• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II URAIAN TEORETIS

B. Bisnis Ritel

Pemasaran adalah kegiatan memasarkan barang secara umum kepada masyarakat dan secara khusus kepada pembeli potensial. Kegiatan perdagangan besar dan perdagangan eceran (ritel) sangat penting dalam penyaluran barang dan jasa. Ada dua kemungkinan mengapa produk ditempatkan agar konsumen mudah memperolehnya. Yang pertama adalah kepentingan produsen, yakni kepentingan terhadap produknya agar ditempatkan pada posisi yang layak dengan maksud agar konsumen terstimulasi untuk membelinya. Yang kedua adalah kepentingan pengecer yang berkeinginan agar konsumen terstimulasi untuk membelinya

1. Pengertian Ritel

Perdagangan ritel atau perdagangan eceran dalam bahasa Inggris disebut dengan perdagangan retailing merupakan kegiatan penjualan barang dan jasa kepada konsumen akhir. Berman, et al. (2001:3) menjelaskan bahwa “Retailing consist of the business activities involved in selling goods and services to consumers for they personal, family or household use”. Maksudnya ritel adalah aktivitas bisnis yang meliputi penjualan barang dan jasa kepada konsumen untuk keperluan pribadi, keluarga, dan keperluan rumah tangga. Simamora (2003:163) mendefinisikan usaha eceran (retailing) meliputi semua kegiatan yang dilibbatkan dalam penjualan barang atau layanan secara langsung kepada konsumen akhir, yang membeli kebutuhan pribadi tidak untuk dibisniskan. Pengecer adalah setiap organisasi bisnis yamg sumber utama penjualannya berasal dari eceran. Usaha eceran tidak hanya menjual produk di toko (store retailing) tetapi juga di luar toko (non store retailing) tetapi juga di luar toko (nonstore retailing).

Pengelolaan bisnis eceran tidak sekedar hanya membuka toko dan mempersiapkan barang yang lengkap, lebih dari itu, pengelolaan bisnis eceran harus melihat dan mengikuti teknologi pemasaran agar dapat berhasil dan mempunyai keunggulan bersaing. Sebagaimana yang dikatan Berman et al (2001:3) : “New technologies are improving retail productivity”. Bisnis ritel meliputi produk dan jasa kepada konsumen akhir meskipun sering ditemukan konsumen pada bisnis ritel menjual kembali untuk mendapatkan keuntungan. Setiap organisasi yang melakukan penjualan langsung kepada konsumen, baik produsen, grosir, maupun pengecer berarti bertindak dalam proses usaha eceran.

Ritel adalah tahapan akhir dari prose distribusi barang dan jasa. Hal ini berbeda dengan wholeselling (distributor) yang merupakan intermediate (perantara) dalam proses distribusi barang dan jasa karena tidak menjual produk dan jasa kepada konsumen akhir melainkan kepada konsumen bisnis, seperti pabrik dan pengecer. Hali ini akan membentuk jalur distribusi antara produsen dan konsumen akhir, seperti terlihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Jalur Distribusi Barang Dagangan Pada usaha Eceran Sumber : Utami (2006)

Secara garis besar Utami, (2006:10) membedakan eceran menjadi dua jenis yaitu: Konsumen Akhir Ritel Pedagang Besar Produsen

a. Eceran Toko (store retailing)

Eceran toko ditandai oleh terdapatnya tempat untuk memamerkan produk secara tetap. Toko eceran memiliki berbagai macam bentuk dan ukuran.

1) Toko Khusus (Speciality Store)

Toko Khusus berkonsentrasi pada sejumlah kategori produk yang terbatas dengan level layanan tinggi. Jenis toko ini lebih khusus lagi sesuai dengan barang dagangan yang dijual

2) Departement Store

Merupakan jenis eceran yang menjual variasi produk yang luas dan berbagai jenis produk dengan menggunakan staf seperti layannan pelanggan dan tenaga sales counter. Pembelian biasanya dilakukan pada masing-masing bagian pada satu arena belanja.

