Pendahuluan Latar belakang
Minyak ikan kasar (crude oil) yang diperoleh dengan proses ekstraksi konvensional (FAO 1986) mengandung komponen nontrigliserida seperti fosfolipid, asam lemak bebas, produk oksidasi, pigmen dan pengotor lainya yang mengurangi kualitas minyak ikan (Huang dan Sathivel 2010). Untuk memenuhi standar minyak ikan internasional (IFOS) perlu pemurnian yang meliputi degumming (penghilangan fosfolipid dengan penambahan fosfat atau asam sitrat), netralisasi asam lemak bebas dengan natrium hidroksida, bleaching dengan adsorben yang menyerap produk oksidasi dan pigmen serta deodorisasi (Rubio- Rodríguez et al. 2008).
Proses bleaching dengan adsorben sangat penting untuk dipelajari karena dapat menghilangkan sebagian besar kotoran pada minyak ikan kasar (Huang dan Sathivel 2010). Pengaruh adsorben alami yang telah diaktifkan misalnya zeolit alam dan lempung yang mampu menyerap logam dan sisa fosfolipid sehingga mempengaruhi parameter oksidasi dan kualitas sensori minyak (Sathivel dan Prinyawiwatkul 2004; Proctor dan Toro-Vazquez 1996). Adsorben lainya adalah adsorben sintetis yang sudah dimodifikasi fungsi dan luas porinya. Zeolit dan adsorben lainya (karbon aktif, besi organik, alumunium fosfat) merupakan material berpori yang cocok digunakan sebagai perangkap partikel dan katalis (Akhtar et al. 2013). Penelitian yang telah dilakukan dalam memanfaatkan material berpori ini antara lain pemisahan oksigen dan nitrogen dari udara (Sherman 1999), purifikasi hidrogen (Verweij et al. 2006), biogas (Cosoli et al. 2008), dan minyak (Tsotsas dan Mujumdar 2008). Zeolit di Indonesia telah digunakan sebagai katalis pada transesterifikasi minyak kelapa sawit (Kusuma et al. 2013) dan adsorben air pada pembuatan bioetanol (Wahono et al. 2014; Hernawan et al. 2015) akan tetapi masih sangat sedikit penelitian mengenai aplikasi zeolit sebagai adsorben minyak ikan.
Perlakuan penambahan adsorben ke dalam minyak ikan yang dilanjutkan proses sentrifugasi diharapkan dapat meningkatkan kualitas minyak ikan, dengan memanfaatkan material yang memiliki kemampuan adsorpsi pada adsorben yang akan digunakan. Campuran minyak ikan dan adsorben dipisahkan menggunakan sentrifugasi pada kecepatan 10.000 rpm selama 30 menit (Suseno et al. 2011). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui konsentrasi dan adsorben terbaik dalam proses bleaching minyak ikan kasar terhadap nilai FFA, peroksida, p-anisidin, nilai bilangan asam, total oksidasi dan viskositas minyak ikan yang dihasilkan.
Tujuan penelitian
Tujuan penelitian ini adalah pemilihan jenis dan konsentrasi adsorben terbaik yang digunakan dalam proses bleaching minyak ikan kasar.
32
Bahan dan Metode Waktu dan tempat penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari-Maret 2015, bertempat di Laboratorium Bahan Baku Hasil Perairan, Laboratorium Biokimia Hasil
Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya lahan (ITSL) Fakultas Pertanian, Laboratorium Pendidikan dan Diagnostik, Fakultas Kedokteran Hewan, Laboratorium Biofarmaka Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Zoologi, LIPI Cibinong, Kabupaten Bogor.
Bahan dan alat penelitian
Bahan pendukung lainnya digunakan untuk analisis kualitas minyak ikan berupa asam asetat glasial, kloroform, larutan kalium-iodin (KI) jenuh, larutan sodium tiosulfat (Na2S2O3) 0,1 N, larutan KOH 0,1 N, indikator phenolptalein
(indikator PP), etanol 96%, indikator pati 1%, trimethylpentane, reagen p-anisidin, n-heksana dan serbuk emas (Au).
