• Tidak ada hasil yang ditemukan

Udang beku merupakan produk yang mayoritas diperdagangkan di dunia. Ekspor udang Indonesia juga didominasi oleh udang dalam bentuk beku. Hasil estimasi pada persamaan Blok Perdagangan Udang Beku disajikan pada Tabel 29 sampai dengan Tabel 32. Berdasarkan Tabel 29, harga udang dunia secara signifikan dipengaruhi oleh jumlah ekspor udang beku dunia beda kala, artinya pengaruh penawaran udang lebih besar.

Tabel 29. Hasil Estimasi pada Persamaan Harga Udang Beku Dunia

Variabel Parameter

Dugaan Elastisitas Prob > [ t ]

Endogen Eksogen Jangka

Pendek Panjang Jangka Harga udang

beku dunia Intersep Total ekspor udang 3.196957 0.2021 beku dunia beda kala -0.00194 -0.2004 -0.8855 0.1914

Total impor udang beku

dunia 0.000698 0.0821 0.3629 0.3925

Harga udang beku

dunia beda kala 0.773665 0.0012

R2 = 88.81% Fhitung= 0.0001 Durbin-h = -0.26316

6.4.1. Pasar Jepang

Jepang merupakan pasar utama udang beku Indonesia. Udang beku mencapai 97% dari seluruh impor Jepang. Hasil estimasi disajikan pada Tabel 30. Berdasarkan Tabel 30, pengaruh harga ekspor terhadap penawaran ekspor udang beku Indonesia ke Jepang bersifat inelastis baik jangka pendek maupun jangka panjang sejalan dengan studi Retnowati (1990) yang memperoleh elastisitas harga rataan sebesar 0.07089.

Tabel 30. Hasil Estimasi pada Persamaan Jumlah Ekspor, Harga Ekspor, dan Permintaan Impor Udang Beku Jepang

Variabel Parameter

Dugaan Elastisitas Prob > [ t ]

Endogen Eksogen Jangka

Pendek Panjang Jangka Jumlah ekspor udang beku Indonesia ke Jepang (QXBIJ) Intersep 49.57301 0.0197

Selisih harga ekspor udang

beku Indonesia ke Jepang 0.351757 0.0010 0.0015 0.4274

Selisih harga ekspor udang

olahan Indonesia ke Jepang -1.79196 -0.0031 -0.0047 0.0559

Selisih produksi udang beku

Indonesia 0.057745 0.0031 0.0046 0.2004

Dummy penerapan LAW 13.59891 0.0530

Tren waktu -2.02894 0.0155

Jumlah ekspor udang beku

Indonesia ke Jepang beda kala 0.326136 0.1526 R2 = 82.03% Fhitung= 0.0007 Durbin-h stat tidak terdefinisikan Jumlah ekspor udang beku Thailand ke Jepang (QXBTJ) Intersep 52.19446 0.0037

Selisih harga udang beku

dunia 0.891015 0.0092 0.0361 0.3280

Harga udang olahan dunia

beda kala -2.86458 -0.8824 -3.4750 0.0108

Dummy penerapan LAW 0.763894 0.4630

Tren waktu -1.24465 0.0223

Jumlah ekspor udang beku

Thailand ke Jepang beda kala 0.746079 0.0039 R2 = 87.93% Fhitung < 0.0001 Durbin-h stat tidak terdefinisikan Harga ekspor udang beku Indonesia ke Jepang (PXBIJ) Intersep -5.22761 0.1851

Harga udang beku dunia 1.326728 1.3546 0.0020

Selisih nilai tukar Rp/US$ 0.000041 0.0003 0.4340

Tren waktu 0.158062 0.1686 R2 = 77.42% Fhitung < 0.0001 DW = 2.378983 Harga ekspor udang beku Thailand ke Jepang (PXBTJ) Intersep -5.47598 0.1952

Harga udang beku dunia 1.105253 1.0240 0.0069

Nilai tukar Baht/US$ 0.136942 0.4614 0.0199

Tren waktu 0.018801 0.4556 R2 = 80.11% Fhitung < 0.0001 DW = 2.340566 Jumlah impor udang beku Jepang dari dunia (QMBJD) Intersep -7298.24 0.0400

