• Tidak ada hasil yang ditemukan

Linnaeus 1758) DI TELUK LASONGKO

4 BIOLOGI REPRODUKSI RAJUNGAN ( Portunus pelagicus

Linnaeus 1758) DI TELUK LASONGKO

Pendahuluan

Kajian biologi reproduksi rajungan meliputi rasio kelamin, tingkat dan indeks kematangan gonad, ukuran pertama matang kelamin, keberadaan betina mengerami telur (rajungan betina ovigerous), fekunditas dan musim pemijahan. Rasio kelamin berkaitan dengan kesuksesan perkawinan populasi rajungan dan dalam kondisi normal atau tanpa tekanan penangkapan rasio kelamin jantan : betina sebesar 1: 1 (Jazayeri et al. 2011). Kajian tentang rasio kelamin rajungan telah dilakukan oleh peneliti terdahulu (seperti Sukumaran dan Neelakantan 1997a; Poter dan Lestang 2000; Dineshbabu et al. 2008; Ikhwanuddin et al. 2009; Kamrani et al. 2010; Jazayeri et al. 2011; Kunsook 2011; Hosseini et al. 2012; Kembaren et al. 2012), dan hasilnya menunjukkan adanya suatu variasi antar lokasi perairan. Perubahan rasio jenis kelamin terhadap ukuran rajungan tidak memperlihatkan pola yang jelas, namun demikian rasio kelamin bervariasi dalam kelompok ukuran berbeda pada berbagai jenis alat tangkap di Pantai Karnataka, India (Sukumaran dan Neelakantan 1997a) dan beberapa perairan di Australia (Potter dan de Lestang 2000; Potter et al. 2001).

Tingkat kematangan gonad (TKG) merupakan aspek penting dalam biologi reproduksi rajungan (Arshad et al. 2006; Ikhwanuddin et al. 2012a). Perkembangan TKG rajungan dapat diamati dengan dua metode, yaitu secara kasar (makroskopis, yaitu dilihat dari perubahan morfologi dan warna gonad) dan secara histologis atau mikroskopis (Sumpton et al. 1994; Sukumaran 1995; Sukumaran dan Neelakantan 1998; de Lestang et al. 2003; Kamrani et al. 2010; Ikhawanuddin et al. 2012a). Perkembangan TKG rajungan betina secara makroskopis ditentukan berdasarkan perubahan warna dan morfologi atau ukuran ovarium, dan pada rajungan jantan didasarkan pada perubahan ketebalan dan warna vas deferens, (de Lestang et al. 2003; Kamrani et al. 2010; Ikhawanuddin et al. 2012a). Perkembangan gonad rajungan dipengaruhi oleh suhu air dan nilai indeks kematangan gonad (IKG) sangat bervariasi dari waktu ke waktu bergantung pada perkembangan ovarium (de Lestang et al. 2003; Kamrani et al. 2010). Umumnya, kajian TKG rajungan lebih banyak difokuskan pada betina dibandingkan dengan jantan, termasuk di perairan Indonesia.

Ukuran pertama matang kelamin merupakan informasi yang dibutuhkan dalam penentuan ukuran terkecil yang boleh ditangkap, sehingga informasi ini dibutuhkan dalam pengelolaan rajungan (Kamrani et al. 2010; Rasheed dan Mustaquim 2010). Ukuran pertama matang kelamin umumnya ditentukan berdasarkan pada dua kriteria, yaitu secara fisiologi dan morfologi (Sukumaran 1995; Sukumaran dan Neelakantan 1996a, 1998; de Lestang et al. 2003; Rasheed dan Mustaquim 2010). Rajungan matang secara fisiologi ditentukan berdasarkan perkembangan tingkat kematangan gonad rajungan jantan dan betina (Rasheed dan Mustaquim 2010) dan kriteria ini telah banyak digunakan dalam penelitian penentuan ukuran pertama matang kelamin rajungan. Ukuran terkecil dari rajungan mengerami telur (betina ovigerous) juga dapat digunakan sebagai kriteria ukuran pertama matang kelamin (Sukumaran 1995; Rasheed dan Mustaquim 2010; Liu et al. 2014).

