• Tidak ada hasil yang ditemukan

BIOGRAFI UMUM IBNU HAZM DAN MUI

A.Sketsa Biografi dan Metode Ibnu Hazm

1. Riwayat Hidup Ibnu Hazm

Ibnu Hazm lahir pada hari terakhir bulan ramadhan 384 H / 994 M di Manta Lisyam (Cordova). Nama lengkapnya adalah Abu Muhammad ‘ali Ibn Ahmad Ibn Sa’id Ibn Hazm Ibn Galib Ibn Saleh Ibn Khalaf Ibn Mu’az Ibn Sufyan Ibn Yazid.1 Ibn Hazm merupakan keturunan Persia dari nenek moyangnya yaitu Maula Yazid Ibn abi Sufyan al-Umawi.2 Masa lahir beliau adalah masa yang tragis dan krisis bagi umat Islam di Spanyol. Meskipun pada masa itu budaya dan ilmu pengetahuan sudah cukup maju. Cordova sebagai tempat kelahiran Ibnu Hazm sebagai Ibu Kota Spanyol telah berkembang menjadi kota administrasi dan pusat perkembangan ilmu pengetahuan dengan berkembangnya perpustakaan dan universitas Cordova.

Pada masa kanak-kanak Ibnu Hazm menamatkan pendidikan di lingkungan keluarga yang serba kecukupan baik dari harta, kehormatan, dan kedudukan, karena ayahnya adalah seorang wazir (menteri) terkemuka dibawah Khalifah al-Mansur dan al-Muhaffar. Dengan didasari semangat yang tinggi Ibnu

1 Faruq Abdul Mu’ti,Ibnu Hazm az-zhahiri (Beirut: Dar al-kutub al-‘Ilmiyyah, 1992),

h.7.

2 Ibn Kasir, Al-Bidayah wa an-Nihayah (Beirut: Dar al-Fikr, t.t.), Juz 1, h. 2-3.

Hazm diarahkan untuk menjadi pengarang yang handal. Setiap ilmu selalu diperosesnya dengan pemahaman dan hafalan yang sedalam-dalamnya.3

Pada masa remajanya, ia mendapat didikan di lingkungan istana dan lingkungan harem. Di lingkungan ini ia mendapat pendidikan agama seperti al-Qur’an, menghafal sya’ir, sastra, menulis ilmu mantik, dan filsafat. Sampai dengan usia 14 tahun ia menikmati keadaan aman, tentram dan penuh kebahagiaan.4 Tetapi setelah itu di Spanyol terjadi peristiwa-peristiwa politik membuat kehidupan keluarga Ibnu Hazm berganti suasana, yakni terjadi bentrokan antara pribumi Spanyol, Barbar dan Siav.

Dalam huru-hara politik itu, itulah dinasti ‘Amiri yang kemudian di gantikan oleh Hisyam II ( Muhammad al-Mahdi 366-399 H / 976-1009 M ) dari keturunan Umayyah, hingga jatuhlah kekuasaan Ahmad (ayah Ibnu Hazm). Dalam situasi itu. Ayahnya berjuang di pihak al-Mahdi untuk mengusir orang-orang Siav sambil berusaha mempertahankan istananya yang terletak di Madinah Zahira. Tetapi keadaan ini tidak dapat dibendung lagi, karena keluarganya mendapat tekanan politik sehingga ayahnya meninggal dunia (402 H/ 1012 M). Di saat itulah Ibnu Hazm menempuh kehidupan yang keras.5

Dalam kaitannya dengan pendidikan, keluarganya mulai mengarahkan Ibnu Hazm pada majlis ilmu yang terdapat di masjid Cordova. Beliau bertatap

3 Ibn Hazm az-zahiri, al-Ihkam fi Usul al-Ahkam, (Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah,

t.t.h.) Juz I, h.2-3.

