• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

1. Biomassa Tegakan

Data primer berupa diameter tiap pohon dimasukkan ke dalam persamaan allometrik yang sesuai dengan jenis atau karakter pohonnya. Persamaan allometrik yang digunakan adalah sebagai berikut.

Tabel 2 Persamaan allometrik berdasarkan penelitian terdahulu Jenis Pohon Estimasi Biomassa

Pohon (kg/pohon) Sumber

Gmelina BK = 0.153 D2.217 Banaticla et al. dalam Sutaryo (2009)

Pohon Bercabang BK = 0.11 ρ D2.62 Ketterings (2001) dalam Hairiah dan Rahayu (2007) Kopi dipangkas BK = 0.281 D2.06 Arifin (2001) dalam Hairiah dan Rahayu (2007) Dipterocarpaceae BK = 0.031 D2.717 Banaticla et al. dalam Sutaryo (2009)

Jenis lain BK = 0.2902 D2.313 -

2. Biomassa Tumbuhan Bawah dan Serasah

Data primer tumbuhan bawah dihitung berat basahnya dan contoh yang diambil dikeringtanurkan untuk mengetahui berat keringnya. Kadar air dihitung dengan menggunakan rumus:

% KA = {(BBc – BKc)/BKc}× 100% Keterangan: KA = kadar air

BBc = berat basah contoh BKc = berat kering contoh

Setelah mendapatkan kadar air, barulah diperoleh berat kering biomassa tumbuhan bawah dan serasahnya dengan rumus:

BKT = BB/{1+(% KA/100)} Keterangan: BKT = berat kering tanur/biomassa

BB = berat basah KA = kadar air c. Menghitung Potensi Karbon

Karbon tersimpan (C) baik pada tiap pohon dan tumbuhan bawah/serasah diestimasi dengan menggunakan persamaan (Hairiah dan Rahayu 2007) berikut.

C = BKT × 0,46 d. Pengukuran Tanah

Contoh tanah terusik diambil untuk menganalisis pH, C-organik, bahan organik, N-total, P, K, dan Kapasitas Tukar Kation (KTK). Metode yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Metode analisis

Parameter Metode Analisis

pH pH meter

C-organik Walkey & Black

N-total Kjeldhal

P-bray Bray I

K N NH4Oac pH 7.0

Setelah mendapatkan nilai C-organik, maka nilai bahan organik pun dapat diketahui dengan cara menggunakan rumus di bawah berikut.

- Bahan Organik ; BO (%) = 1,74 × C-organik (%)

Untuk contoh tanah tidak terusik, yang dianalisis adalah bobot isi dan porositas tanah. Dalam menentukan bobot isi dan porositas tanah dapat dilihat pada rumus di bawah ini.

- Bobot isi ; BI = BK/Vt

keterangan: BK = berat kering contoh tanpa ring (BK = BK1 – BR)

Vt = volume tanah dalam ring (Vt = ¼πd2t) - Porositas ; P = {1- (BI/BP)} × 100%

keterangan: BP = bobot partikel tanah sebesar 2,65 g/cm3 e. Analisis Data secara Statistik

Hasil pendugaan simpanan karbon dan karakteristik/sifat tanah yang telah diperoleh pada akhirnya akan diuji dan dikorelasikan secara statistik dengan menggunakan Statistical Package for the Social Sciences 16 (SPSS 16). Hal ini dilakukan untuk mendapatkan apakah karakteristik tanah yang diuji memiliki pengaruh terhadap simpanan karbon.

IV.

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Letak Geografis dan Batas Wilayah

Kabupaten Tabalong merupakan salah satu kabupaten yang terdapat di Provinsi Kalimantan Selatan dengan ibukota Tanjung yang mempunyai wilayah seluas 394.600 hektar (10,61% dari luas wilayah Provinsi Kalimantan Selatan), terletak di bagian paling Utara Provinsi Kalimantan Selatan. Secara geografis terletak pada posisi antara 115o54’ - 115o28’ BT dan 1o11’ - 2o15’ LS. Secara administratif pemerintahan, Kabupaten Tabalong terbagi dalam 12 (dua belas) kecamatan dan 131 desa. Salah satu kecamatannya adalah Kecamatan Muara Uya. Kecamatan Muara Uya merupakan kecamatan terluas dengan luasan 92.416 ha atau 23,42% dari luas wilayah Kabupaten Tabalong dimana terdapat beberapa penggunaan lahan seperti sawah, kebun, semak belukar, pertanian campuran, hutan sekunder, dan lainnya. Secara lebih terinci gambaran keadaan penutupan lahan di wilayah Kabupaten Tabalong dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Penutupan lahan wilayah kabupaten Tabalong

