terlihat pada perkembangan pribadi al Banna yang sangat mengagumkan. Ia tumbuh menjadi sosok yang sangat cerdas, kritis serta bersifat zuhud. Sejak kecil ia selalu menerapkan atau membiasakan diri unttuk shalat malam, puasa senin-kamis dan menghafal ayat-ayat Al Qur’an. Semua yang telah dilakukan Al Banna kecil bukanlah suatu pekerjaan yang main-main, karena dengan hasil kerja kerasnya itu ia mampu menghafal setengah Al Qur’an (15 juz) yang kemudian ia sempurnakan menjadi 30 juz ketika menginjak dewasa.

Secara tidak langsung pengaruh Rasyid Ridha telah menginspirasi pemikiran tentang pembaharuan Islam terhadap diri Hasan Al Banna, dan hal ini barangkali wajar disebabkan menjelang Al Banna menginjak dewasa dan

14

Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara : ajaran, sejarah, dan pemikiran. (Jakarta : UI Press, 1993), h.147

lebih matang pengetahuannya, Al Banna lebih banyak bersinggungan dengan orang-orang salaf yang sufi tersebut. Namun setelah Al Banna mulai bergelut dengan urusan-urusan sosial, Al Banna sedikit demi sedikit mulai meregangkan diri dari aktivitas kesufian, walaupun tidak secara serta merta memutuskan diri dari pelaksanaan mistik sufi, tetapi dia mulai terpanggil dengan isu-isu dan wacana-wacana sosial politik di mesir saat itu, terutama responnya terhadap krisis politik Mesir pada tahun 1919.

Besarnya dominasi Inggris di Mesir menjadikan Al Banna muda merasa terpanggil untuk membangun masyarakat Mesir yang dalam pandangannya mulai dirusak oleh budaya-budaya Eropa yang semuanya itu menurut pandangannya merupakan sebab-sebab terbesar bagi kelumpuhan dan kemunduran pihak muslim.Dan ia merasa tersinggung atas perlakuan Inggris terhadap masyarakat Mesir yang telah memandang hina dengan memperlakukan para pekerja selayaknya seorang budak.

Hasan Al Banna melihat kebebasan dan kerusakan moral telah mewabah di seantero dunia Islam, khususnya saat runtuhnya Kekhalifahan Islam oleh Attaturk tahun 1924 M. Dia menilai bahwa Barat berupaya secara sungguh-sungguh untuk mencabut Islam dari akarnya dan menghilangkan eksistensinya di muka bumi.

Fenomena yang terjadi di atas pada masyarakat muslim Mesir itu akhirnya membawa Hasan Al Banna kepada lima rekannya untuk menggagas sebuah proyek pergerakan perbaikan umat dan kejayaan Islam. Pada awalnya mereka hanya menamakan diri mereka dengan sebutan “ Muslimin” saja,

namun secara spontan mereka berseru “ kita adalah ‘Ikhwanul Muslimin’, yang berarti, “Para saudara dari kaum muslim”.

Keberhasilan Ikhwanul Muslimin di awal pertumbuhannya menjadikan gerakan ini di anggap sebagai gerakan yang dapat membangun masyarakat Islam Mesir yang diawali dengan menjadikan masyarakat kelas bawah menjadi generasi yang teladan dalam memahami nilai-nilai agama islam.

Namun perkembangan kelompok Ikhwanul Muslimin kian pesat menjadi ancaman bagi pemerintahan Raja Faruq pada saat itu, karena dengan peristiwa pada tahun 1947 ketika al Banna mengutus tentara sukarelanya ke Palestina untuk perang melawan Israel, Faruq benar-benar merasa telah menerima pelajaran pahit dari gerakan yang mempunyai kantor di ( Darul Ikhwan) di kota Kairo itu.15 Posisi kekuasaan Faruq yang kian tersudutkan oleh eksistensi Ikhwanul Muslimin merupakan konsekuensi dari kebijakan politik luar negeri yang pro Barat. Apalagi para mujahidin kian besar kekuatannya pasca kedatangan mereka dari Palestina. Melihat perkembangan yang mengkhawatirkan bagi kekuasaan Faruq, maka Raja Faruq menerapkan kebijakan represif dalam membendung pengaruh Hasan Al-Banna, sampai pada akhirnya terjadi konspirasi politik di Mesir dengan terbunuhnya Hasan Al-Banna pada tanggal 12 Februari 1949.

