• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KERATON SURAKARTA PADA MASA SUNAN PAKU

C. Biografi Paku Buwono X

Sri Susuhanan Paku Buwono X adalah putra dari Sinuhun Paku Buwono IX dari permaisuri Raden Ayu Kustijah atau Kanjeng Ratu Paku Buwono IX. Paku Buwono X dilahirkan pada hari Kamis Legi tanggal 22 Rajab 1795 Jawi atau 29 November 1866 M jam 7 pagi. Nama kecilnya adalah Raden Mas Gusti Sayidin Malikul Kusna.18 Beliau dilahirkan sebagai putra ke 30 dari putra-putra Sunan Paku Buwono IX. Kraton menyambut kelahirannya dengan perasaan bahagia dan penuh kemegahan, karena selama pemerintahan Paku Buwono V sampai dengan Paku Buwono VII, permaisuri raja tidak melahirkan putra laki-laki. Untuk mengumumkan kelahiran agung ini dibunyikan segala macam bunyian, seperti dibunyikannya meriam di Panggung Songgobuwono, para abdi dalem niyogo diperintahkan memainkan

17

Hari Mulyadi, dkk, Runtuhnya Kekuasaan “Keraton Alit”(Studi Radikalisasi Sosial “Wong Sala”dan Kerusuhan Mei 1998 di Surakarta). Surakarta: Lembaga Pengembangan Teknologi Pedesaan, 1999, hal 20.

18

S. Puspaningrat, Mengenal Sri Susuhanan Paku Buwono X, (Surakarta: Cendrawasih, 1996), hal 12.

gamelan kodok ngorek di Siti Hinggil.19 Saat usianya tiga tahun, pada 4 Oktober 1869 beliau dinobatkan sebagai Pangeran Adipati Anom (Putra Mahkota). Setelah dinobatkan sebagai Pangeran Adipati Anom, sang Adipati diberi gelar Kangjeng Gusti Pangeran Adipati Anom Hamengkunegoro Sudibjo Rojo Putro Narendra Mataram Ingkang Kaping V, untuk Kerajaan Surakarta Hadiningrat.

Beliau adalah cucu dari Sinuhun Paku Buwono VI (yang membantu Pangeran Dipongoro melawan Belanda). Sunan PB X naik tahta pada 30 maret 1893, Lalu gelarnya setelah naik tahta yaitu: Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Paku Buwono Senopati Ing Ngalaga Ngabdurrahman Sayyidin Panatagama Ingkang Kaping X. sebutan gelar “Sayyidin Panatagama” bukan

sebutan tempelan biasa saja tetapi terdapat makna, punya tugas serius bagi seorang raja yang menerima gelar itu. Hal ini berlangsung setelah zaman kerajaan Demak.20

Dalam mendidik putranya Sunan Paku Buwono IX sangat keras kepada sang putra digembleng dalam segala ilmu seperti, ilmu kebatinan, ilmu menuntun ajaran-ajaran Jawa peninggalan leluhur, agar kelak putranya diharapkan tumbuh menjadi manusia yang berbudi luhur, berwatak adil dan bijaksana, hal penting yang merupakan syarat menjadi seorang Raja. Pendidikan ilmu barat juga diberikan, dengan mendatangkan guru-guru di

19

Purwadi, dkk, Sri Susuhanan Pakubuwono X Perjuangan, Jasa dan Pengabdiannya untuk Nusa Bangsa, (Jakarta: Bangun Bangsa, 2009), hal 3.

20

KRT. Kastoyo Ramelan, Sinuhun Paku Buwono X: Pejuang dari Surakarta Hadiningrat, hal 1-3.

Keraton, karena semua pendidikan diberikan didalam keraton.21 Pendidikan yang diikuti Pangeran Adipati Anom diberikan secara Jawa, meliputi berbagai bidang, antara lain: 1) pengetahuan mengenai kesusutraan, 2) kesenian, 3) keterampilan menggunakan senjata seperti keris, pedang, dan tombak secara timur, pencak silat dan bermain pedang secar Barat, 4) olahraga seperti berenang dan menunggang kuda, 5) pendidikan dari buku-buku lama dan ajaran dari ayahnya yang terkumpul dalam serat-serat piwulang Jawa, 6) pengetahuan psikologi, 7) pelajaran bahasa Arab, Melayu, Belanda. 22

Setiap putra-putri raja Mataram, diharuskan menjalani bimbingan dan pendidikan yang keras sejak belia, baik dari orang tua maupun para guru terpilih yang didatangkan ke keraton. tradisi seperti itu telah terbentuk sejak dahulu, karena para putra raja adalah benteng penjaga kedaulatan kerajaan.23 Demikian pula dengan Pangeran Adipati Anom. Pendidikan untuk putra mahkota itu dikerahkan kepadanya agar kelak ia dapat memanggku jabatannya sebagai raja utama.