No. Jenis Penutupan Lahan Luas (Ha) %

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. Hutan Primer Hutan Sekunder Hutan Rawa Primer Hutan Rawa Sekunder Hutan Tanaman Perkebunan Pertanian Campuran Kebun Sawah Semak Belukar Muda Belukar Tua Landasan Udara Pertambangan Permukiman Tanah Terbuka Rawa Tubuh Air Tertutup Awan 35,38 122,55 3,59 2,05 22,76 14,67 113,66 7,41 4,37 39,03 2,54 12,47 20,00 2,42 2,58 2,20 2,68 458,00 3,73 8,97 31,06 0,91 0,52 5,77 3,72 28,81 1,88 1,11 9,89 0,64 3,16 0,01 0,61 0,65 0,56 0,68 0,12 0,95 Jumlah 394,60 100,00

Sumber : Perhitungan Komputer Hasil Analisis dan Digitasi dari Citra Landsat liputan 21 Juni 2008 dan 29 Juni 2008, serta Hasil Survey Lapangan.

Batas wilayah Kecamatan Muara Uya antara lain sebagai berikut. a. Sebelah Utara berbatasan dengan Provinsi Kalimantan Tengah b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Jaro

c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Haruai

d. Sebelah Barat berbatasan dengan Provinsi Kalimantan Tengah

Kecamatan ini memiliki 14 desa/kelurahan yaitu Desa Ribang, Kupang Nunding, Mangkupum, Kampung Baru, Palapi, Pasar Batu, Simpung Layung, Uwie, Muara Uya, Lumbang, Santu’un, Binjai, Salikung, dan Sungai Kumap. Desa yang menjadi lokasi penelitian adalah Desa Santu’un yang berada pada posisi 01047'53.3" - 01047'51.2" LS dan 115034'08.5" - 115034'12.9" BT. Di bawah ini merupakan peta administrasi Kabupaten Tabalong dan lokasi penelitian hutan sekunder di Desa Santu’un Kecamatan Muara Uya Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan.

Gambar 4 Lokasi penelitian 4.2.Kondisi Topografi

Dari kenampakan topografi, wilayah Kabupaten Tabalong dikelompokkan menjadi 3 (tiga) satuan morfologi, yaitu satuan dataran dengan ketinggian 0-10 m dpl, satuan medan bergelombang menempati bagian Selatan hingga tengah wilayah dengan ketinggian 10-50 m dpl, dan satuan medan perbukitan menempati bagian Utara hingga bagian Timur wilayah dengan ketinggian > 50 m dpl. Untuk kelas lereng, Kabupaten Tabalong terbagi atas 5 (lima) kelas lereng yaitu datar (0 - 8 %), landai (8 – 15 %), agak curam (15 – 25 %), curam (25 - 40 %), dan sangat curam (> 40 %). Desa Santu’un, Kecamatan Muara Uya termasuk ke dalam kelas lereng datar (0-8%). Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 5.

4.3.Tanah dan Geologi

Keadaan tanah Desa Santu’un berdasarkan peta tanah Kabupaten Tabalong termasuk kelompok tanah Dystrudepts Endoaquepts (turunan dari tanah Inceptisol) berbahan induk aluvium, sub-landform dataran antara perbukitan dan memiliki relief datar. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6 Peta tanah Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan

Berbeda halnya dengan klasifikasi tanah, berdasarkan peta geologi Kabupaten Tabalong, Desa santu’un termasuk ke dalam formasi geologi Tet/ formasi tanjung yaitu batu pasir kuarsa dan batu lempung dengan sisipan batubara, setempat bersisipan batu gamping, mengandung fosil Palatispira provaleae (Yabe), Discocylina ompalus (Fritsch) yang menunjukkan umur Eosen yang terendapkan dalam lingkungan fliviatil sampai dengan laut dangkal, dan mempunyai ketebalan 750 m. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Peta geologi Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan 4.4.Iklim

Berdasarkan peta iklim Kabupaten Tabalong, bahwa Desa Santu’un Kecamatan Muara Uya termasuk tipe iklim B dengan nilai Q 14,3%-33,3%. Menurut data tahun 1979-1989 (Stasiun Meteorologi Kab. Tabalong), curah hujan rata-rata tahunan sebesar 2.502 mm dengan 99 hari hujan. Curah hujan bulanan rata-rata adalah 208 mm dengan jumlah hari hujan bulanan rata-rata sekitar 8 hari. Curah hujan relatif lebih rendah jatuh pada bulan Juni-Oktober, sedangkan curah hujan relatif tinggi antara bulan November hingga April.