Pemijahan rajungan di perairan tropis dan subtropis terjadi sepanjang tahun, sedangkan di perairan beriklim sedang hanya berlangsung pada musim panas (Kangas 2000; Potter dan de Lestang 2000; de Lestang et al. 2003; Johnson et al. 2010). Musim pemijahan rajungan dapat diduga berdasarkan IKG bulanan dan proporsi betina ovigerous, serta nilai maksimum dari keduanya menunjukkan puncak musim pemijahan rajungan (Sukumaran dan Neelakantan 1998; Kamrani et al. 2010).

Penangkapan rajungan di Teluk Lasongko telah dilakukan secara intensif dan hal ini akan berpengaruh kepada aspek biologi reproduksi rajungan terutama keberlanjutan populasi rajungan di perairan ini. Upaya pengelolaan secara rasional terhadap rajungan di Teluk Lasongko perlu dilakukan yang didukung oleh data biologi reproduksi rajungan yang memadai. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menganalisis aspek (1) rasio kelamin, (2) tingkat dan indeks kematangan gonad, (3) musim pemijahan, dan (4) ukuran pertama matang kelamin rajungan.

Metode Penelitian Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di perairan Teluk Lasongko Kabupaten Buton Tengah

Provinsi Sulawesi Tenggara (Gambar 2). Perairan ini, secara administratif terdiri dari dua kecamatan, yaitu Kecamatan Lakudo dan Mawasangka Timur. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2013 sampai bulan Maret 2014.

Stasiun Pengambilan Contoh

Jumlah stasiun pengambilan contoh rajungan pada penelitian ini sebanyak tujuh stasiun yang tersebar mulai pada bagian kepala teluk sampai bagian mulut teluk. Setiap stasiun terdiri dari tiga sub stasiun atau tiga tipe habitat. Penentuan stasiun didasarkan kepada kondisi padang lamun, tipe substrat dan kedalaman perairan, serta karakteristik setiap stasiun seperti telah diuraikan pada Bab 2.

Bahan dan Alat

Hewan yang digunakan untuk dikaji dalam penelitian ini adalah rajungan. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas alkohol 70 %, kertas label dan es batu. Alat yang digunakan terdiri atas gillnet, jangka sorong (Vernier Caliper 0-150 mm x 0.05), timbangan digital (Xon Med Digital Scale), styrofoom, alat offset dan mikroskop binokuler (Lecica), dan botol contoh.

Pengambilan Contoh dan Penentuan Ukuran Tubuh

Pengambilan data rajungan untuk analisis biologi reproduksi dilakukan sebulan sekali pada setiap stasiun. Alat tangkap yang digunakan untuk pengambilan data rajungan tersebut adalah gillnet dengan tiga ukuran mata jaring, yaitu 1.5, 2.5 dan 3.5 inci. Ketiga ukuran mata jaring tersebut dirangkai secara seri menjadi satu unit gillnet. Gillnet dipasang pada setiap stasiun sekitar pukul 17.00 sampai 17.45 dan diangkat kembali mulai pukul 06.15 sampai pukul 08.45 keesokan harinya.

Rajungan yang tertangkap pada setiap stasiun dan tipe habitat untuk setiap periode penangkapan dipisahkan berdasarkan jenis kelamin dan betina ovigerous, serta dihitung jumlahnya. Selanjutnya, masing-masing ditimbang beratnya dengan dengan timbangan digital (Xon Med Digital Scale) dengan ketelitian 0.01 g dan diukur lebar karapasnya dengan jangka sorong (Vernier Caliper 0-150 mm x 0.05) dengan ketelitian 0.05 mm. Semua rangkaian kegiatan tersebut dilakukan di lapangan, kecuali rajungan yang tertangkap pada stasiun 2. Spesimen rajungan yang belum dianalisis di lapangan disimpan dalam styrofoom dan diberi es dan selanjutnya dibawa ke laboratorium untuk dianalisis.

