• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

C. Biomarker pada Cedera Kepala

Aplikasi penggunaan biomarker pada cedera kepala akan sangat memberikan manfaat sebagai tambahan alat diagnosis berbagai macam cedera kepala. Sebagai contoh, pelatih pada sepak bola dapat menggunakan biomarker sebagai penentu keputusan yang objektif untuk penghentian permainan saat terjadi sport concussion. Biomarker yang tervalidasi akan merevolusi penatalaksanaan dan diagnosis cedera kepala, bahkan sekaligus dapat membantu menilai prognosis seorang penderita.

Gambar 2 menggambarkan jalur mulai terbentuknya biomarker cedera kepala pada jaringan otak sampai deteksinya pada CSF dan darah.Selama cedera otak, protein neural terlepas ke lingkungan ekstrasel, dan kemudian CSF.Biomarker ini muncul dalam konsentrasi tinggi pada CSF. Protein-protein ini kemudian akan mencapai aliran darah melalui sawar darah otak yang terganggu atau melalui filtrasi CSF. Karena volume CSF manusia adalah sekitar 30-40 kali lebih sedikit dibandingkan volume darah (CSF 125-150 mL, darah 4-5 L), konsentrasi biomarker akan jauh lebih tinggi pada CSF dibandingkan darah.

Gambar 2. Terbentuknya biomarker setelah trauma dan penyebarannya pada darah (Kobeissy et al., 2008)

Sampai saat ini, kebanyakan penelitian biomarker cedera kepala berfokus pada profil protein.Namun, genom manusia diperkirakan mengandung 23.000 gen. Separuh di antaranya ada dalam jumlah sangat sedikit.Akibatnya, mendata seluruh proteasome yang ada menjadi sangat

proses cedera kepala.

Sebuah review tahun 2008 oleh Kobeissy et al mencoba mendata

seluruh proteasome yang kemungkinan besar terlibat dalam cedera kepala

manusia (Gambar3 )

Gambar 3 Proses cedera kepala dengan protein yang potensial menjadi biomarker (Kobeissy et al, 2008)

Penanda yang ada dapat dikelompokkan ke dalam beberapa kelompok berdasarkan tempatnya diaktifkan, antara lain penanda protein,

penanda inflamasi, metabolit, neurotransmitter, metabolit lipid, dan biomarker secondary insult (tabel 1)

Tabel 1 Penanda cedera kepala (Dash et al., 2010)

Biomarker Kegunaan Diagnosis Sumber sampel Keterangan

α II-Spectrin BDPs Meningkat pada cedera kepala, berhubungan dengan ukuran lesi dan keparahan cedera

CSF, jaringan otak, serum Banyak ditemui pada otak, meningkat pada kematian sel

α –Synuclean C-tau Meningkat pada cedera kepala, peningkatan C-tau berhubungan dengan perburukan hasil akhir dan peningkatan TIK

Jaringan otak, CSF, serum Spesifik pada SSP, memerlukan validasi lagi pada manusia, alat diagnosis yang jelek pada CKR

3’,5’cAM/2’,3’cAMP Kadar pada CSF berkorelasi dengan derajat koma

CSF Second messenger

Ceruloplasmin/Cu Menurun pada peningkatan TIK Serum

CK-BB Gangguan blod brain barrier

mempermudah penetrasi serum, tidak berhubungan dengan volume kontusio

CSF, serum Waktu paruh pendek,

dieliminasi dengan cepat

CRP & SAA Marker cedera secara umum Serum Diinduksi dengan

cepat. Mengindikasikan politrauma

CRMP-2 Menurun pada penderita mesial

temporal lobe epilepsy. Berhubungan dengan Alzheimer’s

Jaringan otak Mungkin dapat

digunakan sebagai marker epilepsy post trauma

FABP Meningkat pada cedera kepala

ringan

Serum/plasma, jaringna otak Akurasi tinggi untuk cedera kepala ringan F2-Isoprostane Meningkat pada penyakit

multipel

CSF, serum Penanda kerusakan

oksidatif

4-HNE Meningkat pada jaringan otak

penderita cedera kepala

Jaringan otak Marker peroksidasi

lemak

5-HIAA Meningkat pada CSF, indikator

trauma

CSF Marker gangguan

neurotransmisi

GFAP Prediktif untuk peningkatan ICP,

penurunan MAP, penurunan CPP, dan GOS

CSF, serum Spesifik untuk SSP.

