• Tidak ada hasil yang ditemukan

UNIT PENGOLAH IKAN TAMBAK

IV. METODOLOGI PENELITIAN

1. Blok Produks

Permintaan Faktor Produksi

Permintaan faktor produksi udang tambak diduga dipengaruhi oleh harga faktor produksi itu sendiri, harga input lainnya, dan harga output berupa harga udang segar domestik yaitu:

QPAKNt = a0 + a1*PPAKNt + a2*(PUSDOMt-PUSDOMt-1) +

a3*TREND +ε1 ... (1)

QBENRt = b0 +b1*PBENRt + b2* PPAKNt + b3*PUSDOMt +

b4*TREND + b5*QBENRt-1+ε2 ... (2)

dimana:

QPKANt : Jumlah penggunaan pakan Indonesia pada tahun t (ribu Kg) QBENRt : Jumlah benur yang digunakan untuk tambak Indonesia pada tahun t

(miliar ekor)

PPKANt : Harga riil pakan pada tahun t (Rp/Kg)

PUSDOMt : Harga riil udang segar domestik pada tahun t (Rp/Kg) PBENRt : Harga riil benur pada tahun t (Rp/ekor)

TREND : Tren Waktu

QBENR t-1 : Jumlah penggunaan benur Indonesia beda kala (Rp/Kg)

Tanda parameter dugaan yang diharapkan: a2, a3, b3, b4, > 0; a1, b1, b2< 0; dan 0 <,b5 < 1

Pertumbuhan Total Factor Prductivity (TFP)

Produktivitas dapat meningkat antara lain ditentukan oleh tiga hal yaitu: skala ekonomi, efisiensi teknis, dan kemajuan teknologi. Penggunaan TFP sebagai variabel endogen mengacu pada studi Fan et al., (1998). Pada studi ini pertumbuhan TFP dihitung menggunakan angka indeks Tornqvist-Theil. Data yang diperlukan terkait perhitungan TFP tersebut yaitu jumlah dan harga output (udang windu, udang putih, dan bandeng), serta jumlah dan harga input (Lampiran 2).

Faktor yang diduga berpengaruh terhadap produktivitas dalam studi ini yaitu tingkat pendidikan dari tenaga kerja dan pembangunan irigasi. Perbedaan produksi antar wilayah diduga dapat disebabkan oleh perbedaan faktor fisik.

Perbedaan wilayah juga mencerminkan kecenderungan perbedaan pengelolaan seperti budidaya udang secara integrasi vertikal di Lampung atau mayoritas dikelola secara tradisional seperti di Sulawesi Selatan. Namun hal tersebut tidak tertangkap dalam Model yang dibangun. Dengan demikian, persamaan yang diduga mempengaruhi pertumbuhan TFP sebagai berikut:

TFPIN t = c0+c1*EDUCt +c2*IRIGt + ε3 ... (3)

dimana:

TFPINt : Pertumbuhan TFP udang tambak Indonesia pada tahun t

EDUCt : Tingkat pendidikan pembudidaya (tahun)

IRIGt : anggaran Pemerintah untuk pembangunan irigasi tambak (Milyar Rp).

Tanda parameter dugaan yang diharapkan: c1, c2 > 0

Produksi Udang Tambak Indonesia

Peubah-peubah yang diduga berpengaruh terhadap produksi udang tambak yaitu harga riil udang segar domestik, harga riil BBM, jumlah pakan, jumlah benur, tingkat suku bunga efektif, dummy terjadinya serangan penyakit, dan pertumbuhan TFP. Luas area tidak dimasukan karena pada saat studi dilakukan kegiatan ekstensifikasi tambak terbatas, dan di lain pihak tambak mangkrak/idle tersedia luas. Dengan demikian persamaan produksi udang dapat dirumuskan sebagai berikut:

QTAMBt = d0 + d1*PUSDOMt-1 + d2*(PBBMt - PBBMt-1) +

d3*QPAKNt + d4*(QBENRt - QBENRt-1)+ d5*INTREt +

d6*DPENY + d7* TFPINt + ε4 ... (4)

dimana:

QTAMBt : Produksi udang tambak Indonesia pada tahun t (ribu ton) PBBMt : harga solar pada tahun t (rupiah/liter)

INTREt : Tingkat suku bunga rill (%)

DPENY : Dummy terjadinya serangan penyakit, bernilai 1 untuk tahun 1989,1990,1993, 1998, 2000,2002,2003,2005, 2008 dan bernilai 0 sisanya.