4 Ibn Hazm, An-Nubz fi Usul al-Fiqh az-Zahiri (ttp.: Dar Ibn Hazm, 1993), h. 8. 5 Harun nasution, Ensklopedi Islam, (Jakarta: Depag, 1933), h. 391.

muka dan berdialog dengan beberapa gurunya.6 Berbagai macam disiplin ilmu dan berbagai orang guru telah membentuk kerangka berfikir Ibnu Hazm yang dilaluinya dengan berpindah-pindah kota yakni seperti Cordova, Murcia, Jativa, dan Valencia. Keadaan inilah yang membentuk dan mengubah karakter Ibnu Hazm menjadi sangat keras.

Adapun anak-anak Ibnu Hazm adalah Abu Rafi’ al-Fadl, Abu Usamah Ya’qub, abu Sulaiman al-Mus’ab, mereka ini telah belajar kepada ayahnya berbagai macam ilmu. Mereka termasuk sebagai orang yang alim dan termasuk

musannif yang tersebar ke berbagai pelosok penjuru dunia. Adapun murid-muridnya yang terkenal yakni Muhammad Ibn Futuh bin ‘Aid dan Abu “Abdullah al-Hamidi al-Andalusi, dia adalah pengarang kitab al-Jam’u baina as-Sahihain.7

Ibnu Hazm meninggal pada tahun 454 H/ 1064 M di Manta Lisyam.

2. Karya-karya Ibnu Hazm

Mengenai karya-karya Ibnu Hazm dalam muqaddimah kitab al-Fisal fi al-Milal wa al-Ahwa’ an-Nihal yang ditulis oleh Ibnu Khalikan, dinyatakan bahwa

6 Adapun guru-guru Ibn Hazm yairu: Abu Qasim ‘Abdurrahman ibn Abi Yazid al-Azdi,

beliau guru dalam bidang ilmu hadis, nahwu, cara menyusun kamus, logika, dan ilmu kalam. Sedangkan Abu Khiyar al-Lugawi adalah gurunya dalam bidang fiqh dan peradilan. Kemudian Abu Sa’id al-Fata al-Ja’fari adalah gurunya mengenai komentar atau usulan sya’ir. Dibidang hadis beliau belajar kepada Ahmad bin Muhammad Ibn al-Jasar, mengenai tafsir ia membaca tafsir yang ditulis Abi Abdurrahman Baqi ibn Muqallid, baik dalam bidang filsafat, purbakala dan masih banyak lagi ilmu yang dipelajari oleh Ibn hazm, ibid.

jumlah karangan Ibnu Hazm meliputi bidang fiqh, ushul fiqh, hadis, mustala al-hadis, aliran-aliran agama, agama-agama, sejarah, sastra, silsilah, dan karya apologetik yang berjumlah sekitar 400 jilid yang terdiri dari 80.000 lembar yang ditulis dengan tangan sendiri.8 Tetapi karya-karya Ibnu Hazm tidak dapat diketahui semuanya, sebab sebagian besar karyanya musnah terbakar oleh penguasa dinasti al-Mu’tadi al-Qadi ‘An al-Qasim Muhammad Ibn Isma’il Ibn ‘Ibad.

Ada tiga alasan pembakaran karya-karya Ibnu Hazm, pertama, bahwa mazhab resmi yang di akui oleh pemerintah Spanyol pada waktu itu adalah mazhab Maliki, sedangkan Ibnu Hazm seorang pelopor mazhab az-Zahiri, oleh karena itu Ibnu Hazm dan pengikut-pengikutnya tidak restui di kalangan penguasa pada masa itu. Dan secara politis Ibnu Hazm dan karya-karyanya tidak dapat hak hidup dan berkembang di Spanyol. Kedua, secara politik Ibnu Hazm pendukung utama dinasti Umayyah dan berkali-kali menjabat menteri, keadaan ini yang mengundang kecurigaan berat dari penguasa baru (al-Mu’tadi). Ketiga, Ibnu Hazm dikenal sebagai sejarawan, tulisan-tulisannya yang menyangkut peristiwa-peristiwa politik Spanyol pada waktu itu dinilai sangat berbahaya karena peristiwa-peristiwa tersebut dapat diketahui oleh umum dan generasi berikutnya.9