3) Toko Konveniens (Conveniens Store)

Toko pengecer ini memiliki variasi dan jenis produk terbatas dengan ukuran relatif kecil dan biasanya didefinisikan sebagai pasar swalayan mini yang menjual hanya lini terbatas dan perputaran produk yang cukup tinggi.

4) Toko Super (Super Store)

Merupakan toko pengecer dengan ukuran toko hampir dua kali luas supermarket biasa dan menjual rangkaian produk yang luas yang terdiri dari produk makanan dan non makanan yang secara rutin dibeli konsumen.

5) Toko Kombinasi

6) Pasar Hiper (Hypermarket)

Merupakan toko yang memiliki luas lebih dari 18.000m2

7) Toko Diskon (Discount Store)

atau lebih luas dari toko kombinasi. Hypermarket mengkombinasikan berbagai bentuk toko pengecer seperti: supermarket, toko diskon, dan warehouse. Toko ini menjual lebih banyak produk yang rutin dibeli oleh konsumen seperti perlengkapan rumah tangga, furniture, pakaian, dan lain-lain.

Jenis ritel yang menjual sebagian besar variasi produk dengan menggunakkan layanan terbatas dan harga murah. Toko diskon menjual produk dengan label atau merek itu sendiri.

8) Rumah Pamer Catalog

Jenis toko seperti ini menjual serangkaian luas dengan mark up yang tinggi merek ternama pada harga diskon. Ruang pamer katalog memperoleh uang dengan memotong biaya margin untuk menyediakan harga rendah yang akan menarik penjualan bervolume tinggi.

b. Eceran Bukan Toko (non store retailing)

Eceran bukan toko yaitu eceran yang produknya tidak dipajang. Termasuk dalam eceran bukan toko adalah : pemasaran melalui telepon (telemarketing), pemasaran internet (internet marketing), penjualan langsung(direct selling), pemasaran langsung (direct marketing), pemasaran bertingkat (multi level marketing). Dalam eceran bukan toko, promosi penjualan, pemasaran langsung, dan iklanlah yang berperan menarik minat calon pembeli.

1) Ritel Elektronik

Format bisnis ritel menggunakan komunikasi dengan pelanggan mengenai produk, layanan, dan penjualan melalui internet guna mencapai cakupan konsumen yang luas.

2) Katalog

Pemasaran melalui katalog terjadi ketika perusahaan mengirimkan satu atau lebih katalog produk kepada penerima yang terpilih. Perusahaan mengiirimkan informasi barang dagangan secara lengkap yaitu keseluruhan lini barang dagangan atau dengan memilih barang dagangan yang akan menginformasikan secara terbatas dalam bentuk katalog konsumen khusus dan katalog bisnis.

3) Penjualan Langsung

Merupakan sistem pemasaran interaktif yang menggunakan satu atau lebih media iklan untuk menghasilkan tanggapan atau transaksi yang dapat diukur pada suatu lokasi penjualan tersebut.

4) Television Home Shopping

Format ritel melalui televisi. Pelanggan akan melihat program TV yang menayangkan demonstrasi produk dagangan dan menyampaikan pesan melalui telepon.

5) Vending Machine Retaiing

Merupakan format non store yang menyimpan barang dan jasa pada suatu mesin dan menyerahkan barang ke pelanggan dimana pelanggan memasukkan uang tunai atau kartu kredit ke dalam mesin.

Amir(2004:21) menyatakan ada beberapa aspek penting yang harus diukur untuk mengetahui sampai dimana kekuatan perusahaan eceran yaitu :

1. Lokasi

2. Tata letak toko (store layout) 3. Ragam barang dagangan 4. Proses pembelian barang 5. Strategi penetapan harga 6. Karyawan anda

7. Periklanan dan promosi penjualan 8. Teknologi

9. Pelayanan yang diberikan 10.Kekuatan manajemen 11.Keuangan

Dari aspek yang dapat menjadi sumber kekuatan, paling tidak sebuah perusahaan eceran harus menguasai satu atau beberapa aspek. Dengan demikian perusahaan eceran tersebut akan menjadi baik dibandingkan perusahaan eceran lainnya.