PUSDOMt, TFPINt, QPAKNt, QBENRt,TRENDt: lihat definisi sebelumnya Tanda parameter dugaan yang diharapkan: d1, d3, d4, d7 > 0; dan d2, d5, d6, <0

Menurut Wyban (2007a), perkembangan udang tambak dunia dibagi tiga periode. Phase pertama tahun 1980-an ditandai dengan penggunaan benur dari alam. Periode berikutnya yaitu 1988-1996 adalah pembenihan/hatchery. Pada periode tersebut, udang tambak di Asia didominasi udang windu, sedangkan di bagian Barat didominasi vaname. Periode ketiga “breeding era” sejak tahun 1997 sampai dengan saat ini, ditandai dengan kemajuan dibidang pembenihan, domestikasi dan penyebaran vaname ke negara-negara di benua Asia. Pada periode ini, produksi meningkat rata-rata 20%, dibandingkan pada periode kedua yang hanya 2%. Sebagai ilustrasi, mengenai perbedaan produksi udang windu dan vaname di Thailand disajikan pada Tabel 16.

Tabel 16. Perbandingan Pemeliharan Udang Windu dan Vaname di Thailand Parameter Udang windu Udang

vaname

Kenaikan (%)

Padat Penebaran (PL/ m2) 40-50 120-200 300

Lama pemeliharaan (hari) 110-140 105-120 27

Ukuran panen (gram) 22-28 21-25 5

Hasil panen (ton/ Ha/ musim) 8 24 300

Nilai panen (US$/ Ha) 45 000 96 000 220

Biaya produksi (US$/ Ha) 32 000 60 000 187

Keuntungan (US$/ Ha) 13 000 36 000 280

Sumber: Wyban (2007a)

Di Indonesia, menurut Widigdo dan Pribadi (2005), teknik ablasi mata yang ditemukan oleh Dr. Made L. Nurdjana tahun 1976 dibidang pembenihan udang menjadi cikal bakal perkembangan tambak. Sejak itu, hatchery/ pembenihan tumbuh dengan cepat. Sejak 1986 intensifikasi dilaksanakan dan beberapa proyek besar di Lampung (diantaranya PT CP Bahari) dan Kalimantan terjadi pada tahun 1990-an. Hasilnya, tahun 1992 ekspor udang

meningkat menjadi 141 500 ton. Pada periode 1990-1993, upaya intensifikasi menyebabkan serangan penyakit MBV (Monodon Baculo Virus). Pada tahun 1996 terjadi serangan penyakit oleh WSSV (White Spot Syndrome Virus). Akibatnya pada tahun 2001 kuantitas ekspor udang turun menjadi 70 ribu ton. Sekitar 90% dari 350 ribu Ha ditelantarkan. Mulai tahun 2000/2001 vaname diperkenalkan. Sejak itu produksi udang kembali meningkat. Akan tetapi bukan berarti dapat bebas dari penyakit karena pada awal semester 2002 terjadi serangan TSV (Taura Syndrome Virus) di Jawa Timur disebabkan induk yang tidak SPF (Specific Pathogen Free). TSV menyerang di NTT, NTB, Bali dan Banyuwangi, sedangkan di daerah lainnya didominasi oleh WSSV.

Produksi Udang Hasil Tangkapan Indonesia

Peubah-peubah yang diduga berpengaruh terhadap produksi udang hasil tangkapan antara lain harga udang domestik, pukat udang, harga BBM, dan produksi udang hasil tangkapan tahun sebelumnya. Dengan demikian persamaan produksi udang hasil tangkapan dapat dirumuskan sebagai berikut: QTNKPt = e0 + e1*PUSDOMt + e2*ATPUt + e3*PBBMt-1 +ε5 ... (5)

dimana:

QTNKPt : Produksi udang hasil tangkapan Indonesia pada tahun t (ribu ton) ATPU : Alat tangkap pukat udang (ribu unit)

QTNKPt -1 : Produksi udang hasil tangkapan beda kala (ribu ton per tahun)

PUSDOMt: lihat definisi sebelumnya

Tanda parameter dugaan yang diharapkan: e1,e2> 0; dan e3<0

Total Produksi Udang Segar Indonesia

Total produksi udang Indonesia merupakan gabungan dari udang hasil budidaya dan udang hasil penangkapan.