Mungkin kurang sensitif pada cedera kepala ringan

HVA Meningkat pada CSF CSF Marker gangguan

neurotransmisi

ICAM Meningkat pada gangguan sawar

darah otak

CSF, serum Penanda disfungsi

neurovaskuler

IL-1b Peningkatannya berhubungan

dengan hasil akhir yang buruk

CSF Muncul saat terjadi

jaringan parut astroglia

IL-6 Hasil yang meragukan.

Peningkatan IL-6 berhubungan dengan hasil akhir yang membaik

CSF, serum, dialisat intrakranial

Penanda cedera organ multipel

IL-8 Meningkat pada CSF penderita

cedera kepala berat

CSF, serum Penanda inflamasi

mortalitas

Biomarker Kegunaan Diagnosis Sumber Sampel Keterangan

IL-12p70 Meningkat pada CSF penderita

CKB

CSF Marker inflamasi

Laktat Berhubungan dengan keparahan

cedera

CSF Marker gangguan

metabolism otak

Magnesium Penurunan Mg dalam lima hari

pertama berhubungan dengan keparahan cedera

Serum

MBP Peningkatan MBP berhubungan

dengan hasil akhir yang lebih jelek pada anak-anak

CSF, serum Penanda cedera white

matter

MCP-1 Peningkatan pada otak tikus

dalam empat jam pertama setelah trauma

Jaringan otak Belum diuji pada

manusia

MIP-1a Meningkat pada CSF penderita

CKB

CSF Penanda invasi sel

inflamasi Phospho-

neurofilament

Meningkat pada penderita cedera kepala

Serum Perlu divalidasi

manusia

NSE Gangguan neuropsikologi pada

lesi intrakranial

CSF, Serum, jaringan otak Penanda small cell lung cancer, neuroendocrine bladder tumor, stroke, dan neuroblastoma

NE Meningkat pada penderita dalam

keadaan koma dan penderita politrauma

Serum Penanda gangguan

neurotransmisi

S100b Meingkat pada penderita cedera

kepala ringan

CSF, Serum Tidak spesifik untuk

cedera kepala. Dapat digunakan sebagai penanda gangguan Sawar darah otak

TGF-b Meningkat pada cedera kepala,

tetap meningkat selama 3 minggu

CSF Pertumbuhan dan

diferensiasi sel, angiogenesis, fungsi imun, apoptosis

TNF-a Meningkat pada penderita cedera

kepala berat.

CSF, serum Penanda inflamasi

UCH-L1 Meningkat pada CSF,

berhubungan dengan mortalitas, komplikasi, dan hasil akhir dalam 6 bulan pertama

CSF Marker yang banyak

ditemukan pada otak

BBB : blood brain barrier; BDPs : proteolytic breakdown products; B-FABP : brain type-fatty acid binding proteins; C-tau : cleaved tau; Cho/Cre : choline/creatine; CK-BB : creatine kinase-BB; CPP : cerebral perfusion pressure; CRMP-2 : collapsin response mediated protein-2; CRP : C-reactive protein; FABP : fatty acid binding proteins; GCS : Glasgow coma score; GDNF : glial derived neurotrophic factor; GFAP : glial fibrillary acidic protein; GOS : Glasgow hasil akhir scale; 5- HIAA : 5-hydroxy indol acetic acid; HNE : 4-Hydroxynonenal; HVA : homovanillic acid; ICAM : intercellular adhesion molecule 1; ICP : intracranial pressure; IL : interleukin; MAP : mean arterial pressure; MBP : myelin basic protein; MCP-1 : monocyte chemo-attractant protein-1; MIP : macrophage inflammatory protein; NAA : N-acetylaspartate; NE : norepinephrine; NSE : neuron-specific enolase; phospho-NFH : phosphorylated neurofilament H; TGF-b: transforming growth factor-beta; TNF-a: tumor necrosis factor-alpha; UCH-L1 : ubiquitin C-terminal hydrolas