Alat yang digunakan antara lain gelas erlenmeyer, magnetic stirrer, magnetic stirrer bar, timbangan digital, pipet tetes, penangas air, tabung reaksi, labu takar, spektrofotometer UV-Vis 2500 merk LaboMed, Scanning electron microscopy merk JSM-5000 dan high speed refrigerated centrifuge merk HITACHI himac CR 21G (diameter rotor 6 cm merk R12A-499).
Prosedur penelitian
Bleaching minyak ikan kasar (crude oil) menggunakan adsorben sintetis dan zeolit alam. Preparasi zeolit alam dilakukan pengecilan ukuran dengan ayakan berukuran 100 mesh, selanjutnya dipanaskan pada suhu 300 °C selama 3 jam (Ates 2014). Minyak ikan terpilih tahap 2 (70 °C; 30 menit) , ditambahkan adsorben sintetis dan zeolit alam teraktivasi dengan berbagai kosentrasi (0,5%; 1%; 1,5%; 2%;2,5%; 3%) (b/b). Pengadukan minyak ikan dan adsorben menggunakan magnetic stirrer selama 20 menit pada suhu ruang (±29 °C), campuran minyak ikan dan adsorben dipisahkan menggunakan sentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm selama 30 menit pada suhu 10 °C (Suseno et al. 2011). Diagram alir penelitian Tahap 3 dapat dilihat pada Gambar 12.
Metode analisis
Analisis yang dilakukan meliputi mikrostruktur adsorben, analisis viskositas, bilangan asam, bilangan peroksida, asam lemak bebas, p-anisidin, dan profil asam lemak.
Pengamatan mikrostuktur adsorben (Goldstein et al. 1992)
Pengamatan mikrostruktur adsorben dilakukan menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM). Preparasi sampel kering dilakukan dengan merekatkan sampel pada specimen stubs sesuai kebututuhan analisis. Selanjutnya melapisi spesimen dengan logam emas (Au) menggunakan alat ion coater. Sampel yang telah dilapisi diletakkan pada lokasi sampel dalam mikroskop elektron dan dengan terjadinya tembakan elektron kearah sampel maka akan terekam ke dalam monitor dan dilakukan pemotretan.
Rancangan penelitian
Semua data yang diperoleh ditampilkan dalam bentuk nilai rerata + standar deviasi (Mean + SD). Analisis data yang dilakukan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL)
Hipoteis Tahap 3:
H0 = Konsentrasi dan jenis adsorben tidak mempengaruhi parameter primer
sekunder, viskositas dan warna minyak ikan
H1 = Konsentrasi dan jenis adsorben mempengaruhi parameter primer sekunder,
viskositas dan warna minyak ikan
Yij = µ + αi + ∑ij Keterangan:
Yij = respon pengaruh perlakuan pada taraf i ulangan ke-j µ = pengaruh rata-rata umum
αi = pengaruh perlakuan pada taraf ke-i
∑ij = pengaruh acak (galat percobaan) pada konsentrasi taraf i ulangan ke-j j = 1,2, dan 3
Gambar 12 Diagram alir penelitian Tahap 3
Zeolit alam teraktivasi (0,5%; 1%; 1,5%; 2%;2,5%; 3%) (b/b)
(0,5%, 1%, 1,5%, 2%, 2,5%, 3%,)
Pengujian kualitas minyak ikan (FFA, PV, p-AV,Totox, viskositas) Minyak ikan hasil
ekstraksi 70 °C selama 30 menit Penambahan adsorben Adsorben sintetis (0,5%; 1%; 1,5%; 2%;2,5%; 3%) (b/b) Sentrifugasi 30 menit; 10.000 rpm 10.500 rpm; 30 menit Pelet Supernatan Bleached oil
34
Hasil dan Pembahasan Penampakan fisik jenis adsorben dalam proses bleaching
Pemucatan atau bleaching merupkan proses untuk memperbaiki warna minyak. Warna minyak ikan dapat disebabkan oleh asam lemak bebas bereaksi membentuk senyawa berwarna. Terdapat dua metode umum bleaching, yaitu metode adsorpsi menggunakan adsorben dan metode kimiawi (Alshameri et al. 2014). Adsorben yang digunakan adalah adsorben sintetis dan zeolit alam. Adsorben sintetis berbentuk serbuk yang sangat halus dan berwarna putih. Zeolit alam berasal dari Sukabumi, Jawa Barat, Indonesia. Penampakan fisik dari adsorben sintetis dan zeolit alam setelah dihaluskan dapat dilihat pada Gambar 13.