Adapun karya-karya Ibnu Hazm yang dapat diketahui antara lain:

1. Tauq al-Hamamah

8 Ibn Hazm, al-Fisal fi al-Milal wa al-Ahwa’wa an-Nihal (Beirut: t.p., 1897), Juz I, h. 1.

9

2. Naqt al-‘Arusi fi Tawarikh al-Khulafa’ 3. Jumrat al-Ansab

4. Al-Fisal fi al-Milal wa al-Ahwa’ wa an-Nihal

5. Tabdil al-Yahud wa an-Nasara fi al-Taurat wa al-Injil

6. An-Naskh Murji’ah min Fadaikh Mukhziyah wa Qabaikh Murdiyah min Aqwali Ahli Bida’i min Firaq al-Arba’

7. Al-Abt al berisi argumentasi mazhab az-Zahiri 8. At-Talkhis wa at-tarikh

9. As-Sadi’ wa ar-Radi

10.Ar-Rad’ala Ibn al-Nugirilyah al-Yahudi wa Rasaika Ukhra 11.Al-Muhalla bi al-Asar

12.Al-Ihkam fi Usul al-Ahkam 13.Fadl al-Andalusi

14.Risalat fi Fadl al-Andalus

15.Al-Akhlaq wa as-Sair fi Mudawamat an-Nufus 16.Al-Imam ah wa al-Khilafah al-Fihrasah 17.Jamharat an-Nasab al-‘Arabi

3. Situasi Politik Pada Masa Ibnu Hazm

Kaum muslimin di bawah pimpinan ‘Abdurrahman ad-Dakhil mulai memasuki Spanyol. Di bawah kekuasaannya, kekuatan Islam tertanam kokoh di Spanyol. Puncak kejayaan Islam di negeri itu tercapai di bawah kepemimpinan keturunannya yaitu ‘Abdurrahman an-Nasir yang mendirikan kekhalifahan Umayyah di Andalusia di awal abad ke-14 H. Pada masa kekuasaan an-Nasir ini

kekuasaan Islam Spanyol meluas sampai ke Negara-negara Barat (Eropa), termasuk Perancis yang juga tunduk dan takut kepada kekuatan Islam Spanyol.10

Abdurrahman an-Nasir kemudian digantikan oleh putranya yaitu Hakam yang mengikuti segala jejak dan metode pemerintahan ayahnya, meskipun ia hanya memerintah 16 tahun, tidak seperti ayahnya yang menjadi raja dan khalifah selama 50 tahun. Setelah al-Hakam wafat, ia digantikan oleh putranya yang masih berusia 9 tahun yaitu Hisyam al-Muayyad. Penasehatnya adalah al-Mansur Ibn Abi ‘Amir yang sering kali memerintah secara sewenang-senang. Al-Mansur memiliki keahlian dan kecakapan yang tinggi dalam mengendalikan jalannya pemerintah, sehingga khalifah Hisyam yang masih muda tidak mempunyai kekuasaan apapun. Pada masa inilah kedua orang tua Ibnu Hazm hidup. Setelah al-Mansur wafat, mulailah Spanyol dilanda kekacauan politik.

Salah satu sebab kekacauan ini adalah kepercayaan orang-orang muslim terhadap kaum Nasrani ketika mereka baru pertama kali menaklukan Spanyol. Kaum Kristen yang dilindungi dan dipercaya tersebut seperti duri terpendam dalam pemerintahan Bani Umayyah, sehingga ketika kondisi pemerintahan melemah, barulah kekuatan Kristen muncul. Kaum Kristen senantiasa mengamati umat Islam dan setiap ada kesempatan digunakan sebaik-baiknya yakni setelah Abu Mansur wafat.

Ketika Hisyam al-Muayyad dinobatkan menjadi khalifah, yang menjadi panglima perang adalah Ibnu Abi Mansur al-‘Amin ( putra Abu Mansur ). Ibnu Mansur sewenang-wenang seperti ayahnya, hanya saja ayahnya seorang politikus yang cerdik dan bijaksana. Ibnu Mansur mempunyai ambisi merebut kekuasaan dari Hisyam al-Muayyad. Kemudian terjadi pemberontakan Barbar sehingga Cordova jatuh ke tangan Barbar.