BAB III

KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS PENELITIAN

A. Kerangka Teori B. Kerangka Konsep Variabel Bebas : • UCH – LI Serum Variabel Terikat: • GCS awal sesudah resusitasi • Lama Rawatan • Mortalitas tiga hari

C. Hipotesis

1. Hipotesis mayor

Kadar UCH-L1serum berhubungan dengan tingkat keparahan cedera kepala.

2. Hipotesis minor

a. Kadar UCH-L1 serum berhubungan dengan GCS awal setelah resusitasi.

b. Kadar UCH-L1 serum berhubungan dengan mortalitas pada tiga hari pertama.

c. Kadar UCH-L1 serum berhubungan dengan lama rawatan pasien.

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan pendekatan potong lintang (cross sectional).

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Waktu penelitian mulai Juni 2012 sampai Maret 2013.Tempat peneltian adalah Departemen Ilmu Bedah Saraf RSUP H Adam Malik Medan.

C. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi Target

Populasi yang dilakukan generalisasi/inferensialnya yaitu seluruh penderita cedera kepala ringan, sedang, dan berat.

2. Populasi Terjangkau

Kumpulan dari satuan/unit yang dilakukan pengambilan sampel penelitian, yaitu penderita cedera kepala ringan, sedang, dan berat yang dirawat di RSUP H. Adam Malik Medan.

3. Sampel Penelitian

Bagian dari populasi terjangkau yang diambil untuk dilakukan pengukuran, yaitu penderita cedera kepala ringan, sedang, dan

berat yang dirawat di RSUP H. Adam Malik Medan.Sampel penelitian diambil dengan cara consecutive sampling dengan penetapan kriteria inklusi dan kriteria eksklusi.

D. Kriteria Sampel Penelitian 1. Kriteria Inklusi

a. Seluruh penderita cedera kepala ringan, sedang, dan berat b. Usia penderita 18-50 tahun

c. Onset kejadian di bawah 48 jam 2. Kriteria eksklusi

a. Penderita cedera multipel

b. Penderita dengan indikasi operasi, baik saat masuk atau selama follow up

c. Dengan riwayat dementia, psikosis, atau kelainan susunan saraf pusat aktif

d. Penderita hamil e. Trauma tajam kepala

E. Besar Sampel Penelitian

Besar sampel dihitung berdasarkan rumus yang berdasarkan SampleSize Determination in Health Studies, a practical manual version (Lwanga dan Lemeshow, 1998), sebagai berikut:

Zα : 1,96 (α = 5%) Zβ : 0,841 (β = 20%)

S : simpangan baku = 0,25 (Papa et al., 2012) x1-x2

F. Alur Penelitian : 0,22

Berdasarkan rumus di atas, didapat bahwa besar sampel satu kelompok minimal 21 orang.

(

)

(

)

2 2 1 2 1

2

+

=

=

x

x

S

Z

Z

n

n

α β Penderita masuk (seleksi kriteria) Subjek penelitian:

1. Penanganan trauma kepala yang komprehensif 2. Pencatatan ulang identitas (GCS masuk, suku, usia) 3. Pengambilan serum untuk pemeriksaan UCHL-1 4. Pencatatan lama rawatan

Pemeriksaan UCHL-1 serum kumulatif

1. Dimulai dengan identifikasi karakteristik subjek penderita cedera kepala dengan onset >48 jam dengan melakukan anamnesis, baik secara autoanamnesis maupun secara aloanamnesis.