Suhu udara bulanan rata-rata harian wilayah Kabupaten Tabalong berdasarkan data Stasiun Meteorologi Tabalong adalah 26,4 oC dengan fluktuasi harian maksimum 32,7 oC dan minimum 22,2 oC, sedangkan kelembaban udara rata-rata berkisar antara 78% - 87% atau rata-rata 83%. Data iklim yang penting di wilayah Kabupaten Tabalong berdasarkan Stasiun Meteorologi Kabupaten Tabalong selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5, sedangkan peta iklim dapat dilhat pada Gambar 8.

Tabel 5 Data iklim wilayah Kabupaten Tabalong rata-rata tahun 1979 -1989 BULAN UNSUR IKLIM Curah Hujan Hari Hujan Kecepatan Angin

Suhu Udara Kelembaban Udara Max. Min. Harian

(mm) (hari) (Km/jam) ( oC ) (%) Januari Pebruari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember 274 309 276 277 184 114 108 104 144 157 238 317 11 10 9 9 8 6 5 5 6 7 10 13 0,73 0,71 0,74 0,71 0,68 0,68 0,66 0,78 0,77 0,71 0,70 0,73 31,40 31,90 32,00 32,90 32,80 32,80 32,60 33,60 34,20 34,00 32,50 31,20 22,60 22,60 22,80 23,00 22,60 21,80 21,20 21,00 21,10 22,00 22,60 22,70 26,10 26,20 26,30 26,70 26,80 26,50 26,00 26,20 26,70 26,90 26,50 26,00 87 85 86 85 85 84 82 79 78 79 84 87 JUMLAH 2.502 99 - - - - - Rata-Rata 208 8 0,72 32,70 22,20 26,40 83 Sumber : Stasiun Meteorologi Tabalong, data diolah kembali

V.

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1.Karakteristik Vegetasi

Pada hutan sekunder di Desa Santu’un kecamatan Muara Uya Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan terdapat banyak vegetasi baik yang diketahui maupun tidak diketahui jenisnya. Vegetasi tersebut dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Vegetasi pada hutan sekunder di desa Santu’un kecamatan Muara Uya

Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan

No Nama Jenis Nama Latin ∑ ind K KR F FR D DR INP

1 Gmelina Gmelina arborea 46 230 31,08 1,00 9,62 1500,82 8,97 49,67 2 Sumpung Gluta renghas 2 10 1,35 0,40 3,85 212,30 1,27 6,47 3 Mahang Macaranga gigantea 25 125 16,89 1,00 9,62 1200,25 7,18 33,68 4 Meranti Shorea leprosula 10 50 6,76 0,60 5,77 1506,56 9,01 21,53 5 Layung Durio dulcis 3 15 2,03 0,60 5,77 604,63 3,62 11,41 6 Kapur/Sintok Dryobalanops aromatica 2 10 1,35 0,40 3,85 103,19 0,62 5,81 7 Kopi hutan Rothmannia grandis 3 15 2,03 0,20 1,92 184,15 1,10 5,05 8 Simpur Dillenia borneensis 2 10 1,35 0,40 3,85 1785,08 10,67 15,87 9 Binuang Duabanga moluccana 3 15 2,03 0,40 3,85 770,44 4,61 10,48 10 Nyatoh Payena leerii 7 35 4,73 0,40 3,85 692,01 4,14 12,71 11 Geronggang Cratoxylum arborescens 4 20 2,70 0,40 3,85 302,37 1,81 8,36 12 Medang Cinnamomum porrectum 14 70 9,46 1,00 9,62 659,83 3,95 23,02 13 Jelutung Dyera costulata 2 10 1,35 0,20 1,92 1306,49 7,81 11,09 14 Kecapi Sandoricum koetjape 5 25 3,38 0,60 5,77 748,75 4,48 13,62 15 Perupuk Lophopetalum javanicum 1 5 0,68 0,20 1,92 487,66 2,92 5,514 16 Terentang Campnosperma coriaceum 1 5 0,68 0,20 1,92 143,71 0,86 3,46 17 Langsat hutan Aglaia korthalsii 1 5 0,68 0,20 1,92 210,59 1,26 3,86 18 Tumih Combretocarpus rotundatus 2 10 1,35 0,20 1,92 578,42 3,46 6,73 19 Bintangur Calophyllum inophyllum 1 5 0,68 0,20 1,92 128,98 0,77 3,37 20 Punak Tetramerista glabra 4 20 2,70 0,40 3,85 270,33 1,62 8,17

