• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendugaan Korelasi antara Karakteristik Tanah terhadap Cadangan Karbon (Carbon Stock) pada Hutan Sekunder

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pendugaan Korelasi antara Karakteristik Tanah terhadap Cadangan Karbon (Carbon Stock) pada Hutan Sekunder"

Copied!
141
0
0

Teks penuh

(1)

I.

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Hutan merupakan suatu kesatuan ekosistem yang erat kaitannya dengan proses alam yang memiliki peranan kompleks dalam menjaga stabilitas terhadap komponen-komponen penyusun ekosistemnya. Komponen ekosistem yang dimaksud terdiri atas komponen biotik dan abiotik. Komponen biotik adalah komponen makhluk hidup, misalnya binatang, tetumbuhan, dan mikroba. Sedangkan komponen abiotik adalah komponen benda mati atau fisik dan kimia yang terdiri atas tanah, air, udara, sinar matahari, dan lain sebagainya yang berupa medium atau substrat untuk berlangsungnya kehidupan. Oleh karena daya dukung dari komponen-komponen tersebut terhadap hutan, maka hutan memiliki peranan dan fungsi dalam menjaga stabilitas baik mikro maupun global.

Banyak peranan dan fungsi terhadap hutan, diantaranya adalah stabilitas iklim global dan proteksi lapisan tanah. Berkaitan dengan stabilitas iklim global dan perubahan iklim, hutan dapat berperan sebagai sumber emisi karbon (source) dan penyerap karbon dan menyimpannya (sink). Berkaitan dengan stabilitas dan proteksi lapisan tanah, hutan berperan dalam menjaga kesuburan tanah baik terhadap sifat fisik, kimia, maupun biologi tanahnya.

(2)

perhitungan karbon sehingga dapat mengetahui potensi karbon pada hutan tersebut.

Selain perhitungan karbon, dilakukan juga analisis mengenai karakteristik tanah. Hal ini dikarenakan bahwa tanah memiliki pengaruh terhadap besar kecilnya kemampuan tumbuhan baik tegakan pohon maupun tumbuhan bawah atau serasah dalam penyerapan gas-gas emisi seperti CO2, NO2, dan CH4 di

atmosfer. Setelah diketahui karakteristik atau parameter tanah, maka dapat dikorelasikan dengan perhitungan karbonnya. Oleh karena itu, diperlukan pengetahuan untuk mengetahui karakteristik tanah dominan yang mempengaruhi penyerapan karbon.

1.2.Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

a. Mengetahui simpanan karbon yang terkandung pada hutan sekunder b. Mengetahui karakteristik atau kualitas tempat tumbuh.

c. Menduga dan mengetahui apakah karakteristik tanah memiliki korelasi terhadap tinggi rendahnya karbon tersimpan pada hutan sekunder tersebut.

1.3.Manfaat Penelitian

(3)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Peranan Hutan dan Perubahan Iklim

Berdasarkan Undang-undang RI No. 41 tahun 1999, hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Menurut Arief (1994) dalam Indriyanto (2006), hutan adalah masyarakat tetumbuhan dan binatang yang hidup dalam lapisan dan di permukaan tanah dan terletak pada suatu kawasan, serta membentuk suatu kesatuan ekosistem yang berbeda dalam kesinambungan dinamis. Dengan kata lain, hutan merupakan suatu kesatuan ekosistem yang erat kaitannya dengan proses alam yang memiliki peranan kompleks dalam menjaga stabilitas terhadap komponen-komponen penyusun ekosistem.

Peranan kompleks terhadap hutan tidak hanya skala mikro, akan tetapi sudah menjadi skala makro atau isu internasional. Peranan hutan menyangkut fungsi ekologis, ekonomis, dan sosial. Menurut Daniel et al. (1992) dalam Bakri (2009), peranan dan fungsi hutan antara lain sebagai pengembangan dan penyediaan atmosfir yang baik dengan komponen oksigen yang stabil, produksi bahan bakar fosil (batubara), pengembangan dan proteksi lapisan tanah, produksi air bersih dan proteksi daerah aliran sungai terhadap sungai, penyediaan habitat dan makanan untuk binatang, serangga, ikan, dan burung, penyediaan material bangunan, bahan bakar dan hasil hutan, dan manfaat penting lainnya seperti nilai estetis, rekreasi, kondisi alam asli, dan taman. Selain itu, peranan hutan lainnya yang harus diperhatikan adalah stabilitas iklim global. Hutan dengan manajemen pengelolaan baik, maka stabilitas iklim akan baik juga. Begitu sebaliknya, jika hutan tidak diurus dengan baik maka stabilitas iklim tidak baik atau yang sering dikatakan dengan perubahan iklim global.

Berkaitan dengan perubahan iklim ini, kehutanan juga mempunyai peranan penting karena hutan dapat menjadi sumber emisi karbon (source) dan juga dapat menjadi penyerap karbon dan menyimpannya (sink). Hutan melalui proses fotosintesis mengabsorbsi CO2 dan menyimpannya sebagai materi organik

(4)

konversi hutan telah menyebabkan kerusakan hutan yang berakibat karbon tersimpan dalam biomassa hutan terlepas ke atmosfer dan kemampuan bumi untuk menyerap CO2 dari udara melalui fotosintesis hutan berkurang sehingga terjadi

gangguan keseimbangan energi antara bumi dan atmosfer. Hal ini terjadi karena adanya peningkatan gas-gas rumah kaca seperti karbondioksida (CO2), metana

(CH4), dan nitrogen oksida (N2O).

Untuk menurunkan dampak dari pemanasan atau perubahan iklim global diperlukan sebuah upaya mitigasi berupa upaya untuk menstabilkan konsentrasi CO di atmosfer. Upaya tersebut dilakukan dengan cara melakukan penanaman jenis tanaman berkayu pada areal-areal hutan dan lahan yang terdegradasi. Selain itu, diperlukan kegiatan yang dapat mengkuantifikasi pertumbuhan tegakan dan simpanan karbon dalam hutan maupun lahan yang terdegradasi tersebut dimana hasilnya dapat menjadi pertimbangan dalam kebijakan manajemen pengelolaan hutan. Salah satu cara adalah dengan melakukan pengukuran karbon yang tersimpan pada tanaman untuk mengetahui kemampuan tanaman dalam menyerap CO dan menyimpannya ke dalam organ-organ pohon (daun, cabang, batang, dan akar).

2.2.Ekosistem Hutan

(5)

Sebaliknya, jika data yang diperoleh setiap komponen kriterianya buruk, maka ekosistem hutan tersebut buruk. Oleh karena itu, dengan data tersebut nantinya diperlukan upaya pengelolaan hutan yang lestari.

Berdasarkan keadaan tumbuhan hutan, ekosistem hutan terbagi atas 4 (empat) yaitu:

a. Hutan lebat atau hutan rapat (closed forest)

Menurut Bruenig (1996) dalam Suhendang (2002), hutan lebat merupakan sebidang lahan yang tertutup oleh pohon-pohon yang membentuk total penutupan tajuk pohon lebih dari 10% dari total luas permukaan tanah, biasanya diukur oleh rasio antara luas total proyeksi tajuk tehadap luas permukaan tanahnya.

b. Hutan terbuka atau hutan jarang (open forest)

Menurut Bruenig (1996) dalam Suhendang (2002), hutan terbuka merupakan sebidang lahan yang tertutup oleh pohon-pohon yang membentuk hutan dengan penutupan tajuk pohon secara keseluruhan kurang dari 10% dari total luas permukaan tanah, biasanya diukur oleh rasio antara luas total proyeksi tajuk terhadap luas permukaan tanahnya.

c. Hutan primer (primary forest)

Menurut Bruenig (1996) dalam Suhendang (2002), hutan primer merupakan hutan yang belum pernah mendapatkan gangguan manusia, atau telah mendapatkan sedikit gangguan untuk keperluan berburu, berkumpul, dan penebangan pohon secara individu, bukan tegakan, untuk mengambil buah atau kemenyan yang dampak kerusakannya tidak cukup berarti, sehingga hutan tersebut, secara alami, mampu kembali kepada keadaan mula-mula dalam hal struktur, fungsi dan dinamikanya.

d. Hutan sekunder (secondary forest)

Menurut Bruenig (1996) dalam Suhendang (2002), hutan sekunder merupakan hutan yang tumbuh melalui suksesi sekunder alami pada lahan hutan yang telah mengalami gangguan yang berat, seperti lahan bekas perladangan berpindah atau untuk pertanian menetap, peternakan dan pertambangan.

(6)

itu, hutan sekunder juga bisa terbentuk karena bencana alam, seperti letusan gunung berapi.

2.3.Potensi Biomassa dan Simpanan Karbon

a. Potensi Biomassa dan Karbon pada Tipe Ekosistem

Karbon adalah bahan penyusun dasar semua senyawa organik. Menurut Hairiah dan Rahayu (2007), pada ekosistem daratan, C tersimpan dalam 3 (tiga) komponen pokok, antara lain:

1. Biomassa, yaitu total jumlah materi hidup di atas permukaan pada suatu pohon dan dinyatakan dengan satuan ton berat kering per satuan luas (Brown 1997).

2. Nekromassa, yaitu massa dari bagian pohon yang telah mati baik yang masih tegak di lahan atau telah tumbang di permukaan tanah, serta tonggak atau ranting dan serasah yang belum lapuk.

3. Bahan organik tanah yaitu sisa makhluk hidup yang telah mengalami pelapukan, baik sebagian maupun seluruhnya dan telah menjadi bagian dari tanah.

Pada ekosistem darat atau penggunaan lahan, nilai biomassa dan karbon tersimpannya berbeda-beda. Adapun ekosistem yang memiliki atau penyimpan karbon tertinggi adalah hutan alam. Hutan alam merupakan tempat penyimpan karbon (C) tertinggi dibandingkan dengan sistem penggunaan lahan pertanian karena hutan alam memiliki keanekaragaman jenis pepohonan berumur panjang dan serasah yang banyak. Jika hutan diubah fungsinya menjadi lahan-lahan pertanian, perkebunan atau ladang penggembalaan maka jumlah C tersimpan akan menurun. Hal ini dikarenakan biomassa hutan menyediakan penaksiran simpanan karbon pada tumbuhan hutan sekitar 50%.