2. Kemudian dilakukan penanganan sesuai prinsip Advance Trauma Life Support (ATLS), yaitu dengan memastikan patensi airway, breathing, dan circulation.

3. Setelah patensi airway, breathing, dan circulation dinyatakan baik, dilakukan penilaian disability, yaitu tingkat kesadaran (dalam GCS).

4. Kemudian dilakukan secondary survey yang dilanjutkan dengan pemeriksaan penunjang yang diperlukan, yaitu laboratorium dan radiologi. 5. Pemeriksaan laboratorium standar yang dilakukan antara lain adalah darah lengkap, analisis gas darah, kadar gula darah sewaktu, elektrolit darah, fungsi hati, fungsi ginjal, dan skrining fungsi pembekuan darah. Pemeriksaan radiologi yang standar dilakukan adalah X-ray servikal proyeksi lateral, Thoraks AP, Pelvik AP, dan CT Scan Kepala. CT Scan yang digunakan adalah Hitachiseri W 450. Pemeriksaan penunjang, baik radiologi dan laboratorium dapat bertambah jika memang diindikasikan. 6. Dementia, psikosis, dan kelainan saraf pusat lainnya disingkirkan dengan

anamnesis, baik autoanamnesis maupun alloanamnesis. Cedera multipel ekstra kranial disingkirkan dengan pemeriksaan fisik saat secondary survey dan pemeriksaan penunjang.

7. Serum seluruh penderita yang memenuhi kriteria inklusi diambil dan dikumpulkan untuk pemeriksaan kumulatif

8. Darah diambil sebanyak 6 cc memakai jarum 20 G (Terumo) dari Vena mediana cubiti kanan oleh seorang petugas laboratorium Patologi Klinik RS H. Adam Malik yang sudah berpengalaman. Darah dibiarkan membeku selama 10-15 menit, kemudian disentrifugasi selama 15 menit dengan kecepatan 2000 putaran setiap menit (Eppendorf 5702). Serum yang dibentuk kemudian dimasukkan ke dalam aliquot. Tabung aliquot kemudian ditandai dengan nama dan kode penderita, kemudian dikumpulkan dalam lemari beku pada suhu -20 o

9. Kemudian dilakukan penanganan terhadap cedera kepala sesuai protokol di Departemen Ilmu Bedah Saraf FK USU.

C untuk diperiksa secara kumulatif (Sanyo Biomedical Freezer MDF-U730 Upright Laboratory). Persiapan dan penyimpanan sampel dilakukan di laboratorium Patologi Klinik RS H. Adam Malik.

a. Cedera Kepala Sedang

1) Pemberian antibiotika intravena golongan sefalosporin generasi ketiga (Ceftriaxone) sebagai terapi empiris dan kemudian disesuaikan dengan kultur.

2) Pemberian analgetik Non Steroid Anti Inflammatory Drug (NSAID) intravena. Pada penelitian ini digunakan ketolorac intravena dengan dosis 30 mg setiap 8 jam.

3) Pemberian antipsikotik bila diperlukan sebagai penenang, seperti Haloperidol atau Chlorpromazine intravena

4) Pemberian Mannitol20% secara bolus dengan dosis 0,5-1 gram dalam 10 menit. Sebelumnya dilakukan pemeriksaan osmolaritas serum dengan batas maksimal 320 mmol/l untuk mencegah gagal ginjal. Osmolaritas dihitung berdasarkan kadar ureum, elektrolit, dan kadar gula sewaktu.

5) Pemberian Gastric Mucosal ProtectordanAcid Supressor Agent dengan H2 Blocker, PPI (proton Pump Inhibitor) dan gastric mucosal protector.

6) Pemberian Phenytoin intravena sebagai profilaksis kejang. Phenytoin diberikan dengan dosis 100 mg setiap 8 jam intravena.