21 Jaring - 4 20 2,70 0,40 3,85 770,53 4,61 11,16 22 Wayan - 1 5 0,68 0,20 1,92 312,10 1,87 4,47 23 Jenis 1 - 2 10 1,35 0,40 3,85 1234,27 7,38 12,58 24 Jenis 2 - 1 5 0,68 0,20 1,92 605,50 3,62 6,22 25 Jenis 3 - 2 10 1,35 0,20 1,92 406,45 2,43 5,71 Total 148 740 100 10,40 100 16725,41 100 300 Keterangan : K = Kerapatan (ind/ha), KR = Kerapatan relatif (%), F = Frekuensi, FR =

Frekuensi relatif (%), D = Dominansi (cm2/ha), DR = Dominansi relatif (%), INP = Indeks nilai penting (%)

Hasil Tabel 6 di atas menunjukkan bahwa di hutan sekunder tersebut terdapat 25 jenis pohon dengan jumlah sebanyak 148 pohon yang terbagi di dalamnya. Jenis pohon yang memiliki individu terbanyak pada petak contoh adalah gmelina sebanyak 46 pohon, mahang sebanyak 25 pohon, Medang sebanyak 14 pohon, dan meranti sebanyak 10 pohon. Sedangkan untuk jenis

pohon lainnya terdapat sebanyak ≤ 7 pohon.

Jika suatu jenis memiliki banyak individu maka nilai kerapatan atau kerapatan relatifnya akan semakin tinggi dan begitu sebaliknya. Berdasarkan Tabel 5 di atas, jenis yang memiliki nilai kerapatan atau kerapatan relatif terbesar terdapat pada jenis gmelina yaitu sebesar 230 individu/ha dengan kerapatan relatif 28,75%, mahang sebesar 125 individu/ha dengan kerapatan relatif 15,66%, medang sebesar 70 individu/ha dengan kerapatan relatif 8,75%, dan meranti sebesar 50 individu/ha dengan kerapatan relatif sebesar 6,25%. Hal ini berarti gmelina merupakan jenis pohon yang paling banyak ditemukan dibandingkan jenis pohon lainnya.

Frekuensi merupakan ukuran dari uniformitas atau regularitas terdapatnya suatu jenis dimana frekuensi tersebut memberikan gambaran bagaimana pola penyebaran suatu jenis, apakah menyebar keseluruh kawasan atau kelompok. Hal ini menunjukan daya penyebaran dan adaptasi terhadap lingkungan. Berdasarkan Tabel 5 di atas, vegetasi yang memiliki frekuensi jenis atau frekuensi relatif tertinggi adalah gmelina, mahang, dan medang yaitu frekuensi sebesar 1 atau frekuensi relatif sebesar 9,09%. Hal ini menunjukkan bahwa jenis gmelina, mahang, dan medang tersebar keseluruh kawasan. Sedangkan untuk jenis lainnya, pola penyebaran vegetasinya berkelompok atau tidak tersebar keseluruh kawasan.

Dominansi jenis atau dominansi relatif terbesar terdapat pada jenis simpur sebesar 1785,08 cm2/ha atau 11,03%, meranti sebesar 1506,56 cm2/ha atau 9,31%, dan gmelina sebesar 1500,82 cm2/ha atau 9,27 %. Sedangkan untuk jenis lainnya tersebar dari 1234,28 cm2/ha sampai 48,17 cm2/ha. Hal ini disebabkan oleh diameter setiap jenis bervariasi sehingga membuat nilai lbds (luas bidang dasar) bervariasi juga. Semakin besar diameter setiap jenis maka akan semakin besar lbds sehingga nilai dominansinya akan semakin besar juga.