Harga udang beku dunia beda

kala -7.6213 -0.3136 0.2408

Harga udang olahan dunia

beda kala 0.970753 0.0409 0.4560

GDP Jepang 4.356753 1.7224 0.1393

Jumlah populasi Jepang 59.27902 29.5927 0.0322

Tren waktu -28.0142 0.0110

Harga ekspor Indonesia dan Thailand secara signifikan dan responsif dipengaruhi oleh harga udang beku dunia. Artinya bahwa harga udang internasional telah terintegrasi dengan harga domestik di masing-masing negara. Hasil penelitian Vinuya (2006) menggunakan teknik kointegrasi menunjukkan bahwa harga udang di AS, UE, dan Jepang terintegrasi dan berlaku “the law of one price”. Pengaruh barang substitusi yaitu udang olahan juga tidak elastis. Menurut Keefe (2002) terjadi persaingan antara udang beku dan segar di pasar Jepang

Dari sisi permintaan, jumlah permintaan impor Jepang tidak responsif terhadap harga udang beku dunia. Hal tersebut mengindikasikan bahwa produk udang beku merupakan kebutuhan pokok. Tingginya permintaan terhadap udang beku dapat dimengerti karena bentuk ini lebih tahan dibandingkan udang segar. Permintaan udang beku di pasar Jepang kurang terpengaruh oleh perubahan harga udang beku dunia, dibandingkan udang segar dunia. Permintaan dipengaruhi oleh populasi baik jangka pendek dan jangka panjang, oleh harga dunia beda kala, dan oleh GDP dalam jangka panjang.

Menurut Keefe (2002), permintaan Jepang akan udang beku sangat responsif terhadap perubahan harga antara Thailand dan Indonesia, dibandingkan dengan harga udang beku dari China dan Vietnam. Penurunan harga impor Indonesia 1% akan menurunkan permintaan udang beku dari Thailand 1.60%. Thailand dan Indonesia merupakan eksportir besar yang menyuplai udang beku ke Jepang. Dugaan penurunan daya saing ekspor udang beku Indonesia di pasar Jepang, berdasarkan Tabel 30 ditunjukkan oleh

kecenderungan menurunya tren jumlah ekspor Indonesia dan Thailand dengan nilai yang lebih besar bagi Indonesia. Dari sisi persyaratan mutu, Indonesia dan Thailand dapat memenuhinya, ditunjukkan dengan dummy LAW yang positif. Dengan demikian, terdapat faktor lain yang diduga mempengaruhi penurunan tersebut.

Berdasarkan Tabel, nilai elastisitas ketersediaan bahan baku untuk ekspor Indonesia ke Jepang mempunyai nilai lebih rendah dibandingkan dengan ekspor udang beku Indonesia ke AS dan UE-27. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa jenis/ukuran udang beku yang diekspor menjadi penting. Hal tersebut diduga karena komposisi dari produk udang beku yang diekspor mengalami perubahan. Ekspor udang Indonesia dan Thailand lebih didominasi udang vaname yang berukuran lebih kecil, sedangkan masyarakat Jepang lebih menyukai udang windu yang berukuran relatif lebih besar. Menurut Hutagalung (Kontan, 2011) pada tahun 2011 ditargetkan nilai ekspor naik 27.92% karena tingginya permintaan China dan Jepang. Permintaan oleh pasar Jepang, terutama jenis udang windu. Hasil survey oleh NACA (2010) di Indonesia udang windu yang diperdagangkan mengalami penurunan. FAO Globefish (2011) menambahkan bahwa permintaan ke Jepang terutama terfokus pada udang berukuran besar yaitu size 30 dan 35 ekor/kg. Hal tersebut didukung oleh Tanticharoen et al., (2008) bahwa Jepang lebih tertarik dengan udang besar dan produk olahan.

Secara ringkas, dari sisi mutu dan sisi harga yang diterima juga sudah cukup baik, permasalahan di komposisi produk. Hal tersebut diduga menjadi penyebab terjadinya penurunan keunggulan komparatif untuk udang beku

Indonesia dan Thailand di pasar Jepang dan nilai keunggulan komparatif udang beku Indonesia lebih rendah dibandingkan Thailand.

