• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAFTAR LAMPIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.4. Kualitas Tempat Tumbuh

Faktor pendukung atau parameter untuk menilai kondisi hutan adalah kualitas tempat tumbuh. Jika kualitas tempat tumbuh baik maka akan berbanding lurus dengan kondisi hutannya sehingga memiliki sifat-sifat tanah yang baik seperti fisika tanah, kimia tanah, dan biologi tanahnya. Tidak hanya itu, kemampuan hutan seperti penyerapan karbon, siklus hidrologi, dan lainnya akan baik juga. Menurut Hardjowigeno (2007), tanah adalah kumpulan dari benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara, dan merupakan media untuk tumbuhnya tanaman. Selain itu ada beberapa karakteristik tanah yang menentukan kemampuan kesuburan tanah, antara lain:

a. Bobot Isi

Bobot isi (bulk density) menunjukan perbandingan antara bobot tanah kering dengan volume tanah termasuk volume pori-pori tanah. Satuan bobot isi biasanya ditunjukkan dalam satuan gram/cm3. Bobot isi pada tanah dengan tekstur halus berkisar 1.0-1.3 gram/cm3, sedangkan pada tanah dengan tekstur kasar berkisar antara 1.3-1.8 gram/cm3 (Soekardi 1984). Secara umum, tanah-tanah bertekstur halus mempunyai bobot isi lebih rendah daripada tanah bertekstur kasar (Soepardi 1983). Bobot isi menjadi suatu petunjuk tidak langsung terhadap struktur, kepadatan tanah, udara, air, bahan organik, dan penerobosan akar tumbuhan ke dalam tubuh tanah. Tanah yang padat dapat mengganggu pertumbuhan tanaman karena akar-akarnya tidak berkembang dengan baik (Baver et al 1978 dalam Purwowidodo 2003).

Besaran bobot isi tanah dapat mengalami perubahan dari waktu ke waktu ataupun dari lapisan ke lapisan, sesuai dengan perubahan ruang pori atau struktur tanah. Keragaman tersebut menunjukkan derajat kepadatan tanah, karena tanah dengan ruang pori berkurang dan berat tanah setiap satuan bertambah menyebabkan meningkatnya bobot isi tanah.

b. Porositas Tanah

Porositas adalah proporsi ruang pori total (ruang kosong) yang terdapat dalam satuan volume tanah yang dapat ditempati oleh air dan udara, sehingga merupakan indikator kondisi drainase dan aerasi tanah. Tanah yang poros berarti tanah yang cukup mempunyai ruang pori untuk pergerakan air dan udara keluar- masuk tanah secara leluasa. Berdasarkan diameter ruangnya, pori-pori tanah

dibagi menjadi tiga kelas, yaitu makropori apabila berdiameter ≥ 90µm, mesopori

90-30 µm, dan mikropori < 30µm. Dominasi fraksi pasir akan menyebabkan terbentuknya sedikit pori-pori makro sehingga luas permukaan menjadi sangat sempit daya pegangnya terhadap air sangat lemah. Tanah dengan dominasi liat akan terbentuk pori-pori mikro sehingga permukaannya menjadi sangat luas dan daya pegang terhadap air sangat kuat. Sedangkan dominasi fraksi debu akan menyebabkan terbentuknya pori-pori meso dalam jumlah sedang sehingga luas permukaannya menjadi cukup luas dan daya pegang terhadap air cukup kuat. c. Derajat Kemasaman Tanah (pH)

Derajat kemasaman tanah (pH) adalah tingkat keasaman atau kebasaan suatu benda yang diukur dengan menggunakan skala pH antara 0 hingga 14. Sifat asam mempunyai pH antara 0 hingga 7 dan sifat basa mempunyai nilai pH 7 hingga 14. Sedangkan untuk nilai pH 7 adalah netral. Nilai pH sangat penting karena larutan tanah mengandung unsur hara seperti Nitrogen (N), Potassium/kalium (K), dan Pospor (P) dimana tanaman membutuhkan dalam jumlah tertentu untuk tumbuh, berkembang, dan bertahan terhadap penyakit. Jika pH larutan tanah meningkat hingga > 5,5, maka Nitrogen (dalam bentuk nitrat) menjadi tersedia bagi tanaman. Fospor akan tersedia bagi tanaman pada pH 6-7. Tidak hanya itu, pH yang sesuai terhadap bakteri akan membantu tanaman dalam

mendapatkan N di atmosfer sehingga nantinya N tersebut dapat digunakan oleh tanaman.