PrUSIt = QTAMBt + QTNKPt ... (6)

PrUSIt : Produksi total udang Indonesia pada tahun t (ribu ton) QTAMBt, QTNKPt: lihat definisi sebelumnya

Produksi Udang Beku Indonesia

Konversi udang segar ke udan beku atau ke udang olahan bervariasi antara lain tergantung ukuran dan species udang. Menurut Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (DJPT, 2005) konversi udang besar beku adalah 60% dari berat basah, dan 40% untuk udang tidak beku, sedangkan untuk udang kecil dan udang biasa konversinya adalah 42% beku dan 40% tidak beku. Carita (2004) menganilisis rendemen udang windu dan memperoleh hasil sebagai berikut: (1) dari Head On (HO) 100% menjadi headless 63.14% - 65.04%, (2) HO menjadi Peeled Tail On (PTO) 54.35% - 55.48%, (3) HO menjadi Peel Devined Tail On (PDTO) 54.17%-55.38%, (4) HO menjadi Peel Undevined (PUD) = 52.58% - 53.49%, (5) HO menjadi Peel Devined (PD) 52.39% - 53.39%, (6) Headless untuk breaded (tepung udang): 63.24%-64.57% , dan (7) Peel Tail On (PTO) pada breaded 54.84% - 55.54%. Pada studi ini, konversi dari udang segar ke udang beku menggunakan pendekatan Soepanto (1999) yaitu udang beku adalah 0.6 dari udang segar. Dengan demikian produksi udang beku:.

PrUBI = 0.6*PrUSI+ 0.6*QMUSID- 0.6*QDUSL- 0.6*QXISD ... (7)

dimana:

PrUBIt : Produksi total udang beku Indonesia pada tahun t (ribu ton) QMUSIDt : Jumlah impor udang segar Indonesia pada tahun t (ribu ton)

QDUSLt : Permintaan udang segar untuk konsumsi (masyarakat) domestik pada tahun t (ribu ton)

QXSIDt : Total ekspor udang segar Indonesia ke dunia pada tahun t (ribu ton) PrUSIt : Lihat definisi sebelumnya

Produksi Udang Olahan Indonesia

Produksi udang beku tersebut, sebagian besar diekspor, sebagian kecil dijadikan udang olahan, dan sisanya untuk konsumsi domestik. Konversi dari udang beku menjadi udang olahan digunakan perhitungan yang digunakan

Soepanto (1999) yaitu udang olahan adalah 0.5 dari udang beku. Sebagai derived demmand, maka produksi udang olahan diduga dipengaruhi oleh harga input (udang beku domestik), dan harga output. Karena data harga output (udang olahan domestik) tidak tersedia, maka digunakan harga udang olahan dunia, dan jumlah eskpor udang olahan Indonesia. Selain itu dipengaruhi juga oleh tingkat suku bunga. Dengan demikian, persamaannya menhadi:

PrUOIt = f0 + f1*PUBDOMt-1 + f2*(PUODt - PUODt-1) +

f3* INTREt + f4*QXOIDt-1 + ε6 ... (8)

dimana:

PrUOIt : Produksi udangolahan Indonesia pada tahun t (ribu ton) PUBDOMt : Harga riil udang beku dunia (US$/kg)

PUODt : Harga riil udang olahan dunia pada tahun t (US$/kg)

QXOIDt : Jumlah ekspor udang beku Indonesia ke dunia (ribu ton)

INTREt, : lihat definisi sebelumnya

Tanda parameter dugaan yang diharapkan: f2, f4> 0; f1, f3 <0

Permintaan Udang Segar Domestik

Data permintaan udang segar domestik tidak tersedia secara khusus. Dalam studi ini, permintaan udang segar domestik merupakan permintaan udang segar untuk industri udang beku, dan permintaan udang segar lainnya (dikonsumsi masyarakat domestik) sebagai berikut:

DUSDOMt = QDUSBt + QDUSLt ... (9

dimana:

DUSDOMt : Permintaan domestik udang Segar Indonesia pada tahun t (ribu ton) QDUSBt : Permintaan udang segar oleh udang beku pada tahun t (ribu ton)

QDUSLt : Permintaan udang segar untuk konsumsi (masyarakat) domestik pada tahun t (ribu ton)

Permintaan Udang Beku Domestik

Permintaan udang beku domestik terbagi dua yaitu untuk industri udang olahan dan untuk dikonsumsi masyarakat domestik. Bentuk persamaannya: DUBDOMt = QDUBOt + QDUBLt ... (10)

DUBDOMt : Permintaan domestik udangbeku domestik Indonesia pada tahun t (ribu ton)

QDUBOt : Permintaan udang beku oleh industri udang olahan Indonesia pada tahun t (ribu ton)

QDUBLt : Permintaan udang bekul untuk konsumsi (masyarakat) domestik pada tahun t (ribu ton)