Penentuan Rasio Kelamin

Rajungan yang tertangkap pada setiap pengambilan contoh dipisahkan berdasarkan jenis kelamin, kemudian jumlah rajungan jantan dan betina dihitung dan

dicatat. Rasio kelamin rajungan ditentukan berdasarkan rasio jumlah rajungan jantan

terhadapjumlah rajungan betina yang tertangkap pada setiap pengambilan data rajungan

dan juga dianalisis secara total selama penelitian untuk setiap stasiun penelitian.

Persamaan untuk menentukan rasio kelamin rajungan adalah sebagai berikut : Rasio kelamin =

... (5) Penentuan Tingkat Kematangan Gonad

Penentuan TKG rajungan jantan dan betina dilakukan pada lebar karapas > 60 mm, dan jumlah contoh yang dianalisis masing-masing 590 ekor jantan dan 487 ekor betina. Pengamatan TKG rajungan betina sebagian besar dilakukan di lapangan, kecuali yang tertangkap pada stasiun 2 dilakukan di laboratorium bersama-sama dengan pengamatan TKG rajungan jantan. Cara mengamati TKG rajungan, yaitu pertama membuka karapas rajungan, mengamati perkembangan gonad, dan terakhir berat gonad ditimbang dengan timbangan digital (Xon Med Digital Scale) dengan ketelitian 0.01 g.

TKG rajungan ditentukan secara makroskopik, yaitu dengan melihat perubahan

morfologi dan warna gonad rajungan. TKG rajungan betina ditentukan dari perubahan morfologi, warna dan penyebaran ovarium menempati daerah hepatik (Tabel 19), dan dibagi dalam empat tingkatan mengikuti metode de Lestang et al. (2003), Kamrani et al. (2010) dan Ikhwanuddin et al. (2012a), yaitu: belum matang (TKG I), awal pematangan (TKG II), pematangan akhir (TKG III), dan matang (TKG IV). TKG rajungan jantan ditentukan dari perubahan morfologi, warna serta sebaran testis dan vas deferen secara visual (Tabel 19) dengan alat bantu kaca pembesar (lop). TKG rajungan jantan dibagi dalam tiga tingkatan mengikuti metode Sukumaran (1995), Sukumaran dan Neelakantan (1998) dan de Lestang et al. (2003), yaitu: belum matang (TKG I), sedang matang (TKG II), dan matang (TKG III). Kriteria dan ciri penampakan gonad pada setiap TKG rajungan jantan dan betina tersebut tertera pada Tabel 19 serta Gambar 13 dan 14.

Tabel 19. Ciri penampakan setiap tingkat perkembangan gonad rajungan betina dan jantan secara makroskopik

TKG Penampakan ovarium rajungan betina secara makroskopis I Ovarium kecil atau tipis dan tidak berwarna atau transparan

II Ovarium bertambah besar, berubah warna menjadi krem atau kuning muda, tetapi belum berkembang sampai ke daerah hepatik

III Ovarium semakin bertambah besar, berwarna kuning tua atau gading, sekitar 1/3 sampai 1/4 menempati daerah hepatik

IV Ovarium menempati sebagian besar daerah hepatik, adanya lobulus, ovarium berwana orange atau orange kemerahan.

Penampakan gonad rajungan jantan secara makroskopis

I Testis dan vas deferen tidak jelas dibedakan, tabung vas deferen tipis tembus pandang

II Testis dan vas deferen berkembang dengan baik, tabung testis besar tergulung menyebar lateral dan posterior pada perut. Vas deferen buram atau massa putih tergulung memanjang sampai pada kedua sisi hepatik. III Testis membesar, vas deferen tebal dan massa putih susu meluas sampai

mengisi sebagian besar rongga tubuh.