6.4.2. Pasar AS

Berdasarkan data pada Tabel 31 nampak bahwa persaingan antara Thailand dengan Indonesia di pasar AS ketat. Dari sisi produsen di Thailand, peningkatan harga ekspor udang beku ke AS 1% akan menurunkan permintaan udang beku Indonesia oleh AS sebesar 2.023%. Kondisi tersebut seiring dengan meningkatnya ekspor udang vaname yang relatif berukuran lebih kecil dibandingkan udang windu. Menurut FAO Globefish (2009) situasi perekonomian yang memburuk menyebabkan restoran di AS menawarkan menu udang berukuran kecil dalam rangka mengurangi biaya dan harga.

PT. CPP Lampung mempunyai harga jual lebih tinggi karena 80% dari konsumen adalah mitra dalam jangka panjang. Kontraknya jangka panjang antara 3-12 bulan. Pada tahun 2008/2009, perusahaan yang tergabung dalam CP Prima Grup tersebut memasok sekitar 3-4% kebutuhan pasar dunia.

Harga udang beku dunia responsif mempengaruhi harga ekspor udang Indonesia dalam jangka panjang, dan mempengaruhi harga ekspor Thailand baik jangka pendek maupun jangka panjang. Selain itu, harga dunia udang beku memiliki pengaruh yang signifikan terhadap impor udang beku AS.

Harga dunia yang volatil merupakan sesuatu yang umum dalam produk perikanan karena peanwaran terkait dengan kondisi iklim dan terjadinya penyakit. Salah satu upaya melalui kontrak berjangka belum berhasil. Kontark berjangka udang putih di Mineapolis Grain Exchange yang sudah berjalan selama 5 tahun sejak Juli 1993 dengan rata-rata 87 kontrak per bulan bukan

termasuk kategori yang berhasil, jika dikaitkan antara biaya yang dikeluarkan dibandingkan dengan manfaat yang diperoleh.

Tabel 31. Hasil Estimasi pada Persamaan Jumlah Ekspor, Harga Ekspor, dan Permintaan Impor Udang Beku AS

Variabel Parameter

Dugaan Elastisitas Prob > [ t ]

Endogen Eksogen Jangka

Pendek Panjang Jangka Jumlah ekspor

udang beku Indonesia ke AS (QXBIA)

Intersep 52.25685 0.0069

Selisih harga ekspor udang beku

Indonesia ke AS 2.770384 0.0228 0.0161

Harga ekspor udang beku

Thailand ke AS -4.08843 -1.9385 0.0003

Produksi udang beku Indonesia 0.091275 0.6315 0.1489

Dummy penerapan HACCP -7.37931 0.0543

R2 = 86.78% Fhitung < 0.0001 DW=0.938502 Jumlah ekspor udang beku Thailand ke AS (QXBTA) Intersep 9.667216 0.3880

Harga ekspor udang beku

Thailand ke AS 0.382055 0.0651 0.0730 0.4341

Tren waktu 4.376754 0.8571 0.9613 0.0554

Dummy penerapan HACCP -15.9855 0.0846

Jumlah ekspor udang beku

Thailand ke AS beda kala 0.108451 0.3652 R2 = 83.05% Fhitung < 0.0001 Durbin-h stat tidak terdefinisikan

Harga ekspor udang beku Indonesia ke AS (PXBIA)

Intersep -3.15102 0.1569

Harga udang beku dunia 0.913879 0.9857 1.2358 0.0011

Nilai tukar Rp/US$ 0.0002 0.1442 0.1808 0.0954

Tren waktu 0.001148 0.4949

Harga ekspor udang beku

Indonesia ke AS beda kala 0.2024 0.1000 R2 = 93.62% Fhitung < 0.0001 Durbin-h =1.232189 Harga ekspor udang beku Thailand ke AS (PXBTA) Intersep -4.65705 0.0821