Tentara Barbar yang telah menguasai Cordova membai’at al-Mahdi sebagai khalifah. Ulah mereka tidak berhenti sampai disini, mereka juga mengangkat al-Musta’in sebagai khalifah dan meminta putra Advent (Pembesar Nasrani) untuk mendukung al-Musta’in, sedangkan al-Mahdi ada dalam dukungan tentara Barbar sendiri. Perbuatan Barbar ini bertujuan untuk memecah belah dinasti Umayyah. Kemudian Musta’in diusir dari Cordova dan begitu pula al-Mahdi dikucilkan dan dibunuh, sehingga pemerintahan kembali ke tangan Hisyam al-Muayyad.

Keadaan semakin kacau, ketika al-Musta’in kembali ke Cordova beserta orang-orang Barbar pada tahun 403 H. dan membunuh Hisyam secara diam-diam. Sejak itu kekuasaan Islam Andalusia terbagi-bagi dalam bentuk kerajaan-kerajaan kecil, yang didasarkan pada suku dan etnis.11

Ibnu Hazm hanya sedikit menikmati masa kejayaan, kekuasaan politik umat Islam di Andalusia. Masa mudanya dipenuhi dengan kekacauan dan bencana

politik sampai dia wafat. Meskipun demikian, karena rasa cinta dan tanggung jawab terhadap Negara ia pernah terjun dalam bidang politik (seperti orang tuanya), sekitar tahun 408 H. Ia menjadi menteri pada masa kepemimpinan Abdurrahman al-Mustazhar dan Hisyam al-Mu’indubillah, tetapi kemudian ia berhenti dari kiprah politiknya dan menyibukkan diri dalam bidang ilmu. Dan pada tahun 422 H berakhirlah dinasti Umayyah.

4. Situasi Intelektual Pada Masa Ibnu Hazm

Bidang keilmuan mengalami masa kebangkitan yang pesat pada masa Ibnu Hazm meskipun terjadi krisis politik. Masa Ibnu Hazm merupakan masa kejayaan ilmu di Andalusia. Pada masa itu muncul pakar-pakar yang berwawasan luas yang tidak membatasi kajian pada mazhab-mazhab fiqh, disamping itu mereka menguasai sastra dan sejarah seperti Abu ‘Amr Ibn Abdul Bar (sahabat Ibnu Hazm) dan Abu al-Wal’id al-Baji (musuh Ibnu hazm dalam perdebatan ilmiah). Faktor lain yang mempengaruhi kebangkitan pemikiran di Andalusia adalah diterjemahkannya ilmu-ilmu filsafat. Gerakan penerjemahan ini berkembang pada masa al-Ma’mun dan mencakup semua bidang ilmu Yunani, setelah itu muncul banyak filosof Islam seperti Ibnu Rusyd dan Ibnu Bajah. Pada masa pemerintahan Bani Umayyah kekuasaannya semakin luas, banyak

ulama-ulama timur yang migrasi ke Andalusia untuk menyebarkan ilmu pengetahuan mereka, begitu pula ulama-ulama Andalusia pergi ke timur untuk menuntut ilmu.12 Kondisi keilmuan yang kondusif ini dipengaruhi oleh Abdurrahman an-Nasir yang memerintah selama 50 tahun (300-350) dia dijuluki Amir al-Mu’minin, juga dipengaruhi oleh Al-Hakam yang sangat memperhatikan ilmu. Mereka memanggil ulama-ulama dari timur, mendirikan sekolah-sekolah, mendatangkan buku-buku dari timur, mengumpulkan buku-buku dalam berbagai bidang ilmu yang khalifah sebelumnya belum pernah melakukan hal tersebut, membangun pasar untuk ilmu dan ulama, yang barang dagangannya didatangkan dari berbagai penjuru. Ulama Anadalusia pada masa itu merupakan kumpulan ulama pada abad ke-4 dan ke-5 H dan mereka mengadakan forum-forum ilmiah dan menyatukan antara aqli, naqli, ilmu salaf dan ilmu khalaf.13

Hal ini mendukung Ibnu Hazm menjadi seorang yang alim, ia tumbuh dan berkembang diantara sumber-sumber ilmu. Sejak kecil dia bergaul dengan syeh-syeh dan menimba ilmunya.

