• Tidak ada hasil yang ditemukan

B. Pengaruh Konsentrasi kapang Trichoderma reesei dan

1. Bobot Badan Akhir dan Pertambahan Bobot Badan

Rataan bobot badan akhir dan pertambahan bobot badan serta hasil uji kontras orthogonal dapat dirangkum dalam Tabel 31. Rataan bobot badan akhir ayam yang diberi ransum yang mengandung BIS maupun BISF adalah 1 440.86 gram yang nyata (p<0.05) lebih rendah dari ransum kontrol (R0) yaitu 1 687.36 gram. Secara umum ransum yang mengandung BIS masih belum menyamai ransum kontrol, hal ini disebabkan meskipun ransum dalam keadaan isoprotein dan isokalori namun BIS belum sepenuhnya menggantikan bungkil kedele karena komposisi asam amino bungkil kedele lebih seimbang dibanding BIS.

Uji banding antara bobot badan akhir ayam yang diberi ransum BIS (rataan R1, R2 dan R3 = 1 384.86 gram), nyata (p<0.05) lebih rendah dibandingkan ayam yang diberi BISF (R4, R5 dan R6 = 1 496.86 gram). Hal ini memberikan petunjuk bahwa penggunaan BISF dari segi bobot badan akhir memberikan manfaat.

80 Tabel 31 Rataan bobot badan akhir dan pertambahan bobot badan (g) ayam pedaging umur pemeliharaan 7-42 hari

Perlakuan Bobot badan akhir Pertambahan bobot badan

……….…………( g )…..……….. R0 1 687 ± 84.91 1 558 ± 89.77 R1 1 491 ± 83.11 1 364 ± 77.61 R2 1 464 ± 103.25 1 338 ± 97.97 R3 1 198 ± 85.50 1 081 ± 91.56 R4 1 511 ± 71.67 1 373 ± 71.30 R5 1 641 ± 21.95 1 479 ± 31.90 R6 1 338 ± 112.43 1 210 ± 112.90 Signifikansi R0 vs R1,R2,R3,R4,R5,R6 (1 687 vs 1 440) (p=0.0001)** (1 588 vs 1 321) (p=0.0001) ** R1,R2,R3 vs R4,R5,R6 (1 384 vs 1 496) (p=0.001)** (1 258 vs 1 383) (p=0.006)** BIS (R1, R2, R3) Linier (p=0.0001) ** (p=0.0001) ** Kuadratik BISF (R4, R5, R6) Linier Kuadratik (p=0.0001)** (p=0.0004)**

Keterangan : ** berbeda sangat nyata (p< 0.01) * berbeda nyata (p<0.05)

Kurva perbandingan tingkat penggunaan BIS maupun BISF terhadap bobot badan akhir disajikan pada Gambar 17. Berdasarkan analisis uji polynomial orthogonal diperoleh hasil bahwa peningkatan penggunaan BIS pada ransum memberikan respon penurunan bobot badan akhir secara linier dengan persamaan Y = -29.378x + 1 825.5. y = -29,378x + 1825,5 y = -8,6566x2 + 242,42x - 47,413 0 400 800 1200 1600 2000 10 15 20 Tingkat Penggunaan (%) B ob ot B a da n A k hi r ( g)

Kurva Linier BIS Kurva Kuadratik BISF

Gambar 17 Kurva perbandingan perlakuan berbagai tingkat BIS dan BISF terhadap bobot akhir ayam pedaging

Respon penggunaan BISF terhadap bobot badan akhir berbentuk kurva kuadratik, mengikuti persamaan Y = -8.6566x2 + 242.42x – 47.413. Pemberian BISF yang optimum adalah pada tingkat penggunaan 14.01% dan dapat memberikan bobot badan akhir 1 649 gram.

Secara lengkap gambaran kurva pertambahan bobot badan ayam pedaging dengan tingkat penggunaan BIS maupun BISF dalam ransum diperlihatkan pada Gambar 18.

y = -7,7151x2 + 218,98x - 36,421 y = -28,484x + 1685,5 800 900 1000 1100 1200 1300 1400 1500 1600 10 15 20

Tingkat Penggunaan dalam Ransum (%)

Pe rt a m b a ha n B o b o t B a da n ( g )

Kurva Kuadratik BISF Kurva Linier BIS

Gambar 18 Kurva perbandingan perlakuan berbagai tingkat BIS dan BISF terhadap pertambahan bobot badan ayam pedaging

Rataan pertambahan bobot badan ayam yang diberi ransum yang mengandung BIS maupun BISF adalah 1 321 gram yang nyata (p<0.05) lebih rendah dari ransum kontrol (R0) yaitu 1 588 gram.