2. Lingkungan Toko Eceran

Suasana toko merupakan cara penampilan produk yang akan dijual oleh eceran. Pada dasarnya, sebuah eceran mempunyai dua hal yang dapat ditawarkan kepada konsumen, yaitu produk dan cara menampilkan produk tersebut. Cara menampilkan produk yang ditawarkan oleh toko itu disebut sebagai lingkungan toko (store environment). Lingkungan toko yang baik adalah lingkungan yang dapat menghadirkan kenyamanan bagi para pengunjungnya serta mampu menghadirkan kenyamanan bagi para pengunjungnya serta mampu merangsang mereka untuk menghabiskan waktu dan berbelanja di toko tersebut. Ini dikarenakan manusia selalu menggunakan keseluruhan inderanya untuk mengidentifikasi lingkungan sekitar.

Menurut Lewinson dalam Simamora (2003:169), store environment memiliki tiga elemen penting yang akan dijelaskan sebagai berikut :

a. Store Image

Tujuan utama setiap toko atau peritel adalah menciptakan dan mempertahankan citra perusahaan. Jadi store image adalah gambaran apa yang dilihat dan dirasakan oleh konsumen terhadap toko tertentu. Citra konsumen terhadap toko terdiri atas kesan interior dan ekseterior. Citra toko mengacu pada apa yang dipikirkan konsumen tentang toko tertentu yang mencakup persepsi dan sikap yang didasarkan pada sensasi stimuli yang diterima melalui indera.

Store image merupakan hal penting bagi retailer untuk memenuhi kepuasaan konsumen. Daya tarik dapat diciptakan dengan mengembangkan citra toko yang konsisten. Konsumen menilai toko sebuah toko berdasarkan pengalaman mereka

atas toko tersebut. Dan sebagai hasilnya, beberapa toko akan menetap dalam benak konsumen apabila ia merasa puas akan toko tersebut sementara toko yang lain tidak akan dipertimbangkan sama sekali.

Walaupun begitu, menciptakan sebuah citra yang baik bagi konsumen adalah tugas yang tidak mudah. Citra adalah bayangan atau gambaran yang ada di benak konsumen karena emosi dan reaksi terhadap lingkungan sekitarnya.

Adapun citra konsumen terhadap toko terdiri atas kesan terhadap eksterior dan interior toko.

1). External Impressions, secara eksternal, penempatan lokasi toko, desain arsitek, tampak muka toko, penempatan logo, pintu masuk, serta etalase muka merupakan bagian dari suatu citra toko. Pentingnya citra toko yang benar didasarkan pada kepercayaan bahwa citra toko menolong penempatan posisi suatu retailer dibandingkan para pesaingnya. Dalam penyampaian pesan yang tepat, masalah yang dihadapi adalah bagaimana sebuah retailer mampu menggunakan atribut eksternal tadi secara maksimal sehingga konsumen dapat menyerap apa yang retailer ingin mereka lihat dan rasakan.

2). Internal Impressions, secara internal, citra sebuah toko dapat diciptakan menurut warna toko, bentuk toko, ukuran toko, penempatan departemen, pengaturan lalu lintas pengunjung, pengaturan tempat display, penggunaan lampu, serta pemilihan dan perlengkapan toko. Khusus untuk memilih citra toko secara internal ini, sebuah retailer harus memperhatikan target pasar yang dituju. Citra toko yang ditujukan sebuah retailer belum tentu cocok untuk semua orang. Oleh karena itu, citra toko harus diciptakan sesuai dengan kebutuhan psikologis dan