Jika larutan tanah terlalu masam, tanaman tidak dapat memanfaatkan N, P, K dan zat hara lain yang dibutuhkan. Pada tanah masam, tanaman mempunyai kemungkinan yang besar untuk teracuni logam berat sehingga nantinya tanaman akan mati. Reaksi larutan tanah ditentukan oleh kadar H+ dan OH¯ . Oleh karena itu, pH tanah sangat mempengaruhi ketersediaan unsur hara bagi tanaman. Pada reaksi tanah yang netral, yaitu pH 6.5 – 7.5, unsur hara tersedia dalam jumlah yang optimal. Pada pH tanah < 6, ketersediaan unsur-unsur fosfor, kalium, belerang, kalsium, magnesium, dan molibdinum menurun dengan cepat. Sedangkan pH tanah > 8, akan menyebabkan unsur-unsur nitrogen, besi, mangan, borium, tembaga, dan seng menjadi relatif lebih sedikit.

d. Kapasitas tukar kation (KTK)

Kapasitas Tukar Kation didefisinikan sebagai kemampuan permukaan koloid tanah dalam menjerap dan mempertukarkan kation, yang dinyatakan dalam milligram dalam 100 gram tanah kering oven. Besar kecilnya KTK tanah ditentukan oleh jumlah dan jenis mineral liat, jumlah bahan organik, dan pH tanah. Tanah bertekstur halus yang mengandung lebih banyak liat dan humus akan memiliki KTK yang lebih tinggi (Soepardi 1983). Semakin tinggi kadar liat, maka semakin tinggi KTK.

e. Bahan Organik

Bahan organik umumnya ditemukan di permukaan tanah. Jumlahnya tidak besar, hanya sekitar 3-5 persen. Akan tetapi, pengaruhnya terhadap sifat-sifat tanah besar sekali. Adapun pengaruh bahan organik terhadap sifat-sifat tanah dan akibatnya terhadap pertumbuhan tanaman adalah sebagai berikut.

- Sebagai granulator yaitu memperbaiki struktur tanah. - Sumber unsur hara N, P, S, unsur mikro dan lain-lain. - Menambah kemampuan tanah untuk menahan air.

- Menambah kemampuan tanah untuk menahan unsur-unsur hara (KTK tanah menjadi tinggi)

Bahan organik dalam tanah terdiri dari bahan organik kasar dan bahan organik halus atau humus. Humus terdiri dari bahan organik halus yang berasal dari hancuran bahan organik kasar serta senyawa-senyawa baru yang dibentuk dari hancuran bahan organik tersebut melalui kegiatan mikroorganisme di dalam tanah. Humus merupakan senyawa yang resisten (tidak mudah hancur) berwarna hitam atau coklat dan mempunyai daya menahan air dan unsur hara yang tinggi. Tanah yang banyak mengandung humus atau bahan organik adalah tanah-tanah lapisan atas atau topsoil. Kandungan bahan organik tanah itu sendiri dapat dihitung dari C-organik dengan rumus :