Uji banding rataan pertambahan bobot badan ayam yang diberi ransum BIS (rataan R1, R2 dan R3 = 1 258 gram), nyata lebih rendah dibandingkan ayam yang diberi ransum, yang mengandung BISF (rataan R4, R5 dan R6 = 1 383 gram). Hal ini memberikan petunjuk bahwa penggunaan BISF memberikan manfaat peningkatan pertambahan bobot badan.

Berdasarkan analisis uji polynomial orthogonal diperoleh hasil bahwa peningkatan penggunaan BIS pada ransum akan dapat memberikan respon

penurunan pertambahan bobot badan secara linier dengan persamaan Y = -28.484x + 1 685.5. Respon penggunaan BISF terhadap pertambahan bobot

82 -36.421. Pemberian BISF yang optimum adalah pada tingkat penggunaan 14.19% dan dapat memberikan bobot badan akhir 1 517 gram.

Dilihat dari komposisi ransum, kandungan polisakarida mannan pada perlakuan R3 adalah yang paling tinggi yakni 3 064.32 ppm. Semakin tinggi penggunaan BIS tanpa pengolahan, semakin tinggi kandungan polisakarida mannannya. Diduga hal ini akan berpengaruh terhadap pertambahan bobot badan. Hal ini dipertegas dengan pernyataan Tangendjaja dan Patttyusra (1993) yang menyatakan bahwa penggunaan 10% BIS dapat menyebabkan pertambahan bobot badan lebih rendah daripada kontrol.

2. Konsumsi dan Konversi Ransum

Rataan konsumsi dan konversi ransum serta hasil uji kontras orthogonal dapat dirangkum dalam Tabel 32.

Tabel 32 Rataan konsumsi (g) dan konversi ransum ayam pedaging selama pemeliharaan 7-42 hari

Perlakuan Konsumsi ransum (g) Konversi ransum

R0 2 634 ± 126.22 1.69 ± 0.10 R1 2 315 ± 81.56 1.70 ± 0.09 R2 2 250 ± 66.56 1.68 ± 0.12 R3 1 972 ± 85.72 1.87 ± 0.08 R4 2 166 ± 95.69 1.57 ± 0.15 R5 2 614 ± 57.22 1.72 ± 0.05 R6 2 114 ± 38.28 1.68 ± 0.09 Signifikansi R0 vs R1,R2,R3,R4,R5,R6 (2 634 vs 2 233) (p=0.0001) ** (1.69 vs 1.70) (p=0.8399) R1,R2,R3 vs R4,R5,R6 (2 200 vs 2 265) (p=0.0005) ** (1.74 vs 1.66) (p=0.0456) * BIS (R1, R2, R3) Linier (p=0.001)** (p=0.0576) Kuadratik BISF (R4, R5, R6) Linier Kuadratik (p=0.0001)** (p=0.0975)

Keterangan : ** berbeda sangat nyata (p< 0.01) * berbeda nyata (p<0.05)

Rataan konsumsi ransum ayam pedaging yang diberi ransum yang mengandung BIS maupun BISF adalah 2 233 gram yang nyata (p<0.05) lebih rendah dari ransum kontrol (R0) yaitu 2 634 gram. Secara umum ransum yang mengandung BIS maupun BISF masih belum menyamai ransum kontrol. Menurut Supriyati et al. (1998), meskipun proses fermentasi dapat menurunkan kandungan serat kasar dan meningkatkan kandungan gizinya, rendahnya batas

penggunaan BISF dalam ransum ayam broiler mungkin terkait dengan adanya asam nukleat dan dinding sel mikroorganisme yang dihasilkan di dalam bahan tersebut selama proses fermentasi. Kompiang et al. (1994) melaporkan hal yang sama pada pemberian singkong fermentasi dalam ransum pada ayam pedaging.

Uji banding antara konsumsi ransum ayam pedaging yang diberi ransum BIS (rataan R1, R2 dan R3 = 2 200 gram), nyata (p<0.05) lebih rendah dibandingkan ayam yang diberi ransum BISF (rataan R4, R5 dan R6 = 2 265 gram). Hal ini memberikan petunjuk bahwa penggunaan BISF memberikan manfaat peningkatan bobot badan akhir.

Kurva perbandingan tingkat penggunaan BIS maupun BISF terhadap konsumsi ransum disajikan pada Gambar 19. Berdasarkan analisis uji polynomial orthogonal diperoleh hasil bahwa peningkatan penggunaan BIS pada ransum akan dapat memberikan respon penurunan konsumsi ransum secara linier dengan persamaan Y = -38.36x + 2776.2 dengan nilai.