Sunan Paku Buwono X menyadari bahwa syarat untuk menjadi seorang Raja dituntut untuk menguasai segala ilmu, yang nantinya perlu untuk bekal dalam mengatur kerajaan yang dipimpinnya, baik itu ilmu kebatinan dan ajaran-ajaran Jawa lainnya sebagai warisan dari leluhur. Segala ilmu-ilmu itu diajarkan didalam Keraton. Dan para guru baik guru yang mengajarkan ilmu

21

R.M Karno, Riwayat dan Falsafah Hidup ingkang Sinuhun Sri Susuhanan Pakubuwono X 1893-1939, hal 24-27.

22

Purwadi, dkk, Sri Susuhanan Pakubuwono X Perjuangan, Jasa dan Pengabdiannya untuk Nusa Bangsa, hal 5.

23

Darsiti Soeratman, Istana Sebagai Pusat Kebudayaan Lampau dan Kini, (Yogyakarta: Pidato pengukuhan Guru Besar UGM, hal 7.

Barat maupun ilmu ketimuran datang ke Keraton. Orang-orang yang dianggap sebagai guru yang menuntun hidupnya pertama-tama adalah ayahandanya sendiri Sinuhun Paku Buwono IX. Jika ayahandanya Paku Buwono IX, digambarkan sebagai Prabu Balodewo, sakti mendroguno, teteg, teguh pribadinya, maka Paku Buwono X digambarkan sebagai Prabu Yudhistira,

asih paramarta lahir batin, wicaksono narendrotomo sang Jayen Katon.

Karena itu setelah Adipati Anom (Paku Buwono X) naik tahta menadi Raja, beliau menjadi raja yang arif, adil dan bijaksana, seorang Raja yang wicaksono

dan waskito. 24

Ayahanda Sunan Paku Buwono X yaitu Sunan Paku Buwono IX wafat

pada hari Jum’at Legi 28 Ruwah Je 1822 atau 16 Maret 1893 M. Setelah wafatnya Sunan Paku Buwono IX, maka pada hari Kamis Wage tanggal 30 Maret 1893 beliau menggantikan tahta kerajaan, dengan gelar Sinuwum Kanjeng Susuhanan Paku Buwono X Senapati Ingalaga Abdul Rahman Sayidin Panatagama. Pada tahun 1924, Sunan Paku Buwono X naik pangkat sebagai Mayor Jenderal oleh pemerintah Hindia-Belanda. Pemberian pangkat militer diberiakan oleh Belanda kepada raja-raja Jawa telah diberikan sejak masa pemerintahan Paku Buwono VII, raja pertama kerajaan Surakarta yang memerintah tanpa daerah mancanegara.25

Paku Buwono X merupakan seorang yang elusif (sukar difahami), membingungkan, dan dianggap enteng oleh serangkaian residen dan gubernur

24

R.M Karno, Riwayat dan Falsafah Hidup ingkang Sinuhun Sri Susuhanan Pakubuwono X 1893-1939, hal 35-42.

25

Purwadi, dkk, Sri Susuhanan Pakubuwono X Perjuangan, Jasa dan Pengabdiannya untuk Nusa Bangsa, hal 7.

yang ditempatkan di Surakarta selama masa pemerintahannya. Dan beberapa di antara pejabat itu memberikan penilaian tentang sunan. Pihak residen dan gubernur mengeluhkan bahwa Susuhanan tidak memahami barang secuil pun tentang urusan-urusan penting di kerajaannya. Dari pihak Belanda memberikan laporan mengenai Susuhanan menggambarkannya sebagai seorang pesolek, lemah dan agak bodoh, tetapi ia setia kepada keluarga Belanda dan pemerintah Hindia-Belanda. dan hal ini dibuktikan dengan Sunan memamerkan tanda-tanda kehormatannya secara berlebihan dan senang mengenakan pakaian resmi. Salah satu kekurangannya adalah bahwa ia tidak mengenal nilai mata uang. Susuhanan tidak mempunyai pengetahuan sedikit pun tentang keuangannya, oleh karenanya wazir dan saudaranya, yaitu pegawai menyimpan sejumlah uang jauh dari hadapannya untuk menjaga jangan sampai ia menghambur-hamburkannya.26