Dengan adanya KR, FR, dan DR maka diperoleh INP (indeks nilai penting) setiap jenisnya. INP merupakan gambaran lengkap mengenai karakter sosiologi suatu spesies dalam komunitas. INP jenis tertinggi berada pada jenis gmelina sebesar 47,11%, mahang sebesar 32,13%, medang sebesar 21,92 %, dan meranti 21,01%. Dengan kata lain, jenis yang memiliki nilai INP tertinggi tersebut merupakan jenis yang memiliki karakter spesies terbesar dalam komunitas atau pada hutan sekunder tersebut.

5.2.Simpanan Karbon

Karbon tersimpan tiap jenis vegetasi dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Simpanan karbon tiap jenis vegetasi

No Nama Jenis Nama Latin Karbon (kg) 1 Gmelina Gmelina arborea 2411,25 2 Sumpung Gluta renghas 13,53 3 Mahang Macaranga gigantea 1337,85 4 Meranti Shorea leprosula 639,71 5 Layung Durio dulcis 140,50 6 Kapur/Sintok Dryobalanops aromatica 5,50 7 Kopi hutan Rothmannia grandis 20,57 8 Simpur Dillenia borneensis 318,81 9 Deluang Duabanga moluccana 181,60 10 Nyatoh Payena leerii 388,71 11 Geronggang Cratoxylum arborescens 83,08 12 Medang Cinnamomum porrectum 797,81 13 Jelutung Dyera costulata 225,29 14 Kecapi Sandoricum koetjape 290,88 15 Perupuk Lophopetalum javanicum 35,28 16 Terentang Campnosperma

coriaceum 8,59

17 Langsat hutan Aglaia korthalsii 13,36 18 Tumih Combretocarpus

rotundatus 86,14

19 Bintangur Calophyllum inophyllum 7,58 20 Punak Tetramerista glabra 73,04

21 Jaring - 253,30 22 Wayan - 21,05 23 Jenis 1 - 206,99 24 Jenis 2 - 45,31 25 Jenis 3 - 59,45 Total 7665,20

Di lihat dari Tabel 7 di atas, dari 25 jenis vegetasi yang terdapat pada petak penelitian dihasilkan karbon tersimpan sebesar 7665,20 kg. Karbon tersimpan terbesar terdapat pada jenis pohon gmelina yaitu sebesar 2411,25 kg. Hal ini dikarenakan jenis gmelina memiliki nilai kerapatan tertinggi dibandingkan dengan jenis lainnya sehingga berbanding lurus dengan karbon tersimpannya. Semakin banyak gmelina yang ditemukan maka nilai kerapatan dan simpanan karbonnya akan semakin besar.

Berdasarkan Tabel 7 di atas, simpanan karbon terendah dapat terlihat pada jenis kapur/sintok yaitu 5,50 kg. Hal ini dikarenakan jenis ini memiliki jumlah pohon yang sedikit. Selain itu, kapur/sintok juga memiliki diameter setinggi dada (DBH) lebih kecil dibandingkan jenis lainnya. Oleh karena itu, jenis ini memiliki simpanan karbon terendah. Dari data di atas, dapat dikatakan bahwa kerapatan dan perkembangan vegetasi dapat mempengaruhi simpanan karbon pada vegetasi tersebut.

Hasil simpanan karbon per petak penelitian dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Simpanan karbon pada petak penelitian

Petak

Karbon Tersimpan Tegakan

(Kg)

Karbon Tersimpan Tumbuhan Bawah dan Serasah (Kg) Total Karbon Tersimpan (Kg) 1 2946,94 170,78 3117,72 2 1304,03 131,08 1435,11 3 1562,87 179,81 1742,68 4 1051,87 130,52 1182,39 5 799,49 112,36 911,85 Total (kg) 7.665,20 724,55 8389,75 Total (ton/ha) 38,33 3,62 41,95 Berdasarkan Tabel 8 di atas menunjukkan bahwa karbon tersimpan pada tegakan disetiap petak penelitian berbeda-beda dimana pada petak 1 memiliki karbon tersimpan terbesar dibandingkan dengan petak lainnya yaitu 2946,94 kg. Untuk nilai karbon tersimpan terkecil terdapat pada petak 5 yaitu 799,49 kg/m2. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan komposisi dan struktur tegakan hutan di masing-masing petak penelitian. Dengan kata lain, pada petak 1 lebih banyak komposisi dan struktur tegakan hutannya dibandingkan petak lainnya. Pada petak 1 memiliki komposisi dan struktur tegakan hutan sebanyak 64 individu, petak 2