(7)

Tabel 1 Karbon tersimpan di setiap ekosistem (Badan Litbang Kehutanan 2010)

No Tipe Hutan Cadangan Karbon Di Atas

Permukaan Tanah (ton c/ha) 1 Hutan alam dipterokarpa 204,92 – 264,70

2 Hutan lindung 211,86

3 Hutan sekunder bekas kebakaran hutan 7,50 – 55,30

4 Hutan mangrove sekunder 54,10 – 182,50

5 Hutan sekunder bekas tebangan 171,80 – 249,10 6 Hutan alam primer dataran rendah 230,10 - 264,70 7 Hutan alam primer dataran tinggi 103,16 8 Hutan sekunder dataran tinggi 113,20

9 Hutan sekunder dataran tinggi 39,48

10 Hutan gambut 200

11 Hutan alam gambut bekas tebangan dan sekunder

Bekas tebangan (126,01) Sekunder (83,49)

Untuk menentukan atau mendapatkan nilai karbon tersimpan seperti yang tertera di atas, diperlukan metode pendugaan karbon. Menurut Chapman (1976) dalam Novita (2010), dalam penentuan atau pendugaan biomassa di atas tanah dapat dilakukan melalui 2 (dua) cara yaitu:

1. Metode pemanenan

a. Metode pemanenan individu tanaman

Metode ini diterapkan pada kondisi tingkat kerapatan pohon cukup rendah dengan komunitas jenis sedikit. Nilai total biomassa diperoleh dengan menjumlahkan biomassa seluruh individu dalam suatu unit area contoh. b. Metode pemanenan kuadrat

Metode mengharuskan memanen semua individu pohon dalam suatu unit area contoh dan menimbangnya. Nilai total biomassa diperoleh dengan mengkonversi berat bahan organik yang dipanen di dalam suatu unit area tertentu.

(8)

2. Metode pendugaan tidak langsung a. Metode hubungan allometrik

Persamaan allometrik dibuat dengan mencari korelasi yang paling baik antara dimensi pohon dengan biomassanya. Untuk membuat persamaan ini, pohon-pohon yang mewakili sebaran kelas diameter ditebang dan ditimbang. Nilai total biomassa diperoleh dengan menjumlahkan semua berat individu pohon dalam suatu unit area contoh tertentu.

b. Crop meter

Pendugaan biomassa dengan metode ini dilakukan dengan cara menggunakan seperangkat elektroda listrik yang kedua kutubnya diletakkan di atas permukaan tanah pada jarak tertentu. Biomassa tumbuhan antara dua elektroda dipantau dengan memperhatikan electrical capacitance yang dihasilkan.

b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Biomassa dan Karbon

Biomassa suatu tanaman meliputi semua bahan tanaman yang secara kasar berasal dari hasil fotosintesis, serapan unsur hara dan air yang diolah melalui proses biosintesis. Produksi biomassa tersebut mengakibatkan pertambahan berat dapat diikuti dengan pertambahan ukuran lain yang dapat dinyatakan secara kuantitatif. Tetapi tidak semua bagian tanaman mengalami pertambahan yang sama pada waktu yang sama pula. Bagian terbesar dari biomassa hutan adalah berupa batang-batang pohon yang menyusun tegakan sebagai hasil akumulasi produksi bahan organik selama bertahun-tahun. Adanya hubungan yang sangat erat antara jumlah biomassa tegakan dengan umur tegekan akan diperoleh apabila tegakan tersebut tumbuh pada suatu kondisi pertumbuhan yang sama. Biomassa tegakan hutan dipengaruhi oleh kerapatan tegakan dan kualitas tempat tumbuh. Tegakan yang makin rapat jarak tanamnya akan mempunyai jumlah biomassa yang semakin besar walaupun belum tentu dapat menjamin kualitas produksi.

(9)

sehingga jika dilihat perkembangan vegetasinya maka akan mengalami peningkatan dimensi baik diameter, tinggi, volume, dan lainnya. Dengan peningkatan dimensi tersebut maka biomassa vegetasi atau tegakan pun akan semakin besar.

Jika dilihat dari segi komposisi dan struktur tegakan hutannya, semakin banyak komposisi jenis dan struktur tegakan hutannya maka akan semakin besar biomassa yang terkandung. Akan tetapi, hal tersebut harus ditunjang dengan pertumbuhan vegetasi atau tegakan hutannya dan kualita tempat tumbuh.

2.4.Kualitas Tempat Tumbuh

Faktor pendukung atau parameter untuk menilai kondisi hutan adalah kualitas tempat tumbuh. Jika kualitas tempat tumbuh baik maka akan berbanding lurus dengan kondisi hutannya sehingga memiliki sifat-sifat tanah yang baik seperti fisika tanah, kimia tanah, dan biologi tanahnya. Tidak hanya itu, kemampuan hutan seperti penyerapan karbon, siklus hidrologi, dan lainnya akan baik juga. Menurut Hardjowigeno (2007), tanah adalah kumpulan dari benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara, dan merupakan media untuk tumbuhnya tanaman. Selain itu ada beberapa karakteristik tanah yang menentukan kemampuan kesuburan tanah, antara lain:

a. Bobot Isi

(10)

Besaran bobot isi tanah dapat mengalami perubahan dari waktu ke waktu ataupun dari lapisan ke lapisan, sesuai dengan perubahan ruang pori atau struktur tanah. Keragaman tersebut menunjukkan derajat kepadatan tanah, karena tanah dengan ruang pori berkurang dan berat tanah setiap satuan bertambah menyebabkan meningkatnya bobot isi tanah.

b. Porositas Tanah

Porositas adalah proporsi ruang pori total (ruang kosong) yang terdapat dalam satuan volume tanah yang dapat ditempati oleh air dan udara, sehingga merupakan indikator kondisi drainase dan aerasi tanah. Tanah yang poros berarti tanah yang cukup mempunyai ruang pori untuk pergerakan air dan udara keluar-masuk tanah secara leluasa. Berdasarkan diameter ruangnya, pori-pori tanah

dibagi menjadi tiga kelas, yaitu makropori apabila berdiameter ≥ 90µm, mesopori

90-30 µm, dan mikropori < 30µm. Dominasi fraksi pasir akan menyebabkan terbentuknya sedikit pori-pori makro sehingga luas permukaan menjadi sangat sempit daya pegangnya terhadap air sangat lemah. Tanah dengan dominasi liat akan terbentuk pori-pori mikro sehingga permukaannya menjadi sangat luas dan daya pegang terhadap air sangat kuat. Sedangkan dominasi fraksi debu akan menyebabkan terbentuknya pori-pori meso dalam jumlah sedang sehingga luas permukaannya menjadi cukup luas dan daya pegang terhadap air cukup kuat. c. Derajat Kemasaman Tanah (pH)

(11)

mendapatkan N di atmosfer sehingga nantinya N tersebut dapat digunakan oleh tanaman.

Jika larutan tanah terlalu masam, tanaman tidak dapat memanfaatkan N, P, K dan zat hara lain yang dibutuhkan. Pada tanah masam, tanaman mempunyai kemungkinan yang besar untuk teracuni logam berat sehingga nantinya tanaman akan mati. Reaksi larutan tanah ditentukan oleh kadar H+ dan OH¯ . Oleh karena itu, pH tanah sangat mempengaruhi ketersediaan unsur hara bagi tanaman. Pada reaksi tanah yang netral, yaitu pH 6.5 – 7.5, unsur hara tersedia dalam jumlah yang optimal. Pada pH tanah < 6, ketersediaan unsur-unsur fosfor, kalium, belerang, kalsium, magnesium, dan molibdinum menurun dengan cepat. Sedangkan pH tanah > 8, akan menyebabkan unsur-unsur nitrogen, besi, mangan, borium, tembaga, dan seng menjadi relatif lebih sedikit.

d. Kapasitas tukar kation (KTK)

Kapasitas Tukar Kation didefisinikan sebagai kemampuan permukaan koloid tanah dalam menjerap dan mempertukarkan kation, yang dinyatakan dalam milligram dalam 100 gram tanah kering oven. Besar kecilnya KTK tanah ditentukan oleh jumlah dan jenis mineral liat, jumlah bahan organik, dan pH tanah. Tanah bertekstur halus yang mengandung lebih banyak liat dan humus akan memiliki KTK yang lebih tinggi (Soepardi 1983). Semakin tinggi kadar liat, maka semakin tinggi KTK.

e. Bahan Organik

Bahan organik umumnya ditemukan di permukaan tanah. Jumlahnya tidak besar, hanya sekitar 3-5 persen. Akan tetapi, pengaruhnya terhadap sifat-sifat tanah besar sekali. Adapun pengaruh bahan organik terhadap sifat-sifat tanah dan akibatnya terhadap pertumbuhan tanaman adalah sebagai berikut.

- Sebagai granulator yaitu memperbaiki struktur tanah. - Sumber unsur hara N, P, S, unsur mikro dan lain-lain. - Menambah kemampuan tanah untuk menahan air.