Adsorben sintetis zeolit alam
Gambar 13 Penampakan fisik dari adsorben yang digunakan untuk bleaching minyak ikan.
Mikrostruktur adsorben
Pengukuran mikrostruktruktur adsorben digunakan untuk mengetahui ukuran pori dan kondisi permukaan adsorben terkait aktivitas adsorben sebagai penyerap kotoran dan katalis (Alshameri et al. 2014). Penampang struktur adsorben yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada Gambar 14. Struktur adsorben sintetis sangat halus dan ukurannya cenderung homogen yaitu bulatan kecil memiliki ukuran partikel 33,63±5,1 µm dan ukuran pori 0,37±0,11 µm (Gambar 1a, 1b). Ukuran pori dan partikel akan menentukan efektifitas penyerapan pengotor pada minyak sehingga semakin banyak partikel dan semakin kecil ukuran porinya akan menghasilkan minyak yang lebih jernih. Struktur zeolit alam yang telah di aktivasi berupa granule kecil yang ukurannya lebih heterogen dengan ukuran partikel 34,03±1,9 µm dan ukuran pori 4,08±0,43 µm (Gambar 2a, 2b). Zeolit yang digunakan dalam penelitian ini memiliki ukuran partikel dan pori yang lebih besar jika dibandingkan dengan Chung dan Lee (2009) yang memiliki ukuran masing masing 1,5-2,0 µm dan 0,2-2,0 µm, sedangkan Alshameri et al. (2014) melaporkan ukuran partikel zeolit yang digunakan sebesar 5 µm.
Gambar 14 Mikrostruktur adsorben (1. Adsorben sintetis, 2. Zeolit alam tteraktivasi) (a. Perbesaran 350 kali, b. Perbesaran 750 kali)
Zeolit merupakan mineral alam berbentuk kristal dari alumunium silika yang memiliki banyak pori dan permukaan yang aktif. Aktivasi permukaan dari zeolit dapat dilakukan dengan perlakuan fisik ataupun bahan kimia menggunakan HCl, KOH atau NaOH (Ates 2014). Aktivasi secara fisik dengan panas lebih relatif aman digunakan karena tidak meninggalkan residu bahan kimia yang berlebihan, dengan perlakuan suhu ini akan meningkatkan luas permukaan pori pori zeolit. Sifat fisiknya yang tahan terhadap panas dan stabil terhadap bahan kimia dapat dimanfaatkan oleh industri sebagai katalis ataupun adsorben dengan kosentrasi pengotor yang rendah (Akhtar et al. 2014; Chung dan Lee 2009).
Penampakan fisik minyak ikan setelah perlakuan penambahan adsorben
Minyak ikan terpilih ditambahkan adsorben sintetis dan zeolit untuk mereduksi partikel pengotor yang berukuran lebih kecil dari 1 µ, berfungsi menyerap komponen aroma yang tidak diinginkan, dan memperbaiki warna dari minyak. Hasil sentrifugasi yang diperoleh terdiri dari minyak ikan, stok sabun, adsorben, dan pengotor. Minyak ikan setelah perlakuan penambahan adsorben memiliki warna kuning. Perbandingan minyak ikan awal dan minyak ikan setelah perlakuan penambahan adsorben dapat dilihat pada Gambar 15.
