• Tidak ada hasil yang ditemukan

LANDASAN TEORI

3. Azas Black

Jika air panas dicampur dengan air dingin, maka diperolehlah air dengan kondisi hangat. Dalam pencampuran ini tentulah air panas melepaskan energi sehingga suhunya turun, sebaliknya air dingin menerima kalor sehingga suhunya naik. Jika pertukaran kalor hanya terjadi antara air panas dan air dingin maka hal ini sesuai dengan Hukum kekekalan Energi atau dikenal dengan Azas Black. Azas Black adalah suatu prinsip dalam termodinamika yang dikemukakan oleh Joseph Black. Azas ini dijabarkan sebagai berikut:

1. Jika dua benda yang mempunyai suhu berbeda didekatkan sehingga terjadi kontak termis, maka zat yang suhunya lebih tinggi akan melepaskan kalor sama

banyaknya dengan kalor yang diserap oleh zat yang suhunya lebih rendah sehingga suhu akhir kedua benda setelah kesetimbangan termis adalah sama. 2. Jumlah kalor yang diterima benda bersuhu lebih rendah, sama dengan jumlah

kalor yang diberikan benda bersuhu lebih tinggi Bunyi Azas Black adalah sebagai berikut:

β€œPada pencampuran dua zat, banyaknya kalor yang dilepas zat bersuhu tinggi sama dengan banyaknya kalor yang diterima zat yang bersuhu rendah”

Secara umum rumus Azas Black adalah:

π‘Έπ’•π’†π’“π’Šπ’Žπ’‚ = 𝑸𝒍𝒆𝒑𝒂𝒔 (2.5)

2.4.4 Perubahan Wujud Zat

Setiap benda atau zat dapat berubah dari satu wujud (padat, cair, dan gas) ke wujud lain akibat adanya kalor. Perubahan fisika adalah perubahan zat yang bersifat sementara, seperti perubahan wujud, bentuk atau ukuran. Yang dimaksud perubahan sementara adalah, bahwa zat tersebut akan kembali ke wujudnya semula dan tidak menghasilkan zat baru. Proses perubahan wujud pada suatu benda sesuai Gambar 2.3 berikut.

Pada proses mencair (melebur), menguap, dan menyublim, zat membutuhkan sejumlah kalor, yang artinya ada perpindahan kalor dari lingkungan kepada zat dan kalor itu sendiri digunakan untuk merubah wujud dari padat menjadi cair, atau dari cair menjadi gas, atau dari padat menjadi gas. Pada proses membeku, mengembun, dan mendeposit, zat melepaskan sejumlah kalor, yang artinya ada perpindahan kalor dari zat kepada lingkungan pada saat terjadinya perubahan wujud (Tipler, 1998: 561-605).

2.4.5 Grafik Suhu Terhadap Kalor

Pada uraian ini akan ditinjau suatu benda dalam keadaan padat dengan suhu T1 dan akan diubah menjadi fase gas dengan suhu T2. Proses perubahan benda dari fase padat ke fase gas dapat dijelaskan dengan grafik suhu terhadap kalor sebagai berikut:

Pada awalnya suhu benda dapat dinaikkan sampai mencapai suhu leburnya TL dengan menambahkan sejumlah panas Q1, setelah mencapai suhu TL terus ditambahkan panas Q2 sehingga benda melebur pada suhu TL. Setelah benda

berubah wujud menjadi cair kemudian suhunya dinaikkan hingga TU dengan menambahkan panas sejumlah Q3. Pada kondisi ini ditambahkan panas sejumlah Q4 sehingga benda berubah wujud menjadi uap pada suhu TU. Setelah kondisi uap tercapai, suhu dinaikkan sampai mencapai suhu T2 dengan menambahkan panas sejumlah Q5. Dari keseluruhan proses tersebut dapat diketahui jumlah panas yang diperlukan selama proses perubahan fase berlangsung (Suliyanah, 2004: 63-64).

2.5 Kerangka Berpikir

Dalam kegiatan belajar mengajar, sering sekali guru tidak memperhatikan bagaimana pola berpikir siswa dalam menghasilkan suatu jawaban terhadap suatu masalah. Kegiatan pembelajaran ini tentu hanya berfokus pada pemberian materi sehingga level berpikir siswa dianggap sama atau setara. Hal ini berarti siswa dengan kemampuan tinggi mendapat perlakuan yang sama dengan siswa berkemampuan rendah sehingga menyebabkan siswa dengan kemampuan rendah semakin tidak dapat berkembang dan tetap menjadi yang tertinggal.

Merumuskan alur belajar siswa menjadi kegiatan penting dalam pelaksanaan proses pembelajaran. Jika guru mengetahui alur berpikir atau alur belajar siswa maka guru dapat memberikan bantuan berupa klarifikasi pada siswa tersebut. Berikut adalah skema kerangka berpikir penelitian:

Gambar 2.5 Skema Kerangka Berpikir Penelitian Strategi Pembelajaran

Fisika berbasis Hypothetical Learning

Trajectory (HLT)

Learning Goal (Tujuan Pembelajaran)

Learning Activity (Aktivitas Pembelajaran)

Hypothetical Learning Process (Dugaan Alur

Pemikiran Siswa) Teacher Support (Bantuan Guru) Kelompok Siswa dengan Keterampilan Tinggi Kelompok Siswa dengan Keterampilan Kurang Meningkatkan keterampilan berpikir ilmiah, meliputi: Bahasa, Matematika, Statistika Kelompok Siswa dengan Keterampilan Sedang Kelas Eksperimen 1. Implementasi 2. Proses Peningkatan 1. Kegiatan pembelajaran tidak didasarkan pada proses berpikir siswa

dalam memecahkan suatu masalah . 2. Membangun pola

berpikir siswa agar selalu berlandaskan pada konsep berpikir

ilmiah sejak dini

SASARA kompon IMPLEM Siswa tidak mengetahui jika dikelompokkan

2.6 Kriteria Aspek Berpikir Ilmiah

Tujuan mempelajari sarana berpikir ilmiah adalah untuk menelaah ilmu secara baik. Sedangkan tujuan mempelajari ilmu dimaksudkan untuk mendapatkan pengetahuan yang memungkinkan seseorang dalam memecahkan masalah. Dalam hal ini maka sarana berpikir ilmiah merupakan alat bagi cabang ilmu untuk mengembangkan materi prngrtahuannya berdasarkan metode ilmiah. Proses pengujian dalam kegiatan ilmiah mengharuskan seseorang untuk menguasai metode penelitian ilmiah yang pada hakekatnya merupakan pengumpulan fakta untuk menolak atau menerima hipotesis yang diajukan. Kemampuan berpikir ilmiah yang baik harus didukung oleh penguasaan sarana berpikir ini seperti bahasa, matematika, dan statistika yang baik pula.

Salah satu langkah ke arah penguasaan keterampilan berpikir ilmiah adalah mengetahui dengan benar peranan masing-masing sarana berpikir tersebut dalam keseluruhan proses berpikir ilmiah (Hidayat, 2014:13). Peranan masing-masing sarana berpikir tersebut disajikan dalam Gambar 2.6 dan Gambar 2.7.

Gambar 2.7 Skema Metode Berpikir Ilmiah

Berdasarkan Gambar 2.6 dan Gambar 2.7 maka kriteria keterampilan berpikir ilmiah dikatakan baik apabila aspek bahasa sebagai alat komunikasi verbal dalam seluruh proses berpikir dapat dikuasai dengan baik, dilanjutkan dengan penguasaan aspek matematika sebagai logika deduktif dan aspek statistika sebagai logika induktif.

31

BAB 3

Dokumen terkait