5. Kondisi Sosial Pada Masa Ibnu Hazm

Masyarakat pada zaman Ibnu Hazm heterogen yang terdiri dari berbagai macam agama dan bangsa. Terjadi pula akulturasi dan interaksi sosial antara orang Muslim dan Nasrani. Masing-masing bangsa memiliki kekhususan seperti orang

12

Faruq Abdul Mu’ti, h. 62-63.

Arab dengan peradabannya, mereka memunculkan seorang ahli sastra dan pemikir. Bangsa Barbar mempunyai watak yang keras yang terkadang menimbulkan keributan, tetapi yang terdidik ada pula yang menjadi satrawan. Interaksi Muslim dan Nasrani semakin kuat, ketika pemerintah Muslim melemah. Orang muslim meminta pertolongan kepada orang Nasrani dan bersama-sama mencegah kekacauan. Interaksi tersebut menimbulkan akulturasi pemikiran dan perdebatan.

Penduduk Andalusia terdiri dari berbagai macam kelompok yang mempunyai sifat dan kekhasan yang berbeda-beda. Orang Arab terkenal dengan kehormatan dan kemuliaan nashabnya, tinggi cita-citanya, fasih lisannya, baik jiwanya, murah hati, dan mencegah diri dari hal-hal yang rendah. Orang-orang Hindia terkenal dengan perhatiannya yang besar terhadap ilmu, mereka menekuni dan menyebarkannya. Orang-orang Baghdad terkenal dengan kebersihannya, keteraturan, kehalusan akhlak, kemuliaan, kecerdasan, keindahan rupa, kebagusan, kehalusan hati, dan ketajaman pikirannya. Orang-orang Yunani terkenal dengan sistem irigasinya, penanaman (buah-buahan dan pohon), dan pengaturan kebunnya. Mereka adalah orang-orang yang ahli dalam bidang pertanian, orang yang paling sabar dalam menekuni pekerjaan untuk menghasilkan yang terbaik, paling pandai bermain kuda, dan paling sabar dalam menghadapi cobaan. Orang China terkenal dengan perindustriannya, dan orang Turki terkenal dengan keahliannya dalam bidang militer.

Perbedaan dan interaksi yang terjadi antara mereka menyebabkan peradaban yang gemilang. Mereka membangkitkan sastra, seni, dan ilmu-ilmu

lain, tetapi mereka membuat lemah bidang politik, sehingga politik pada masa itu mengalami krisis, meskipun dalam bidang ilmu, seni, perindustrian dan agama meningkat. Bahasa Arab menjadi alat pemersatu kelompok tersebut. Penduduk fasih lidahnya, ke’ajamannya tidak mempengaruhi kemampuan mereka dalam berbahasa Arab. Hal yang unik di Andalusia adalah banyaknya sastrawan dan penyair perempuan.

6. Metode Ijtihad Ibnu Hazm

Sebagian orang menganggap bahwa Ibnu Hazm tidak berpegang pada akal dalam kajan-kajiannya14 sebenarnya Ibnu Hazm menggunakan akal sebagai dasar pemahaman dalam bidang-bidang ilmu Islam dan pengetahuan-pengetahuan hakiki Islam. Dalam kitabnya al-Ihkam fi Usul al-Ahkam, ia mengatakan bahwa untuk mengetahui harus menggunakan akal dan panca indera, akal berfungsi memahami perintah dan larangan Allah SWT, menetapkan kebenaran Allah dan kebenaran risalah Nabi Muhammad dan kemu’jizatannya.15 Tetapi semuanya itu tetap berpegang pada nas dan Ibnu Hazm memahaminya secara tekstual (zahir). Ia

14 Hal ini disebabkan karena Ibn Hazm menolak qiyas, az-Zari’ah istihsan, istinbat

dengan ra’yu dan ta’wil.