33.63±5.1 X350 20kV 377µm 0.37±0.11 µm X750 20kV 17,6µm 34.03±1.9 X350 20kV 377µm 4.08±0.43 X750 20kV 26,4 1a 2b 2a 1b
36 6,27a 7.73 a 8.44b 8.78b 8.67b 8.95b 18.01e 25.30h 13.30c 14.49d 14.68d 14.05g 20.95f 0 5 10 15 20 25 30 Kontrol 0,5 % 1% 1,5 % 2% 2,5 % 3% F F A (%) Konsentrasi Adsorben
Gambar 15 Perbandingan minyak ikan kasar (1) minyak ikan perlakuan penambahan adsorben sintetis (2) dan zeolit alam (3)
Asam Lemak Bebas/Free Fatty Acid (FFA)
Asam lemak bebas (FFA) minyak ikan dengan perlakuan penambahan adsorben dapat dilihat pada Gambar 16. Asam lemak bebas minyak ikan dengan perlakuan penambahan adsorben sintetis dan zeolit alam menghasilkan nilai yang lebih tinggi dari kontrol. Kontrol yang digunakan adalah minyak ikan kasar (crude oil) hasil samping ikan kurisi yang diekstraksi pada suhu 70 °C selama 30 menit. Penambahan adsorben sintetis dalam proses bleaching ini tidak dapat menurunkan nilai FFA, dengan nilai FFA terendah pada perlakuan 0,5%. Penelitian Huang dan Shativel (2010) juga melaporkan bahwa penambahan adsorben alami tidak bisa menurunkan FFA. Nilai FFA yang tinggi pada penambahan adsorben sintetis diduga terjadi karena adanya komponen hidrolitik dalam minyak yang dapat bereaksi dengan adsorben sehingga menyebabkan minyak terhidrolisis menghasilkan asam lemak bebas yang lebih tinggi dari kontrol. Selain itu adsorben juga bersifat higroskopis yang memerlukan penyimpanan dengan kedap udara. Penambahan zeolit alam juga meningkatkan nilai FFA. Secara umum zeolit mengandung silikat, alumunium dan oksigen (Chung dan Lee 2009), bersifat netral sampai asam. Kekurangan penggunaan zeolit yang bersifat asam adalah selama proses pemucatan dapat terjadi hidrolisis trigliserida sehingga meningkatkan asam lemak bebas (Estiasih 2009).
Nilai dengan huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)
Gambar 16 Nilai FFA (%) pada penambahan adsorben dengan konsentrasi yangbberbeda ( Adsorben sintetis zeolit alam)
Nilai FFA yang berbeda juga terjadi karena adanya perbedaan jenis adsorben yang digunakan. Jenis adsorben yang berbeda akan memiliki polaritas, sisi aktif permukaan, luas area permukaan, porositas, ukuran partikel, pH, dan kandungan air yang berbeda (Zhu et al. 1994).
Nilai Peroksida/Peroxide Value (PV)
Nilai peroksida minyak ikan dengan perlakuan penambahan adsorben disajikan pada Gambar 17. Nilai peroksida terendah minyak ikan sebesar 4,370,58 meq/kg diperoleh pada perlakuan penambahan adsorben sintetis 3% dengan penurunan sebesar 82,19%. Nilai PV semakin menurun seiring dengan bertambahnya konsentrasi adsorben yang ditambahkan kecuali pada konsentrasi 0,5%. Huang dan Sathivel (2010) memperoleh nilai PV sebesar 1,5 meq/kg atau mampu menurunkan 50% dari kontrol. García-Moreno et al. (2013) memperoleh nilai PV sebesar 2,36 meq/kg. Nilai PV pada penelitian ini belum memenuhi standar IFOS (2011) yaitu ≤ 3,75 meq/kg. Penambahan zeolit memiliki nilai peroksida terendah sebesar 8,640,50 meq/kg pada perlakuan 2,5%.