memiliki 38 individu, petak 3 memiliki 30 individu, petak 4 memiliki 19 individu, dan petak 5 memiliki 9 individu permudaan pohon (Lampiran 1). Perbedaan jumlah komposisi dan struktur tegakan pohon per petak ini berdampak pada nilai simpanan karbonnya. Semakin banyak komposisi dan struktur tegakan hutan, maka semakin besar simpanan karbon pada area tegakan tersebut. Dari nilai di atas dapat diperoleh diagram yang menggambarkan karbon tersimpan pada setiap petak. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9 Karbon tersimpan pada tegakan di setiap petak penelitian

Berbeda halnya dengan biomassa dan kabon tersimpan pada tegakan, biomassa dan karbon tersimpan pada tumbuhan bawah dan serasah dilakukan secara dekstruktif yaitu memanen tumbuhan bawah dan serasah yang terdapat pada subpetak 1m x 1m. Kemudian diukur berat kering, berat basah, kadar air, biomassa, dan karbonnya. Setelah itu, biomassa dan karbon tersimpan pada tumbuhan bawah dan serasah dirata-ratakan dan dikonversi seluas 1 petak contoh. Petak contoh yang memiliki karbon tersimpan terbesar adalah petak 3 yaitu 179,81 kg. Untuk petak yang memiliki karbon tersimpan terkecil adalah petak 5 yaitu 112,36 kg. Hal ini dikarenakan tumbuhan bawah dan serasah pada petak 3 memiliki berat kering (BK) rata-rata lebih besar dibandingkan dengan petak lainnya yaitu 0,98 kg. Petak 1 memiliki 0,93 kg, petak 2 memiliki 0,71 kg, petak 4 memiliki 0,71 kg, dan petak 5 memiliki 0,61 kg (Terlampir). Ketika berat kering (BK) tumbuhan bawah dan serasah semakin besar, maka kadar air (KA) akan semakin kecil sehingga biomassa atau karbon tersimpan akan semakin besar. Begitu sebaliknya, jika berat kering (BK) tumbuhan bawah dan serasah semakin

kecil, maka kadar air (KA) akan semakin besar sehingga biomassa atau karbon tersimpan yang dihasilkan akan semakin kecil. Untuk lebih jelas, hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10 Diagram biomassa-karbon tumbuhan bawah dan serasah

Setelah mendapatkan nilai karbon baik tegakan maupun tumbuhan bawah dan serasah, dilakukan penjumlahan antara keduanya untuk mendapatkan nilai total karbon tersimpan tiap petak. Nilai total karbon tersimpan terbesar terdapat pada petak 1 yaitu 3117,72 kg. Setelah petak 1, nilai total karbon tersimpan berturut-turut adalah petak 3 sebesar 1742,68 kg, petak 2 sebesar 1435,11 kg, petak 4 sebesar 1182,39 kg, dan petak 5 sebesar 911,85 kg. Untuk total karbon tersimpan per ha pada hutan sekunder adalah 41,95 ton/ha dimana 91,36% atau setara dengan 38,33 ton/ha karbon tersimpan pada tegakan dan 8,64% atau setara dengan 3,62 ton/ha karbon tersimpan pada tumbuhan bawah dan serasah. Dari data tersebut menandakan bahwa tegakan pohon memiliki karbon tersimpan lebih besar dibandingkan dengan tumbuhan bawah dan serasah. Semakin banyak tegakan yang terdapat pada petak, maka semakin banyak/tebal tumbuhan bawah atau serasah yang dihasilkan sehingga memungkinkan karbon yang dihasilkan akan semakin besar. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11 Total karbon tersimpan di setiap petak penelitian 5.3.Kualitas Tempat Tumbuh

a. Derajat Kemasaman (pH)

Derajat kemasaman (pH) tanah menunjukkan banyaknya konsentrasi ion H+ di dalam tanah. Makin tinggi kadar ion H+ di dalam tanah, semakin masam tanah tesebut (Hardjowigeno 2007). pH merupakan salah satu parameter penting suatu tanaman dapat tumbuh atau tidak. Semakin rendah pH tanah maka semakin sulit tanaman untuk tumbuh karena tanah bersifat masam dan mengandung toksik (racun). Sebaliknya, jika pH tanah tinggi maka tanah bersifat basa dan mengandung kapur. Nilai pH masing-masing petak dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Nilai derajat kemasaman