7) Nutrisi diberikan sesegera mungkin dengan target 120% dari BMR dengan kebutuhan protein 1,5 gram/kgBB. Diet diberikan dalam bentuk makanan cair melalui selang nasogastrik, empat sampai lima kali sehari. 8) Head up kepala 300

b. Cedera Kepala Berat

1) Tekanan darah dipertahankan pada keadaan sistol > 90 mmHg serta oksigenasi dipertahankan pada keadaan PaO2 >60 mmHg dan saturasi oksigen > 98 %.

2) Pemberian Mannitol 20% dengan dosis 0,5-1 gr/kgBB secara bolus dalam 10 menit

3) Dilakukan intubasi; diberikan antibiotik profilaksis sesuai pola kuman di Unit Perawatan Intensif RSHAM. Antibiotik empiris yang diberikan

adalah Ceftriaxone dengan dosis 1 gram setiap 12 jam. Antibiotik akan diganti jika hasil kultur sensitivitas mengacu pada antibiotik lain.

4) Pemasangan kateter vena sentral dan pengukuran tekanan vena sentral dengan target 8-12 cm H2O pada penderita dengan ventilator dan 5-8 cmH20 pada penderita tanpa ventilator

5) Sedasi dilakukan dengan kombinasi fentanyl intravena (0,5-1,5 μg/kg/jam) dengan propofol (1,5-6 mg /kg/jam).

6) Analgetik yang diberikan adalah Fentanyl intravena dengan dosis awal 0,3-3,5 mg dilanjutkan dengan 1-2 μg/kg/jam.

7) Relaksan yang diberikan adalah atracurium dengan dosis 0,5-1 mg/kg/jam

8) Pemberian Phenytoin intravena sebagai profilaksis kejang. Phenytoin diberikan dengan dosis 100mg setiap 8 jam intravena.

9) PaCO2 dipertahankan pada 35-40 mmHg

10) Pemberian Low-molecular-weight heparin(LMWH) untuk mencegah trombosis vena dalam.

11) Pada penderita yang sudah terintubasi lebih dari tujuh hari, dilakukan trakeostomi.

12) Nutrisi diberikan sesegera mungkin dengan target 120% dari BMR dengan kebutuhan protein 1,5 gram/kgBB. Diet diberikan dalam bentuk makanan cair melalui selang nasogastrik, empat sampai lima kali sehari.

10. Ada tidaknya indikasi operasi dinilai dengan guideline berikut: Tabel 2 Indikasi Operasi pada Perdarahan Intrakranial

Jenis Perdarahan Indikasi Operasi

Perdarahan Epidural • Volume >30 cc

• GCS < 9 dengan pupil anisokor Perdarahan Subdural • Ketebalan perdarahan >10 mm

• Pergeseran garis tengah > 5 mm

• Penurunan GCS > 2 point

• ICP > 20 mmHg Perdarahan Intraserebral • Volume > 50 cc.

• GCS 6-8 dengan volume > 20cc dengan pergeseran garis tengah dan atau penekanan sisterna basal Sumber : Greenberg MS. Handbook of Neurosurgery. 7th ed. Thieme. p. 896-901

11. Penderita dinyatakan boleh pulang setelah lewat setidaknya lima hari perawatan pada kelompok cedera kepala sedang dan berat serta memiliki Glasgow Outcome Scale (GOS) setidaknya empat.

Tabel 3Glasgow Outcome Scale

Skor Interpretasi Keterangan

1 Kematian Penderita meninggal tanpa pulihnya kesadaran 2 Persistent vegetative state Cedera berat, tidak ada kontak dalam jangka waktu

panjang dan higher mental function yang rendah 3 Disabilitas berat Cedera berat yang memerlukan bantuan untuk

4 Disabilitas sedang Tidak memerlukan bantuan untuk beraktivitas sehari-hari, tetapi mungkin membutuhkan bantuan untuk bekerja

5 Disabilitas ringan Defisit neurologi minimal dan tidak mengganggu aktivitas

Sumber: Greenberg MS. Handbook of Neurosurgery. 7th ed. Thieme. p. 1183

12. Jika penderita meninggal dalam tiga hari pertama, penderita dimasukkan ke dalam kelompok mortalitas dalam tiga hari pertama