Tujuan proses bleaching adalah menghilangkan pigmen, produk oksidasi, logam, senyawa bersulfur dan sabun dalam jumlah yang kecil. Secara umum kedua jenis adsorben yang digunakan efektif dalam menurunkan nilai PV atau mampu mengurangi produk hasil oksidasi lemak seperti peroksida, aldehida dan keton. Berdasarkan analisis FTIR (Lampiran 1) zeolit yang digunakan memiliki ikatan OH pada panjang gelombang 3.446,75 cm-1 yang mampu menangkap ion oksigen pada proses oksidasi. Struktur tetrahedral pada zeolit berupa Si(Al)O4
yang terdeteksi pada panjang gelombang 1.046,34 cm-1 mampu menangkap produk oksidasi dan pengotor lainya dengan lebih efektif. Nilai PV yang berbeda juga ditentukan dari kesegaran ikan yang digunakan untuk ekstraksi minyak, proses ekstraksi minyak, dan kondisi penyimpanan (EFSA 2010).
Nilai dengan huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)
Gambar 17 Nilai PV (meq/kq) pada penambahan adsorben dengan konsentrasi yang berbeda ( Adsorben sintetis zeolit alam)
14,05d 6.36a 9,23 7.61a 6.33a 9.30bc 4.37ba 14,10de 15,59e 13,15de 10,83cd 8,64bc 13,90de 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 Kontrol 0,5 % 1% 1,5 % 2% 2,5 % 3% P V (m eq/k g ) Konsentrasi Adsorben
38
Nilai p-anisidin/p-Anisidine Value (p-AV)
Nilai p-anisidin minyak ikan dengan perlakuan penambahan adsorben disajikan pada Gambar 18. Nilai p-anisidin terendah sebesar 2,24±0,01 meq/kg diperoleh pada perlakuan penambahan adsorben sintetis 2,5% dengan persentase penurunan sebesar 29,95%. Secara umum, penambahan adsorben sintetis dan zeolit alam mampu menurunkan nilai p-anisidin secara efektif. Nilai p-anisidin perlakuan penambahan adsorben sudah memenuhi standar minyak ikan layak konsumsi yaitu ≤15 meq/kg (IFOS 2011), <20 meq/kg (Hamilton et al. 1988), dan 4-60 meq/kg (Bimbo 1998).
Nilai dengan huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)
Gambar 18 Nilai p-anisidin (meq/kg) pada penambahan adsorben dengan konsentrasi yang berbeda ( Adsorben sintetis zeolit alam)
Total Oksidasi (Totox)
Total oksidasi minyak ikan dengan perlakuan penambahan adsorben disajikan pada Gambar 19. Nilai Totox terendah dalam penelitian ini sebesar 12,20±0,15 meq/kg diperoleh pada perlakuan penambahan adsorben sintetis 3%. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini lebih rendah dari García-Moreno et al. (2013) yang memperoleh nilai totox 81,72 meq/kg dan sudah memenuhi standar IFOS (2011) yaitu ≤ 20 meq/kg.
Viskositas minyak ikan.