Proporsi rajungan pada setiap tingkat kematangan gonad yang tertangkap pada setiap stasiun dan periode penangkapan ditentukan dengan persamaan berikut :

RJi =

100 ... (6)

RJi adalah proporsi jumlah rajungan pada TKG ke-i (%), ∑ Rji jumlah rajungan betina pada TKG ke-i (ekor), dan ∑ RTi jumlah total contoh rajungan betina (ekor). Penentuan Indeks Kematangan Gonad

Indeks kematangan gonad (IKG) rajungan ditentukan berdasarkan berat tubuh dan berat gonad rajungan jantan dan betina. Berat tubuh dan berat gonad jantan dan betina ditimbang dengan timbangan digital dengan ketelitian 0.01 gram. IKG dihitung berdasarkan perbandingan berat gonad (Bg) terhadap berat tubuh total (Bt) rajungan (Sukumaran 1995; Sukumaran dan Neelakantan 1998; Kamrani et al. 2010; Jazayeri et al. 2011) dengan persamaan berikut :

IKG =

x 100 ... (7)

Penentuan Musim Pemijahan

Musim pemijahan rajungan diduga berdasarkan pada keberadaan rajungan betina ovigerous (Sukumaran 1995; Kamrani et al. 2010; Sunarto 2011; Safaie et al. 2013; Songrak et al. 2014), sedangkan puncak musim pemijahannya diduga berdasarkan pada nilai rataan IKG total bulanan rajungan betina yang tertinggi (Sumpton et al. 1994; Sukumaran dan Neelakantan 1998; Potter dan de Lestang 2000; Kamrani et al. 2010; Kunsook 2011; Liu et al. 2014).

TKG I

TKG II TKG III

Gambar 13. Morfologi dan warna gonad pada setiap TKG rajungan jantan

TKG I TKG II

TKG III TKG IV

Penentuan Ukuran Pertama Matang Kelamin

Data yang digunakan untuk menentukan ukuran rajungan pertama matang kelamin terdiri dari jumlah rajungan matang gonad dan lebar karapas rajungan. Dalam penentuan ukuran pertama matang kelamin rajungan betina digunakan contoh rajungan dengan TKG III dan IV (matang gonad), sedangkan untuk rajungan jantan telah mencapai TKG III. Kelas ukuran lebar karapas rajungan jantan dan betina dibuat dengan selang kelas 5 mm, dan selanjutnya ditentukan proporsi rajungan matang gonad pada setiap kelas ukuran. Ukuran rajungan pertama matang kelamin diduga dengan kurva logistik dengan menggunakan Sigma plot 6.0. Persamaan logistik untuk menduga ukuran pertama matang kelamin rajungan sebagai berikut :

Y =

( ) ... (8)

Y adalah proporsi rajungan matang pada setiap kelas ukuran (%), WC lebar karapas rajungan matang gonad (mm), WCo lebar karapas rajungan 50 % matang kelamin (mm), a dan b adalah intersep dan koefisien kemiringan kurva logistik, dan Yo proporsi ukuran terkecil rajungan yang matang gonad (%).

Analisis Data

Data biologi reproduksi rajungan dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin, stasiun (spasial), periode penangkapan dan musim (temporal). Rasio kelamin rajungan diuji terhadap rasio kelamin rajungan 1:1 dengan uji chi-kuadrat (χ2) pada taraf nyata 0.05 (Steel dan Torrie 1992). Sebaran proporsi setiap TKG rajungan betina dan jantan antar stasiun, tipe habitat dan periode penangkapan dianalisis secara deskriptif dan ditampilkan dalam bentuk grafik, sedangkan IKG rajungan betina dan jantan secara spasial dan temporal dianalisis dengan ANOVA. Data IKG rajungan terlebih dahulu diuji kenormalannya dengan uji Kolmogorov-Smirnov pada taraf nyata 0.05 (Steel dan Torrie 1992). Jika hasil uji tersebut berbeda nyata, maka data IKG rajungan ditransformasi ke log 10, baru dilakukan uji ANOVA. Proporsi TKG dan IKG rajungan antara musim timur dan musim barat diuji dengan uji t dengan asumsi ragam tidak sama. Dalam analisis data tersebut digunakan Minitab versi 15 dan Microsoft Excel 2007.