Di sinilah awal dari sejarah kelam gerakan Ikhwanul Muslimin, ketika raja Faruq merasa khawatir mulai ditinggalkan dan dikhianati oleh para sekutu Arabnya, dan sehingga ia merasa sangat takut dengan kembalinya para

15

Rachilda Devina. “Konsep Syura’ Perspektif Hasan Al Banna”, ( Skripsi S1 Fakultas Ushuludin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri,Jakarta, 2007 ), h.14

mujahidin Ikhwanul Muslimin dari Palestina. Pemerintah mulai bergerak untuk melakukan penawaran-penawaran sampai akhirnya pada peristiwa pembunuhan sang Imam di depan kantor Pusat Pemuda Ikhwanul Muslimin (

Dar Asy-Syubban Al Muslimin) pada tanggal 12 Februari 1949 M / 1368 H. Sang Imam pun menyerahkan ruhnya untuk kembali keharibaan Sang Penciptanya dalam keadaan suci, Insya Allah, setelah menunaikan amanah-Nya dan tetap dalam keadaan teguh mengangkat bendera agama-amanah-Nya sampai napas terakhir.

Pemikiran Politik dan Karya-karyanya

Islam menurut Hasan Al Banna merupakan agama universal yang melingkupi aspek kehidupan tak terkecuali bidang politik. Banna melihat bahwa eksistensi konsep Negara Islam telah dicontohkan oleh Rosulullah SAW dan para Khulafah Rasyidin di Madinah sekitar abad ketujuh Hijriyah.16 Pemikiran tentang Islam dan politik ini dapat terlihat jelas dari karakteristik organisasi yang dia bangun “ Ikhwanul Muslimin”, Islam tidak dipahami seperti banyak orang, khususnya pada era kemunduran peradaban dan stagnasi pemikiran, di mana Islam dipandang sebagai kepercayaan dan ibadah ritual, tidak ada kaitannya dengan masalah-masalah masyarakat dan urusan negara, politik dan ekonomi, aliran kebudayaan dan pemikiran.17

16

Arifin. Pemikiran Politik Hasan Al Banna. (Telaah Gerakan Politik Ikhwanul Muslimin. ”, (Skripsi S1 Fakultas Ushuludin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri,Jakarta,, 2004), h.28

17

Yusuf Qardhawi, 70 Tahun Ikhwan Al-Muslimin, Kilas Balik Dakwah, Tarbiyah, dan Jihad, h.137

Islam sebagai satu sistem yang memiliki keunggulan universalitas zamani (waktu), makani (geografis), dan insani (kemanusiaan), ini dapat di lihat dari ungkapan Hasan Al Banna dalam makalahnya dengan judul Min wahy Hara’. Ia mengemukakan bahwa Islam adalah misi yang membentang panjang hingga mencakup keabadian zaman; membentang luas hingga mencakup jajaran ufuk bangsa-bangsa dan membentang dalam hingga meliputi urusan dunia akhirat.18

Pemikiran Al Banna mengenai agama dan politik, mencerminkan transisi dari penekanan pembaharu Islam seberlumnya bahwa Islam dan politik tak dapat dipisahkan. Al Banna menegaskan bahwa prinsip Islam dapat diterapkan pada keyakinan yang banyak di anut dalam politik dan lembaga politik. Al Banna menulis bahwa Islam memerlukan suatu pemerintah yang mencegah anarki, namun tidak menetapkan bentuk pemerintah tertentu. Islam hanya meletakan tiga prinsip pokok. Pertama, pernguasa bertanggung jawab kepada Allah SWT dan rakyat, bahkan dianggap sebagai abdi rakyat. Kedua,

bangsa muslim harus bertindak secara bersatu, karena persaudaraan muslim merupakan prinsip Islam. Ketiga, bangsa muslim berhak memonitor tindakan penguasa, menasehati penguasa, dan mengupayakan agar kehendak bangsa di hormati.19

Dari ketiga prinsip di atas terlihat Al Banna tidak menekankan bagaimana bentuk pemerintahan Islam. Akan tetapi pemerintahan yang selalu

18

Yusuf Qardhawi, 70 Tahun Ikhwan Al-Muslimin, Kilas Balik Dakwah, Tarbiyah, dan Jihad , h.138

19

Arifin. Pemikiran Politik Hasan Al Banna, h.30. lihat Ali Rahmena dalam buku “Para Perintis Zaman Baru Islam”

menegakkan amar ma’ruf nahi munkar dan selalu memegang akan syari’at Islam. Intinya Hasan Al Banna tidak memisahkan antara agama dan kehidupan masyarakat atau politik. Adapun pemerintahan Islam yang di maksud Hasan Al Banna adalah “pemerintahan yang para pejabatnya adalah orang-orang Islam yang melaksanakan kewajiban-kewajiban Islam dan tidak terang-terangan melakukan kemaksiatan serta konstitusinya bersumber dari Al Qur’an dan As Sunnah, yakni menerapkan syari’at Islam. Secara tidak langsung pemikiran ini dilatar belakangi akan pemerintahan Mesir yang bersifat sekuler dan bukan mencerminkan pemerintahan Islam.