- Menambah kemampuan tanah untuk menahan unsur-unsur hara (KTK tanah menjadi tinggi)

(12)

Bahan organik dalam tanah terdiri dari bahan organik kasar dan bahan organik halus atau humus. Humus terdiri dari bahan organik halus yang berasal dari hancuran bahan organik kasar serta senyawa-senyawa baru yang dibentuk dari hancuran bahan organik tersebut melalui kegiatan mikroorganisme di dalam tanah. Humus merupakan senyawa yang resisten (tidak mudah hancur) berwarna hitam atau coklat dan mempunyai daya menahan air dan unsur hara yang tinggi. Tanah yang banyak mengandung humus atau bahan organik adalah tanah-tanah lapisan atas atau topsoil. Kandungan bahan organik tanah itu sendiri dapat dihitung dari C-organik dengan rumus :

Bahan organik (%) = 1,74 × C-organik (%) f. Nisbah C/N

Nisbah C/N (C/N rasio) dalam bahan organik yang terdapat dalam topsoil biasanya berkisar antara 8:1 dan 15:1 dengan nilai rata-rata 10:1 sampai dengan 12:1. C/N rasio berbeda-beda pada suatu daerah dengan daerah lainnya tergantung iklim daerah tersebut sehingga C/N rasio dari tanah ke tanah lain juga berbeda. Perbedaan ini berkaitan dengan dengan suhu dan curah hujan. C/N rasio memiliki arti penting bagi tanah, yaitu persaingan yang terjadi jika bahan organik mempunyai C/N rasio yang tinggi dimasukkan ke dalam tanah dan sifat kestabilan nisbah ini dalam tanah. Dengan berlangsungnya pelapukan, karbon dan nitrogen dapat hilang melalui penguapan sedangkan nitrat hilang melalui pencucian atau diserap tanaman. Pada suatu saat kecepatan hilangnya kedua unsur ini akan berbanding lurus (sama). Pada saat ini apapun yang terjadi nisbah karbon dan nitrogen menjadi mantab (Soepardi 1983).

C/N rasio merupakan indikator yang menunjukkan proses mineralisasi dan immobilisasi N oleh mikroba dekomposer bahan organik. Apabila C/N rasio < 20 menunjukkan terjadinya mineralisasi N, apabila C/N rasio > 30 artinya terjadi immobilisasi N, sedangkan jika di antara 20-30 berarti mineralisasi seimbang dengan immobilisasi.

g. Nitrogen Tanah

(13)

klorofil, vitamin, dan enzim-enzim esensial untuk kehidupan tanaman. Nitrogen ini menyusun 40% - 50% bobot kering protoplasma, bahan hidup sel tanaman. Oleh karena itu, N diperlukan dalam jumlah besar untuk seluruh proses pertumbuhan di dalam tanaman. Metabolisme N merupakan faktor utama pertumbuhan vegetatif, batang, dan daun. Tanaman yang mendapatkan pasokan N cukup, pertumbuhan vegetatifnya baik dengan ciri-ciri warna hijau tua, sebagai akibatnya fotosintesis lebih banyak. Pasokan N yang terlalu banyak dapat menunda pembungaan, pembentukan buah, menipisnya bahan dinding sel sehingga dengan mudah diserang oleh hama dan penyakit, dan mudah terpengaruh oleh kekeringan dan kedinginan. Sebaliknya, kekurangan pasokan N menyebabkan daun menguning, pertumbuhan kerdil, dan gagal panen. Ketersediaan N tanah itu sendiri dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan seperti iklim dan macam vegetasi yang dipengaruhi oleh keadaan setempat seperti topografi, batuan induk, kegiatan manusia, dan waktu.

Sekitar 98% total N dunia berasal dari litosfer dalam bentuk mineral dan amonium terfiksasi dalam mineral liat. Sekitar 2% total N tanah berasal dari atmosfer yang konsentrasinya 78% N2 sebagai bentuk yang tidak dapat langsung

diserap oleh tanaman karena mempunyai ikatan rangkap tiga yang sangat kuat. Oleh karena itu, N2 atmosfer harus diubah menjadi tersedia bagi tanaman agar

dapat digunakan oleh tanaman. Menurut Tisdale et al. (1990) dalam Munawar (2011), ada beberapa mekanisme perubahan bentuk N2 di udara menjadi bentuk

yang dapat digunakan tanaman, yaitu:

- Penambatan N oleh bakteri Rhizobia dan jasad renik lain secara simbiosis pada akar tanaman legum dan bukan legum.

- Penambatan N oleh jasad renik hidup bebas dan yang hidup pada berbagai daun tanaman.

- Penambatan N lewat petir.

- Penambatan sebagai amoniak, NO3¯, atau CN2¯ melalui proses industri

pupuk N.

(14)

tanaman, N-inorganik di dalam tanah yang paling penting adalah NH4+, NO2-, dan

NO3-, yang konsentrasinya sekitar 2-5% N total tanah. Sedangkan untuk N

organik di dalam lapisan permukaan tanah terdapat sekitar lebih dari 90% dari N total. Bentuk N organik dalam tanah berada sebagai asam-asam amino atau protein (20%-40%), gula-gula amino seperti heksosamin (5%-10%), derivatif purin dan pirimidin (1% - atau kurang), dan senyawa-senyawa kompleks yang belum teridentifikasi.

h. Fosforus Tanah

Fosfor (P) adalah unsur hara esensial penyusun beberapa senyawa kunci dan sebagai katalis reaksi-reaksi biokimia penting di dalam tanaman. Unsur ini berperan dalam menangkap dan mengubah energi matahari menjadi senyawa-senyawa yang sangat berguna bagi tanaman. Inilah peran vital P di dalam nutrisi tanaman agar tanaman dapat tumbuh, berkembang, dan berproduksi dengan normal. Meskipun perannya begitu penting untuk tanaman, jumlah yang dapat dipasok oleh tanah pada umumnya terbatas. Kandungan P di dalam tanah sendiri sangat beragam, yaitu 0,02% - 0,5%, dengan rata-rata 0,05% (Munawar 2011). P di dalam tanah berasal terutama dari hasil desintegrasi dan dekomposisi batuan yang mengandung mineral apatit. Menurut Barber (1995) di dalam Munawar (2011), di alam dikenal ada 3 (tiga) macam mineral apatit, yakni fluor (F) apatit, khlor (Cl) apatit, dan hidroksi (OH) apatit.

(15)

i. Kalium Tanah

Kalium (K) sangat penting dalam setiap proses metabolisme dalam tanaman, yaitu dalam sintesis dari asam amino dan protein dari ion-ion amonium. Unsur ini diserap oleh tanaman dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan unsur-unsur hara lainnya, kecuali N. Meskipun kandungan total K di dalam tanah biasanya beberapa kali lebih tinggi daripada yang diserap oleh tanaman selama musim tanam, seringkali hanya sebagian kecil K tanah yang tersedia bagi tanaman. Kalium diserap oleh tanaman dalam bentuk K+, dan dijumlahkan dalam berbagai kadar di dalam tanah.

Bentuk K di dalam tanah merupakan inorganik (mineral) dimana biasanya tersedia bagi tanaman dalam bentuk pupuk K yang larut dalam air, KCl, K2SO4,

KNO3, K-MG-Sulfat, dan pupuk-pupuk majemuk lainnya. Kebutuhan tanaman

akan K cukup tinggi dan akan menunjukkan gejala kekurangan apabila kebutuhannya tidak tercukupi. Dalam keadaan demikian maka akan terjadi translokasi K dari bagian-bagian yang tua ke bagian-bagian yang muda.

(16)

III.

METODOLOGI

3.1.Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan yaitu:

a. Pengambilan data dilakukan pada hutan sekunder di Desa Santu’un, Kecamatan Muara Uya, Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan dan Laboratorium Pengaruh Hutan, Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan IPB pada bulan Januari 2011-Februari 2011. Adapun lokasi pengambilan data di lapangan dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Peta lokasi pengambilan data

(17)

3.2. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain seperangkat komputer dengan sistem operasi Microsoft Windows 7 Ultimate yang dilengkapi beberapa perangkat lunak (software) untuk analisis, alat tulis, dan alat penunjang lainnya seperti GPS, meteran 30m, pita jahit, higrometer, kompas, ring tanah, bor tanah, alat ukur suhu tanah, oven, timbangan, air, tallysheet, kertas label, kantong plastik, amplop coklat, kalkulator, golok, dan pisau. Beberapa perangkat lunak yang digunakan yaitu:

a. Microsoft Office Excel 2007 untuk perhitungan dan tabulasi

b. Statistical Package for the Social Sciences 16 (SPSS 16) untuk analisis korelasi antara karakteristik tanah yang diteliti dengan karbon tersimpan. Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini berupa sampel-sampel tanah, data pengukuran diameter yang diambil di lapangan dan diteliti di Laboratorium Pengaruh Hutan, Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan IPB. Selain itu, bahan yang digunakan adalah peta-peta penggunaan lahan (land use) baik geologi, iklim, kelas lereng, tanah, dan topografi.

3.3. Metode Pengambilan Data a. Jenis Data

Jenis-jenis data yang diambil untuk kegiatan penelitian ini dibagi 2, yaitu: 1. Data primer

Data primer adalah data yang secara langsung diambil dari lapangan maupun laboratorium. Data dari lapangan berupa diameter tegakan pohon 1,3 m dari atas tanah, berat basah tumbuhan bawah dan serasah, berat basah sampel tanah pada setiap petak penelitian. Data dari laboratorium berupa karbon, N-tanah, P-tanah, K-tanah, KTK, pH, berat kering tumbuhan bawah dan serasah, berat kering sampel tanah, bobot isi tanah, dan porositas tanah.

2. Data sekunder

(18)

3 2

1 4 5

b. Metode Pengumpulan Data

Data yang dibutuhkan baik primer maupun sekunder diambil dan dikumpulkan untuk diolah sehingga mengeluarkan hasil yang diharapkan. Langkah-langkah dalam upaya pengumpulan data yang dibutuhkan adalah sebagai berikut.

Penentuan dan Pembuatan Petak Penelitian

Petak ditentukan dan dibuat berukuran 20 m x 20 m pada hutan sekunder. Petak tersebut dibuat sebanyak 5 (lima) petak sepanjang jalur dengan menggunakan kompas sebagai penunjuk arah dan tali/meteran sebagai penanda petak pada tegakan yang dianggap mewakili lokasi penelitian. Petak tersebut digunakan untuk pengukuran vegetasi seperti pancang, tiang, pohon, dan sampel tanah. Sedangkan untuk pengambilan sampel tumbuhan bawah dan semai dibuatkan subpetak yang berukuran 1 m x 1 m sebanyak 10 (sepuluh) subpetak sepanjang jalur tiap 10 m dimana tiap 2 subpetak dirata-ratakan untuk mewakili 1 petak contoh. Petak penelitian yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Petak penelitian ( = Pengambilan semai, tumbuhan bawah dan serasah, = Pengukuran tingkat pancang, tiang, pohon, dan pengambilan sampel tanah

Pengukuran Vegetasi

Vegetasi di dalam petak diukur secara keseluruhan atau sensus baik pancang, tiang, dan pohon. Dimensi yang diukur adalah diameter setinggi dada (DBH = 1,3 m dari atas tanah), tinggi total, dan tinggi bebas cabang.