b. Store Atmosphere

Untuk menciptakan atmosfer toko yang merangsang pembelian, sebuah retailer harus mampu membangkitkan niat atau keinginan untuk berbelanja dalam benak konsumen. Atmosfer toko adalah keseluruhan efek emosional yang diciptakan atribut fisik toko. Pada umumnya, setiap orang akan lebih tertarik pada toko yang dapat menawarkan lingkungan berbelanja yang aman dan nyaman. Menurut Levy dan Weitz (2001:576) , store atmosphere adalah rancangan dari suatu desain lingkungan melalui komunikasi visual, pencahayaan, warna, musik, dan penciuman untuk merangsang persepsi dan emosi dari pelanggan dan akhirnya mempengaruhi perilaku pembelanjaan mereka.

Sedangkan Berman, et al. (2001:602) mendefinisikan store atmosphere suasana lingkungan toko basic retailer berdasarkan karakteristik fisik yang biasanya digunakan untuk membangun kesan dan menarik pelanggan. Tujuan store atmosphere menurut Lamb, Hair, dan Mc. Daniel (2001:105-109) dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Penampilan eceran toko membantu menentukan citra toko, dan memposisikan eceran toko di benak konsumen

2. Tata Letak yang efektif tidak hanya akan menjamin kenyamanan dan kemudahan melainkan juga mempunyai pengaruh yang besar pada pola lalu lintas pelanggan dan perilaku belanja.

Atmosfer toko berusaha menggugah keadaan emosional dalam toko yang mungkin tidak disadari sepenuhnya oleh konsumen saat belanja. Keadaan emosional ini sulit dilukiskan konsumen, namun yang pasti melekat agak lama dan mempengaruhi emosi konsumen, yang selanjutnya mengarah kepada perilaku konsumen. Atmosfer berbelanja yang menyenangkan adalah atmosfer dengan

atribut yang dapat menarik kelima panca indera manusia, yaitu penglihatan, pendengaran, penciuman, dan perasa.

1) Sight Appeal, Indra penglihatan adalah indra manusia yang memberikan informasi lebih banyak dibandingkan indra lainnya, maka sebuah retailer harus mempertimbangkan indra ini sebagai bagian yang terpenting untuk menarik perhatian konsumen. Sight appeal dapat dilihat sebagai suatu proses yang menyebarkan stimuli yang dapat menimbulkan hubungan visual dengan apa yang dilihat. Ukuran, bentuk,dan warna adalah tiga stimuli visual yang utama, yang dapat digunakan retailer untuk menarik perhatian konsumennya.

2) Sound Appeal, Suara dapat menjadikan atmosfir suatu toko menjadi lebih meriah, retailer dapat mempergunakan hal ini sebagai pencipta suasana toko yang diinginkan oleh retailer (misal:suasana meriah) atau mengingatkan konsumen akan acara special yang berlangsung di dalam toko (misal: lebaran, natal,imlek). Musik yang ditampilkan harus sesuai dengan citra toko. Tipe dan volume musik pun harus disesuaikan dengan citra yang ingin ditampilkan dengan target pasar yang dituju. Misal:butik Guess menggunakan musik ‘house’ dengan volume keras karena target pasarnya adalah kaula muda.

Yang terakhir suara dapat dipergunakan sebagai pemberi informasi tentang produk , toko, dan operasional toko tersebut sehingga dapat menciptakan suasana nyaman dan menyenangkan. Secara berkala, retailer harus memberikan informasi kepada konsumen kemana mereka harus beranja, bagaiman cara menuju arah yang dituju, dan apa yang disediakan oleh retailer tersebut.

3) Scent Appeal, Tujuan dari scent appeal adalah untuk menghindari bau yang tidak sedap dan menciptakan bau yang menyenangkan bagi konsumen sehingga mereka nyaman dalam berbelanja.

Ruangan yang harum merupakan kunci dalam merangsang konsumen untuk berbelanja dan menghabiskan waktunya dalam toko. Toko harus mempunyai aroma sesuai dengan produk yang ditawarkan, misalnya: apotik harus beraroma antiseptic yang mencerminkan kebersihan. Cara lain untuk menciptakan aroma yang menyenangkan adalah dengan memakai pewangi ruangan seperti aromatherapy.