Di antara karya-karya Imam Hasan Al Banna baik yang berupa tulisan maupun dalam bentuk kumpulan-kumpulan pesan masih terus selalu di kaji oleh para pengikutnya. Adapun di antara karya-karya tulis yang ditinggalkan oleh Imam Hasan Al Banna adalah : Ahaditsul Jum’ah (Pesan setiap Jum’at),

Mudzakkiratud-Dakwah wad-Da’iah (Pesan-pesan buat Dakwah dan Dai), dan Al-Ma’tsurat ( Wasiat-wasiat).

Karya-karya yang berupa bentuk kumpulan-kumpulan pesan (majmu’atur-Rasail) adalah : Da’watuna (Menuju Kecerdasan), Nahwan Nur

(Kepada para Pemuda),bainal Amsi Wal Yaum (Antara Kemarin dan Hari ini ),

Risalatul Jihad (Pesan Jihad), Risalatut Ta’lim (Pesan-pesan Pendidikan), Al-Mu’tamar Al-Khamis (Konfrensi Kelima), Nizhamul Usar (Sistem Kelompok Kecil Pergerakan), Al-‘Aqaid (Prinsip-Prinsip), Nizhamul Hukm (Sistem Pemerintahan), Al-Ikhwan Tahta Rayatil-Qur’an (Ikhwan di Bawah Bendera Al-Qur’an), Da’watuna fi Thaurin Jadid (Misi kita dalam Masa Baru), Ila

Ayyi Syai’in Nad’un Nas (Ke Arah Mana Kita Menyeru Manusia ?), dan An-Nizham Al-Iqtishadi (Sistem perekonomian).

Peranannya Dalam Negara Mesir Dalam bidang Agama

Al Banna berpijak di atas dasar-dasar agama Islam sebagai faktor yang aktif dan efektif untuk menciptakan perubahan dalam diri seorang individu. Jika yang dimaksud dengan kerusakan jiwa adalah akhlak yang bobrok, perilaku yang menyimpang dan dekadensi moral, maka sesungguhnya kunci untuk mengubah tidak lain kecuali faktor agama. Karena agama sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Hasan Al Banna, “Menghidupkan jiwa dan memberikan pada setiap diri suatu pengontrol atau filter yang tidak pernah lalai dan senantiasa mendorongnya untuk berbuat baik dengan sangat kuat”. 20

Imam Hasan Al Banna juga menekankan, kepada para pemuda bahwa faktor yang paling efektif dalam memperbaiki diri semua bangsa adalah agama, dan mereka juga memandang bahwa Islam menghimpun segala aspek positif perubahan dan menjauhi segala aspek negatifnya. Dapat dikatakan di sini bahwa akidah Ikhwanul Muslimin yang dirancang oleh Al Banna disimpulkan dalam tujuh pasal. Langkah pertama, yaitu perbaikan diri yang berorientasikan pada kegiatan praktis di mana mereka –para Ikhwan- akan berusaha mengembalikan vitalitas Islam dalam

20

kerangka umum bagi proses perubahan yang dimulai dari perbaikan individu21. Sangat jelas pada garis besarnya bahwa metode ini memberikan ruang bagi ikhwan untuk menentang arus pemikiran dan politik kebarat-baratan yang berusaha untuk menjadikan Islam bergerak dalam lingkup pribadi saja dan berusaha pula melepaskannya dari segala peran sosial dan politik. Bahkan salah satu pasal menyerukan dengan terang-terangan pentingnya menentang arus-arus tersebut, dan memboikot setiap propagandanya dengan segala cara, seperti tertulis pada pasal keempat . “Dan saya berjanji untuk menyebarkan dan mengembangkan ajaran-ajaran Islam kepada setiap individu di keluargaku, dan saya tidak akan memasukkan anak-anakku ke sekolah yang tidak menjaga akidah dan akhlak mereka, dan saya akan memboikot setiap surat kabar, berita, buku, badan, klub, instansi yang bertentangan dengan ajaran-ajaran Islam”.

Keterangan di atas sangat jelas bagaimana Al Banna membangun Ikhwanul Muslimin dengan menekankan kepada menegakkan Amar Ma’ruf Nahi Munkar. Dengan cara membina para Ikhwan dengan menancapkan akidah Islam yang kuat dengan harapan untuk menegakkan syari’at Islam.