Hasil Rasio Kelamin Berdasarkan stasiun

Jumlah rajungan jantan yang tertangkap pada setiap stasiun selama penelitian berkisar antara 52 ekor hingga 139 ekor sedangkan rajungan betina berkisar antara 60 ekor hingga 129 ekor, tertinggi tertangkap di stasiun 1 dan 2, sedangkan terendah di stasiun 6 dan 7. Rasio kelamin rajungan jantan dan betina yang tertangkap pada setiap stasiun berkisar antara 0.62 : 1 hingga 1.34 : 1, tertinggi tertangkap di stasiun 1 dan terendah pada stasiun 7. Proporsi rajungan jantan pada setiap stasiun berkisar antara 38.24 % hingga 57.26 %, tertinggi ditemukan pada stasiun 1 dan terendah pada stasiun 7. Proporsi rajungan betina berkisar antara 42.74 % hingga 61.76 %, tertinggi pada stasiun 7 dan terendah pada stasiun 1 (Tabel 20).

Tabel 20. Jumlah dan rasio kelamin rajungan jantan dan betina berdasarkan stasiun Stasiun

Jumlah (ekor ) Proporsi (%) Rasio kelamin

jantan: betina χ

2

hit p

Jantan Betina Jantan Betina

1 138 103 57.26 42.74 1.34 : 1 5.752 0.836 2 139 129 51.87 48.13 1.08 : 1 11.988 0.365 3 70 62 53.03 46.97 1.13 : 1 7.176 0.785 4 78 71 52.35 47.65 1.10 : 1 21.609* 0.028 5 75 61 55.15 44.85 1.23 : 1 17.736 0.088 6 54 60 47.37 52.63 0.90 : 1 6.235 0.716 7 52 84 38.24 61.76 0.62 : 1 9.490 0.091 Total 606 570 51.53 48.47 1.06 : 1 14.468* 0.025 * berbeda nyata (p<0.05) .; p taraf nyata

Pada Tabel 20 terlihat rasio kelamin dan proposi rajungan jantan yang tertangkap

dari stasiun 1 ke stasiun 7 cenderung semakin menurun. Hasil uji chi-kuadrat (χ2) menunjukkan antara jumlah rajungan jantan dan betina seimbang (p>0.05), dan hanya yang tertangkap pada stasiun 4 dan rasio kelamin total tidak seimbang (p<0.05), yaitu rajungan jantan lebih banyak dari pada betina.

Rasio Kelamin Berdasarkan Periode Penangkapan dan Musim

Jumlah rajungan yang tertangkap di Teluk Lasongko pada musim timur relatif lebih banyak dari pada musim barat (Tabel 21). Pada musim timur, jumlah rajungan jantan yang tertangkap pada setiap bulan berkisar antara 20 ekor hingga 100 ekor sedangkan jumlah rajungan betina berkisar antara 25 ekor hingga 83 ekor. Rasio kelamin rajungan jantan dan betina rajungan yang tertangkap pada musim timur berkisar 0.80 : 1 dan 1.20 : 1. Jumlah tangkapan, rasio kelamin dan proporsi rajungan jantan dan betina tertinggi selama musim timur ditemukan pada bulan Mei dan terendah pada bulan September (Tabel 21).

Hasil uji χ2 terhadap rasio kelamin menunjukkan jumlah rajungan jantan dan betina yang tertangkap pada musim timur sebagian besar seimbang (p>0.05), kecuali rajungan yang tertangkap pada bulan Juli tidak seimbang (p<0.05). Jumlah rajungan jantan yang tertangkap pada bulan Juli lebih banyak dari pada betina, sebaliknya

rajungan yang tertangkap pada bulan April, Mei, Juni, Agustus dan September seimbang antara jumlah jantan dan betina. Demikian juga, jumlah total rajungan jantan dan betina

yang tertangkap selama musim timur adalah seimbang.

Jumlah rajungan betina yang tertangkap pada musim barat berkisar antara 39 ekor hingga 64 ekor sedangkan untuk rajungan jantan berkisar antara 26 ekor hingga 80 ekor. Rajungan jantan dan betina banyak tertangkap pada bulan Januari sedangkan pada bulan Oktober dan November sedikit tertangkap (Tabel 21). Rasio kelamin jantan dan betina tertinggi ditemukan pada bulan Januari (1.25 : 1) dan terendah pada bulan November (0.62 : 1).