Pengambilan Contoh Tumbuhan Bawah dan Serasah

(19)

yang nantinya akan dioven untuk mengetahui berat kering (BK) dan kadar air (KA).

Pengambilan Contoh Tanah

Contoh tanah yang diambil menggunakan 2 (dua) metode yaitu:

1. Contoh tanah terusik (komposit). Cara ini dilakukan dengan menggunakan bor tanah sehingga menyebabkan perubahan/kerusakan pada bentuk alaminya, terutama ruang/pori tanah. Tiap petak di ambil 5 (lima) contoh tanah kemudian dicampurkan dan diambil 200 gr. Begitu juga dilakukan pada petak selanjutnya dengan cara yang sama.

2. Contoh tanah tidak terusik (utuh). Cara ini dilakukan dengan menggunakan ring tanah yang dimasukkan ke dalam tanah sehingga hal ini meminimumkan perubahan/kerusakan pada bentuk alaminya, terutama ruang/pori tanah. Tiap petak diambil 2 (dua) contoh ring tanah.

Pengovenan

Pengovenan dilakukan untuk mencari berat kering (BK) dan kadar air (KA) tumbuhan bawah dan serasah pada suhu 80 0C selama 48 jam (Hairiah dan Rahayu 2007). Jika berat basah contoh yang akan di oven kurang dari 200 gram maka berat tersebut adalah berat basahnya. Dan jika berat basahnya lebih dari 200 gram maka berat basah yang diambil adalah sebanyak 200 gram. Tidak hanya tumbuhan bawah dan serasah di oven, tetapi contoh tanah tidak terusik juga di oven. Contoh tanah tidak terusik ini dilakukan untuk mendapatkan berat kering, bobot isi, dan porositas tanah. Contoh tanah tidak terusik di oven pada suhu 105

0

C selama 24 jam. Kemudian ditimbang contoh tersebut sebagai berat kering (BK1) dan berat ring (BR). Data ini nantinya digunakan untuk mendapatkan bobot

isi dan selanjutnya akan diperoleh porositas tanahnya. Pendugaan Biomassa dan Karbon Tegakan

(20)

Jumlah individu suatu spesies Luas petak contoh

K

Kerapatan seluruh spesies X 100% Jumlah plot ditemukan suatu spesies

Jumlah seluruh plot F

Frekuensi seluruh spesies X 100%

D

Dominansi seluruh spesies X 100% LBDS suatu spesies

Luas petak contoh 3.4.Analisis Data

a. Komposisi Jenis

Menurut Soerianegara dan Indrawan (2002), kerapatan tegakan, frekuensi, dominansi dan INP dihitung dengan menggunakan rumus:

Kerapatan suatu spesies (K) =

Kerapatan relatif suatu spesies (KR) =

Frekuensi suatu spesies (F) =

Frekuensi relatif suatu spesies (FR) =

Dominansi suatu spesies (D) =

Dominansi relatif suatu spesies (DR) =

INP = KR + FR + DR b. Pengukuran Biomassa

1. Biomassa Tegakan

Data primer berupa diameter tiap pohon dimasukkan ke dalam persamaan allometrik yang sesuai dengan jenis atau karakter pohonnya. Persamaan allometrik yang digunakan adalah sebagai berikut.

Tabel 2 Persamaan allometrik berdasarkan penelitian terdahulu Jenis Pohon Estimasi Biomassa

Pohon (kg/pohon) Sumber

Gmelina BK = 0.153 D2.217 Banaticla et al. dalam Sutaryo (2009)

Pohon Bercabang BK = 0.11 ρ D2.62 Ketterings (2001) dalam Hairiah dan Rahayu (2007)

Kopi dipangkas BK = 0.281 D2.06 Arifin (2001) dalam Hairiah dan Rahayu (2007)

Dipterocarpaceae BK = 0.031 D2.717 Banaticla et al. dalam Sutaryo (2009)

Jenis lain BK = 0.2902 D2.313 -

(21)

2. Biomassa Tumbuhan Bawah dan Serasah

Data primer tumbuhan bawah dihitung berat basahnya dan contoh yang diambil dikeringtanurkan untuk mengetahui berat keringnya. Kadar air dihitung dengan menggunakan rumus:

% KA = {(BBc – BKc)/BKc}× 100% Keterangan: KA = kadar air

BBc = berat basah contoh BKc = berat kering contoh

Setelah mendapatkan kadar air, barulah diperoleh berat kering biomassa tumbuhan bawah dan serasahnya dengan rumus:

BKT = BB/{1+(% KA/100)} Keterangan: BKT = berat kering tanur/biomassa

BB = berat basah KA = kadar air c. Menghitung Potensi Karbon

Karbon tersimpan (C) baik pada tiap pohon dan tumbuhan bawah/serasah diestimasi dengan menggunakan persamaan (Hairiah dan Rahayu 2007) berikut.

C = BKT × 0,46 d. Pengukuran Tanah

Contoh tanah terusik diambil untuk menganalisis pH, C-organik, bahan organik, N-total, P, K, dan Kapasitas Tukar Kation (KTK). Metode yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Metode analisis

Parameter Metode Analisis

pH pH meter

C-organik Walkey & Black

N-total Kjeldhal

P-bray Bray I

K N NH4Oac pH 7.0

(22)

Setelah mendapatkan nilai C-organik, maka nilai bahan organik pun dapat diketahui dengan cara menggunakan rumus di bawah berikut.

- Bahan Organik ; BO (%) = 1,74 × C-organik (%)

Untuk contoh tanah tidak terusik, yang dianalisis adalah bobot isi dan porositas tanah. Dalam menentukan bobot isi dan porositas tanah dapat dilihat pada rumus di bawah ini.

- Bobot isi ; BI = BK/Vt

keterangan: BK = berat kering contoh tanpa ring (BK = BK1 – BR)

Vt = volume tanah dalam ring (Vt = ¼πd2t) - Porositas ; P = {1- (BI/BP)} × 100%

keterangan: BP = bobot partikel tanah sebesar 2,65 g/cm3 e. Analisis Data secara Statistik

(23)

IV.

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Letak Geografis dan Batas Wilayah

Kabupaten Tabalong merupakan salah satu kabupaten yang terdapat di Provinsi Kalimantan Selatan dengan ibukota Tanjung yang mempunyai wilayah seluas 394.600 hektar (10,61% dari luas wilayah Provinsi Kalimantan Selatan), terletak di bagian paling Utara Provinsi Kalimantan Selatan. Secara geografis terletak pada posisi antara 115o54’ - 115o28’ BT dan 1o11’ - 2o15’ LS. Secara administratif pemerintahan, Kabupaten Tabalong terbagi dalam 12 (dua belas) kecamatan dan 131 desa. Salah satu kecamatannya adalah Kecamatan Muara Uya. Kecamatan Muara Uya merupakan kecamatan terluas dengan luasan 92.416 ha atau 23,42% dari luas wilayah Kabupaten Tabalong dimana terdapat beberapa penggunaan lahan seperti sawah, kebun, semak belukar, pertanian campuran, hutan sekunder, dan lainnya. Secara lebih terinci gambaran keadaan penutupan lahan di wilayah Kabupaten Tabalong dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Penutupan lahan wilayah kabupaten Tabalong

No. Jenis Penutupan Lahan Luas (Ha) %

(24)

Batas wilayah Kecamatan Muara Uya antara lain sebagai berikut. a. Sebelah Utara berbatasan dengan Provinsi Kalimantan Tengah b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Jaro

c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Haruai

d. Sebelah Barat berbatasan dengan Provinsi Kalimantan Tengah

Kecamatan ini memiliki 14 desa/kelurahan yaitu Desa Ribang, Kupang Nunding, Mangkupum, Kampung Baru, Palapi, Pasar Batu, Simpung Layung, Uwie, Muara Uya, Lumbang, Santu’un, Binjai, Salikung, dan Sungai Kumap. Desa yang menjadi lokasi penelitian adalah Desa Santu’un yang berada pada posisi 01047'53.3" - 01047'51.2" LS dan 115034'08.5" - 115034'12.9" BT. Di bawah ini merupakan peta administrasi Kabupaten Tabalong dan lokasi penelitian hutan sekunder di Desa Santu’un Kecamatan Muara Uya Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan.

(25)

Gambar 4 Lokasi penelitian 4.2.Kondisi Topografi

Dari kenampakan topografi, wilayah Kabupaten Tabalong dikelompokkan menjadi 3 (tiga) satuan morfologi, yaitu satuan dataran dengan ketinggian 0-10 m dpl, satuan medan bergelombang menempati bagian Selatan hingga tengah wilayah dengan ketinggian 10-50 m dpl, dan satuan medan perbukitan menempati bagian Utara hingga bagian Timur wilayah dengan ketinggian > 50 m dpl. Untuk kelas lereng, Kabupaten Tabalong terbagi atas 5 (lima) kelas lereng yaitu datar (0 - 8 %), landai (8 – 15 %), agak curam (15 – 25 %), curam (25 - 40 %), dan sangat curam (> 40 %). Desa Santu’un, Kecamatan Muara Uya termasuk ke dalam kelas lereng datar (0-8%). Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 5.