Dalam Bidang Ekonomi dan Sosial

Gerakan pembaharuan Hasan Al Banna dalam organisasi Ikhwanul Muslimin merepresentasikan sebuah gerakan yang berusaha menyadarkan

21

bahwa riba itu haram.22. Visi ekonomi Islam Hasan Al Banna mengandung unsur nasionalisme ekonomi. Menurut Banna Mesir perlu memutuskan hubungan dengan blok sterling Inggris dan mengeluarkan mata uangnya sendiri pada berstandar emas. Manajemen mata uang yang baik, akan mengendalikan inflasi Mesir yang tinggi, dan akan menciptakan kondisi yang lebih menguntungkan keseimbangan perdagangan luar negeri Mesir. Segi lain nasionalisme ekonomi yang di kemukakan Al Banna adalah melakukan Mesiriasi atas perusahaan swasta di bidang real estate, transfortasi, dan keperluan umum. Untuk mewujudkan visi ekonomi Islam ini, Banna bersama dengan organisasi Ikhwannya mendirikan perusahaan pemintalan dari tenun, perusahaan perdagangan dan rekayasa, dan pers Islam.23

Perekonomian suatu bangsa akan menjadi sulit jika sistem ekonomi masyarakat merupakan sistem yang asing bagi masyarakat, jati diri dan budayanya. Oleh karena itu, Al Banna berpendapat mengenai ekonomi ini harus ada sebuah program ekonomi yang berprinsip pada Islam dan nilai-nilainya. Pemikiran di atas secara tidak langsung merupakan ketidakpercayaan Al Banna terhadap sistem ekonomi Barat yang di dikembangkan pemerintah Mesir saat itu. Al Banna menganggap sistem yang di bangun di masyarakat adalah penyebab kemunduran ekonomi masyarakat Mesir dan merusak kehidupan masyarakat muslim Mesir dengan budaya-budaya baratnya.

22

Yusuf Qardhawi, 70 Tahun Ikhwan Al-Muslimin, Kilas Balik Dakwah, Tarbiyah, dan Jihad, h.144

23

Ekonomi dan sosial merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Karena dengan masyarakat yang sejahtera dalam bidang ekonomi suatu negara maka secara otomatis akan melahirkan manusia yang berjiwa sosial pula. Untuk itu pembenahan ekonomi dan sosial masuk ke dalam cita-cita pembaharuan Al Banna.24 Untuk itu Al Banna mengadopsi salah satu rukun Islam yaitu zakat. Ia mengatakan bahwa karena zakat diwajibkan dalam agama Islam untuk pembelanjaan sosial (menolong orang-orang yang pailit dan miskin), maka harus diterapkan pajak-pajak sosial secara bertahap dengan memperhitungkan kekayaan bukan keuntungan.

Pengelolaan zakat adalah salah satu tugas penguasa. Ia harus bekerja untuk mengumpulkan, mendata, dan membagikannya kepada para mustahiq (orang yang berhak) yang telah Allah SWT, tetapkan. 25

Hasan Al Banna selalu menekankan bahwa pentingnya penerapan sistem seraya mengatakan,

“Menurut saya, tidak ada baiknya sama sekali apabila kita memilih salah satu dari sistem-sistem Barat (Kapitalisme dan Sosialisme). Setiap sistem tersebut mempunyai kelemahan di samping terlihat memiliki kebaikan. Sistem-sistem tersebut lahir bukan di negeri kita dan untuk diterapkan dalam situasi yang tidak sama dengan sistem kita serta untuk masyarakat yang tidak seperti masyarakat kita. Apalagi kita sendiri sudah memiliki sebuah sistem paripurna yang akan mengantarkan kita menuju perbaikan yang komprehensif di bawah bimbingan Islam yang hanif. Kita juga memiliki kaidah-kaidah integral dan fundamental yang ditetapkan oleh Islam dalam bidang ekonomi, yang apabila kita memahami dan menerapkannya dengan benar, maka kita akan mampu menyelesaikan semua problem ekonomi. Dengan demikian berarti

24

Rachilda Devina. Konsep Syura’ Persepktif Hasan Al Banna,. h.18

25

kita telah mendapatkan sisi-sisi kebaikan dari berbagai sistem buatan manusia dan menjauhkan diri dari semua sisi keburukannya. Kita bisa melihat bagaimana tingkat kesejahteraan hidup akan terangkat, kecemburuan sosial antar berbagai strata sosial akan hilang, serta kita bisa menemukan jalan terdekat menuju kemakmuran hidup”.26

Pemikiran Al Banna di atas merupakan sebuah pandangan yang fundamental tentang Islam, keyakinannya mengenai sifat ajaran Islam yang universal telah mengalirkan konsep ijtihad yang tinggi mengenai aspek perekonomian dalam Islam.

Dalam Bidang Politik

Pemikiran di bidang politik merupakan instrumen utama yang dikembangkan Hasan Al-Banna. Konstelasi bidang agama, ekonomi, dan sosial mengkerucut pada pergerakan politik yang cenderung bersifat revolusioner. Hal ini adalah bagian dari karakteristik gerakan pembaharuan di hampir sebagian besar negara-negara dunia ketiga,

Dokumen terkait