Penurunan konsumsi ransum disebabkan sifat BIS yang memiliki tekstur kering dan gritty, sehingga menyulitkan ayam dalam membuang feses. Menurut Kumar et al. (1997) polisakarida mannan dapat dikatagorikan sebagai anti nutritional factor karena dapat meningkatkan viskositas dari pakan karenanya memiliki tingkat penyerapan air yang tinggi. Hal itulah yang menyebabkan ayam mengalami kesulitas dalam proses defekasi. Selain itu menurut Cadogan et al. (1999) konsumsi ransum memiliki korelasi negatif dengan persentase kandungan polisakarida bukan pati dalam ransum. Semakin tinggi kandungan BIS dalam ransum maka kandungan NSP nya semakin tinggi dan akan mengurangi konsumsi ransum. Komponen polisakarida non pati atau NSP (Non Starch Polisaccharides) antara lain hemiselulosa, dalam bahan akan menghalangi proses penyerapan karbohidrat, asam amino dan mineral dalam usus yang mempunyai efek penghalang (protective box effect) (Vranjes dan Wenk 1995). Lebih jauh Hew dan Jalaludin (1996) pun menyarankan penggunaan BIS dalam ransum ayam pedaging maksimum 15%.

Respon penggunaan BISF terhadap konsumsi ransum berbentuk kurva kuadratik, mengikuti persamaan Y = -13.75x2 + 399.33x - 311.76. Pemberian BISF yang optimum adalah pada tingkat penggunaan 14.3% dan dapat mencapai konsumsi ransum 2 686 gram.

84 y = -38,36x + 2776,2 y = -13,75x2 + 393,33x - 311,76 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 10 15 20

Tingkat Penggunaan dalam Ransum (%)

K ons u m s i R a ns um ( g)

Kurva Linier BIS Kurva Kuadratik BISF

Gambar 19 Kurva perbandingan perlakuan berbagai tingkat BIS dan BISF terhadap konsumsi ransum ayam pedaging

Konsumsi ransum berkaitan erat dengan pertambahan bobot badan dan konversi ransum. Zat nutrisi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan diperoleh dari ransum yang dikonsumsi. Secara umum, semakin banyak ransum yang dikonsumsi maka pertumbuhan akan semakin baik. Terdapat kesesuaian antara konsumsi ransum dengan bobot badan akhir dimana ayam pedaging perlakuan R0 yang mengkonsumsi ransum tertinggi diperoleh bobot badan tertinggi pula.

Rataan konversi ransum ayam pedaging yang diberi ransum yang mengandung BIS maupun BISF adalah 1.70, tidak berbeda (p>0.05) dari ransum kontrol (R0) yaitu 1.69. Secara umum ransum yang mengandung BIS maupun BISF menyamai konversi ransum kontrol. Hal ini disebabkan meskipun respon rataan konsumsi ransum dan pertambahan bobot badan ayam pedaging yang diberi perlakuan penggunaan BIS maupun BISF nyata lebih rendah dari kontrol, namun secara proporsional (perbandingan konsumsi ransum dengan pertambahan bobot badan) tidak berbeda, disini terjadi keseimbangan antara ransum yang dikonsumsi dengan pertumbuhan yang dihasilkan.

Uji banding antara konversi ransum ayam yang diberi ransum BIS (rataan R1, R2 dan R3 = 1.74), nyata lebih tinggi dibandingkan ayam yang diberi ransum BISF (rataan R4, R5 dan R6 = 1.663). Hal ini memberikan petunjuk bahwa penggunaan BISF dari segi konversi ransum memberikan manfaat meningkatkan efisiensi dalam penggunaan ransum.

Dilihat dari segi peningkatan nilai nutrisi BISF yang meliputi kandungan protein kasar, total gula, energi metabolisme sejati dan kecernaan mannan yang makin meningkat, namun tidak diiringi dengan retensi nitrogen yang meningkat. Pada tingkat tertentu menyebabkan terganggunya keseimbangan pertumbuhan ayam. Hal ini diperlihatkan dengan konversi ransum yang tidak mengungguli ransum kontrol, namun sebatas tidak berbeda dengan ransum kontrol.

Respon penambahan penggunaan BIS pada ransum ayam pedaging terhadap konversi ransum tidak dapat digambarkan dalam bentuk kurva linier maupun kuadratik. Begitu pula halnya dengan respon penggunaan BISF terhadap konversi ransum, juga tidak menunjukkan kurva yang tepat baik itu kurva linier maupun kuadratik, sehingga tingkat pemberian BISF yang optimum pun tidak diperoleh.

Dokumen terkait