Bahan organik (%) = 1,74 × C-organik (%) f. Nisbah C/N

Nisbah C/N (C/N rasio) dalam bahan organik yang terdapat dalam topsoil biasanya berkisar antara 8:1 dan 15:1 dengan nilai rata-rata 10:1 sampai dengan 12:1. C/N rasio berbeda-beda pada suatu daerah dengan daerah lainnya tergantung iklim daerah tersebut sehingga C/N rasio dari tanah ke tanah lain juga berbeda. Perbedaan ini berkaitan dengan dengan suhu dan curah hujan. C/N rasio memiliki arti penting bagi tanah, yaitu persaingan yang terjadi jika bahan organik mempunyai C/N rasio yang tinggi dimasukkan ke dalam tanah dan sifat kestabilan nisbah ini dalam tanah. Dengan berlangsungnya pelapukan, karbon dan nitrogen dapat hilang melalui penguapan sedangkan nitrat hilang melalui pencucian atau diserap tanaman. Pada suatu saat kecepatan hilangnya kedua unsur ini akan berbanding lurus (sama). Pada saat ini apapun yang terjadi nisbah karbon dan nitrogen menjadi mantab (Soepardi 1983).

C/N rasio merupakan indikator yang menunjukkan proses mineralisasi dan immobilisasi N oleh mikroba dekomposer bahan organik. Apabila C/N rasio < 20 menunjukkan terjadinya mineralisasi N, apabila C/N rasio > 30 artinya terjadi immobilisasi N, sedangkan jika di antara 20-30 berarti mineralisasi seimbang dengan immobilisasi.

g. Nitrogen Tanah

Menurut Munawar (2011), Nitrogen merupakan bagian dari semua sel hidup. Di dalam tanaman, N berfungsi sebagai komponen utama protein, hormon,

klorofil, vitamin, dan enzim-enzim esensial untuk kehidupan tanaman. Nitrogen ini menyusun 40% - 50% bobot kering protoplasma, bahan hidup sel tanaman. Oleh karena itu, N diperlukan dalam jumlah besar untuk seluruh proses pertumbuhan di dalam tanaman. Metabolisme N merupakan faktor utama pertumbuhan vegetatif, batang, dan daun. Tanaman yang mendapatkan pasokan N cukup, pertumbuhan vegetatifnya baik dengan ciri-ciri warna hijau tua, sebagai akibatnya fotosintesis lebih banyak. Pasokan N yang terlalu banyak dapat menunda pembungaan, pembentukan buah, menipisnya bahan dinding sel sehingga dengan mudah diserang oleh hama dan penyakit, dan mudah terpengaruh oleh kekeringan dan kedinginan. Sebaliknya, kekurangan pasokan N menyebabkan daun menguning, pertumbuhan kerdil, dan gagal panen. Ketersediaan N tanah itu sendiri dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan seperti iklim dan macam vegetasi yang dipengaruhi oleh keadaan setempat seperti topografi, batuan induk, kegiatan manusia, dan waktu.

Sekitar 98% total N dunia berasal dari litosfer dalam bentuk mineral dan amonium terfiksasi dalam mineral liat. Sekitar 2% total N tanah berasal dari atmosfer yang konsentrasinya 78% N2 sebagai bentuk yang tidak dapat langsung

diserap oleh tanaman karena mempunyai ikatan rangkap tiga yang sangat kuat. Oleh karena itu, N2 atmosfer harus diubah menjadi tersedia bagi tanaman agar

dapat digunakan oleh tanaman. Menurut Tisdale et al. (1990) dalam Munawar (2011), ada beberapa mekanisme perubahan bentuk N2 di udara menjadi bentuk

yang dapat digunakan tanaman, yaitu:

- Penambatan N oleh bakteri Rhizobia dan jasad renik lain secara simbiosis pada akar tanaman legum dan bukan legum.

- Penambatan N oleh jasad renik hidup bebas dan yang hidup pada berbagai daun tanaman.

- Penambatan N lewat petir.

- Penambatan sebagai amoniak, NO3¯, atau CN2¯ melalui proses industri

pupuk N.