Tabel 21. Jumlah, proporsi dan rasio kelamin rajungan jantan dan betina berdasarkan periode waktu penangkapan dan musim

Waktu (Bulan)

Jumlah (ekor) Proporsi (%) Rasio kelamin jantan:betina χ

2

hit p

Jantan Betina Jantan Betina

April 62 54 53.45 46.55 1.15 : 1 5.820 0.324 Mei 100 83 54.64 45.36 1.20 : 1 6.173 0.290 Juni 54 53 50.47 49.53 1.02 : 1 2.456 0.783 Juli 44 42 51.16 48.84 1.05 : 1 11.93* 0.036 Agustus 33 33 50.00 50.00 1.00 : 1 6.407 0.269 September 20 25 44.44 55.56 0.80 : 1 1.926 0.749 Oktober 37 39 48.68 51.32 0.95 : 1 4.851 0.563 November 26 42 38.24 61.76 0.62 : 1 16.65** 0.005 Desember 53 47 53.00 47.00 1.13 : 1 9.719 0.137 Januari 80 64 55.56 44.44 1.25 : 1 6.944 0.326 Februari 50 46 52.08 47.92 1.09 : 1 7.465 0.280 Maret 47 42 52.81 47.19 1.12 : 1 3.602 0.608 Musim timur 313 290 51.91 48.09 1.08 : 1 1.868 0.867 Musim barat 293 280 51.13 48.87 1.05 : 1 6.111 0.296

**Sangat berbeda nyata (p<0.01).; * berbeda nyata (p<0.05).; p taraf nyata

Proporsi rajungan jantan berdasarkan periode penangkapan tertinggi tertangkap pada bulan Januari dan tertendah pada bulan November, sebaliknya untuk rajungan betina proporsi tertinggi dan terendah merupakan kebalikan waktu dari rajungan jantan. Berdasarkan uji χ2 hanya yang tertangkap bulan November jantan dan betina tidak seimbang (p<0.05) atau jumlah rajungan betina lebih banyak dari pada rajungan jantan (Tabel 21). Sebaliknya, rasio kelamin rajungan yang tertangkap pada kelima bulan lainnya dan juga total rajungan jantan dan betina yang tertangkap selama musim barat adalah seimbang (p>0.05) antara rajungan jantan dan betina. Tingkat Kematangan Gonad Berdasarkan Stasiun

Jumlah contoh rajungan jantan yang digunakan dalam analisis perkembangan TKG sebanyak 590 ekor, yang terdiri dari 78.98 % (466 ekor) dengan TKG I sampai III dan sisanya 21.02 % (124 ekor) dengan kondisi gonad belum berkembang. Rajungan jantan dengan TKG I banyak tertangkap pada stasiun 2 dan stasiun 5, yaitu masing-masing dengan proporsi 22.58 % dan 22.86 %, sedangkan pada stasiun 6 dan 7 jarang tertangkap, yaitu dengan proporsi masing-masing 10.53 % dan 6.82 % (Gambar 15). Proporsi rajungan jantan dengan TKG II yang tertangkap pada setiap stasiun berkisar antara 32.76 % hingga 46.88 %, tertinggi tertangkap pada stasiun 1, dan terendah tertangkap pada stasiun 3. Proporsi rajungan jantan dengan TKG III yang tertangkap pada setiap stasiun berkisar antara 35.42 % hingga 55.17 %, tertinggi tertangkap pada stasiun dan terendah pada stasiun 1 (Gambar 15).

Secara umum, rajungan jantan yang tertangkap pada stasiun 1, 2 dan 5 didominasi oleh rajungan yang belum matang gonad (TKG I dan II) dengan proporsi berkisar antara 62.36 % hingga 64.59 %, sebaliknya rajungan jantan yang tertangkap

pada stasiun 3, 6 dan 7 didominasi oleh rajungan yang matang gonad (TKG III) dengan proporsi berkisar antara 52.27 % hingga 55.17 %. Rajungan jantan yang tertangkap pada stasiun 4 cenderung didominasi oleh rajungan yang belum matang gonad (56.72 %), sedangkan proporsi rajungan yang matang gonad (TKG III) sebesar 43.28 %.