13. Setelah penderita pulang, dilakukan pencatatan lama rawatan.

14. Setelah jumlah sampel terpenuhi, dilakukan pengukuran kadarUCHL-1 secara kumulatif. Analisis dilakukan di laboratorium Patologi Klinik RS H. Adam Malik Medan. UCHL-1 serum diukur secara kuantitatif dengan metode Enzyme Linked Immune-Sorbent Assay (ELISA)

H. Batasan Operasional 1. GCS awal sesudah resusitasi

a) Definisi : merupakan tingkat kesadaran penderita cedera kepala setelah dilakukan resusitasi (stabilisasi patensi airway, breathing dan circulation) yang dinilai berdasarkan Glasgow Coma Scale (Teasdale dan Jennet, 1974).

b) Alat ukur : Glasgow Coma Scale (GCS)

c) Cara ukur : Ada tiga komponen dalam GCS, yaitu respon bukan mata, respon motorik, dan respon verbal. GCS merupakan penjumlahan dari ketiga komponen tersebut.

Respon buka mata spontan 4 atas perintah 3 rangsangan nyeri 2 tidak ada 1 Respon motorik menurut perintah 6 melokalisir nyeri 5 fleksi normal 4 dekortikasi 3 deserebrasi 2 flasid 1 Respon verbal orientasi baik 5 mengacau/bingung 4

kata-kata tidak teratur 3

tidak jelas 2

tidak ada 1

Berdasarkan GCS, penderita kemudian dikelompokkan menjadi tiga, yaitu: kelompok cedera kepala ringan (GCS 14-15), kelompok cedera kepala sedang ( GCS9-13), dan kelompok cedera kepala berat (GCS 3-8)

d. Skala ukur : skala nominal (variabel kategorik)

2. Kadar UCHL-1 serum

a. Definisi : kadar UCHL-1 serum penderita cedera kepala yang diambil dalam 48 jam pertama setelah onset.

b. Alat ukur : Pemeriksaan kuantitatif dengan metode Enzyme Linked Immune-Sorbent Assay (ELISA) menggunakan Chemwell 2910 (Awareness Technology, Inc).

Reagensia yang digunakan untuk pemeriksaan adalah Enzyme- Linked Immunosorbent Assay Kit for Ubiquitin Carboxyl Terminal Hydrolase L1 (UCHL1) Homo Sapiens produksi USCN Life Science Inc (Wuhan, China) dengan nomor katalog E96945Hu, Lot: L130313337, Kadaluarsa pada September 2013.

Minimum detectable dose untuk UCHL-1 pada reagnesia ini adalah kurang dari 0,056 ng/mL) dengan coefficient of variation (CV) intra- assay<10% dan inter-assay<12%.

c. Cara ukur :

1). Persiapan Larutan Standar

a) Seluruh kit dibawa ke dalam suhu ruangan (18-25 C) sebelum digunakan

b) Larutan standar dibuat dengan mencampur “Standard” dengan 1 cc Standard diluent yang disimpan selama 10 menit dalam suhu ruangan, kemudian diaduk perlahan. Konsentrasi standar dalam larutan tersebut adalah 10 ng/mL.

c) Kemudian, dipersiapkan tujuh buah tabung mengandung 0,5 cc standard diluent yang dilanjutkan dengan pengenceran bertahap sesuai gambar di atas, sampai terbentuk tabung dengan konsentrasi berturut-

turut 10 ng/mL, 5 ng/mL, 2,5 ng/mL, 1,25 ng/mL, 0,625 ng/mL, 0,312 ng/mL, 0,156 ng/mL, dan blanko (0 ng/mL).

Gambar 4 Dilusi bertahap dalam pembuatan standar.