Bentuk N-tanah dibedakan menjadi N inorganik dan organik. Menurut Tisdale et al. (1990) dalam Havlin et al. (2005), sekitar 95% atau lebih N di tanah permukaan berada dalam bentuk organik. Dari segi kesuburan tanah dan nutrisi

tanaman, N-inorganik di dalam tanah yang paling penting adalah NH4+, NO2-, dan

NO3-, yang konsentrasinya sekitar 2-5% N total tanah. Sedangkan untuk N

organik di dalam lapisan permukaan tanah terdapat sekitar lebih dari 90% dari N total. Bentuk N organik dalam tanah berada sebagai asam-asam amino atau protein (20%-40%), gula-gula amino seperti heksosamin (5%-10%), derivatif purin dan pirimidin (1% - atau kurang), dan senyawa-senyawa kompleks yang belum teridentifikasi.

h. Fosforus Tanah

Fosfor (P) adalah unsur hara esensial penyusun beberapa senyawa kunci dan sebagai katalis reaksi-reaksi biokimia penting di dalam tanaman. Unsur ini berperan dalam menangkap dan mengubah energi matahari menjadi senyawa- senyawa yang sangat berguna bagi tanaman. Inilah peran vital P di dalam nutrisi tanaman agar tanaman dapat tumbuh, berkembang, dan berproduksi dengan normal. Meskipun perannya begitu penting untuk tanaman, jumlah yang dapat dipasok oleh tanah pada umumnya terbatas. Kandungan P di dalam tanah sendiri sangat beragam, yaitu 0,02% - 0,5%, dengan rata-rata 0,05% (Munawar 2011). P di dalam tanah berasal terutama dari hasil desintegrasi dan dekomposisi batuan yang mengandung mineral apatit. Menurut Barber (1995) di dalam Munawar (2011), di alam dikenal ada 3 (tiga) macam mineral apatit, yakni fluor (F) apatit, khlor (Cl) apatit, dan hidroksi (OH) apatit.

Fosfor (P) di dalam tanah dapat diklasifikasikan menjadi P organik dan P inorganik. P-organik terdapat dalam sisa-sisa tanaman, hewan, dan jaringan jasad renik, sedangkan P-inorganik tanah terdiri dari mineral apatit, kompleks fosfat Fe, dan Al, dan P terjerap pada partikel liat. Kelarutan senyawa P-organik maupun inorganik di dalam tanah pada umumnya sangat rendah, sehingga hanya sebagian kecil P tanah yang berada dalam larutan tanah. Kemudian kadar P juga berhubungan erat dengan ukuran fraksi tanah. Kadar P akan semakin tinggi bila ukuran partikel tanah semakin halus. Faktor yang mempengaruhi ketersediaan P tanah adalah tipe liat, pH tanah, waktu reaksi, suhu, dan bahan organik tanah.

i. Kalium Tanah

Kalium (K) sangat penting dalam setiap proses metabolisme dalam tanaman, yaitu dalam sintesis dari asam amino dan protein dari ion-ion amonium. Unsur ini diserap oleh tanaman dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan unsur-unsur hara lainnya, kecuali N. Meskipun kandungan total K di dalam tanah biasanya beberapa kali lebih tinggi daripada yang diserap oleh tanaman selama musim tanam, seringkali hanya sebagian kecil K tanah yang tersedia bagi tanaman. Kalium diserap oleh tanaman dalam bentuk K+, dan dijumlahkan dalam berbagai kadar di dalam tanah.

Bentuk K di dalam tanah merupakan inorganik (mineral) dimana biasanya tersedia bagi tanaman dalam bentuk pupuk K yang larut dalam air, KCl, K2SO4,

KNO3, K-MG-Sulfat, dan pupuk-pupuk majemuk lainnya. Kebutuhan tanaman

akan K cukup tinggi dan akan menunjukkan gejala kekurangan apabila kebutuhannya tidak tercukupi. Dalam keadaan demikian maka akan terjadi translokasi K dari bagian-bagian yang tua ke bagian-bagian yang muda.

Ketersediaan kalium dalam tanah dipengaruhi oleh tipe koloid tanah, suhu, pembasahan dan pengeringan, pH tanah, dan pelapukan. Kehilangan K dari tanah dapat melalui terangkut tanaman, tercuci, dan tererosi. Kehilangan K dipengaruhi oleh tekstur, KTK, tanah organik, dan pH tanah. Kehilangan K semakin besar bila tekstur kasar, KTK rendah, pada tanah organik dan pH rendah.

III.

METODOLOGI

Dokumen terkait