Permintaan Udang Olahan Domestik

Konsumsi udang olahan domestik mengikuti Soepanto (1999) yaitu diperkirakan 5% dari produksi udang olahan. Bentuk persamaannya:

QDUOLt = 0.05* PrUOIt... (11)

dimana:

QDUOLt : Permintaan udangolahan untuk konsumsi (masyarakat) domestik pada tahun t (ribu ton)

PrUOIt : Produksi udang olahan Indonesia pada tahun t (ribu ton)

Harga Udang Segar Domestik

Harga udang di pasar internasional dijadikan sebagai panduan pembentukan harga di pasar domestik karena pasar internasional dan pasar domestik di negara pengekspor saling terkait. Perkembangan nilai tukar berpengaruh terhadap terhadap pembentukan harga impor. Selain itu, harga juga ditentukan oleh jumlah permintaan domestik. Dengan demikian, harga udang segar domestik diduga dipengaruhi permintaan udang domestik, jumlah ekspor udang segar ke AS, tren, dan harga udang domestik sebelumnya.

PUSDOMt = g0 + g1*DUSDOMt-1+ g2*QXSIAt+g3*TREND+

g4*PUSDOMt-1+ε7 ... (12)

dimana:

PUSDOMt : Harga riil domestik udang segar Indonesia pada tahun t (Rp per Kg) DUSDOMt : Permintaan domestik udang Segar Indonesia pada tahun t (ribu ton) QXSIAt : Jumlah ekspor udang segar Indonesia ke AS tahun t (ribu ton)

PUSDOM t-1 : Harga riil domestik udang segar Indonesia beda kala (Rp per Kg)

Tanda parameter dugaan yang diharapkan: g1, g2,g3 > 0 dan 0 <g4 < 1

Harga Udang Beku Domestik

Harga udang beku domestik dipengaruhi oleh harga udang beku dunia, permintaan udang beku domestik, dan harga udang domestik beda kala.

PUBDOMt = h0 + h1*PUBDt + h2*DUBDOMt +h3*TREND +

h4*PUBDOMt-1 +ε8 ... (13)

dimana:

PUBDOMt : Harga riil domestik udang beku domestik pada tahun t (Rp per Kg) PUBDt : Harga riil ekspor udang beku dunia pada tahun t (US$/kg)

DUBDOMt : Permintaan domestik udang beku Indonesia pada tahun t (ribu ton) PUBDOM t-1 : Harga riil domestik udangbeku domestik beda kala (Rp per Kg)

Tanda parameter dugaan yang diharapkan: h1, h2, h3> 0 dan 0 <h4 < 1

Permintaan Udang Segar oleh Industri Udang Beku

Produksi udang total (segar) tersebut, sebagian diekspor dalam bentuk udang segar, sebagian dibekukan, dan sisanya untuk konsumsi domestik, termasuk didalamnya untuk udang olahan tradisional. Sebagian besar produksi udang beku diekspor dan sebagian kecil dikalengkan dan sisanya untuk konsumsi dalam negeri. Peubah-peubah yang diduga berpengaruh terhadap permintaan udang segar oleh industri udang beku sebagi berikut:

QDUSBt = i0 + i1*(PUSDOMt-PUSDOMt-1)+ i2*PUBDOMt+

i3*TREND+ε9 ... (14)

dimana:

QDUSBt : Permintaan udang segar oleh udang beku pada tahun t (ribu ton) PUSDOMt, PUBDOMt,TREND: lihat definisi sebelumnya

Tanda parameter dugaan yang diharapkan: i2, i3 > 0 dan i1 < 0

Permintaan Udang Beku oleh Industri Udang Olahan

Selain dipengaruhi harga input (PUBDOM), permintaan udang beku oleh industri udang olahan juga dipengaruhi harga udang olahan domestik. Mengingat tidak tersedianya data harga domestik udang olahan, maka dalam

analisis ini digunakan harga dunia dan untuk menghubungkan antara produk beku dengan produk olahan, maka digunakan juga produksi udang olahan Indonesia sebagai berikut:

QDUBOt = j0 + j1*(PUBDOMt-PUBDOMt-1) + j2*PrUOIt

+ j3*PUODt +ε10 ... (15)

dimana:

QDUBOt : Permintaan udang beku oleh industri udang olahan Indonesia pada tahun t (ribu ton)

PUBDOMt, PrUOIt, PUODt: lihat definisi sebelumnya Tanda parameter dugaan yang diharapkan:

j2, j3> 0, dan j1< 0

Dokumen terkait