4) Touch Appeal, bagaimana konsumen melakukan inspeksi terhadap produk yang dilihat seperti memegang, meremas, ataupun memeluknya. Pada umumnya prasyarat konsumen melakukan pembelian adalah mereka harus melihat produk yang mereka beli walaupun produk tersebut tidak dikeluarkan dari kemasannya. Oleh karena itu tata ruang, pengaturan lampu, pangaturan rak harus memungkinkan konsumen unntuk melakukan inspeksi pribadi terhadap produk yang dituju.

c. Store Theatrics

Retailing bukan hanya sekedar menjual produk tetapi lebih merupakan suatu pameran atau pagelaran. Dalam hal ini, usaha retail mampu melihat setiap kesempatan untuk menarik perhatian pengunjung. Store theatrics dapat menjadi senjata ampuh bagi kebanyakan retailer untuk mendapatkan competitive advantage yang mampu membedakan antara satu retailer dengan lainnya. Store theatrics yang baik akan menarik minat konsumen untuk berbelanja di suatu toko.

Dewasa ini konsumen memandang bahwa pergi ke suatu toko atau mal bukan hanya sekedar berbelanja tetapi lebih merupakan suatu rekreasi. Store theatrics dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu decor theme dan store event

1) Decor Themes, Kebanyakan retailer menemukan fakta bahwa penggunaan satu atau beberapa tema dapat memberikan fokus dalam mendesain dekor toko secara eksternal dan internal sehingga dapat menarik perhatian kelima indra konsumen. Retailer juga tidak harus selalu menggunakan satu tema namun mengkombinasikan beberapa tema yang sesuai dengan pasar yang dituju. Tema dekor menjadikan sebuah toko menarik dan lebih menghibur konsumen dalam berbelanja

2) Store Event, Peristiwa spesial seperti display produk, acara hiburan, demonstrasi produk, program promosi, undian berhadiah, program kemanusiaan, atau perayaan. Hal ini dilakukan dengan harapan untuk mencapai tujuan sebagai berikut:

a). Menciptkan awareness terhadap toko. b). Menyediakan informasi kepada konsumen.

c). Membangun store image yang menguntungkan pihak retailer. d). Meningkatkan frekuensi berkunjung konsumen.

Amir (2004:38) mengatakan bahwa konsumen adalah seorang manusia yang sangat mengandalkan daya visual (visual effort). Sehingga tidak mengherankan jika semakin barang yang ditampilkan maka akan semakin baik penjualan barang tersebut.

Sunarto (2007:84) mengatakan cara mengatur layout toko dan tampilan penting untuk memenangkan persaingan karena pertarungan sesungguhnya ada di dalam toko

Morgenstein dan Strongin (2000:354) mengatakan bahwa penampilan produk (display) masih merupakan salah satu alat komunikasi paling penting yang terdapat pada manajemen toko eceran, dan merupakan salah satu tipe promosi yang harus dilakukan oleh setiap toko. Dari masa awal terciptanya eceran, penampilan produk merupakan cara yang wajar untuk menarik perhatian orang yang terdapat pada manajemen toko eceran merupakan salah satu tipe promosi yang harus dilakukan oleh setiap toko. Dari masa awal terciptanya eceran, penampilan produk merupakan cara yang wajar untuk menarik perhatian orang yang sedang melintas agar berhenti, melihat barang tersebut dan membelinya.

Margenstein dan Strongin (2000:249) juga mengatakan bahwa penampilan produk dalam toko adalah sebuah pendekatan umum dalam proses menjual barang. Morgenstein dan Strongin membagi cara menampilkan produk dagangan kedalam beberapa tipe, yaitu:

1. Pemajangan Terbuka (Open Display),cara ini dirancang agar barang dagangan mudah didatangi dan diperoleh para pelanggan. Terkadang barang dagangan hanya ditumpuk tanpa ada pesanan yang sering disebut penampilan sampah (dump display). Efek secara kejiwaannya menunjukkan bahwa produk yang ditampilkan merupakan barang murahan.