Kebesaran seorang raja juga tampak dari banyaknya jumlah selir dan juga anak. Residen Van Der Wijk mengatakan bahwa Sunan mempunyai isteri resmi empat dan selir yang tidak terbatas jumlahnya. Kalau salah satu selir itu mengandung, salah seorang isteri akan diceraikan untuk memberi tempat kepada selir itu. Sesudah selir itu melahirkan, selir itu akan diceraikan lagi. Pada tahun 1910 Javaanshe Almanak menulis bahwa raja mempunyai dua belas putra dan tiga belas putri. Pada akhir hayatnya, PB X mempunyai 63 putra-putri, yaitu 24 pria, 28 wanita, dan 11 orang meninggal diusia muda.27

26

George Larson, Masa Menjelang Revolusi Keraton Dan Kehidupan Politik di Surakarta 1912-1942, hal 43-46.

27

Kuntowijoyo, Raja, Priyayi, dan Kawula: Surakarta 1900-1915, (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2006), hal 34-35.

Pada dasarnya Sunan Paku Buwono X memiliki sifat-sifat yang patut ditiru seperti salah satu sifat yang paling menonjol yaitu sifatnya yang dermawan, ia selalu mau membantu atau menyenangkan hati orang, Ia juga sopan dan juga suka melayani.28 Beliau memiliki kepribadian yang kuat dalam arti bahwa beliau memiliki disiplin diri yang kuat, ia juga memiliki kemampuan menganalisa yang tajam hingga dapat menyadari apa yang paling penting untuk masa depan, beliau memiliki perasaan yang halus dan tidak suka menyakiti orang lain, hingga memberi kesan yang keliru bahwa seolah-olah beliau tidak memiliki keberanian, beliau juga orang yang terbuka dengan hal-hal baru yang apabila itu bermanfaat bagi rakyat dan negaranya, dan Sunan juga memiliki rasa keadilan yang tinggi.29

Sunan Paku Buwono X hidup sampai pada usia tujuh puluh dua tahun, meski orang Belanda pada tahun 1899 sudah mulai risau dengan kesehatannya dan beranggapan tidak akan hidup lama karena menerita batu aginjal, suka minum-minum dan tidak bisa menegendalikan dirinya sendiri.30 Namun lama Sunan dapat bertahan dalam dunia yang seperti itu, wibawanya sebagai seorang raja semakin terlihat dimata beberapa generasi rakyat Surakarta yang telah menjadi dewasa selama kekuasaannya. Yang seakan-akan semakin menimbulkan wibawanya itu adalah kebesaran tubuh Kanjeng Sunan. Paku Buwono X dikenang sebagai raja Surakarta terakhir yang memiliki kewibawaan yang terlihat sebagai seorang raja. Lamanya bertahta

28

Kuntowijoyo, Raja, Priyayi, dan Kawula: Surakarta 1900-1915, hal 44. 29

R.M Karno, Riwayat dan Falsafah Hidup ingkang Sinuhun Sri Susuhanan Pakubuwono X 1893-1939, hal 42.

30

George Larson, Masa Menjelang Revolusi Keraton Dan Kehidupan Politik di Surakarta 1912-1942, hal 45

menyebabkan Paku Buwono X mengalami perubahan besar dalam perpolitikan Hindia Timur dan dalam kehidupan Surakarta sehari-hari.31

Pada Senin 20 Februari 1939 pukul 07.30 pagi, suasana duka menyelimuti seluruh kawulo kerajaan. Pada hari itu, Susuhanan Paku Buwono X menghembuskan nafas terakhirnya pada usia 72 tahun, dan mengakhiri masa tahtanya selama 48 tahun di Keraton Surakarta Hadiningrat.32 Ia disebut oleh rakyatnya sebagai sunan penutup atau raja besar Surakarta yang terakhir. Pemerintahannya lalu digantikan oleh putranya yang bergelar Paku Buwono XI.

Dokumen terkait