2). Prosedur Pemeriksaan

a) Wells untuk larutan standar, blanko, dan sampel penelitian diberi tanda. Untuk persiapan, dibuat tujuh wells untuk standard dan 1 sumur untuk blanko. Tujuh wells standar diisi dengan standar yang sudah dipersiapkan sebelumnya. Kemudian well ditutup dan diinkubasi selama 2 jam dalam suhu 37 C

b) Cairan kemudian dibuang dari well tanpa melakukan pencucian

c) Dilakukan penambahan 100 μL Detection Reagent A pada setiap well, kemudian diinkubasi selama 1 jam dalam suhu 37 C

d) Cairan diaspirasi dan dicuci dengan 350 μL Wash Solution selama 1-2 menit. Sisa cairan pada well dibuang dengan mengetuk piringan pada kertas hisap. Prosedur diulangi sampai tiga kali. Setelah pencucian

terakhir, sisa wash buffer dibuang dengan mengaspirasi dan mengetukkan piring pada kertas hisap.

e) Dilakukan penambahan 100 μL Detection Reagent B pada setiap sumur, diinkubasi selama 30 menit pada suhu 37 C

f) Pencucian kembali diulang sampai lima kali

g) Dilakukan penambahan 90 μL Substrate Solution pada setiap sumur. Kemudian diinkubasi selama 15-25 menit pada suhu 37 C. Well tidak boleh terkena cahaya, Cairan akan berubah warna menjadi biru setelah penambahan Substrate Solution

h) Dilakukan penambahan 50 μL Stop Solution pada setiap well. Cairan akan berubah warna menjadi kuning. Cairan dicampur dengan mengetuk sisi piring. Jika warna tidak homogen, ketuk kembali piring sampai warna menjadi homogen.

i) Setiap tetesan air atau sidik jari pada bawah piring harus dibersihkan dan dikonfirmasi ulang bahwa tidak ada gelembung udara pada permukaan cairan Pembacaan dilakukan segera dengan panjang gelombang 450 nm.

3). Penghitungan Hasil

Agar penghitungan mudah, dilakukan plotting nilai Optical Density pada sumbu X dan konsentrasi yang telah diketahui pada sumbu Y. Kadar dihitung dengan memasukkan nilai yang ada ke dalam kurva. d. Skala Ukur : skala ratio (variabel numerik)

3. Lama rawatan

a. Definisi : waktu yang dihitung (dalam hari) mulai subjek penelitian dirawat sampai pulang dengan GOS minimal empat.

b. Alat ukur : Kalender Masehi

c. Cara ukur : Hari saat penderita masuk dihitung sebagai hari ke-0. Dari hari tersebut, dilakukan perhitungan sampai penderita pulang.Skala objektif penderita pulang adalah GOS minimal empat.

d. Skala ukur : skala ratio (variabel numerik)

4. Mortalitas tiga hari pertama

a. Definisi : kematian subjek penelitian dalam hari ketiga setelah kecelakaan, termasuk kematian batang otak (brain death)

b. Alat ukur : kalender Masehi

c. Cara ukur : Kematian ditegakkan setelah terjadi henti nafas dan henti jantung pada subjek penelitian. Kematian batang otak dimasukkan ke dalam batasan operasional kematian yang ditegakkan berdasarkan kriteria American Academy of Neurology (1994)

d. Skala ukur : Skala nominal (variabel kategorik).

I. Analisis Data

Variabel kategorik dianalisis dalam bentuk frekuensi dan persentase yang disajikan baik dalam bentuk tabel maupun grafik. Analisis deskriptif variabel numerik dilakukan dalam bentuk ukuran pemusatan (mean, median) dan ukuran

penyebaran (standar deviasi, minimum-maksimum). Jika sebaran data normal, digunakan pasangan mean dan standar deviasi. Jika sebaran data tidak normal, digunakan median dengan minimum-maksimum.

Untuk uji normalitas, digunakan uji Kolmogorov-Smirnov dengan batas kemaknaan p<0,05. Untuk Analisis data tidak berpasangan dengan sebaran normal digunakan uji One Way ANOVA dengan Bonferoni sebagai uji post hoc. Bila sebaran data tidak normal, digunakan uji Kruskal Wallis.