Harga udang beku dunia 1.186037 1.2475 1.3872 0.0003

Nilai tukar Baht/US$ 0.036599 0.1400 0.1557 0.1402

Tren waktu -0.00484 0.4777

Harga ekspor udang beku

Thailand ke AS beda kala 0.10073 0.2812 R2 = 95.55% Fhitung< 0.0001 Durbin-h = 0.501282 Jumlah impor udang beku AS dari dunia (QMBAD) Intersep -4798.46 0.1382

Rasio harga udang beku dunia terhadap harga udang olahan

dunia -264.58 -0.8175 -1.0682 0.0859

Jumlah populasi AS 20.8228 19.0341 24.8705 0.1278

Tren waktu -52.8954 0.1576

Jumlah impor udang beku

Amerika dari dunia beda kala 0.234669 0.1706 R2 =91.07% Fhitung < 0.0001 Durbin-h = 0.501282

Dibandingkan dengan Thailand, dari segi jenis/komposisi produk dan kuantitas Indonesia lebih rendah. Berdasarkan data dari National Marine

Fisheries and Service (NMFS) pada periode 1989-2010 jenis udang beku yang

diekspor ke AS berkisar antara 6-17 jenis, sedangkan Thailand relatif stabil dengan 19 jenis produk dari tahun ke tahunnya. Mayoritas ekspor Indonesia tahun 2010 adalah shrimp peeled frozen senilai US$ 31 juta, shrimp frozen

other preparation senilai US$ 5.3 juta, shrimp breaded frozen US$ 2.7 juta.

Pada jenis yang sama, ekspor Thailand adalah shrimp peeled frozen senilai US$ 230 juta, shrimp frozen other preparation senilai US$ 220 juta, shrimp

breaded frozen US$ 7 juta. Menurut FAO Globefish (2011), pada kuartal

pertama tahun 2011 impor AS mencapai 115 200 ton, meningkat 3.9%, sedangkan dari sisi nilai meningkat menjadi US$ 1 009 milyar atau meningkat 31.3%. Selain karena harga rata-rata meningkat sebesar 26.4%, juga disebabkan oleh beralihnya impor dari udang berukuran kecil ke udang bernilai tambah (terutama peeled frozen), dan jenis itu merupakan mayoritas yang diekspor oleh Thailand.

Menurut Hudson et al. (2003) impor udang AS dari ASEAN sensitif dengan perubahan pendapatan. Peningkatan 1% pendapatan akan meningkatkan impor udang sebesar 1.6%. Implikasinya adalah ketika terjadi resesi di AS atau UE-27 akan menghambat ekspor.

6.4.3. Pasar UE-27

Hasil estimasi pada persamaan penawaran, harga, dan permintaan udang beku ke UE-27 disajikan pada Tabel 32. Dalam jangka panjang pengaruh barang substitusi berupa udang olahan terhadap udang beku bersifat

responsif di pasar UE. Pengaruh harga udang beku dunia terhadap harga ekspor udang beku Indonesia dan Thailand ke UE juga bersifat responsif, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

Tabel 32. Hasil Estimasi pada Persamaan Jumlah Ekspor, Harga Ekspor, dan Permintaan Impor Udang Beku UE-27

Variabel Parameter

Dugaan Elastisitas Prob > [ t ]

Endogen Eksogen Jangka

Pendek Panjang Jangka Jumlah ekspor udang beku Indonesia ke UE-27 (QXBIU) Intersep 5.634452 0.2751

Selisih harga udang beku dunia 0.163417 0.0056 0.0488 0.4205

Harga udang olahan dunia -0.35039 -0.3556 -3.1054 0.3175

Selisih produksi udang beku

Indonesia 0.023013 0.0063 0.0548 0.1198

Dummy penerapan MRL -0.27297 0.4687

Jumlah ekspor udang beku

Indonesia ke UE-27 beda kala 0.885483 0.0016 R2 = 92.03% Fhitung < 0.0001 Durbin-h stat tidak terdefinisikan

Jumlah ekspor udang beku Thailand ke UE-27 (QXBTU) Intersep 18.95414 0.0873

Harga ekspor udang beku

Thailand ke UE-27 0.162834 0.1979 0.4316

Harga ekspor udang beku

Thailand ke Jepang -1.18806 -1.7608 0.0477

Selisih nilai tukar Baht/US$ 0.067839 0.0072 0.3224

Dummy penerapan MRL -7.19481 0.0824 Tren waktu 0.262716 0.2042 R2 = 29.54% Fhitung < 0.4109 DW = 1.033102 Harga ekspor udang beku Indonesia ke UE-27 (PXBIU) Intersep -5.3776 0.0452