Petak Derajat Kemasaman (pH) Kategori

1 4,50 Masam

2 4,40 Sangat masam 3 4,20 Sangat masam 4 4,00 Sangat masam 5 4,00 Sangat masam Rata-rata 4,22 Sangat masam

Berdasarkan hasil penelitian dan tabel kriteria penilaian sifat kimia tanah Pusat Penelitian Tanah (1983), terlihat bahwa nilai pH tiap-tiap petak tergolong sangat masam (yaitu pH< 4,5) dan masam (yaitu pH 4,5-5). Petak-petak yang pH- nya tergolong sangat masam adalah petak 2(pH = 4,4), petak 3(pH = 4,2), petak 4(pH = 4), dan petak 5(pH = 4). Untuk petak 1, pH-nya tergolong masam yaitu 4,5. Jika dirata-ratakan ke-5 petak penelitian tersebut, diperoleh nilai derajat

kemasaman (pH) tanahnya sebesar 4,22 dimana tanah tersebut tergolong sangat masam. Hal ini menandakan pada tanah tersebut ion H+ lebih tinggi daripada OH- sehingga unsur hara sulit diserap akar tanaman dan mempengaruhi perkembangan mikroorganisme.

b. Kapasitas Tukar Kation (KTK)

Kapasitas tukar kation menunjukkan kemampuan tanah untuk menahan kation- kation dan mempertukarkan kation-kation tersebut. KTK penting untuk kesuburan tanah maupun untuk genesis tanah. Tanah-tanah dengan kandungan bahan organik atau kadar liat tinggi mempunyai KTK lebih tinggi daripada tanah- tanah dengan kandungan bahan organik rendah atau tanah-tanah berpasir (Hardjowigeno 2007). Berdasarkan data penelitian dan tabel kriteria penilaian sifat kimia tanah Pusat Penelitian Tanah (1983), nilai KTK tanah dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Nilai kapasitas tukar kation (KTK)

Petak Kapasitas Tukar Kation (me/100g) Kategori

1 16,02 Rendah 2 14,07 Rendah 3 15,24 Rendah 4 18,75 Sedang 5 21,16 Sedang Rata-rata 17,05 Sedang

Nilai KTK pada petak penelitian tergolong rendah dan sedang dimana pada petak 5 memiliki nilai KTK tertinggi yaitu 21,16 termasuk ke dalam kategori sedang dan petak 2 memiliki nilai KTK terendah yaitu 14,07 termasuk ke dalam kategori rendah. Akan tetapi, jika dirata-ratakan nilai KTK tersebut maka diperoleh nilai KTK sebesar 17,05 yaitu tergolong ke dalam kategori sedang. Hal ini berbanding lurus antara semakin masam tanah, maka KTK akan semakin rendah sehingga hal ini berdampak pada kesuburan tanah dan pertumbuhan tanaman, begitu sebaliknya. Karena tanah didominasi oleh kation asam, Al, H (kejenuhan basa rendah) sehingga mengurangi kesuburan tanahnya atau tanah kurang mampu menjerap dan menyediakan unsur hara bagi tanaman.

c. C-Organik, BO, N, C/N Rasio, P, K

Hasil analisis C-organik, N, C/N rasio, P, dan K dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 Data hasil analisis C-organik, N, C/N, P, K

Petak C-organik tanah (%) BO (%) N-total (%) C/N Rasio (%) P (ppm) K (me/100gr) 1 1,84 (R) 3,20 (T) 0,17 (R) 10,82 (S) 1,70 (SR) 0,23 (R) 2 2,55 (S) 4,44 (T) 0,23 (S) 11,09 (S) 2,00 (SR) 0,39 (S) 3 2,63 (S) 4,58 (T) 0,26 (S) 10,12 (R) 2,00 (SR) 0,31 (S) 4 3,11 (T) 5,41 (ST) 0,29 (S) 10,72 (S) 1,90 (SR) 0,42 (S) 5 4,15 (T) 7,22 (ST) 0,38 (S) 10,92 (S) 3,50 (SR) 0,36 (S) Rata-rata 2,86 (S) 4,97 (T) 0,27 (S) 10,73(S) 2,22(SR) 0,34 (S) Ket : SR (sangat rendah), R (rendah), S (Sedang), T (tinggi), ST (sangat tinggi)