15 Ibn Hazm, Al-Ihkam fi Usul al-Ahkam, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah t.t), Jilid 1.

tidak memperbolehkan ta’wil.16 Pada nas-nas yang bersifat aqidah ataupun ta’lil17

Pada nas-nas Syar’i.18

Istinbath yang dilakukan Ibnu Hazm berdasarkan firman Allah SWT:



























































Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah rasul (nya), dan Ulil Amri diantara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian.” ( Q.S. An Nisa/4 : 59)

Ayat tersebut mengandung arti bahwa ada tiga sumber hukum bagi manusia yaitu Al-Qur’an ( ﷲا اﻮﻌﯿﻃأ) khabar dari Rasulullah ( لﻮﺳﺮﻟا اﻮﻌﯿﻃأ و) dan

16

Ta’wil adalah menafsirkan dengan lafaz tidak sesuai dengan teks zahirnya dan mengalihkannya pada makna lain. Jika pena’wilan yang dilakukan sahih dengan argumen-argumen tertentu maka bisa dikatakan benar, tetapi jika salah maka berarti salah, Ibid, h. 24.

17Ta’lil adalah mencari persamaan ‘illat antara peristiwa atau kejadian yang salah satu

dari keduanya mempunyai dalil nasnya, sedangkan yang lainnya tidak. Ta’lil berkaitan dengan Qiyas, Ibid, Jilid 2, h. 616.

Ijma’ ( ﺮﻣﻻا ﻰﻟوأ و) Ibnu Hazm menambahkan satu sumber hukum lagi yaitu dalil, sehingga menurutnya ada empat sumber hukum bagi umat Islam.19

Menurutnya Al-Qur’an adalah petunjuk Allah SWT yang harus diyakini dan diamalkan kandungan isinya, yang diriwayatkan secara shahih dan tidak diragukan lagi, telah ditulis dalam mushaf, dan wajib dijadikan pedoman. Perintah dan larangan yang ada dalam Al-Qur’an harus dipahami secara tekstual dan memahaminya sebagai hukum wajib tidak pada pena’wilan lain seperti sunnah. Dengan kata lain, pengambilan kandungan al-Qur’an harus melalui pengertian lahir karena mustahil ada ayat yang mempunyai pengertian bathin tanpa ada penjelasan dari Rasul, sebab berarti Rasul belum menyampaikan risalahnya sebagaimana yang diperintahkan Allah SWT.

Sumber hukum yang kedua adalah khabar berupa sunnah-sunnah yang diriwayatkan Rasulullah. Menurutnya khabar terbagi dua yakni:

a. Khabar mutawatir yakni khabar yang diriwayatkan oleh sekelompok (banyak) pada setiap tingkatan periwayat sampai kepada Nabi, khabar ini wajib dijadikan pegangan tanpa diperdebatkan lagi.

b. Khabar ahad, yang diriwayatkan oleh satu orang pada tiap tingkatan. Jika khabar ahad itu bersambung sanadnya sampai kepada Rasul dan periwayatnya adil dan siqat, maka wajib diamalkan. Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah saling bersesuaian. Keduanya adalah sesuatu yang

satu, yang berasal dari Allah SWT, dan keduanya tidak saling bertentangan. Sunnah dapat mentakhsis Al-Qur’an, karena Sunnah adalah penjelasan bagi Al-Qur’an. Pandangan Ibn Hazm yang menerima khabar

ahad ini menyebabkan ia menetapkan wajibnya mengimani banyaknya hal-hal yang ghaib yang ditetapkan berdasarkan hadis ahad dan tidak berdasarkan hadis muttawatir, seperti tentang azab kubur, turunnya Isa, adanya al-Masih dan Dajjal, jembatan di hari kiamat dan syafa’at.