(26)

4.3.Tanah dan Geologi

Keadaan tanah Desa Santu’un berdasarkan peta tanah Kabupaten Tabalong termasuk kelompok tanah Dystrudepts Endoaquepts (turunan dari tanah Inceptisol) berbahan induk aluvium, sub-landform dataran antara perbukitan dan memiliki relief datar. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6 Peta tanah Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan

(27)

Gambar 7 Peta geologi Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan 4.4.Iklim

Berdasarkan peta iklim Kabupaten Tabalong, bahwa Desa Santu’un Kecamatan Muara Uya termasuk tipe iklim B dengan nilai Q 14,3%-33,3%. Menurut data tahun 1979-1989 (Stasiun Meteorologi Kab. Tabalong), curah hujan rata-rata tahunan sebesar 2.502 mm dengan 99 hari hujan. Curah hujan bulanan rata-rata adalah 208 mm dengan jumlah hari hujan bulanan rata-rata sekitar 8 hari. Curah hujan relatif lebih rendah jatuh pada bulan Juni-Oktober, sedangkan curah hujan relatif tinggi antara bulan November hingga April.

(28)

Tabel 5 Data iklim wilayah Kabupaten Tabalong rata-rata tahun 1979 -1989

Suhu Udara Kelembaban

Udara Sumber : Stasiun Meteorologi Tabalong, data diolah kembali

(29)

V.

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1.Karakteristik Vegetasi

Pada hutan sekunder di Desa Santu’un kecamatan Muara Uya Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan terdapat banyak vegetasi baik yang diketahui maupun tidak diketahui jenisnya. Vegetasi tersebut dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Vegetasi pada hutan sekunder di desa Santu’un kecamatan Muara Uya

Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan

No Nama Jenis Nama Latin ∑ ind K KR F FR D DR INP Keterangan : K = Kerapatan (ind/ha), KR = Kerapatan relatif (%), F = Frekuensi, FR =

(30)

Hasil Tabel 6 di atas menunjukkan bahwa di hutan sekunder tersebut terdapat 25 jenis pohon dengan jumlah sebanyak 148 pohon yang terbagi di dalamnya. Jenis pohon yang memiliki individu terbanyak pada petak contoh adalah gmelina sebanyak 46 pohon, mahang sebanyak 25 pohon, Medang sebanyak 14 pohon, dan meranti sebanyak 10 pohon. Sedangkan untuk jenis

pohon lainnya terdapat sebanyak ≤ 7 pohon.

Jika suatu jenis memiliki banyak individu maka nilai kerapatan atau kerapatan relatifnya akan semakin tinggi dan begitu sebaliknya. Berdasarkan Tabel 5 di atas, jenis yang memiliki nilai kerapatan atau kerapatan relatif terbesar terdapat pada jenis gmelina yaitu sebesar 230 individu/ha dengan kerapatan relatif 28,75%, mahang sebesar 125 individu/ha dengan kerapatan relatif 15,66%, medang sebesar 70 individu/ha dengan kerapatan relatif 8,75%, dan meranti sebesar 50 individu/ha dengan kerapatan relatif sebesar 6,25%. Hal ini berarti gmelina merupakan jenis pohon yang paling banyak ditemukan dibandingkan jenis pohon lainnya.

Frekuensi merupakan ukuran dari uniformitas atau regularitas terdapatnya suatu jenis dimana frekuensi tersebut memberikan gambaran bagaimana pola penyebaran suatu jenis, apakah menyebar keseluruh kawasan atau kelompok. Hal ini menunjukan daya penyebaran dan adaptasi terhadap lingkungan. Berdasarkan Tabel 5 di atas, vegetasi yang memiliki frekuensi jenis atau frekuensi relatif tertinggi adalah gmelina, mahang, dan medang yaitu frekuensi sebesar 1 atau frekuensi relatif sebesar 9,09%. Hal ini menunjukkan bahwa jenis gmelina, mahang, dan medang tersebar keseluruh kawasan. Sedangkan untuk jenis lainnya, pola penyebaran vegetasinya berkelompok atau tidak tersebar keseluruh kawasan.

(31)

Dengan adanya KR, FR, dan DR maka diperoleh INP (indeks nilai penting) setiap jenisnya. INP merupakan gambaran lengkap mengenai karakter sosiologi suatu spesies dalam komunitas. INP jenis tertinggi berada pada jenis gmelina sebesar 47,11%, mahang sebesar 32,13%, medang sebesar 21,92 %, dan meranti 21,01%. Dengan kata lain, jenis yang memiliki nilai INP tertinggi tersebut merupakan jenis yang memiliki karakter spesies terbesar dalam komunitas atau pada hutan sekunder tersebut.

5.2.Simpanan Karbon

Karbon tersimpan tiap jenis vegetasi dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Simpanan karbon tiap jenis vegetasi

No Nama Jenis Nama Latin Karbon (kg)

1 Gmelina Gmelina arborea 2411,25

2 Sumpung Gluta renghas 13,53

3 Mahang Macaranga gigantea 1337,85

4 Meranti Shorea leprosula 639,71

5 Layung Durio dulcis 140,50 6 Kapur/Sintok Dryobalanops aromatica 5,50

7 Kopi hutan Rothmannia grandis 20,57

8 Simpur Dillenia borneensis 318,81 9 Deluang Duabanga moluccana 181,60

10 Nyatoh Payena leerii 388,71 11 Geronggang Cratoxylum arborescens 83,08

12 Medang Cinnamomum porrectum 797,81

13 Jelutung Dyera costulata 225,29 14 Kecapi Sandoricum koetjape 290,88

15 Perupuk Lophopetalum javanicum 35,28

16 Terentang Campnosperma

coriaceum 8,59

17 Langsat hutan Aglaia korthalsii 13,36

18 Tumih Combretocarpus

rotundatus 86,14

19 Bintangur Calophyllum inophyllum 7,58

20 Punak Tetramerista glabra 73,04

(32)

Di lihat dari Tabel 7 di atas, dari 25 jenis vegetasi yang terdapat pada petak penelitian dihasilkan karbon tersimpan sebesar 7665,20 kg. Karbon tersimpan terbesar terdapat pada jenis pohon gmelina yaitu sebesar 2411,25 kg. Hal ini dikarenakan jenis gmelina memiliki nilai kerapatan tertinggi dibandingkan dengan jenis lainnya sehingga berbanding lurus dengan karbon tersimpannya. Semakin banyak gmelina yang ditemukan maka nilai kerapatan dan simpanan karbonnya akan semakin besar.

Berdasarkan Tabel 7 di atas, simpanan karbon terendah dapat terlihat pada jenis kapur/sintok yaitu 5,50 kg. Hal ini dikarenakan jenis ini memiliki jumlah pohon yang sedikit. Selain itu, kapur/sintok juga memiliki diameter setinggi dada (DBH) lebih kecil dibandingkan jenis lainnya. Oleh karena itu, jenis ini memiliki simpanan karbon terendah. Dari data di atas, dapat dikatakan bahwa kerapatan dan perkembangan vegetasi dapat mempengaruhi simpanan karbon pada vegetasi tersebut.

Hasil simpanan karbon per petak penelitian dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Simpanan karbon pada petak penelitian

Petak

Karbon Tersimpan Tegakan

(Kg)

Karbon Tersimpan Tumbuhan Bawah dan Serasah

(33)

memiliki 38 individu, petak 3 memiliki 30 individu, petak 4 memiliki 19 individu, dan petak 5 memiliki 9 individu permudaan pohon (Lampiran 1). Perbedaan jumlah komposisi dan struktur tegakan pohon per petak ini berdampak pada nilai simpanan karbonnya. Semakin banyak komposisi dan struktur tegakan hutan, maka semakin besar simpanan karbon pada area tegakan tersebut. Dari nilai di atas dapat diperoleh diagram yang menggambarkan karbon tersimpan pada setiap petak. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9 Karbon tersimpan pada tegakan di setiap petak penelitian

(34)

kecil, maka kadar air (KA) akan semakin besar sehingga biomassa atau karbon tersimpan yang dihasilkan akan semakin kecil. Untuk lebih jelas, hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10 Diagram biomassa-karbon tumbuhan bawah dan serasah

(35)

Gambar 11 Total karbon tersimpan di setiap petak penelitian 5.3.Kualitas Tempat Tumbuh

a. Derajat Kemasaman (pH)

Derajat kemasaman (pH) tanah menunjukkan banyaknya konsentrasi ion H+ di dalam tanah. Makin tinggi kadar ion H+ di dalam tanah, semakin masam tanah tesebut (Hardjowigeno 2007). pH merupakan salah satu parameter penting suatu tanaman dapat tumbuh atau tidak. Semakin rendah pH tanah maka semakin sulit tanaman untuk tumbuh karena tanah bersifat masam dan mengandung toksik (racun). Sebaliknya, jika pH tanah tinggi maka tanah bersifat basa dan mengandung kapur. Nilai pH masing-masing petak dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Nilai derajat kemasaman

Petak Derajat Kemasaman (pH) Kategori

1 4,50 Masam

2 4,40 Sangat masam 3 4,20 Sangat masam 4 4,00 Sangat masam 5 4,00 Sangat masam Rata-rata 4,22 Sangat masam

(36)

kemasaman (pH) tanahnya sebesar 4,22 dimana tanah tersebut tergolong sangat masam. Hal ini menandakan pada tanah tersebut ion H+ lebih tinggi daripada OH -sehingga unsur hara sulit diserap akar tanaman dan mempengaruhi perkembangan mikroorganisme.

b. Kapasitas Tukar Kation (KTK)

Kapasitas tukar kation menunjukkan kemampuan tanah untuk menahan kation- kation dan mempertukarkan kation-kation tersebut. KTK penting untuk kesuburan tanah maupun untuk genesis tanah. Tanah-tanah dengan kandungan bahan organik atau kadar liat tinggi mempunyai KTK lebih tinggi daripada tanah-tanah dengan kandungan bahan organik rendah atau tanah-tanah-tanah-tanah berpasir (Hardjowigeno 2007). Berdasarkan data penelitian dan tabel kriteria penilaian sifat kimia tanah Pusat Penelitian Tanah (1983), nilai KTK tanah dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Nilai kapasitas tukar kation (KTK)

Petak Kapasitas Tukar Kation (me/100g) Kategori

1 16,02 Rendah

2 14,07 Rendah

3 15,24 Rendah

4 18,75 Sedang

5 21,16 Sedang

Rata-rata 17,05 Sedang

(37)

c. C-Organik, BO, N, C/N Rasio, P, K

Hasil analisis C-organik, N, C/N rasio, P, dan K dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 Data hasil analisis C-organik, N, C/N, P, K

Petak C-organik tanah (%) Ket : SR (sangat rendah), R (rendah), S (Sedang), T (tinggi), ST (sangat tinggi)

Berdasarkan data hasil analisis di atas, C-organik tanah pada petak penelitian tersebar dari rendah, sedang, dan tinggi. Hal ini berdasarkan kriteria penilaian sifat-sifat kimia tanah pusat penelitian tanah (1983), kandungan C-organik tinggi terdapat pada petak 5 (4,15%) dan petak 4(3,11%), C-C-organik sedang terdapat pada petak 3(2,63%) dan petak 2(2,55%), dan kandungan organik rendah terdapat pada petak 1(1,84%). Jika dirata-ratakan bahwa nilai C-organik tergolong sedang yaitu 2,86%. Hal ini menandakan bahwa pada hutan sekunder tersebut yang diwakili 5 (lima) petak penelitian 5 mengandung C-organik sedang.