Analisis viskositas dilakukan untuk mengetahui tingkat kekentalan minyak. Viskositas minyak ikan yang telah mengalami proses bleaching disajikan pada Gambar 20. Viskositas terendah pada penelitian ini sebesar 1,30±0,00 Cp yang diperoleh pada penambahan adsorben sintetis 3%. Penambahan adsorben zeolit kurang efektif dalam menurunkan nilai viskositas minyak ikan, hal ini diduga karena serbuk dengan ukuran yang kurang homogen masih meninggalkan residu padatan pada minyak sehingga mempengaruhi kekentalan minyak yang dihasilkan. Hasil analisis viskositas pada penelitian ini sesuai dengan standar EFSA (2010) yang menyebutkan bahwa viskositas minyak ikan yang baik kurang dari 10 Cp. 12,48j 3.82h 3.70g 2.58b 3.65f 2.24a 3.46c 3.09cd 3.14de 3.16e 3.86g 4.45i 3.04f 0 2 4 6 8 10 12 14 Kontrol 0,5 % 1% 1,5 % 2% 2,5 % 3% p -AV (m eq/k g ) Konsentrasi Adsorben
Nilai dengan huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)
Gambar 19 Nilai totox (meq/kg) pada penambahan adsorben dengan kosentrasi yang berbeda ( Adsorben sintetis zeolit alam)
Nilai dengan huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)
Gambar 20 Nilai viskositas (Cp) pada penambahan adsorben dengan konsentrasi yang berbeda ( Adsorben sintetis zeolit alam)
Profil asam lemak minyak ikan kurisi
Perbandingan profil asam lemak minyak ikan kurisi dengan berbagai tahapan dilakukan untuk mengetahui pengaruh proses pemisahan terkadap kadar omega-3 yang disajikan pada Tabel 5. Berdasarkan data yang didapatkan dari Tabel 5, persentase SFA tertinggi pada HS Surimi 33,74%, MUFA pada bleached oil 16,33%, dan PUFA pada suhu rendah 23,01%. Selain itu asam lemak dominan pada SFA adalah asam palmitat 14,92-20,31%, MUFA tertinggi adalah asam oleat 8,86-9,76%, PUFA dengan kandungan tertinggi pada EPA 3,05-4,55% dan DHA 7,68-13,35%. Hasil penelitian ini hampir sama dengan Toyoshima et al. (2004) yang menyatakan bahwa profil asam lemak pada ikan sarden dengan perlakuan suhu dan pelarut diperoleh jumlah SFA adalah asam palmitat 15,9%, EPA 15,9%
31,91dc 16.53a 22.15bc 17.80ab 16.31ab 20.84bc 12.20a 31.29de 34.32 e 29.45de 25.51cd 21.72be 30.84de 0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 25,00 30,00 35,00 40,00 Kontrol 0,5 % 1% 1,5 % 2% 2,5 % 3% T o to x ( m eq/k g ) Konsentrasi Adsorben 1,51ab 2.19g 1.48c 1.69d 1.89a 1.39b 1.30a 2.35g 1.77d 1.98f 1.76d 2.99i 4.92j 0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 Kontrol 0,5 % 1% 1,5 % 2% 2,5 % 3% Vis k o sit a s (Cp) Konsentrasi Adsorben
40
dan DHA 11,6%. Perbedaan profil asam lemak yang diperoleh diduga terdapat produk sekunder berupa pembentukan isomer pada EPA dan DHA, meskipun belum ada data yang menyebutkan terkait dampak negatif dari produk tersebut (Sartika 2008).