Korelasi variabel numerik dengan numerikmenggunakan uji korelasi Pearson bila sebaran data normal. Bila sebaran data tidak normal, digunakan uji Spearman.

BAB V

HASIL PENELITIAN

Sebanyak total 80 subjek mengikuti penelitian ini dengan perincian 25 orang penderita CKR, 29 orang penderita CKB, dan 26 orang penderita CKS

(tabel 4). Pengambilan serum darah seluruh subjek penelitian dilakukan dalam waktu 48 jam pertama setelah onset cedera.

Tabel 4. Data demografi subjek penelitian

CKR (n = 25) CKS (n = 29) CKB (n=26) Usia (tahun) 31,8 ± 11,4 32,07 ± 9,13 29,4 ± 8,1

Rentang usia (tahun) 18-54 18-49 19-44

Jenis Kelamin (%) • Laki-laki 72 82,8 76,9 • Perempuan 28 17,2 23,1 Suku (%) • Batak Toba 12 17,2 19,2 • Batak Karo 20 20,7 19,2 • Mandailing 28 27,6 26,9 • Aceh 24 20,7 15,4 • Jawa 8 10,3 11,5 • Lain-lain 8 3,4 7,7 GCS masuk (rentang) 14-15 9-13 5-8

Rata-rata penderita cedera kepala pada ketiga kelompok usia berada pada rentang 29-32 tahun, dengan predominan laki-laki. Distribusi berdasarkan suku relatif seimbang antara suku Batak Toba, Batak Karo, Batak Mandailing, Aceh, dan Jawa.

Pengukuran kadar UCHL-1 dilakukan dengan metode ELISA dengan memplot densitas optik serum ke dalam kurva standar yang dibuat sebelumnya (gambar 5).

Gambar 5 Kurva standar acuan penghitungan konsentrasi UCHL-1 pada penelitian ini

1. Analisis berdasarkan jenis kelamin

Pada penelitian ini, di antara 80 sampel terdapat 62 orang pria dan 18 orang wanita. Terdapat perbedaan kadar UCHL-1 serum pria dan wanita. Kadar UCHL-1 pria adalah 513,40 ± 618,85 ng/mL. Sementara itu, kadar UCHL-1 wanita adalah 662,23 ± 726,97 ng/mL. Setelah dilakukan uji Mann- Whitney, didapati bahwa perbedaan tersebut tidak bermakna (p=0,712; tabel 5).

Tabel 5 Kadar UCHL-1 pria dan wanita (ng/mL)

n Rerata Median SD Rentang p

Pria 62 513,40 399,58 618,85 12,42-1947,02 0,712* Wanita 18 662,23 322,12 726,97 6,21-2969,02

*Uji Mann Whitney

2. Analisis berdasarkan suku

Lima suku terbanyak yang menjadi subjek penelitian adalah Mandailing (n=22), Batak Karo (n=16), Aceh (n=16), Batak Toba (n=13), dan Jawa (n=8).Kadar UCHL-1 kelima suku tersebut terlihat berbeda. Setelah dilakukan Uji Kruskal Wallis, didapati bahwa perbedaan tersebut tidak signifikan (p=0,590; Tabel 6)

Tabel 6 Kadar UCHL-1 kelima suku terbesar yang ikut dalam penelitian (ng/mL)

Mandailing 22 488,92 423,46 350,43 23,84-1371,76 0,590* Batak Karo 16 408,08 309,89 323,15 65,97-1084,64 Aceh 16 510,42 365,75 505,31 17,07-1947,02 Batak Toba 13 630,63 485,90 471,97 27,16-1482,71 Jawa 8 980,75 693,45 970,65 12,42-2969,02

*Uji Kruskal Wallis

3. Analisis berdasarkan kelompok cedera

Pada penelitian ini, ditemui perbedaan kadar UCHL-1 serum pria dan wanita

Dokumen terkait