Berdasarkan data hasil analisis di atas, C-organik tanah pada petak penelitian tersebar dari rendah, sedang, dan tinggi. Hal ini berdasarkan kriteria penilaian sifat-sifat kimia tanah pusat penelitian tanah (1983), kandungan C- organik tinggi terdapat pada petak 5 (4,15%) dan petak 4(3,11%), C-organik sedang terdapat pada petak 3(2,63%) dan petak 2(2,55%), dan kandungan C- organik rendah terdapat pada petak 1(1,84%). Jika dirata-ratakan bahwa nilai C- organik tergolong sedang yaitu 2,86%. Hal ini menandakan bahwa pada hutan sekunder tersebut yang diwakili 5 (lima) petak penelitian 5 mengandung C- organik sedang.

Setelah mendapatkan nilai C-organik, maka dapat diperoleh kandungan bahan organiknya dengan cara C-organik dikalikan dengan 1,74. Bahan organik tiap petak penelitian tergolong tinggi dan sangat tinggi dimana petak 5 memiliki bahan organik sangat tinggi yaitu 7,22% dan petak 4 yaitu 5,41%. Sedangkan petak lainnya tergolong tinggi yaitu petak 3 sebesar 4,58%, petak 2 sebesar 4,44%, dan petak 1 sebesar 3,2%. Jika dirata-ratakan bahwa bahan organik yang terkandung pada tanah sebesar 4,97%. Bahan organik ini tergolong tinggi sehingga bahan organik ini dapat dikatakan berbanding lurus dengan nilai KTK yang tercantum pada Tabel 10 di atas. Semakin tinggi bahan organik yang terkandung maka semakin tinggi nilai KTK tanahnya.

Berdasarkan Tabel 11 di atas, N-total tanah terbesar berturut-turut terdapat pada petak 5 (0,38%), petak 4(0,29%), petak 3(0,26%), petak 2(0,23%), dan petak 1(0,17%). Akan tetapi secara keseluruhan, jika dirata-ratakan maka diperoleh N-

total sebesar 0,27 %. Nilai-nilai ini didapatkan dengan cara menggunakan metode Kjeldhal. Berdasarkan kriteria penilaian sifat kimia tanah pusat penelitian tanah (1983), petak penelitian ini rata-rata tergolong memiliki N-total sedang. Hal ini berbanding lurus dengan kadar bahan organiknya dimana semakin tinggi kadar bahan organik tanah maka makin tinggi kadar N-total tanah. Atau dengan kata lain, setiap perubahan kadar bahan organik akan merubah kadar bahan N-total.

Untuk nilai C/N rasio tertinggi berturut-turut terdapat pada petak 2(11,09%), petak 5(10,92%), petak 1(10,82%), petak 4(10,72%), dan petak 3(10,12%). Hal ini dikarenakan perbandingan antara C-organik dengan Nitrogen tanah tiap contoh berbeda-beda. Menurut Tisdale dan Nelson (1975) dalam Nurmaulani (2001), ketersediaan N dalam tanah selain ditentukan oleh jumlah N- total tanah, juga berhubungan erat dengan kandungan bahan organik tanah terutama tingkat dekomposisinya (C/N). Jika kandungan karbon yang masuk dalam tanah sebagai bahan organik segar sangat banyak sedangkan jumlah nitrogen relatif sedikit, dan dengan demikian nisbah C/N tinggi. Sebaliknya, Jika kandungan karbon yang masuk dalam tanah sebagai bahan organik segar sangat banyak sedangkan jumlah nitrogen relatif tinggi, dan dengan demikian nisbah C/N rendah. Hal ini disebabkan sebagian N-tersedia digunakan oleh mikroorganisme dalam perombakan bahan organik. Berdasarkan kriteria penilaian sifat kimia tanah pusat penelitian tanah (1983), C/N rasio pada petak 3 termasuk ke dalam kategori rendah sedangkan pada petak 1, 2, 4, dan 5 termasuk ke dalam kategori sedang. Akan tetapi, jika dilihat keseluruhan maka petak penelitian ini tergolong ke dalam C/N rasio sedang dengan nilai 10,73%.

Unsur fospor (P) tanah terbesar berturut-turut terdapat pada petak 5(3,50

Dokumen terkait