Sumber hukum yang ketiga adalah ijma’, menurut Ibn Hazm ijma’ hanya dapat diterima melalui tauqif, dan arena para sahabat tersebut mencakup orang-orang mukmin pada masa itu tidak ada satu mukmin pun selain mereka. Maka dapat dikatakan bahwa ijma’ mereka adalah ijma’ orang-orang mukmin. Adapun ijma’ yang terjadi pada masa setelah para sahabat adalah kesepakatan sebagian orang-orang mukmin saja tidak seluruhnya, maka kesepakatan sebagian orang mukmin tersebut tidak dikatakan sebagai ijma’. Lebih lanjut Ibn Hazm bahwa ijma’ terbagi dua yakni: (1). Ijma’ dalam sesuatu yang tidak diragukan lagi meskipun dalam satu orang Islam, bagi yang tidak sepakat dalam hal tersebut maka berarti ia bukan orang muslim, seperti bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, wajibnya shalat lima waktu, puasa ramadhan, haramnya bangkai, darah, dan babi, meyakini Al-Qur’an dan wajibnya zakat. (2). Segala sesuatu yang disaksikan oleh seluruh sahabat tentang perilaku

Rasulullah atau diyakini bahwa Rasulullah telah memberikan sikap beliau kepada orang-orang yang tidak menyaksikan langsung peristiwanya.20

Sumber hukum yang keempat adalah dalil21 yang digunakan untuk memahami nas (Al-Qur’an dan Sunnah) dan Ijma’, sebenarnya dalil-dalil tersebut adalah makna-makna teks yang tunduk tidak keluar dari teks. Menurutnya dalil yang diambil dari nas terbagi tujuh yakni.22

1. Dua pernyataan yang menghasilkan suatu kesimpulan yang secara tekstual tidak eksplisit dalam dua pernyataan tersebut, sebagaimana contoh sabda Rasulullah23 ( ماﺮﺣ ﺮﻤﺧ ﻞﻛ و ﺮﻤﺧﺮﻜﺴﻣ ﻞﻛ) kesimpulannya adalah ( ﺮﻜﺴﻣ ﻞﻛ ماﺮﺣ)

Artinya: “setiap yang memabukan adalah khamar dan setiap khamar itu adalah haram”.(HR.Muslim)

Sabda rasul terdiri dari dua pernyataan tersebut merupakan dalil burhani

bahwa segala sesuatu yang memabukan itu haram.

2. Syarat yang dihubungkan dengan sifat maka sesuatu yang dihubungkan dengan syarat tersebut menjadi wajib, seperti firman Allah :

20Ibid, h. 555.

21 Dalam hal ini Ibn Hazm menolak istilah Isthilal (ﻞﯿﻟﺪﻟا ﺐﻠﻃ) karena isthilal bukanlah dalil karena terkadang orang melakukan isthilal tidak berdasarkan dalil ( artinya malah keluar dari dalil itu sendiri), Ibid, h.102

22Ibid, h. 100-101.

...















...

Artinya :…”Jika mereka berhenti (dari kekafirannya) niscaya Allah akan mengampuni mereka tentang dosa-dosa mereka yang telah lalu”… (Q.S. Al-Anfal/8 : 38)

3. Makna yang difahami dari suatu lafadz, maka makna tersebut dapat ditunjukan dengan lafadz lain, misalnya dalam Firman Allah:

...









...

Artinya: …“Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun”… (Q.S. At-Taubat/9 : 114)

Maka dari sini dapat dipahami bahwa Ibrahim bukanlah orang yang jelek akhlaknya.

4. Segala sesuatu hanya punya satu hukum. Sesuatu yang diharamkan maka haram hukumnya, sesuatu yang diwajibkan maka hukumnya wajib, dan sesuatu yang tidak haram dan tidak wajib maka hukumnya mubah.

5. Ketetapan-ketetapan yang disusun bertingkat-tingkat maka berarti menunjukan hukum yang tertinggi ada di alas derajat yang dibawahnya, meskipun secara tekstual tidak dinyatakan, misalnya: “Abu Bakar lebih

utama dari Umar dan Umar lebih utama dari Usman”. Maka berarti Abu Bakar lebih utama dari Usman.

Dokumen terkait