Setelah mendapatkan nilai C-organik, maka dapat diperoleh kandungan bahan organiknya dengan cara C-organik dikalikan dengan 1,74. Bahan organik tiap petak penelitian tergolong tinggi dan sangat tinggi dimana petak 5 memiliki bahan organik sangat tinggi yaitu 7,22% dan petak 4 yaitu 5,41%. Sedangkan petak lainnya tergolong tinggi yaitu petak 3 sebesar 4,58%, petak 2 sebesar 4,44%, dan petak 1 sebesar 3,2%. Jika dirata-ratakan bahwa bahan organik yang terkandung pada tanah sebesar 4,97%. Bahan organik ini tergolong tinggi sehingga bahan organik ini dapat dikatakan berbanding lurus dengan nilai KTK yang tercantum pada Tabel 10 di atas. Semakin tinggi bahan organik yang terkandung maka semakin tinggi nilai KTK tanahnya.

(38)

N-total sebesar 0,27 %. Nilai-nilai ini didapatkan dengan cara menggunakan metode Kjeldhal. Berdasarkan kriteria penilaian sifat kimia tanah pusat penelitian tanah (1983), petak penelitian ini rata-rata tergolong memiliki N-total sedang. Hal ini berbanding lurus dengan kadar bahan organiknya dimana semakin tinggi kadar bahan organik tanah maka makin tinggi kadar N-total tanah. Atau dengan kata lain, setiap perubahan kadar bahan organik akan merubah kadar bahan N-total.

Untuk nilai C/N rasio tertinggi berturut-turut terdapat pada petak 2(11,09%), petak 5(10,92%), petak 1(10,82%), petak 4(10,72%), dan petak 3(10,12%). Hal ini dikarenakan perbandingan antara C-organik dengan Nitrogen tanah tiap contoh berbeda-beda. Menurut Tisdale dan Nelson (1975) dalam Nurmaulani (2001), ketersediaan N dalam tanah selain ditentukan oleh jumlah N-total tanah, juga berhubungan erat dengan kandungan bahan organik tanah terutama tingkat dekomposisinya (C/N). Jika kandungan karbon yang masuk dalam tanah sebagai bahan organik segar sangat banyak sedangkan jumlah nitrogen relatif sedikit, dan dengan demikian nisbah C/N tinggi. Sebaliknya, Jika kandungan karbon yang masuk dalam tanah sebagai bahan organik segar sangat banyak sedangkan jumlah nitrogen relatif tinggi, dan dengan demikian nisbah C/N rendah. Hal ini disebabkan sebagian N-tersedia digunakan oleh mikroorganisme dalam perombakan bahan organik. Berdasarkan kriteria penilaian sifat kimia tanah pusat penelitian tanah (1983), C/N rasio pada petak 3 termasuk ke dalam kategori rendah sedangkan pada petak 1, 2, 4, dan 5 termasuk ke dalam kategori sedang. Akan tetapi, jika dilihat keseluruhan maka petak penelitian ini tergolong ke dalam C/N rasio sedang dengan nilai 10,73%.

(39)

Kalium (K) tanah terbesar berturut-turut terdapat pada petak 4(0,42 me/100g), petak 2(0,39 me/100g), petak 5(0,36 me/100g), petak 3(0,31 me/100g), dan petak 1(0,23 me/100g). Secara keseluruhan, diperkirakan bahwa hutan sekunder ini memiliki kandungan K tanah sebesar 0,34 me/100g. Unsur K yang diperoleh dapat dikategorikan ke dalam kategori sedang. Hal ini akan sedikit mempengaruhi pada proses fisiologis dalam tanaman, proses metabolik, penyerapan unsur-unsur hara lain, rentan terhadap kekeringan dan penyakit, dan perkembangan akar.

Jika dilihat keseluruhan baik sifat kimia dan kandungan hara tanahnya, maka status kesuburan tanah termasuk ke dalam kategori rendah. Hal ini dikarenakan kandungan unsur P di dalam tanah sangat rendah sehingga kesuburan tanahnya rendah.

d. Sifat Fisik Tanah

Sifat fisik tanah yang diukur adalah bobot isi dan porositas tanah. Nilai pengukuran dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12 Nilai pengukuran sifat fisik tanah

Petak Bobot isi

(40)

Porositas atau pori-pori tanah sangat menentukan kemampuan tanah dalam menjerap air. Semakin besar pori-pori tanah maka kemampuan tanah menjerap air akan semakin kecil. Atau sebaliknya, semakin kecil pori-pori tanah, maka kemampuan tanah menjerap air akan semakin besar. Tanah-tanah pasir mempunyai pori-pori kasar lebih banyak daripada tanah liat sehingga semakin banyak pori-pori kasar maka tanah akan semakin sulit menahan air dan tanaman mudah kekeringan (Hardjowigeno 2007). Berdasarkan tabel 8 di atas, nilai porositas atau pori-pori tanah tertinggi berturut-turut adalah petak 1(61,80%), petak 2(60,80%), petak 4(59,00%), petak 3(54,90%), dan petak 5(53,30%). Hal ini menandakan pori-pori tanah > 50% sehingga pori-pori tanah masih tergolong sedang.

5.4.Korelasi antara Karakteristik Tanah terhadap Karbon Tersimpan

Setelah mengetahui nilai total karbon tersimpan dan karakteristik tanahnya, maka dikorelasikan semuanya dengan menggunakan Statistical Package for the Social Sciences 16 (SPSS 16). Nilai korelasi ini berfungsi untuk mengetahui seberapa besar pengaruh antar karakteristik tanah yang diukur dengan nilai total karbon tersimpan pada hutan Sekunder di desa Santu’un kecamatan Muara Uya kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan. Sebelum mengetahui nilai korelasi, terlebih dahulu setiap variabel diketahui rata-rata, standar deviasi, total, minimum, dan maksimum. Nilai tersebut dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13 Karakteristik tempat tumbuh dan simpanan karbon pada hutan sekunder di desa Santu’un kecamatan Muara Uya kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan

No Variabel Satuan Rata-rata Kisaran 1 C-stock Kg 1685,00 911,83 – 3127,00

(41)

mempengaruhi variabel lainnya. Untuk mengetahui nilai korelasinya, dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12 Korelasi karakteristik tanah terhadap Cadangan Karbon (c-stock) (* = nyata, tn = tidak nyata)

Berdasarkan Gambar 12 di atas, terdapat 9 karakteristik tanah yang dikorelasikan dengan C-stok antara lain pH, C-organik, bahan organik (BO), N-total, P, K, KTK, bobot isi, dan porositas. Semua karakteristik tanah memiliki nilai korelasi yang berbeda-beda terhadap karbon tersimpan (C-stock). Karakteristik tanah yang memiliki korelasi terhadap karbon tersimpan adalah pH, C-organik, BO, N-total, dan K sedangkan P, KTK, bobot isi, dan porositas tidak mempunyai korelasi terhadap karbon tersimpan. Hal ini dapat dilihat dari nilai korelasi dan tingkat signifikannya (Lampiran 4).

Berdasarkan Gambar 12, nilai korelasi pH terhadap karbon tersimpan sebesar 0,814 dengan tingkat signifikan 0,093. Nilai pH tanah memiliki pengaruh terhadap karbon tersimpan, tetapi tidak secara langsung. Besar kecilnya nilai pH akan mempengaruhi ketersediaan unsur hara di dalam tanah. Oleh karena ketersediaan unsur hara ini nantinya akan mempengaruhi proses fisiologi tumbuhan. Salah satu proses fisiologis tumbuhan yang akan berpengaruh adalah penyerapan karbon melalui proses fotosintesis. Oleh karena itu, nilai pH pada tingkat tertentu akan menjamin ketersediaan unsur hara sehingga akan dapat meningkatkan karbon tersimpan pada hutan tersebut.

(42)

penyimpanan C adalah bahan organik. jumlah C yang tersimpan pada bahan organik kecil dibandingkan jumlah total karbon pada hutan tersebut. Hal ini dikarenakan bahan organik tersebut berada dalam proses pelapukan aktif dan menjadi mangsa serangan jasad mikro sehingga bahan organik tersebut mengalami perubahan secara terus-menerus dan tidak mantap.

Nitrogen tanah memiliki nilai korelasi sebesar -0,857 dengan tingkat signifikan 0,064. Walaupun jumlah ketersediaan N-total dalam tanah sedang, tetapi N-total tetap memiliki pengaruh terhadap merangsang pertumbuhan di atas tanah dan memberikan warna hijau pada daun. Warna hijau daun ini disebut juga dengan klorofil. Klorofil sangat berperan dalam proses fotosintesis dimana salah satu bahan pembentukan makanan melalui proses tersebut adalah CO2. N-total

yang berlebihan akan sangat merugikan tanaman, diantaranya adalah warna daun menjadi hijau gelap, lemas, mudah rebah, mudah terserang hama dan penyakit, dan sebagainya. Oleh karena itu, ketersediaan N-total yang sedang atau cukup akan memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan umumnya dan memudahkan penyerapan karbon khususnya melalui proses fotosintesis.