2. Pemajangan Tertutup (Closed Dispaly), pada umumnya digunakan pada barang yang berharga seperti perhiasaan, kamera, perak, dan barang antik. Produk

tersebut diletakkan di belakang kaca dan mungkin ditangani oleh pramuniaga secara khusus.

3.Pemajangan Ujung-Gang(End-aisle Display), barang ditempatkan pada daerah toko yang kosong di ujung gang supermarket, toko serba ada, dan sejenis.

4.Pemajangan Barang yang berhubungan (Related-merchandise display), ditemukan pada jenis toko seperti supermarket dan toko obat yang memiliki keseragaman produk. Seperti : keju, dan biskuit keju, pasta dan saus.

5.Pemajangan Wilayah Toko (Area Display) disesuaikan untuk barang dagangan tertentu atau penyusunan untuk jangka waktu lama seperti ruangan. Contoh :dalam departemen perabotan atau peralatan olahraga (berhubungan dengan pakaian) yang berdasarkan musim.

6.Pemajangan pada Acara Khusus (Special Event Display), digunakan oleh departement store dan pedagang berukuran besar dengan bermacam-macam tema promosi toko. Sebagai contoh, sebuah departement store memperkenalkan barang-barang import dari China dengan menampilkan barang-barang dari China di seluruh toko dari pakaian sampai dengan hadiah yang diberikan.

7.Pemajangan pada Bagian Keluar (Check-out counter Display), adalah kesempatan terakhir untuk berkomunikasi dengan pengunjung. Pemajangan ini menampilkan barang yang menarik minat terletak dekat dengan kasir dan biasanya terdiri dari majalah, permen, dan rokok.

8. Pemajangan Campuran (Assortment Display), menunjukkan susunan barang yang lengkap, termasuk warna, ukuran, gaya, dan harga. Guna dari teknik ini untuk memudahkan pelanggan dan memilih barang dengan cepat.

9.Pemajangan dengan Tema (Theme Display), direncanakan sesuai dengan ide seperti “Kembali ke Sekolah” dan “Musim Berburu Mulai”. Tema yang digunakan harus mampu merangsang rasa tertarik pelanggan.

10. Pemajangan Setelan Pakaian (Ensemble Displays), adalah menyusun barang dengan kombinasi yang saling berhubungan untuk menciptakan efek sepenuhnya. Contohnya, baju renang dikombinasikan dengan jubah mandi, sandal, topi, dan sebagainya.

Dengan kesepuluh cara menampilkan barang dagangan diharapkan akan membantu toko tersebut meningkatkan volume penjualan. Volume penjualan yang meningkatkan perolehan laba perusahaan.

Levy beserta Weitz (2001:485) berusaha untuk mendefinisikan suasana toko. Suasana toko lebih lebih terkait dengan rancangan dari lingkungan toko melalui komunikasi secara visual, pencahayaan, warna, musik, dan wewangian untuk merangsang dan menghasilkan respon emosional untuk mempengaruhi perilaku pembelian pelanggan. Lingkungan toko merupakan aspek nyata yang mempengaruhi ketika perilaku konsumen terbentuk. Peter dan Olson (2000:270) membagi lingkungan toko menjadi:

1. Elemen ruangan (spatial element) terdiri dari objek nyata dari semua jenisnya seperti negara, kota, toko, dan desain interior. 2. Elemen bukan ruangan (non spatial element) terdiri dari elemen

yang tidak tampak seperti temperatur, kelembaban, penerangan, tingkat suara, dan waktu.

Pemasar harus dapat mengerti bagaimana beragam aspek dari lingkungan yang tampak ini mempengaruhi konsumen baik cara berpikir dan berperilaku.

Dokumen terkait