Gambar 15. Proporsi TKG rajungan jantan pada setiap stasiun

Jumlah contoh rajungan betina yang digunakan dalam analisis TKG sebanyak 487 ekor, yaitu terdiri dari 68.38 % (333 ekor) rajungan betina dengan TKG I sampai IV dan 31.62 % (154 ekor) dengan kondisi gonad belum berkembang. Proporsi rajungan betina TKG I yang tertangkap pada stasiun 1 dan stasiun 2 masing-masing sekitar 40 % dan 39 %, sedangkan yang tertangkap pada stasiun 6 dan stasiun 7 masing-masing hanya sekitar 10 % dan 4 % (Gambar 15).

Proporsi rajungan betina dengan TKG II yang tertangkap pada setiap stasiun berkisar antara 7.50 % hingga 32.26 %, tertinggi tertangkap pada stasiun 2, dan terendah pada stasiun 1 (Gambar 16). Proporsi rajungan betina dengan TKG III yang tertangkap pada setiap stasiun berkisar antara 6.67 % hingga 28.57 %, tertinggi tertangkap pada stasiun 6 dan terendah tertangkap pada stasiun 2. Rajungan betina dengan TKG IV banyak tertangkap pada stasiun 3 dan stasiun 7, yaitu masing- masing dengan proporsi sekitar 50 % dan 52 %. Sebaliknya, rajungan betina dengan TKG IV pada stasiun 1 dan 2 relatif jarang tertangkap dibandingkan dengan stasiun lainnya, yaitu masing-masing dengan proporsi sekitar 25 % dan 11 % dari jumlah contoh rajungan betina yang tertangkap (Gambar 16). Rajungan betina yang tertangkap pada stasiun 3, 4, 5, 6 dan 7 didominasi oleh TKG IV, sedangkan yang tertangkap pada stasiun 1 dan 2 didominasi oleh TKG I.

Rajungan betina yang tertangkap pada stasiun 1, 3, 4, 6 dan 7 didominasi oleh rajungan yang matang gonad (TKG III dan IV) dengan proporsi berkisar antara 52.5 % hingga 81.13 %. Sebaliknya, rajungan betina yang tertangkap pada stasiun 2 dan 5 didominasi oleh yang belum matang gonad (TKG I dan II), masing-masing dengan proporsi 70.97 % dan 52.38 %. 0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 1 2 3 4 5 6 7 Propor si TK G ( % ) Stasiun TKG III TKG II TKG 1

Gambar 16. Proporsi TKG rajungan betina pada setiap stasiun

Secara umum, proporsi rajungan jantan matang gonad (TKG III) yang tertangkap di Teluk Lasongko berdasarkan stasiun lebih rendah dari pada proporsi rajungan betina

yang matang gonad. Proporsi rajungan jantan yang matang gonad pada setiap stasiun berkisar antara 35.42 % hingga 55.17 %, tertinggi ditemukan pada stasiun 3, dan

terendah pada stasiun 1 (Gambar 15). Proporsi rajungan betina matang gonad berkisar

antara 29.03 % hingga 81.13 %, tertinggi ditemukan pada stasiun 7 dan terendah pada

stasiun 2 (Gambar 16). Sebaliknya, proporsi rajungan jantan yang belum matang gonad

yang tertangkap pada setiap stasiun lebih tinggi dari pada rajungan betina. Proporsi rajungan jantan yang belum matang gonad pada setiap stasiun berkisar antara 47.37 %

hingga 64.59 %, tertinggi tertangkap pada stasiun 1 dan terendah pada stasiun 6.

Proporsi rajungan betina yang belum matang gonad pada setiap stasiun berkisar antara

18.86 % hingga 70.97 %, tertinggi tertangkap pada stasiun 2 dan terendah pada stasiun 7.