Kalium tanah ini memiliki nilai korelasi terhadap karbon tersimpan sebesar -0,88 dengan tingkat signifikan 0,049. Hal ini sejalan dengan Marschner (1986) dalam Munawar (2011) yang menyatakan bahwa unsur K terlibat dalam banyak proses biokimia dan fisiologi yang sangat vital bagi pertumbuhan dan hasil tanaman, serta ketahanan terhadap cekaman. Selain itu, unsur K esensial dalam fotosintesis karena terlibat di dalam sintesis ATP, produksi dalam aktivitas enzim-enzim fotosintesis (seperti RuBP karboksilase), penyerapan CO2 melalui

(43)
(44)

VI.

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1.Kesimpulan

Setelah dilakukan penelitian, diperoleh kesimpulan sebagai berikut.

1. Simpanan karbon yang terbesar terdapat pada jenis Gmelina yaitu 2411,25 kg. Hal ini dikarenakan Gmelina memiliki nilai kerapatan atau jumlah individu lebih banyak dibandingkan dengan jenis lainnya.

2. Simpanan karbon yang terkandung pada hutan sekunder adalah 41948,75 kg/ha dimana 91,36% atau setara dengan 38326 kg/ha karbon tersimpan pada tegakan dan 8,64% atau setara dengan 3622,75 kg/ha karbon tersimpan pada tumbuhan bawah dan serasah.

3. Berdasarkan data sekunder berupa peta tanah, hutan sekunder termasuk ke dalam klasifikasi tanah Dystrudepts endoaquepts dengan berbahan induk aluvium. Selain itu, setelah melakukan pengujian contoh tanah di laboratorium tanah dan pengaruh hutan, tanah tersebut memiliki pH rata-rata 4,22, C-organik rata-rata 2.856 %, bahan organik rata-rata 4,97 %, N-total rata 0.266 %, P rata 2.22 ppm, K rata 0,342 me/100g, KTK rata-rata 17,048 me/100g, bobot isi rata-rata-rata-rata 1,113 gr/cm3, dan porositas rata-rata 0,579 %.

4. Jika dilihat keseluruhan baik sifat kimia dan kandungan hara tanahnya, maka status kesuburan tanah termasuk ke dalam kategori rendah. Hal ini dikarenakan kandungan unsur P di dalam tanah sangat rendah sehingga kesuburan tanahnya rendah.

5. Dalam uji korelasi antara karakteristik atau kualitas tempat tumbuh terhadap simpanan karbon (C-stock) menunjukkan bahwa pH, C-organik, BO, N-total, dan kalium tanah memiliki korelasi atau pengaruh terhadap karbon tersimpan. 6.2.Saran

(45)

1. Perlu dilakukan pendugaan biomassa dan karbon diberbagai ketinggian atau topografi pada hutan sekunder tersebut.

2. Perlu dilakukan pendugaan biomasssa dan karbon pada hutan sekunder lainnya atau penggunaan lahan lainnya.

(46)

i PENDUGAAN KORELASI ANTARA KARAKTERISTIK TANAH

TERHADAP CADANGAN KARBON (CARBON STOCK) PADA

HUTAN SEKUNDER

RINAL SYAHPUTRA LUBIS

DEPARTEMEN SILVIKULTUR

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(47)

DAFTAR PUSTAKA

Bakri. 2009. Analisis Vegetasi dan Pendugaan Cadangan Karbon Tersimpan pada Pohon di Hutan Taman Wisata Alam Taman Eden Desa Sionggang Utara Kecamatan Lumban Julu Kabupaten Toba Samosir [Tesis]. Medan: Program Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara.

[Balitbang] Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. 2010. Cadangan Karbon pada Berbagai Tipe Hutan dan Jenis Tanaman di Indonesia. Jakarta: Kemenhut.

Brown S. 1997. Estimating Biomass and Biomass Change of Tropical Forests. FAO: USA.

[FWI and GWI] Forest Watch Indonesia and Global Forest Watch. 2002. The State of The Forest : Indonesia. Bogor: FWI and GFW.

Hairiah K, Rahayu S. 2007. Petunjuk Praktis Pengukuran Karbon Tersimpan di Berbagai Macam Penggunaan Lahan. Bogor: World Agroforestry Centre-ICRAF, SEA Regional Office, University of Brawaijaya, Unibraw, Indonesia.

Hardjowigeno S. 2007. Ilmu Tanah. Jakarta: Akademika Pressindo.

Havlin JL, Beaton JD, Nelson SL, Nelson WL. 2005. Soil Fertility and Fertilizers. An Introduction to Nutrient Management. New jersey: Pearson Prentice Hall.

Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Jakarta: Bumi Aksara.

[Kemenhut] Kementerian Kehutanan. 1999. Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Pokok Kehutanan. Jakarta: Kemenhut.

Munawar A. 2011. Kesuburan Tanah dan Nutrisi Tanaman. Bogor: IPB Press. Novita N. 2010. Potensi Karbon Terikat Di Atas Permukaan Tanah pada Hutan

Gambut Bekas Tebangan Di Merang Sumatera Selatan [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Nurmaulani M. 2001. Hubungan antara Komunitas Vegetasi dengan Kesuburan Tanah dan Ketebalan Gambut (Studi Kasus di HPH PT Diamond Raya Timber, Bagan Siapi-api, Riau) [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

[PPT] Pusat Penelitian Tanah. 1983. Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Pertanian dan Tanaman Kehutanan. Bogor: PPT.

(48)

Setiadi Y. 1983. Pengertian Dasar tentang Konsep Ekosistem. Bogor: Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Soekardi M. 1984. Cara Pendugaan Berat Isi Tanah dari Sifat Tanah Lainnya. Pusat penelitian tanah. Bogor.

Soepardi G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Departemen ilmu tanah. Bogor: Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Soerianegara I, Indrawan A. 2002. Ekologi Hutan Indonesia. Bogor: Laboratorium Ekologi Hutan Fakultas Kehutanan IPB.

Suhendang E. 2002. Pengantar Ilmu Kehutanan. Bogor: YPFK

(49)

i PENDUGAAN KORELASI ANTARA KARAKTERISTIK TANAH

TERHADAP CADANGAN KARBON (CARBON STOCK) PADA

HUTAN SEKUNDER

RINAL SYAHPUTRA LUBIS

DEPARTEMEN SILVIKULTUR

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(50)

ii PENDUGAAN KORELASI ANTARA KARAKTERISTIK TANAH

TERHADAP CADANGAN KARBON (CARBON STOCK) PADA

HUTAN SEKUNDER

RINAL SYAHPUTRA LUBIS

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN SILVIKULTUR

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(51)

iii

RINGKASAN

RINAL SYAHPUTRA LUBIS. Pendugaan Korelasi antara Karakteristik Tanah terhadap Cadangan Karbon (Carbon Stock) pada Hutan Sekunder. Dibimbing oleh OMO RUSDIANA

Hutan merupakan suatu kesatuan ekosistem yang erat kaitannya dengan proses alam yang memiliki peranan kompleks dalam menjaga stabilitas terhadap komponen-komponen penyusun ekosistem. Peranan kompleks hutan diantaranya adalah menjaga stabilitas iklim global dan proteksi lapisan tanah. Berkaitan dengan stabilitas iklim global dan isu internasional yaitu perubahan iklim, hutan mempunyai peranan penting yaitu sebagai sumber emisi karbon (source) dan penyerap karbon dan menyimpannya (sink). Berkaitan dengan stabilitas dan proteksi lapisan tanah, tanah memiliki karakteristik yang dapat membantu pertumbuhan vegetasi. Semakin besar kesuburan tanah maka semakin besar pertumbuhan vegetasi sehingga diduga akan semakin besar karbon yang akan tersimpan pada tegakan maupun tumbuhan bawah atau serasah. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui simpanan karbon dan karakteristik atau kualitas tempat tumbuh yang terkandung pada hutan sekunder, menduga dan mengetahui apakah karakteristik tanah memiliki korelasi terhadap tinggi rendahnya karbon tersimpan pada hutan sekunder.

Karbon tersimpan pada hutan sekunder sebesar 41948,75 kg/ha dimana 91,36% atau setara dengan 38326 kg/ha karbon tersimpan pada tegakan dan 8,64% atau setara dengan 3622,75 kg/ha karbon tersimpan pada tumbuhan bawah dan serasah. Kemudian hasil dari karakteristik tanah yang diperoleh diantaranya adalah pH = 4,22, KTK = 17,05 me/100gr, C-organik = 2,86 %, bahan organik = 4,97 %, N-total = 0,27 %, C/N rasio = 10,73 %, P-total = 2,22 ppm, K-total = 0,34 me/100gr, bobot isi = 1,1 gr/cm3, dan porositas tanah = 57,96 %. Jika dilihat keseluruhan baik sifat kimia dan kandungan hara tanahnya, maka status kesuburan tanah termasuk ke dalam kategori rendah. Hal ini dikarenakan kandungan unsur P di dalam tanah sangat rendah sehingga kesuburan tanahnya rendah.

Setelah dilakukan uji korelasi antara karakteristik tanah terhadap karbon tersimpan (C-stock) diperoleh bahwa pH, C-organik, bahan organik, N-total, dan K tanah yang memiliki korelasi atau pengaruh terhadap karbon tersimpan pada hutan sekunder tersebut.

(52)

iv

SUMMARY

RINAL SYAHPUTRA LUBIS. Estimation Correlation between Soil Characteristics Toward Reserved Carbon (Carbon Stock) in the Secondary Forest. Supervised by OMO RUSDIANA

Forest ecosystem is a unity which is closely related to the natural processes that have a complex role in maintaining the stability of constituent components of the ecosystem. The complex role of the forest is to maintain the stability of the global climate and soil protection. Related to global climate stability and international issues of climate change, forests have an important role as a source of carbon emissions (source) and carbon sinks and stores (sink). Related to the stability and the protection of soil, soil has characteristics that can help the growth of vegetation. The greater fertility of the soil, the greater expected growth of vegetation, it can be implied that the greater the carbon stored on the forest stand as well as on the under plants or litter. Therefore, this study aims to determine carbon deposits and the characteristics or site qualities in secondary forests, suspect and find out whether the characteristics of the soil has a high or low correlation to the carbon stored in secondary forest.