Harga udang beku dunia 0.986357 1.4324 1.5673 0.0011

Tren waktu 0.161935 0.0443

Harga ekspor udang beku

Indonesia ke UE-27 beda kala 0.086063 0.3096 R2 = 86.45% Fhitung < 0.0001 Durbin-h = 1.16833 Harga ekspor udang beku Thailand ke UE-27 (PXBTU) Intersep -2.81147 0.2217

Harga udang beku dunia 0.994453 1.1236 1.2127 0.0026

Nilai tukar Baht/US$ 0.014452 0.0594 0.0641 0.3502

Tren waktu 0.045716 0.3192

Harga ekspor udang beku

Thailand ke UE-27 beda kala 0.073424 0.3757 R2 = 89.76% Fhitung < 0.0001 Durbin-h stat = 1.592303

Jumlah impor udang beku UE-27 dari dunia (QMBUD) Intersep -34772.4 0.0405

Harga udang beku dunia beda

kala -11.3598 -0.3882 0.0710

Harga udang olahan dunia 2.974041 0.1030 0.3018

Jumlah populasi UE-27 502.7524 121.4116 0.0393

Trend waktu -167.474 0.0514

Meningkatnya daya saing Indonesia di pasar UE-27 diduga karena UE merupakan pasar prospektif (Ling et al, 1997). Namun peningkatan tersebut belum optimal karena pengaruh hambatan non tarif jika mengekspor ke UE-27 cukup besar. Aisya et al., (2006) menganalisis hambatan non tarif yang berasal dari internal berupa: (1) setiap eksportir harus sebagai produsen, artinya eksportir harus memiliki UPI, (2) UPI harus mempunyai ijin sebagai unit yang berkegiatan pengolahan (ijin UPI), (3) UPI harus memenuhi persyaratan kelayakan dasar (prerequisite) sebagai unit pengolah ikan dengan memiliki Sertifikat Kelayakan Pengolahan (SKP), (4) Harus menerapkan HACCP (tervalidasi) dan memiliki approvel number, (5) ke AS harus menerapakan HACCP, dan (6) produk harus memenuhi persyaratan mutu.

Selanjutnya, menurut Lord et al., (2010), upaya yang telah dilaksanakan oleh KKP terkait mutu cukup berhasil, tercermin dari berkurangnya RASFF oleh UE-27. Selain itu, nilai tukar tidak signifikan dalam menentukan harga. Meskipun demikian, terkait Export Quality Infrastructure

(EQI) masih menjadi hambatan non-harga yaitu berupa: (1) kurangnya

kompetensi laboratorum perikanan dan badan yang melakukan inspeksi untuk mencapai standard internasional; (2) kurangnya traceability pada tingkat pembudidaya dan nelayan, (3) kurangnya penerapan CBIB dan GHP untuk pembudidaya skala kecil dan menengah, (4) kelemahan manajemen di KKP terkait mutu dan keamanan pangan, dan (5) lemahnya informasi kepada perusahaan skala kecil dan menengah

Jumlah ekspor udang beku Thailand ke UE-27 dipengaruhi juga oleh harga ekspor udang beku Thailand ke Jepang dan bersifat responsif.

Peningkatan harga ekspor udang beku Thailand ke Jepang mengakibatkan penurunan jumlah udang beku Thailand ke UE 2.2081%. Hal tersebut diduga karena kedekatan lokasi geografis.

Berdasarkan uraian di atas, penurunan daya saing udang beku Indonesia di pasar Jepang diduga karena pengaruh komposisi produk yang didominasi udang vaname dari sebelumnya udang windu. Peningkatan daya saing di pasar AS dan UE-27 diduga karena permintaan masih positif, ketersediaan bahan baku, dan upaya peningkatan mutu. Sebaliknya indeks daya saing Thailand mengalami penurunan diduga karena tingkat persaingan yang semakin ketat.

Dokumen terkait