Tingkat Kematangan Gonad Berdasarkan Tipe Habitat

Jumlah contoh rajungan jantan yang digunakan dalam analisis TKG berdasarkan

tipe habitat sebanyak 356 ekor, yaitu terdiri dari 79.21 % (282 ekor) merupakan rajungan jantan dengan TKG I sampai III dan 20.79 % (74 ekor) dengan gonad belum

berkembang. Proporsi setiap TKG rajungan jantan dan betina yang tertangkap pada

setiap tipe habitat tertera pada Gambar 17. Pada Gambar 17 terlihat bahwa rajungan jantan yang tertangkap pada habitat A, T dan B didominasi oleh TKG III (matang gonad) masing-masing dengan proporsi 43.84 %, 52.31 % dan 47.89 %, Rajungan jantan dengan TKG I mempunyai proporsi terendah yang tertangkap pada setiap tipe habitat, masing-masing dengan proporsi 15.75 %, 15.38 % dan 11.27 %.

Proporsi rajungan betina yang tertangkap pada habitat A didominasi oleh TKG I (43.59 %), sedangkan yang tertangkap pada habitat T didominasi oleh TKG III (34.88 %), dan yang tertangkap pada habitat B didominasi oleh TKG IV (34.09 %). Proporsi TKG rajungan betina terendah yang tertangkap pada habitat A adalah TKG III (11.54 %), sedangkan yang tertangkap pada habitat T dan B adalah TKG II masing-masing dengan proporsi 16.28 % dan II 13.64 % (Gambar 17).

0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 1 2 3 4 5 6 7 Proppor si TK G ( % ) Stasiun TKG IV TKG III TKG II TKG 1

Gambar 17. Proporsi TKG rajungan jantan dan betina berdasarkan tipe habitat Habitat A: bertipe substrat pasir dan ditumbuhi lamun yang padat dengan kedalaman air 1.5 m hingga 2.5 m.; Habitat T : bertipe substrat pasir dengan kedalaman air 2.5 m hingga 3.5 m dan ditumbuhi lamun dengan kepadatan lebih rendah dari habitat A.; Habitat B: bertipe substrat pasir berlempung dengan kedalaman air 5 m hingga 12 m dan tidak ditumbuhi lamun.

Secara umum, proporsi rajungan jantan dan betina yang tertangkap pada setiap tipe habitat cenderung bervariasi. Rajungan jantan yang tertangkap pada habitat A didominasi oleh rajungan yang belum matang gonad (TKG I dan II) dengan proporsi sekitar 56.16 %, dan yang matang gonad (TKG III) sebesar 43.84 %. Proporsi rajungan jantan yang belum matang gonad yang tertangkap pada habitat T dan B masing-masing sebesar 47.69 % dan 52.11 %, sedangkan proporsi rajungan yang matang gonad masing-masing sebesar 52.31 % dan 47.89 %. Rajungan betina yang tertangkap pada habitat A didominasi oleh rajungan yang belum matang gonad (TKG I dan II) dengan proporsi 64.10 %, sedangkan yang tertangkap pada habitat T dan B didominasi oleh rajungan yang matang gonad (TKG III dan IV), masing-masing dengan proporsi sebesar 65.12 % dan 63.64 %.

Tingkat Kematangan Gonad Berdasarkan Periode Penangkapan dan Musim Total jumlah contoh rajungan jantan yang digunakan dalam analisis TKG berdasarkan periode penangkapan sebanyak 586 ekor, yang terdiri dari 78.67 % (461 ekor) ditemukan dengan kondisi gonad TKG I sampai III, dan sisanya 21.33 % (125

ekor) dengan kondisi gonad belum berkembang. Proporsi rajungan jantan TKG I yang

tertangkap pada setiap periode penangkapan lebih rendah dari pada rajungan jantan TKG II dan III. Proporsi rajungan jantan TKG I yang tertangkap pada setiap periode penangkapan berkisar antara 2.70 % hingga 35.00 %, tertinggi tertangkap pada bulan Maret dan terendah tertangkap pada bulan Oktober (Gambar 18).

0 20 40 60 80 100 A A T T B B

Jantan Betina Jantan Betina Jantan Betina

Propor si TK G ( % )

Tipe habitat dan jenis kelamin

Dokumen terkait