Tabel 5 Perbandingan profil asam lemak minyak ikan kurisi
Nama Asam Lemak Struktur Daging
ikan HS Surimi Suhu Rendah Suhu Tinggi Bleached Oil Asam Laurat C12:0 0,14 0,17 0,13 0,16 0,14 Asam Tridekanoat C13:0 0,07 0,08 0,06 0,11 0,08 Asam Miristat C14:0 2,68 2,98 2,85 2,70 2,90 Asam Pentadekanoat C15:0 0,75 0,98 0,77 0,87 0,77 Asam Palmitat C16:0 20,31 17,80 14,98 15,36 14,92 Asam Heptadekanoat C17:0 1,25 1,53 1,05 1,32 1,06 Asam Stearat C18:0 6,64 8,52 6,20 7,68 6,14 Asam Arakidat C20:0 0,38 0,62 0,51 0,57 0,58 Asam Heneikosanoat C21:0 0,14 0,20 0,21 0,19 0,23 Asam Behenat C22:0 0,32 0,47 0,28 0,44 0,30 Asam Trikosanoat C23:0 - 0,13 0,09 0,11 0,09 Asam Lignoserat C24:0 0,09 0,26 0,15 0,20 0,14 Total SFA 32,77 33,74 27,28 29,71 27,35 Asam Miristoleat C14:1 0,08 0,04 0,05 0,03 0,05 Asam Palmitoleat C16:1 5,01 4,39 4,35 4,12 4,48 Asam Cis10-heptadekanoat C17:1 - 0,41 0,03 0,38 0,37 Asam Elaidat C18:1n9t 0,19 0,22 0,17 0,19 0,44 Asam Oleat C18:1n9c 9,63 9,46 9,51 8,86 9,76 Asam Cis-11-eikosenoat C20:1 0,26 0,49 0,75 0,45 0,69 Asam Erukat C22:1n9 0,05 0,23 0,29 0,23 0,30 Asam Nervonat C24:1 0,17 0,23 0,25 0,20 0,24 Total MUFA 15,39 15,47 15,40 14,46 16,33 Asam Linolelaidat C18:2n9t - 0,05 0,04 0,06 0,15 Asam Linoleat C18:2n6c 0,74 0,96 0,92 0,96 1,10 Asam Linolenat C18:3n3 0,31 0,37 0,72 0,39 0,69 Asam cis-11-eikosedienoat C20:2 0,29 0,49 0,46 0,52 0,46 Asam Cis-8, 11,14- Eikosatrenoat C20:3n6 0,13 0,19 0,15 0,20 0,17 Asam Cis-8,11,14- eikosatrenoat C20:3n3 0,11 - - - - Asam Arakidonat C20:4n6 2,58 2,60 2,32 3,04 2,26 Asam Cis-13,16- Dokosadienoat C22:2 0,02 0,02 0,03 0,04 0,03 Asam Eikosapentanoat C20:5n3 3,38 3,05 4,68 3,86 4,55 Asam Dokosaheksanoat C22:6n3 10,56 7,68 13,35 10,27 12,99 Total PUFA 18,22 15,52 23,01 19,46 22,58
Berdasarkan hasil analisis profil asam lemak (Tabel 5) terlihat bahwa daging ikan kurisi mengandung asam lemak jenuh (SFA) sebesar 32,77% lebih tinggi dibandingkan asam lemak tak jenuh tunggal (MUFA) yaitu 15,39%, sementara PUFA sebesar 18,22% yang didominasi asam dokosaheksanoat C22:6n3 (DHA) sebesar 10,56 % dan EPA 3,38%. Hasil ini lebih rendah dari penelitian Nazeer et al. (2009) yang menyebutkan Nemipterus japonicus memiliki DHA dan EPA masing masing 1,6% dan 0,58%. Lim (2012) menambahkan bahwa selain musim, lokasi penangkapan juga berpengaruh terhadap kandungan asam lemak ikan. Nilai PUFA tertinggi diperoleh pada minyak ikan dengan ekstraksi suhu rendah sebesar 23,01% atau mampu meningkatkan prosentase total asam lemak dari daging ikan dan HS surimi masing masing sebesar 26,39% dan 48,26%. Penelitian Jayasinghe dan Hawboltd (2013) melaporkan nilai PUFA pada suhu esktraksi yang rendah meningkatkan persentase sebesar 4,22%.
Simpulan
Berdasarkan minyak ikan yang dihasilkan dari tahapan bleaching dapat disimpulkan bahwa bleaching dengan perlakuan penambahan adsorben sintetis 3% berhasil menurunkan nilai PV, AV, p-AV dan Totox sebesar 82,19%, 80,16%, 29,95 % dan 77,42 %. Secara umum minyak ikan yang dihasilkan memiliki standar mutu yang lebih rendah dari IFOS kecuali nilai p-anisidin dan total oksidasi (totox).