Carbon stored in secondary forests of 41948,75 kg/ha of which 91,36%, equivalent to 38326 kg/ha of carbon stored in standing and 8,64%, equivalent to 3622,75 kg/ha of carbon stored in plants and litter below. Then the results obtained from soil characteristics include pH = 4,22, CEC = 17,05 me/100gr, C-organic = 2,86 %, C-organic matter = 4,97 %, N-total = 0,27 %, C/N ratio = 10,73 %, P-total = 2,22 ppm, K-total = 0,34 me/100gr, bulk density = 1,1 gr/cm3, and soil porosity = 57,96 %. When viewed overall, whether chemical composition and nutrient content of soil, conclude that the soil fertility status fall into the low category. This is because the content of the element P in the soil is so low that indicates a low soil fertility.

After tested the correlation between soil characteristics and stored carbon (C-stock) is obtained that the pH, the C-organic, organic matter, total N, and K soil has a correlation or effect of carbon stored in the secondary forest.

(53)

v

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Pendugaan Korelasi antara Karakteristik Tanah terhadap Cadangan Karbon (Carbon Stock) pada Hutan Sekunder” adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebut dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Desember 2011

(54)

vi

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi : Pendugaan Korelasi antara Karakteristik Tanah terhadap Cadangan Karbon (Carbon Stock) pada Hutan Sekunder

Nama Mahasiswa : Rinal Syahputra Lubis Nomor Induk Mahasiswa : E44070008

Menyetujui : Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Omo Rusdiana, M. Sc NIP. 19630119 198903 1 003

Diketahui :

Ketua Departemen Silvikultur

Prof. Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, MS. NIP. 19601024 198403 1 009

(55)

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, karunia dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Pendugaan Korelasi antara Karakteristik Tanah terhadap Cadangan Karbon (Carbon Stock) pada Hutan Sekunder”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, baik pada saat penyusunan proposal, pelaksanaan kegiatan penelitian, dan pada saat penyelesaian skripsi. Dengan menyadari ketidaksempurnaan diri sebagai manusia, penulis berharap karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Desember 2011

(56)

viii

UCAPAN TERIMA KASIH

Pada kesempatan ini, penulis dengan kerendahan hati ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada :

1. Dr. Ir. Omo Rusdiana, M.Sc selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan dan ilmu kepada penulis.

2. Dr. Ir. Noor Farikhah Haneda, M.Si dan Ir. Ahmad Hadjib, MS selaku dosen yang telah memberikan bimbingan, arahan dan ilmu kepada penulis.

3. Seluruh dosen pengajar di Departemen Silvikultur yang telah memberikan bimbingan, arahan dan ilmu kepada penulis.

4. Ahmad Husin dan keluarga yang telah memberikan motivasi dan dorongan baik moral maupun materiil sehingga dapat menjalankan perkuliahan sampai tugas akhir ini.

5. Dinas Kehutanan Kabupaten Tabalong yang telah membantu dan memfasilitasi dalam pengambilan data penelitian.

6. Arifudin yang telah membantu dan memfasilitasi dalam pengambilan data penelitian.

7. Keluarga (Ir. Amir Hud Lubis, Hj. Ischairina Lubis, abang Ahmad Fauzi Lubis, Abang Syahrin Azmir Lubis, kakak Ulfa Izmi Lubis, adik Muhammad Rizki Ramadhan Lubis, dan saudara lainnya) yang telah memberikan motivasi dan semangat sehingga dapat menjalankan perkuliahan sampai tugas akhir ini. 8. Keluarga besar Fosma IPB, Fosma Bogor, FKA ESQ 165 yang telah

memberikan motivasi, semangat dalam menjalankan kehidupan ini sehingga berdampak positif terhadap perkuliahan sampai tugas akhir ini.

9. Keluarga besar Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Kehutanan IPB tahun 2009 dan 2010 yang telah memberikan banyak pengalaman berorganisasi sehingga berdampak positif terhadap perkuliahan dan kehidupan sehari-hari. 10. Keluarga besar Tata Usaha Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB

yang telah membantu dan memudahkan dalam hal administrasi perkuliahan dan tugas akhir ini.

(57)

ix 12. Teman-teman mahasiswa Silvikultur 44 dan semua pihak yang telah

memberikan bantuan dalam proses penelitian.

Bogor, Desember 2011

(58)

x

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Medan, 28 Agustus 1989, sebagai anak keempat dari lima bersaudara dari pasangan Ir. Amir Hud Lubis dan Hj. Ischairina Lubis. Penulis memulai pendidikan dasar di SD Negeri 060847 Medan tamat pada tahun 2001, kemudian melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 16 Medan dan tamat pada tahun 2004, selanjutnya meneruskan pendidikan di SMA Swasta Kartika I-2 Medan dan berhasil tamat pada tahun 2007. Sejak di SMA, penulis sudah mulai aktif di Organisasi antara lain Organisasi Intra Sekolah (OSIS) pada tahun 2006 sebagai wakil ketua II, Rohis pada tahun 2006 sebagai wakil ketua, pramuka pada tahun 2006 sebagai kabid. Teknisi Kepramukaan.

Pada tahun 2007, penulis diterima di Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa IPB (USMI). Selama kuliah penulis aktif juga dalam organisasi kemahasiswaan, seperti DKM Al-Hurriyah sebagai anggota Divisi Pengembangan Umat (2008-2009), Forum Silahturahmi Mahasiswa Alumni (FOSMA) ESQ Komisariat IPB sebagai anggota Divisi Informasi dan Komunikasi (2008-2009), FOSMA ESQ daerah Bogor sebagai anggota Divisi Sosial dan Kemasyarakatan (2008-2009), Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Kehutanan IPB sebagai kepala Divisi Kemahasiswaan, Kesejahteraan Sosial Lingkungan (2009), BEM Fakultas Kehutanan IPB sebagai kepala Divisi Pengembangan Sumberdaya Manusia (2010).

(59)

xi Kegiatan praktek yang telah dilakukan oleh penulis dibidang kehutanan yaitu Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di Papandayan dan Sancang Timur pada tahun 2009, kemudian Praktek Pengelolaan Hutan (P2H) pada tahun 2010 di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW), Sukabumi, Cianjur, Bandung dan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNHS). Pada tahun 2011, penulis melakukan Kuliah Kerja Profesi (KKP) di PT Riau Andalan Pulp And Paper, Estate Cerenti-Riau Fiber.

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana kehutanan, penulis melakukan penelitian yang berjudul “Pendugaan Korelasi antara Karakteristik Tanah terhadap Cadangan Karbon (Carbon Stock) pada Hutan Sekunder” dibawah bimbingan dan arahan Dr. Ir. Omo Rusdiana, M.Sc.

Bogor, Desember 2011

(60)

xii

DAFTAR ISI

(61)

xiii VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 44

(62)

xiv

DAFTAR TABEL

Halaman 1 Karbon tersimpan di setiap tipe ekosistem... 7 2 Persamaan allometrik berdasarkan penelitian terdahulu ... 20 3 Metode analisis... 21 4 Penutupan lahan wilayah kabupaten Tabalong ... 23 5 Data iklim wilayah kabupaten Tabalong rata-rata tahun 1979 -1989 ... 28 6 Vegetasi pada hutan sekunder di desa Santu’un kecamatan Muara Uya

kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan ... 29 7 Simpanan karbon tiap jenis vegetasi ... 31 8 Simpanan karbon pada petak penelitian ... 32 9 Nilai derajat kemasaman ... 35 10 Nilai kapasitas tukar kation (KTK) ... 36 11 Data hasil analisis C-organik, N, C/N, P, K ... 37 12 Nilai pengukuran sifat fisik tanah ... 39 13 Karakteristik tempat tumbuh dan simpanan karbon pada hutan sekunder di

(63)

xv

DAFTAR GAMBAR

(64)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Data vegetasi pada hutan sekunder di desa Santu'un kecamatan Muara Uya

(65)
(66)

Gambar

Tabel 1  Karbon tersimpan di setiap ekosistem (Badan Litbang Kehutanan 2010)
Gambar 1  Peta lokasi pengambilan data
Tabel 2  Persamaan allometrik berdasarkan penelitian terdahulu
Tabel 4  Penutupan lahan wilayah kabupaten Tabalong
+7

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan Rahmat, Hidayah dan Inayah-Nya, sehingga penulisan skripsi dengan judul: “Pendugaan Cadangan Karbon (C) Tersimpan di

Perlu diadakannya penelitian karbon pada lokasi penelitian ini untuk kategori tumbuhan bawah, serasah, dan kandungan organik tanah agar diperoleh nilai cadangan karbon total

isi, porositas, kadar air, suhu karbon organik, nitrogen total, nisbah CIN dan pH tanah serta membandingkannya dengan..

Penerapan sistem pertanian organik belum mampu memperbaiki karakteristik sifat kimia tanah yaitu pH tanah, C-organik tanah, N-total tanah, dan P-tersedia tanah masih memiliki

Berdasarkan hasil penelitian mengenai pengukuran karbon tersimpan (carbon stock) di kawasan hutan kota Pendopo Gubernur dapat disimpulkan bahwa dengan luasan 3,2

Berdasarkan Gambar 3 dan 4 diagram nilai total kandungan biomassa dan kandungan karbon dari 28 jenis pohon yang terdapat pada Hutan Kampus Universitas

Estimasi total karbon tersimpan dalam biomassa hutan lindung Long Ketrok menurut metode Yamakura (1986) adalah 304 ton/ha dengan jumlah karbon di atas permukaan tanah sebesar

Rumus yang digunakan sebagai berikut: C = B x % C organik Keterangan : C : Kandungan karbon kg B : Total biomassa kg % C organik : Nilai persentase kandungan karbon sebesar 0,47